Anda di halaman 1dari 50

Kata Pengantar

Buku ini merupakan kenang-kenangan yang diberikan penulis kepada


mahasiswa Teknik Industri Universitas Gunadarma Kalimalang yang berisi
gambaran umum dari teknik keselamatan dan kesehatan kerja. Bahan-bahan
materi yang dipaparkan diambil dari hasil kumpulan tugas-tugas mahasiswa
mata kuliah Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Isi dari buku ini meliputi sejarah K3, organisasi dan perundang-undangan
K3, faktor manusiawi dan keselamatan kerja bidang kebakaran, keselamatan
ketel uap dan bejana tekan dengan bahaya peledakan.
Kiranya buku ini dapat memberi manfaat yang besar bagi kita semua dan
dapat membuka pemikiran lebih lanjut tentang betapa pentingnya penerapan
ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada kehidupan sehari-hari.

Jakarta, Juli 2013


Penulis

SEJARAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. Era sebelum revolusi Industri


Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman ini (Paleolithic dan Neolithic), manusia telah memikirkan
untuk membuat peralatan yaitu kapak dan tombak yang mudah untuk
digunakan dan tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Desain
tombak dan kapak yang dibuat umumnya mempunyai bentuk yang lebih
besar proporsinya pada mata kapak atau ujung ombak. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi tenaga yang harus dikeluarkan ketika menggunakan kapak
atau tombak tersebut. Desain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan
untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.

Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) Di Irak


Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar
aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya selain itu
masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan
untuk membantu pekerjaan mereka. Masyarakat juga sudah mengenal
konstruksi bangunan dengan menggunakan batubata yang dibuat dengan
proses pengeringan menggunakan sinar matahari bukti nyatanya sudah ada
saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi.

Zaman Mesir Kuno


Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Firaun banyak sekali
dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang
sebagai tenaga kerja. Pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan
pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah. Disamping itu Raja

Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun temple


Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II
menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.

Zaman Yunani Kuno


Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah
Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada
awak kapal yang ditumpanginya.

Zaman Romawi
Para

ahli

seperti

Lecretius,

Martial,

dan

Vritivius

mulai

memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena


adanya paparan bahan-bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan
sulfur. Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah
dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.

Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap
pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau
meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di
lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada
lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker.

Abad Ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus
Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat
kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli

yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai


melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan
menerapkan prinsip ventilasi.
Abad Ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664
1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang
terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering
dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat
bahwa dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara
pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat
dia mendiagnosa seseorang yaitu What is Your occupation ?. Ramazzini
melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat
kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika
bekerja dan adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para
pekerja ketika bekerja (ergonomic factors).

B. Era sesudah revolusi Industri


Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap
yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
2. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
3. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku
(khususnya bidang industri kimia dan logam).
4. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar
berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesinmesin baru.

5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakitpenyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahanbahan sisa pembakaran.

Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)


Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20
maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga
mengikuti perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri,
safety devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut
berkembang.

Era Manajemen dan Manajemen K3


Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an
hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941)
yang meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi
karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman
(unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan
untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor
manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi
yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blokblok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan.
Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI)
pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang
menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan
tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada
akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen
K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya.

Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah


lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas
yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan
dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO
14000 dan ISO 18000.

Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan


pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau
untuk masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala
sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan
martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya
kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi
kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek
K3. Pada erarevolusi industri, untuk mengetahui/mengusulkan dan
menganalisis sistem K3 sudah menerapkan pendekatan ilmu statistik.
Sebelum

Sesudah
Revolusi Industri

Zaman Pra-Sejarah
Zaman Bangsa Babylonia
Zaman Mesir Kuno
Zaman Yunani Kuno
Zamana Romawi
Abad Pertengahan
Abad 16
Abad 18

Era Industrialisasi
Era Manajemen dan
Manajemen K3
Era Mendatang

Menggunakan pendekatan
statistik dalam menganalisis
sistem K3

KESELAMATAN
KERJA BIDANG KEBAKARAN

A. Definisi Kebakaran
Adalah suatu fenomena yang dapat diamati dengan adanya cahaya
dan panas serta adanya proses perubahan zat menjadi zat baru melalui reaksi
kimia oksidasi eksotermal. Api terbentuk karena adanya interaksi beberapa
unsur atau elemen yang pada kesetimbangan tertentu dapat menimbulkan
api. Sedangkan kebakaran yaitu peristiwa bencana yang ditimbulkan oleh
api, yang tidak dikehendaki oleh manusia dan bisa mengakibatkan kerugian
nyawa dan harta.
Ditinjau dari jenis, api dapat dikategorikan menjadi jenis api jinak
dan liar. Jenis api jinak artinya api yang masih dapat dikuasai/dikendalikan
oleh manusia, sedang jenis api liar tidak dapat dikuasai/dikendalikan oleh
manusia oleh karena itu sering dikenal dengan istilah kebakaran.

