Anda di halaman 1dari 22

A.

Judul Percobaan

: Teknik Ekstraksi, Pemisahan, dan Pemurnian

B. Tujuan Percobaan

- Melakukan Teknik Ekstraksi, Pemisahan, dan Pemurnian secara benar


- Mengidentifikasi gugus fungsi dalam sampel dengan spektrofotometer IR
C. Kajian Teori
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa
melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa
kimia dari suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa
dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Pada
proses ekstraksi ini dapat digunakan sampel dalam keadaan segar atau yang telah
dikeringkan, tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi. Untuk
mengekstraksi senyawa utama yang terdapat dalam bahan tumbuhan dapat digunakan
pelarut yang cocok.
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan
inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan
hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut
karena efektivitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

Tipe persiapan sampel

Waktu ekstraksi

Kuantitas pelarut

Suhu pelarut

Tipe pelarut

Macam Metoda Ekstraksi :


1. Ekstraksi Cara Dingin
Metoda ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud rusak karena
pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah :
a. Maserasi
Merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut diam atau dengan beberapa kali
pengocokan pada suhu ruangan. Pada dasarnya metoda ini dengan cara merendam
sample dengan sekali-sekali dilakukan pengocokan. Umumnya perendaman dilakukan
24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Ada juga maserasi kinetik
yang merupakan metode maserasi dengan pengadukan secara sinambung tapi yang ini
agak jarang dipakai.
b. Perkolasi
Merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri
dari

tahap

pengembangan

bahan,

maserasi

antara,

perkolasi

sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang


jumlahnya satu sampai lima kali volume bahan. Prosedurnya: sampel di rendam
dengan pelarut, selanjutnya pelarut (baru) dilalukan (ditetes-teteskan) secara terus
menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya
sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut.

2. Ekstraksi Cara Panas


Metoda ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara
otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodanya
adalah:
a. Refluks
Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang dilakukan pada titik didih pelarut tersebut,
selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik
(kondensor). Umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses pada
residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi sempurna, ini bahasa buku lagi.
Prosedurnya: masukkan sampel dalam wadah, pasangkan kondensor, panaskan. Pelarut
akan mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan
kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, mengekstraksi lagi dan
begitu terus. Proses umumnya dilakukan selama satu jam.
b. Ekstraksi dengan alat Soxhlet
Merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan
menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin
balik (kondensor). Disini sampel disimpan dalam alat Soxhlet dan tidak dicampur
langsung dengan pelarut dalam wadah yang di panaskan, yang dipanaskan hanyalah
pelarutnya, pelarut terdinginkan dalam kondensor dan pelarut dingin inilah yang
selanjutnya mengekstraksi sampel.
c. Digesti
Merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) yang dilakukan pada suhu
lebih tinggi dari suhu ruangan, secara umum dilakukan pada suhu 40C 50C.
d. Infusa

Merupakan proses ekstraksi dengan merebus sample (khusunya simplisia) pada suhu
900C
Kromatografi
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponenkomponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat
komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal.
Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairanpadatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam
dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponenkomponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula dari
komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan
oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut
terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan
Fase Diam
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra
violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam
lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada
permukaan juga memiliki gugus -OH.
Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara

adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab
itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir
eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan
teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini
yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika.
Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat
larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan
alumina (jel silika).
Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan itu tergantung pada:
1. Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut.
2. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya jel silika.
3. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa
dengan jel silika.
4. Anggaplah bercak awal pada alumina mengandung dua senyawa yang satu
dapat membentuk ikatan hidrogen, dan yang lainnya hanya dapat mengambil
tiap-tiap bagian interaksi van der Waals yang lemah.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada jel silika lebih kuat
dibanding senyawa lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari
senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu
substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang
tetap dari molekul antara yang terjerap pada permukaan jel silika dan yang kembali pada
larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada
lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada jel silikauntuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut bergerak tanpa
senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang
ditempuh ke atas lempengan. Dalam contoh yang sudah kita bahas, senyawa yang dapat
membentuk ikatan hidrogen akan menjerap lebih kuat daripada yang tergantung hanya
pada interaksi van der Waals, dan karenanya bergerak lebih jauh pada lempengan.
Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini :

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi


atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan
cara elusi 2 dimensi.