B. Unsur-unsur Penyebab Kebakaran


Proses kebakaran atau terjadinya api sebenarnya bisa kita baca dari
teori segitiga api yang meliputi elemen bahan, panas dan oksigen. Tanpa
salah satu dari ketiga unsur tersebut, api tidak akan muncul. Oksigen sendiri
harus membutuhkan diatas 10% kandungan oksigen di udara yang
diperlukan untuk memungkinkan terjadinya proses pembakaran. Sedang
mengenai sumber panas bisa bisa muncul dari beberapa sebab antara lain:
1. Sumber api terbuka yaitu penggunaan api yang langsung dalam
beraktivitas seperti: masak, las, dan lain-lain.
2. Listrik Dinamis yaitu panas yang berlebihan dari sistem peralatan
atau rangkaian listrik seperti: setrika, atau karena adanya korsleting.

3. Listrik Statis yaitu panas yang ditimbulkan akibat loncatan ion


negatif dengan ion positif seperti: peti.
4. Mekanis yaitu panas yang ditimbulkan akibat gesekan/benturan
benda seperti: gerinda, memaku, dan lain-lain.

Prinsip dasar pencegahan kebakaran adalah mengontrol atau mengisolasi


sumber bahan bakar dan panas sehingga tidak terjadi pembakaran

C. Klasifikasi Kebakaran
Merupakan penggolongan atau pembagian kebakaran berdasarkan jenis
bahayanya, dengan adanya klasifikasi tersebut akan lebih mudah, cepat dan
lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan untuk
memadamkan kebakaran. Dengan mengacu pada standar (Depnaker, Traning
Material K3 bidang penanggulangan kebakaran :1997:14).
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2004:24) terdapt
dua versi standar klasifikasi jenis kebakaran yang sedikit agak berbeda.
Klasifikasi jenis kebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (Loss
Prevention Committee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi dalam dua
klas A, B, C, D, E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire
Prevention Assosiation), menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A,
B, C, D.

Kelas A: Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas,


tekstil, plastik dan sejenisnya
Kelas B: Bahan padat kecuali logam, seperti kayu, arang, kertas,
tekstil, plastik dan sejenisnya. Bahan cair dan gas, seperti
bensin, solar, minyak tanah, aspal, gemuk alkohol gas
alam, gas LPG dan sejenisnya
Kelas C: Bahan cair, seperti bensin, solar, minyak tanah dan
sejenisnya. Peralatan listrik yang bertegangan. Bahan gas,
seperti gas alam, gas LPG
Kelas D: Bahan logam, seperti Magnesium, aluminium, kalsiun dan
lain - lain D Bahan logam, seperti magnesium, aluminium,
kalsium dan lain-lain

Sedangkan Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam


Peraturan menteri tenaga kerja dan Transmigrasi No.Per.04/MEN/1980 yang
pembagiannya adalah sebagai berikut :
Kelas A : Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat
terbakar dengan sendirinya, kebakaran kelas A ini akibat
panas yang datang dari luar, molekul -molekul benda padat
terurai dan membentuk gas dan gas lainlah yang terbakar,
hal kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya
mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan
gas akan terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat
adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup
menyimpan panas yang banyak sekali dalam bentuk bara.

Kelas B : Seperti bahan cairan dan gas tak dapat terbakar dengan
sendirinya diatas cairan pada umunya terdapat gas, dan gas
ini yang dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu
bunga api kecil sanggup mencetuskan api yang akan
menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah
mengalir dan menyalakan api ketempat lain.
Kelas C: Kebanyakkan pada peralatan listrik yang bertegangan, yang
mana sebenarnya kelas C ini tidak lain kebakaran kelas A
dan kelas B atau kombinasi dimana ada aliran listrik.
Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media
pemadam yaitu tidak menghantar listrik untuk melindungi
orang yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.
Kelas D: Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium,
sodium. Lithium, dan potassium. Pada kebakaran jenis ini
perlu

dengan

alat

atau

media

khusus

untuk

memadamkannya.

D. Penyebab Kebakaran
Kebakaran merupakan penderitaan dan malapetaka khususnya mereka
yang menjadi korban kebakaran. Pada umumnya penyebab terjadinya
kebakaran bersumber pada 3 faktor yaitu:
a. Faktor Manusia
b. Faktor Alam
c. Faktor Teknis

E. Peyebab Kebakaran Karena Faktor Manusia


a. Tenaga kerja
- Tidak tau atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan atau
penanggulangan bahaya kebakaran.
- Menetapkan

barang-barang

yang

mudah

terbakar

tampa

menghiraukan norma-norma pencegahan dan penanggulangan


bahaya kebakaran.
- Pemakaian listrik yang belebihan, melebihi kapasitas.
- Merokok

ditempat

terlarang /

membuang

punting rokok

sembarangan.
b. Manajemen
- Tidak ada / kurang komitmennya terhadap K3
- Kurang pengawasan terhadap kegiatan
- Tidak ada standar kode yang dapat diandalkan atau penerapannya
tidak tegas.
- System penanggulangan kebakaran tidak memadai
- Tidak dilakukan pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran bagi
tenaga kerja.
- Sarana proteksi kebakaran tidak ada atau kurang.

F. Teknik Pemadaman Kebakaran


Memadamkan

kebakaran

dapat

dilakukan

dengan

prinsip

menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api.
Menurut panduan Departemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang
Penanggulangan Kebakaran : 1997 : 17 untuk memadamkan api dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
A. Pendinginan (cooling)
B. Penyalimutan (smothering)

C. Memutuskan reaksi api


D. Melemahkan (dilution)

G. Jenis Media Pemadaman Kebakaran


Menurut DepartemenTenaga Kerja dalam bukunya Training Material K3
Bidang Penanggulangan Kebakaran, pemadaman kebakaran dapat dilakukan
dengan efektif, efisien dan aman dengan bantuan beberapa media yang
sesuai dengan jenis kebakaran yang terjadi. Dari bentuk fisiknya media
pemadam kebakaran memiliki 5 jenis, yaitu :
1. Air
2. Busa
3. Serbuk kimia kering
4. Kabon dioksida (CO)
5. Halon
1. Air
Air digunakan sebagai media pemadam kebakaran yang cocok atau tepat
untuk memadamkan kebakaran bahan padat (klas A) karena dapat
menembus sampai bagian dalam.
Bahan pada yang cocok dipadamkan dengan menggunakan air adalah
seperti kayu, arang, kertas, tekstil, plastik dan sejenisnya.
2. Busa.
Jenis media pamadam kebakaran, busa adalah salah satu media yang
dapat digunakan untuk memadamkan api. Ada 2 (dua) macam busa yang
berfungsi untuk memadamkan kebakaran yaitu busa kimia dan busa
mekanik.
Busa kimia dibuat dari gelembung yang mengandung zat arang dan
carbon dioksida, sedangkan busa mekanik dibuat dari campuaran zat

arang dengan udara. Busa dapat memadamkan kebakaran melalui


kombinasi tiga aksi pemadaman yaitu:
- Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar,
sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus.
- Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah terbakar.
- Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar
sehingga suhunya menurun.
3. Serbuk kimia kering
Daya pemadam dari serbuk kimia kering ini bergantung pada jumlah
serbuk yang dapat menutupi permukaan yang terbakar. Makin halus butirbutir serbuk kimia kering makin luas permukaan yang dapat ditutupi.
Adapun butiran bahan kimia kering yang sering digunakan adalah
Ammonium hydro phospat yang cocok digunakan untuk memadamkan
kebakaran klas A, B dan C. Cara kerja serbuk kimia kering ini adalah
secara fisik dan kimia.
4. Carbon dioksida (CO)
Media pemadam api CO didalam tabung harus dalam keadaan fase cair
bertekanan tinggi. Prinsip kerja gas CO dalam memadamkan api ialah
reaksi dengan oxygen (O) sehingga konsentarsi didalam udara
berkurang, sehingga api akan padam hal ini disebut pemadaman dengan
cara menutup.
Namun CO juga mempunyai kelemahan ialah bahwa media pemadam
tersebut tidak dapat dicegah terjadinya kebakaran kembali setelah api
padam (reignitasi). Hal ini disebabkan CO tersebut tidak dapat mengikat
oxygen (O) secara terus menerus tetapi hanya mengikat O sebanding
dengan jumlah CO yang tersedia sedang supply oxygen disekitar tempat
kebakaran terus berlangsung.

5. Halon
Pada saat terjadi kebakaran apabila digunakan halon untuk memadamkan
api maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi
yang sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Jika gas halon terkena
panas api kebakaran pada suhu sekitar 485C maka akan mengalami
penguraian, dan zat zat yang dihasilkan akan mengikat unsur hydrogen
dan oxygen. Jika penguraian tersebut terjadi dapat menghasilkan beberapa
unsur baru dan zat baru tersebut beracun dan cukup membahayakan
terhadap manusia.

H. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) merupakan
bagian dari manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, prosedur, proses dan sumber daya manusia yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tujuan penerapan manajemen K3 adalah untuk menciptakan suatu
sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang berintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
menciptakan tempat kerja terhadap kebakaran, peledakan dan kerusakan
yang pada akhirnya akan melindungi investasi yang ada.
Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Manajemen Penanggulangan Bahaya Kebakaran adalah suatu
sistem penataan dini dalam rangka mencegah dan mengendalikan
bahaya kebakaran sehingga kerugian berupa meterial dan jiwa

manusia dapat dicegah atau diminimalkan, yang diwujudkan baik


berupa kebijakan dan prosedur yang dikeluarkan perusahaan, seperti
inspeksi peralatan, pemberian pendidikan dan pelatihan bagi
penghuni/pekerja, penyusunan rencana tindakan darurat kebakaran,
maupun penyediaan sarana pemadam kebakaran.
Program Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran adalah segala upaya yang
dilakukan

untuk

mencegah

atau

memberantas

kebakaran.(Depertemen Tenaga Kerja, Training Material K3 Bidang


Penanggulangan Kebakaran, 1997). Tindakan untuk menanggulangi
kebakaran antara lain :
-

Mengendalikan setiap perwujudan energi panas, seperti listrik,


rokok, gesekan mekanik, api terbuka, sambaran petir, reaksi
kimia dan lain-lain.

Mengendalikan keamanan setiap penanganan dan penyimpanan


bahan yang mudah terbakar.

Mengatur kompartemenisasi ruangan untuk mengendalikan


penyebaran/penjalaran api, panas, asap dan gas.

Mengatur lay out proses, letak jarak antar bangunan, pembagian


zone menurut jenis dan tingkat bahaya.

Menerapakan sistim deteksi dini dan alarm.

Menyediakan sarana pemadam kebakaran yang handal.

Menyediakan sarana evakuasi yang aman.

Membentuk regu atau petugas penanggulangan kebakaran.

Melaksanakan latihan penanggulangan kebakaran.

Mengadakan inspeksi, pengujian, Perawatan terhadap sistem


proteksi kebakaran secara teratur.

Pembentukkan petugas penanggulangan kebakaran


Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186 tahun
1999 tentang unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja dalam
pasal 5 meyebutkan bahwa unit penanggulangan kebakaran terdiri
dari: Petugas peran kebakaran, regu penanggulangan kebakaran,
koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis
penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab teknis.
Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur
untuk bertindak bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan
kebiasaan para karyawan terhadap situasi api pada masa yang akan
datang. Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk
setiap perusahaan akan selalu tergantung kepada berat ringan bahaya
kebakaran dari masing masing perusahaan. Pada umumnya latihan
dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun
b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun
c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun
Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang
diberikan kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu raguan

Inspeksi sarana penanggulangan kebakaran


Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran
yang ada, baik peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana
penunjang kebakaran lainnya, maka perlu diadakan pemeriksaan
secara berkala. Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini
merupakan unsur penting guna menjamin segi keandalan peralatan
proteksi

bila

terjadi

kebakaran.

Pemeriksaan

yang

disertai

pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap:


a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran
b. Sistem sprinkler otomatis
c. Sistem hydrant
d. Sistem pemadaman api
e. Dan lain-lain
Sarana penanggulangan kebakaran
Sarana penanggulangan kebakaran yaitu berupa alat atau sarana
yang

dipersiapkan

untuk

mendeteksi,

mengendalikan

dan

memadamkan kebakaran.Seperti sistem deteksi dan alarm, APAR,


hydrant, sprinkler, sarana emergency dan evakuasi.
Dalam strategi menghadapi bahaya kebakaran yang pertama
adalah perlu adanya sistem pendeteksian dini, sistem tanda bahaya
serta sistem komunikasi darurat. Agar api bisa lebih mudah
dikendalikan atau dipadamkan. Deteksi kebakaranadalah alat yang
berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal yang
terdiri dari:
- Detektor Asap (Smoke Detector)
Adalah

detektor

yang

bekerjanya

akumulasi asap dalam jumlah tertentu.

berdasarkan

terjadinya

Ada dua tipe detektor asap yaitu Detektor Asap optik, digunakan
untuk mendeteksi pada kebakaran yang menghasilkan asap tebal
seperti pada kebakaran PVC. Detektor Asap ionisasi, digunakan
untuk mendeteksi asap kebakaran yang terdiri dari partikel kecil
yang biasa terjadi pada kebakaran yang sempurna.
- Detektor Panas (Heat Detector)
Adalah detektor yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas
(temperatur) tertentu. Ada tiga tipe detektor panas yaitu :

a. Detektor bertemperatur tetap yang bekerja pada suatu batas


panas tertentu (Fixed temperature)
b. Detektor

yang

bekerja

berdasarkan

kecepatan

naiknya

tempetatur (Rate of rise).


c. Detektor kombinasi yang bekerja berdasarakan kenaikan
temperatur dan batas temperatur maksimum ditetapkan.
I.