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Salah satu pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai
peralatan paling dasar adalah kromatografi lapis tipis preparatif. Proses isolasi yang
terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dandaya partisi serta kelarutan dari komponenkomponen kimia yang akanbergerak mengikuti kepolaran eluen,oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama,maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.Pemisahan
komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis preparative pada dasarnya
sama dengan kromarografi lapis tipis biasa,namun perbedaan yang nyata ialah pada
KLT preparativemenggunakan lempeng yang besar (ukuran 20x20 cm dan 20x40 cm )
dengan ketebalan 0,5 2mm dan sampel ditotolkan berupa garis lurus pada salah satu
sisi lempeng. Penyerap yang paling umum digunakan ialah silica gel dan dipakai untuk
pemisahan campuran senyawa lipofil maupun senyawa hidrofil.
P e n o t o l a n c u p l i k a n Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum
ditotolkan

pada

pelatKLTP.

diklorometan,atilasetat),karena

Pelarut
jika

bukan

yang

baik

pelarut

ialah

atsiri

atsiri

akan

(heksana,

menyebabkan

pelebaranpita,penotolan dapat dilakukan dengan tangan (pipet),tetapi lebih baik


lagidengan pipa kapiler.
Lempeng yang sudah ditotolkan dikembangkan pada chamber yangjenuh dangan
cairan pengembang yang cocok secara tegak lurus,sehinggakomponen yang tampak
dibawah sinar UV.- Memilih fase gerak dan mengembangkan pelat KLTPPada
KLTP terdapat banyak peubah tetapi sebagai petunjuk umumcuplikan 10-1000 mg dapat

dipisahkan pada lapisan silica gel ataualuminium oksida 20x20 cm yang tebalnya 1 mm.
jika tebalnya di duakalikan, maka banyaknya cuplikan yang dipisah bertambah
50%.Fase gerak biner ialah (dalam berbagai perbandingan) sangat seringdipakai pada
pemisahan

secara

KLTP

n-heksana-etilasetat,n-heksana-aseton,kloroform-

metanol.penambahan sedikit asam asetat atau dietilaminaberguna memisahkan,berturutturut,senyawa

asam

dan

senyawa

basa

Isolasi

senyawa

yang

sudah

terpisahKebanyakan penyerap KLTP mengandung indicator floursensi yangmembantu


mendeteksi kedudukan pita yang terpisah seepanjang senyawayang dipisahkan
menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indicatormenimbulkan masalah yaitu
bereaksi dengan asam kadang-kadang bahkan.dengan asam asetat. Untuk senyawa yang
tidak menyerap sinar UV, adabeberapa pilihan yaitu :
a. Menyemprot dengan air (misalnya saonin
b. Menggunakan chamber iodine
c. Menutup pelat dengan sepotong kaca meyemprot salah satu sisidengan pereaksi
semprot
d. Menambahkan senyawa pembanding
D. Alat dan Bahan
Alat :

Pinset

Pipa kapiler

Corong gelas kecil

Kertas saring atau kapas

Vial 5 ml

Pipet tetes

Sampel

Chamber 10 cm x 20 cm x 20 cm

Methanol terdestilasi

Spatula

Heksana terdestilasi

Gelas ukur 10 ml

Kloroform p.a

Gelas kimia 100 ml

Pelat KLT 4 cm x 20 cm

Batang pengaduk

Pereaksi penampak noda (FeCl3)

Lampu UV

Seperangkat instrument IR

Pensil 2B

Bahan :