Teknik Penanggulangan Kebakaran


Dasar sistem pemadaman api adalah merusak keseimbangan reaksi api,

hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama penguraian dengan
menyingkirkan bahan-bahan yang mudah terbakar, kedua pendinginan
dengan menurunkan panas sehingga suhu bahan yang terbakar berada pada
bawah titik nyala, dan ketiga cara isolasi dengan menurunkan kadar oksigen
dibawah 12% dari ketiga cara diatas dipilih cara mana yang bisa dilakukan
dengan efektif sehingga proses pembakaran terkendali, di ingatkan dalam
penanggulangan

kebakaran

berpacu

dengan

waktu,

keterlambatan

memanfaatkan waktu, akan berakibat kerugian yang amat besar.


Pada saat kejadian kebakaran, tindakan awal adalah sangat menentukan
karena pada saat itu api masih berkobar kecil mudah dan mudah
dikendalikan, karena itu tindakan awal harus cepat dan tepat, untuk ini

diperlukan pengetahuan tentang cara-cara pencegahan dan penanggulangan


kebakaran dengan baik.
Dalam dunia industri masalah pencegahan bahaya kebakaran menjadi
perhatian serius, setiap orang yang berada dalam lingkungan industri harus
taat pada semua aturan kaitannya dengan peringatan kebakaran. Pencegahan
bahaya kebakaran dimaknai segala usaha yang dilakukan secara bersungguhsungguh agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak dapat dikendalikan.
Pencegahan bahaya kebakaran memiliki dua pengertian pertama
dinyatakan penyalaan api belum ada dan diusahakan agar tidak terjadi
penyalaan api, misalnya di tempat-tempat pembelian bensin di wilayah
gudang penimbunan barang di tempat reparasi kendaraan bermotor. Kedua,
penyalaan api sudah ada diusahakan agar kobaran api tersebut menjadi
terkendali, misalnya pada tempat-tempat pembakaran rutin, bengkel-bengkel
pande besi daerah ketel uap dan lain sebagainya.
Memahami teknik dan taktik pemadaman harus di tempatkan pada
proporsi yang tepat. Dua pemahaman didefinisikan : bahwa teknik
pemadaman adalah kemampuan bagaimana cara yang tepat mempergunakan
alat dan perlengkapan pemadam kebakaran dengan sebaik-baiknya sehingga
hasil yang dicapai sangat optimal, sedangkan teknik pemadaman adalah
kemampuan menganalisa situasi kebakaran sehingga dapat melakukan
tindakan dengan cepat dan tepat tanpa menimbulkan korban maupun
kerugian yang lebih besar.
Beberapa fenomena kebakaran yang terjadi dapat dipelajari bagaimana
menguasai teknik pemadaman antara lain menempatkan ragu pemadam
kebakaran yang sudah terlatih sanggup menguasai situasi kebakaran, dapat
mempergunakan peralatan dan perlengkapan pemadam kebakaran dengan
cepat dan benar, menguasai dengan baik pengetahuan tentang pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran.

Adapun menguasai taktik pemadaman diperlukan menganalisa situasi


kebakaran antara lain menguasai pengaruh angin, warna asap kebakaran,
lokasi kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang mungkin bisa terjadi akibat
kebakaran. Terdapat model-model instalasi listrik unit kebakaran yang
dipelajari misalnya alat pemadam api ringan, peralatan pemadam api
instalasi tetap, peralatan pemadam api yang bergerak dan sekarang sudah
banyak ragam alat pemadaman yang lebih baik.

UNDANG-UNDANG DAN ORGANISASI


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

A. UNDANG-UNDANG
Dasar hukum
UUD 1945
Pasal 5, 7 dan 27 ayat 2

Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU


Ketenagakerjaan

UU No.1 Tahun 1970

Uraian Undang-Undang No1 Tahun 1970


Secara Etimologis :
Memberikan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang
lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar setiap
sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan efisien
Secara Filosofi :
Suatu konsep berfikir dan upaya nyata untuk menjamin kelestarian tenaga
kerja dan setiap insan pada umumnya beserta hasil karya dan budaya dalam
upaya mencapai adil, makmur dan sejahtera
Secara Keilmuan :
Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang
cara penanggulangan kecelakaan di tempat kerja

Undang-undang ini mengatur tentang:


- Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)
- Kewajiban dan hak pekerja
- Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia
Pembina

Keselamatan

dan

Kesehatan

Kerja

(P2K3)

guna

mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi aktif


dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di tempat-tempat kerja,
dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan meningkatkan
produktivitas kerja.
- Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah)

Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja)


1. Kewajiban memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang meliputi :
a.

Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b.