E. Alur Kerja
10 mg sampel A
-

Diencerkan kedalam methanol 2


ml

Larutan sampel A

Plat KLT 4 cm x 20 cm

Buat garis atas dan bawah dengan ukuran dari tepi


masing masing 0,3 cm dan 0,1 cm
Bubuhkan titik-titik pada garis bawah dengan pensil
dengan jarak 0,5 cm
Totolkan diatas plat semua larutan sampel A hingga habis
Masukkan plat kedalam chamber yang berisi eluen yang
telah dipilih dan disiapkan
Biarkan elusi berjalan hingga eluen mencapai batas garis
atas
Segera angkat plat perlahan-lahan menggunakan pinset
Biarkan plat mongering
Letakkan dibawah lampu UV

Plat kering KLT yang telah


bernoda

Pita spot atau noda

Hasil Spectrum IR

Keruk dengan spatula secara hati-hati diatas kertas


saring yang terpasang dengan corong dan gelas kimia
hingga habis
Basahi kerukan dengan 2 ml methanol
Biarkan proses filtrasi terjadi
Ambil sedikit filtrate, uji dengan IR
Sisa filtrate diuapkan dan direkristalisasi

F. Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
No

Perlakuan

Dugaan
Sebelum

1.

Sesudah

Sampel = serbuk Sampel +

Senyawa mengandung

Sampel

putih

methanol =

gugus fungsi :

merupakan

larutan tak

C=C (ikatan sp2)

senyawa yang

berwarna

C=O (karbonil)

mengandung

OH atau NH

gugus fungsi

C-H (alkena/gugus

C=C dari

Heksana = tak

alkil)

alkena, C=O

berwarna

C-X (haloalkana)

dari ester, OH

10 mg
sampel A
-

Diencerkan kedalam
methanol 2 ml

dari alcohol, NH

Methanol = tak

Larutan
sampel A

Kesimpulan

berwarna

Senyawa merupakan

dari amina, C-H

Kloroform = tak

senyawa yang polar

dari alkil, dan C-

berwarna

karena digunakan

X dari

pelarut metanol

haloalkana

2.
Plat KLT 4 cm x 20 cm

Filtrat = tak

Kristal

berwarna

sampel =
noda-noda

Buat garis atas dan bawah dengan


ukuran dari tepi masing masing
0,3 cm dan 0,1 cm
Bubuhkan titik-titik pada garis
bawah dengan pensil dengan jarak
0,5 cm
Totolkan diatas plat semua larutan
sampel A hingga habis
Masukkan plat kedalam chamber
yang berisi eluen yang telah dipilih
dan disiapkan
Biarkan elusi berjalan hingga eluen
mencapai batas garis atas
Segera angkat plat perlahan-lahan
menggunakan pinset
Biarkan plat mongering
Letakkan dibawah lampu UV

Plat kering KLT yang telah bernoda

pada dinding
tabung fill

3.
Pita spot atau noda

- Keruk dengan spatula secara


hati-hati diatas kertas saring
yang terpasang dengan corong
dan gelas kimia hingga habis
- Basahi kerukan dengan 2 ml
methanol
- Biarkan proses filtrasi terjadi
- Ambil sedikit filtrate, uji
dengan IR
- Sisa filtrate diuapkan dan
direkristalisasi

Hasil Spectrum IR

G. Analisis dan Pembahasan


Pada percobaan Teknik Ekastraksi, Pemisahan dan Pemurnian Senyawa kali ini
teknik pemisahan yang digunakan adalah menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif yang melibatkan
dua perubahan yaitu sifat fase diam atau penyerap dan sifat fase gerak atau campuran
pearut pengembang.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.
Gel silika atau alumina merupakan fase diam, sedangkan eluent adalah fasa gerak yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya
pemisahan komponen.
Persiapan sampel
Sampel A yang berbentuk padatan berwarna coklat dilarutkan dengan 1 mL
methanol sampai larut sempurna. Kemudian menyiapkan plat KLT yang akan ditotoli
dengan larutan sampel A. Plat KLT berukuran 4 cm x 20 cm dibuat garis tepi atas dan
tepi bawah. Sebelum diberi garis tepi, plat KLT dimasukkan ke dalam oven terlebih
dahulu sekitar 10 menit. Tujuan pemanasan ini adalah untuk mengaktifkan adsorben dan
agar molekul-molekul air yang terikat pada pelat hilang, karena jika dalam pelat masih
mengandung molekul air, maka pelat tidak bisa aktif.
Garis tepi atas sebesar 0,4 cm dan garis tepi bawah sebesar 1,0 cm. Garis tepi
harus dibuat menggunakan pensil, jika dilakukan menggunakan polpen tinta, pewarna
dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Sehingga akan terjadi
penumpukan noda, yang menyebabkan noda sampel tidak terdeteksi. Pemberian garis tepi
atas dan tepi bawah pada plat KLT bertujuan untuk menunjukkan posisi awal dari
naiknya eluen dan posisi akhir bergeraknya eluen.
Pada garis tepi bawah dibubuhkan titik-titik menggunakan pensil pada jarak yang
sama, yaitu 0,5 cm. Kemudian larutan sampel A yang telah disiapkan ditotolkan pada
titik-titik yang telah dibuat sampai larutan sampel A habis.
Menyiapkan eluen dari n-heksan, kloroform dan methanol dengan perbandingan
n-heksan; kloroform; methanol sebesar 7; 2; 1. Eluen yang telah dibuat dimasukkan ke

dalam chamber. Plat KLT yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam chamber yang telah
berisi eluen.
Chamber harus ditutup untuk meyakinkan bawah kondisi dalam chamber
terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam chamber
biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh
dalam chamber dengan uap dapat mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak
lambat pada plat KLT, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan
bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Elusi dibiarkan berjalan hingga eluen mencapai garis batas dan plat KLT segera diangkat.
Pada plat KLT yang telah ditotoli dengan larutan sampel A ternyata memberikan warna
noda yang hampir mirip dengan warna plat KLT, sehingga untuk melihat noda dari
larutan sampel A harus dilakukan dibawah sinar UV. Setelah diletakkan dibawah sinar
UV laju pergerakan noda terlihat jelas, noda yang terlihat kemudian diberi tanda dengan
pensil. Daerah yang telah ditandai kemudian dikerok menggunakan spatula besi.
Kerukan pita noda pada plat KLT kemudian tampung pada kertas saring yang
diletakkan diatas corong kecil, kemudian dilarutkan menggunakan 3 mL methanol dan
dibiarkan terjadi proses filtrasi. Filtrate yang diperoleh ditampung pada vial kaca.
Rekristalisasi
Selanjutnya untuk memperoleh Kristal dari Filtrate yang telah ditampung di
dalam vial kaca, dilakukan rekristalisasi bertingkat yang berarti menggunakan prinsip
perbedaan kelarutan zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pengotornya.
Rekristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan ke dalam pelarut yang sesuai.
Dalam hal pemisahan zat atau pembuatan zat dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya adalah kristalisasi, yaitu pemisahan suatu campuran zat padat dari zat
cair. Kemudian untuk memurnikannya dapat dilakukan dengan cara rekristalisasi. Tujuan
dari rekristalisasi adalah untuk memisahkan zat padat dari larutannya dengan jalan
menguapkan pelarutnya agar diperoleh larutan yang lebih murni.
Hasil kerokan pita noda plat KLT dilarutkan menggunakan methanol sebagai
pelarutnya. Proses reklistalisasi ini dilaksanakan sehingga hanya terdapat Kristal dari
sampel A. Untuk memperoleh Kristal sampel A, filtrat dipanaskan dan diuapkan dengan
menggunakan hot plate sehingga larutan habis dan yang tersisa adalah Kristal sampel A.

Tujuannya adalah untuk mempercepat rekasi dan metanol yang menguap akan membuat
larutan menjadi lebih pekat atau memiliki konsentrasi yang lebih besar dari konsentrasi
sebelumnya.
Larutan dipanaskan atau diuapkan kemudian didinginkan dimaksudkan untuk
mendapatkan endapan. Jika tidak terbentuk endapan berarti larutan tersebut belum
jenuh. Oleh karena itu, sisa filtrat harus dipanaskan dan didinginkan kembali. Tujuan
pemanasan dan pendinginan berulang-ulang pada percobaan

ini adalah untuk

memperoleh kristal atau endapan yang lebih banyak.