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

c.

Mencegah dan mengurangi bahaya ledakan

d.

Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu


kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya

e.

Memberi pertolongan pada kecelakaan

f.

Menyediakan alat-alat perlindungan diri (APD) untuk pekerja

g.

Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya


bahaya akibat suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

h.

Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik


psikis, keracunan, infeksi atau penularan

i.

Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

j.

Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik

k.

Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

l.

Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Menciptakan keserasian antara pekerja, alat kerja, lingkungan, cara


dan proses kerja
n.

Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,


tanaman atau barang

o.

Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p.

Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,


perlakuan dan penyimpanan barang

q.

Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

r.

Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan


yang berbahaya agar kecelakaan tidak menjadi bertambah tinggi.

2.

Kewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan badan, kondisi mental dan


kemampuan fisik pekerja yang baru diterima bekerja maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara
berkala.

3.

Kewajiban menunjukan dan menjelaskan kepada setiap pekerja baru


tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya yang dapat timbul di tempat
kerjanya.
b. Pengaman dan perlindungan alat-alat yang ada dalam area tempat
kerjanya
c. Alat-alat perlindungan diri bagi pekerja yang bersangkutan
d. Cara-cara

dan

pekerjaannya.

sikap

yang

aman

dalam

melaksanakan

4.

Kewajiban melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi di tempat


kerja.

5.

Kewajiban menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang


diwajibkan pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh
pekerja.

6.

Kewajiban memasang semua gambar keselamatan kerja yang diharuskan


dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan dibaca.

7.

Kewajiban menyediakan alat perlindungan diri secara cuma-cuma


disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan pada pekerja dan juga bagi
setiap orang yang memasuki tempat kerja tersebut.

Kewajiban dan hak pekerja


1.

Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pengawas atau


ahli keselamatan kerja.

2.

Memakai APD dengan tepat dan benar

3.

Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan


kerja yang diwajibkan

4.

Meminta kepada pimpinan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan


dan kesehatan kerja yang diwajibkan

5.

Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan


dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pengawas, dalam batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya

dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja


adalah dengan penerapan peraturan perundangan, antara lain melalui:

a. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti


perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date)
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap
rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaanpemeriksaan langsung ditempat kerja
Semua tempat kerja, tanpa terkecuali, dari pengelola/manajemen
sampai pekerja harus mengetahui, memahami dan melaksanakan undangundang dan peraturan K3 tersebut. Pada prinsipnya keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang pada hakekatnya tidak
dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.

Payung Hukum K3
Sehat merupakan hak azazi manusia. United Nations Declaration on
Human Rights yang dirumuskan pada tahun 1948 di Helzinki menyebutkan
bahwa setiap orang mempunyai hak azasi untuk bekerja, bebas memilih jenis
pekerjaan dan mendapatkan kondisi pekerjaan yang adil dan membuatnya
sejahtera. Pada tahun 1976, dalam United Nations International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights kembali disebutkan tentang perlunya
kondisi kerja yang selamat dan sehat sebagai hak azasi setiap orang (diakui
oleh kelompok negara-negara dalam perjanjian ini). ILO sebagai organisasi
pekerja sedunia merumuskan pentingnya tempat kerja yang produktif dan
layak (productive and decent work place). Kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan masalah dunia. Estimasi Global yang dilaporkan ILO pada tahun
2002 menyebutkan, dari 2,8 milyar tenaga kerja di dunia, dalam satu tahun
terjadi 2,2 juta kematian terkait pekerjaan, 270 juta kecelakan kerja, 160 juta

penyakit terkait kerja, dengan kerugian sekitar 4% dari GDP global (30
triliun US dolar). Pada awalnya pelaksanaan K3 mengacu kepada
Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl.No.406), namun sejak dikeluarkannya
Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
mengenai Pekerja, maka disusun undang-undang yang memuat ketentuanketentuan

umum

tentang

keselamatan

kerja

yang

sesuai

dengan

perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Undangundang tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, yang mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Mengingat
faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap
selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan
kerja atau disingkat dengan K3. Sebagai penjabaran dan kelengkapan
Undang-undang, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP)
dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan
kerja. Untuk memudahkan pelaksanaan K3 di tempat kerja, Departemen
Tenaga Kerja mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan
K3. Bahkan Departemen lain seperti Departemen Kesehatan dan Badan
Atom Nasional (BATAN), juga mengeluarkan peraturan yang menyangkut
aspek K3 berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Departemen tersebut,
misalnya peraturan tentang ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi.
Secara umum, mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri hingga Keputusan setingkat eselon 1 atau Dirjen yang terkait K3
adalah mengatur kewajiban perusahaan melindungi tenaga kerjanya.
Misalnya Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
memuat tentang Kewajiban pimpinan tempat kerja, Kewajiban dan hak
pekerja, serta ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-

tingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah). Bahkan secara khusus


perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental
dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke
tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja
juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan
benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal
23 Tentang Kesehatan Kerja menekankan pentingnya kesehatan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang
optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. Undangundang inipun memuat ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah) bagi
yang tidak menjalankan ketentuan undang-undang tersebut. Untuk tingkat
peraturan pemerintah terkait keselamatan kerja, setidaknya ada peraturan
pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap
Radiasi, yang mengatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selain itu ada
Praturan Pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang Izin pemakaian Zat
Radioaktif atau sumber Radiasi lainnya. Dalam kedua peraturan ini diatur
tentang pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, syarat dan
cara memperoleh izin, kewajiban dan tanggung jawab pemegang izin serta
pemeriksaan dan ketentuan pidana. Peraturan yang terkait K3 setingkat
Keputusan Presiden, adalah Kepres RI No. 22 Tahun1993 tentang penyakit
yang timbul karena hubungan kerja. Dalam peraturan ini diatur hak pekerja
bila menderita penyakit karena hubungan kerja, yakni mendapat jaminan
kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah

hubungan kerja berakhir (paling lama 3 tahun sejak hubungan kerja


berakhir).
Sedangkan peraturan Menteri terkait K3 banyak dikeluarkan oleh
Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kesehatan. Seperti peraturan Menaker
yang mewajibkan perusahaan memeriksakan kesehatan pekerjanya sebelum
bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus.
Pelbagai peraturan lain juga dikeluarkan Menaker antaralain peraturan yang
mengatur syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan
orang dan barang, K3 pada konstruksi bangunan, syarat-syarat pemasangan
dan pemeliharaan alat pemadam api ringan, kewajiban melaporkan penyakit
akibat kerja, tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik, dan beberapa
peraturan lain. Menaker juga secara khusus mengeluarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
Kerja (SMK3). Dalam peraturan ini dijelaskan mengenai tujuan dan sasaran
system manajemen K3, penerapan system manajemen K3, audit system
manajemen K3, mekanisme pelaksanaan audit dan sertifikasi K3. Dalam
lampiran peraturan tersebut diuraikan mengenai Pedoman Penerapan Sistem
Manajemen K3 Yang terdiri dari: Komitmen dan kebijakan, Perencanaan,
Penerapan, serta Pengukuran dan Evaluasi. Menteri Kesehatan juga
menelurkan sejumlah peraturan terkait pelaksaan K3. Antara lain Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,
Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, dan
Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan.

B. ORGANISASI
Organisasi Pemerintah
Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi pemerintah di tingkat
pusat terdapat dalam bentuk direktorat pembinaan norma keselamatan dan

kesehatan kerja. Direktorat Jendral perlindungan dan perawatan tenaga kerja.


Fungsi-fungsi direktorat tersebut antara lain adalah :
1.

Melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam


penetapan norma keselamatan kerja di bidang mekanik.

2.

Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam


penetapan norma keselamatan kerja di bidang listrik.

3.

Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam


penetapan norma keselamatan kerja di bidang uap.

4.

Melakukan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam


penetapan norma-norma keselamatan kerja di bidang pencegahan
kebakaran.
Sub direktorat yang ada sangkut pautnya dengan keselamatan kerja di

bawah direktorat tersebut membidangi keselamatan kerja mekanik,


keselamatan kerja listrik, keselamatan kerja uap dan pencegahan kebakaran.
Seksi-seksi di bawah keselamatan kerja mekanik adalah seksi mesin
produksi, seksi pesawat tekanan, seksi pesawat transport dan angkut dan
seksi pesawat umum. Di dalam sub direktorat keselamatan kerja mekanik
terdapat seksi pembangkit listrik, seksi distribusi listrik dan seksi pesawat
listrik.

Organisasi Tingkat Perusahaan


Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu
a. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut
bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan
bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu, pelaksanaanya
menetap dan anggarannya sendiri. Kegiatan-kegiatannya biasanya cukup
banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik.

b. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan


perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan
dan lain-lain. Keadannya biasanya mencerminkan panitia pada umumnya.
Pembentukan panitia adalah atas dasar kewajiban undang-undang.
Tujuan keselamatan pada tingkat perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan terjadinya kecelakaan
2. Pencegahan terhjadinya penyakit-penyakit akibat kerja.
3. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadinya kematian
akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan.
4. Pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat
pekerjaan.
5. Pengamatan material, konstruksi, bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin,
pesawat-peawat, instalansi-instalansi, dan lain-lain.
6. Peningkatan produktifitas kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang
tinggi.
7. Penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber
produksi lainnya sewaktu bekerja.
8. Pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, aman, dan nyaman.
9. Peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka industrialisasi dan
pembangunan.
Berdasarkan pengamatan dan kajian terhadap implementasi TI,
khususnya di perusahaan-perusahaan Indonesia, nampaknya hal yang
menjadi kunci sukses utama adalah aspek leadership atau kepemimpinan dari
seorang Presiden Direktur. Pimpinan perusahaan ini harus dapat menjadi
lokomotif yang dapat merubah paradigma pemikiran (mindset) terhadap
orang-orang di dalam organisasi yang belum mengetahui manfaat strategis
dari teknologi informasi bagi bisnis perusahaan.

Disamping itu, yang bersangkutan harus memiliki rencana strategis


atau roadmap yang jelas terhadap pengembangan teknologi informasi di
perusahaannya dan secara konsisten dan kontinyu disosialisasikan ke seluruh
jajaran manajemen dan stafnya. Hal-hal semacam business plan, kebijakan
(policy), masterplan, cetak biru, dan lain sebagainya dapat dijadikan sebagai
alat untuk membantu manajemen dalam usahanya untuk mengembangkan TI
secara holistik, efektif, dan efisien.

Tanggung jawab manajerial


Menurut Liang Gie (1982) dalam Maman Ukas (1999), bahwa
kemampuan

manajerial

Managerial

Competence)

adalah:

Daya

kesanggupan dalam menggerakkan orang-orang dan menggerakkan fasilitasfasilitas dalam suatu organisasi. Nilai dalam manajemen sangat menentukan
oleh karena nilai demikian berkenaan dengan aktivitas pokok yaitu
memimpin suatu organisasi yang bersangkutan. Nilai ini dikenakan terutama
kepada manajer organisasi itu. Kadangkala daya kemampuan ini disebut juga
atau dikatagorikan dalam kemahiran manajemen.
Peter F Drucker yang dikutip dalam jurnal Muhamad Nursadik (2004)
mengungkapkan bahwa tugas utama dari seorang manajer profesional
adalah bagaimana meningkatkan customer (meningkatkan pelanggan).
Dalam konsep ini dikatakan bahwa seorang manajer profesional yang
pertama-tama harus diketahuinya adalah tujuan perusahaannya. Berangkat
dari tujuan perusahaan tersebut semua stafnya harus mengetahui dengan jelas
dan memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang kerjanya untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Tanggung jawab dari seorang manajer yang profesional adalah
memberikan sugesti dan selalu mendengarkan dari staf kemungkinan
penyelesaian masalah dalam suatu persoalan yang spesifik. Dan yang tak

kalah pentingnya adalah memberikan kesempatan kepada staf untuk


melakukan sesuatu yang dianggap penting dibanding kalau staf itu tinggal
mau menerima perintah baru mengerjakan sesuatu.
Maman Ukas (1999) mengemukakan, sesuai dengan kode etik dari
manajer yang salah satunya mencari dan merekomendasi untuk menaikan
produktivitas dan efisiensi harus didukung oleh kemampuan manajerial dari
seorang manajer. Selanjutnya, Maman Ukas (1999) menyatakan manajer
yang memilki kemampuan manajerial (manajer kompeten) adalah seorang
yang memiliki kompetensi manajerial, yaitu memiliki pengetahuan, dan
sikap perilaku yang turut berkontribusi terhadap penampilan manajerial yang
efektif. Karena seseorang akan mampu mengelola organisasi apabila ia
memiliki kecakapan manajerial (managerial competensy) yaitu suatu
keterampilan atau karakteristik personal yang membantu tercapainya kinerja
yang tinggi dalam tugas manajemen.

Manajer SDM
Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas SDM di dalam perusahaan.
Mengelola, mengkoordinasi, dan menyelaraskan seluruh aktivitas yang
berhubungan

dengan

SDM

untuk

mendukung

kebutuhan

usaha.

Mengkoordinasikan resolusi kebijakan-kebijakan SDM yang khusus/


terperinci, permasalahan seputar prosedur, dan permintaan atas keterangan.
Mencapai kebutuhan tenaga kerja yang efektif melalui proses seleksi dan
rekrutmen di seluruh level, baik internal maupun eksternal. Tanggung jawab
Utama :
a.

Menetapkan

dan

menjaga

prosedur

dan

kebijakan

SDM,

mengkoordinasi dan melaksanakan aktivitas pengembangan dan


pelatihan, strategi-strategi perekrutan, membantu memudahkan
program

perencanaan

penerusan

manajemen,

mengikuti

perkembangan hukum dalam ketenagakerjaan dan hubungan


industri, menjaga hubungan