Dari proses rekristalisasi diperoleh Kristal berwarna pink yang menempel
didinding-dinding vial kaca. Untuk selanjutnya Kristal yang diperoleh di uji
menggunakan instrument spektrofotometer Infra Red untuk mengidentifikasi senyawa
dari sampel A melalui interpretasi gugus fungsi.

Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Infra Red (IR)


Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi
molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang
0.751.000m atau pada bilangan gelombang 13.00010cm-1. Metode spektroskopi
inframerah merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik
emisi (emission), teknik fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak
berperan dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam
fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan.
Pada daerah dibawah 1000 cm-1 hasil serapan gugus-gugus fungsi tersebut dapat
dibaca, namun karena terletak pada daerah sidik jari spectrum inframerah pita dalam
daerah ini tak dapat digunakan untuk memeriksa adanya suatu gugus fungsi dalam suatu
senyawa organic tanpa adanya informasi tambahan, hadirnya atau tidak hadirnya sesuatu
pita dalam derah tersebut. Pada table serapan khas, terdapat serapan pada frekuensi
(bilangan gelombang) 673,8 cm-1 itu mengindikasikan bahwa pada sampel terdapat gugus
haloalkana C-X, karena terdapat pada rentang 500 - 1430 cm-1 (Fessenden, 319).

Pada daerah antara 1600-1700 cm-1 terdapat satu pita kuat, daerah ini
menunjukkan pita ikatan C=C pada alkena. Sedangkan Ikatan C=C pada senyawa
aromatis menyerap sinar pada jangkauan sekitar 1500-1600 cm-1. Pita yang terbentuk
bukan merupakan pita kuat tetapi pita bahu, yaitu suatu pita lemah yang bertumpang
tindih dengan satu pita kuat.
Pada daerah antara 1735-1750 cm-1 terdapat satu pita kuat, daerah ini
menunjukkan pita ikatan C=O dari ester karena terlihat pick (pita) yang tajam. Sedangkan
C=O pada keton merupakan pick yang tumpul.
Pada daerah antara 2800-3000 cm-1 terdapat dua pita kuat, daerah ini
menunjukkan pita ikatan C-H dari alkena atau gugus alkil.
Ikatan lainnya yang terbaca dari hasil spectrum inframerah adalah ikatan OH(alkohol) dan N-H(amina).Ikatan ini menyerap sinar yang berbeda-beda, tergantung
pada kondisi lingkungannya. Ikatan O-H gugus alcohol akan sangat mudah dikenali
karena akan menghasilkan lembah yang sangat luas pada daerah sekitar 3000-3700 cm-1.
Karena ikatan hydrogen yang terbentuk kurang ekstensif sehingga nampak pita OHyang
runcing dan kurang intensif. Sedangkan resapan oleh ikatan-ikatan N-H kurang intensif
jika dibandingkan resapan oleh OH, karena dalam amina ikatan hydrogen lebih lemah
dan ikatan NH kurang polar, sehingga pita yang terbentuk merupakan pita bahu dan pita
lemah.
Dari hasil pembacaan spektrum inframerah dapat dilakukan identifikasi senyawa
melalui interpretasi gugus fungsi pada sampel A. Diketahui sampel A mengandung ikatan
C=O dari gugus ester, ikatan C=C dari alkena, ikatan O-H gugus alcohol, ikatan NH
gugus amina, C-H dari alkil atau alkena, dan ikatan C-X haloalkana. Senyawa dari
sampel

tidak

dapat

ditentukan

hanya

dengan

menggunakan

instrument

spektrofotometer IR, karena IR hanya dapat digunakan untuk mengetahui gugus-gugus


yang terkandung dalam senyawa tersebut. Untuk mengetahui secara pasti senyawa yang
terdapat pada sampel A perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan spektrofotometer
yang lain.

H. Kesimpulan
1. Pada percobaan Teknik Ekastraksi, Pemisahan dan Pemurnian Senyawa kali ini teknik
pemisahan yang digunakan adalah menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
2. Eluen yang digunakan sebagai pelarut dibuat dari n-heksan, kloroform dan methanol
dengan perbandingan n-heksan; kloroform; methanol sebesar 7;2;1.
3. Pemisahan zat dilakukan dengan kristalisasi, yaitu pemisahan suatu campuran zat
padat dari zat cair. Kemudian untuk memurnikannya dapat dilakukan dengan cara
rekristalisasi yang bertujuan untuk memisahkan zat padat dari larutannya dengan jalan
menguapkan pelarutnya agar diperoleh larutan yang lebih murni.
4. Dari hasil spectrum IR yang didapatkan dilakukan pembacaan dan diperoleh hasil
gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam sampel A adalah ester, alkena, alcohol,
amina, alkil, dan haloalkana. Hasil serapan ikatan gugus fungsi yang diperoleh dapat
dibaca dengan melihat table serapan khas beberapa gugus fungsi.
I. Jawaban Pertanyaan
1.
a. Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar
hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk
melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa
larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa
organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan
dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik
dengan menyingkirkan pelarutnya.
b. Pemisahan dan pemurnian dilakukandengan tujuan untuk mendapatkan zat
murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur. Untuk memperoleh zat
murni, kita harus memisahkannya dari campurannya, dilakukan suatu system
yang d a p a t m e m i s a h k a n a n t a r a z a t m u r n i d e n g a n b a h a n - b a h a n
p e n c e m a r a t a u pencemar lainnya pada suatu campuran yakni pemisahan dan
pemurnian. P e m i s a h a n d a n p e m u r n i a n z a t d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n
berbagai

c a r a yaitu, penyaringn (filtrasi), dekantasi, sublimasi, kristalisasi,

destilasi, adsorbsidan ekstraksi.

2.
a. Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponenkomponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponenkomponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan
zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan
tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak
lebih cepat.
b. Digunakan KLT preparative agar diperoleh kualitas pemisahan yang stabil dari
senyawa organic dalam sampel. Hal ini sesuai bahwa

pada KLT-P digunakan

penyerap (fase diam) dengan ketebalan 0,5 2 mm dari Silica gel atau aluminium
oksida dan lempeng yang besar (ukuran 20x20 cm dan 20x40 cm ).
3. Eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan
(feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
Jenis pelarut yang digunakan sebagai eluen adalah heksana, kloroform, methanol
4. Pemurnian dilakukan untuk memisahkan zat murni dengan kotoran atau zat
pencemarnya.
Prinsip dasar rekristalisasi :
a. Proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan senyawa yang akan dimurnikan
dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa tersebut berada pada level super
jenuh. Pada keadaan ini, bila larutan tersebut didinginkan, maka molekul-molekul
senyawa terlarut akan saling menempel, tumbuh menjadi kristal-kristal yang akan
mengendap di dasar wadah. Sementara kotoran-kotoran yang terlarut tidak ikut
mengendap.
b. Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi
primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh
namun belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan superjenuh dari zat

terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua za-zat
terlarut, akibatnya molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling menempel, dan
mulai tumbuh menjadi inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka
akan semakin cepat pula pertumbuhan kristal tersebut.
c. Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi sekunder. Pada tahap ini
petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling menempelnya inti-inti
menjadi kristal-kristal padat.
5. Alat/instrumen spektrofotometer IR adalah alat yang mencatat spectrum inframerah
diperdagangkan dan mudah digunakan secara rutin. Spektrofotometri infra merah
sangat penting dalam kimia modern, yang utama dalam bidang organic.
Merupakan alat dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa
analisis campuran.
6. Senyawa tersebut tidak dapat diidentifikasi sebab alat instrument IR hanya dapat
megidentifikasi gugus-gugus fungsi saja.

Daftar Pustaka

Djamal, R.. 1990. Prinsip-Prinsip bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam. Padang:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Fessenden & Fessenden. 1982. Kimia Organik edisi ketiga jilid 1. Jakarta: Gelora Aksara
Pratama
Hidajati, Nurul dkk. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Organik 2. Surabaya : UNESAPRESS
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB. Bandung.
Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. 7th
edition. New York : Saunders College Publishing. Hal. 17-25.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai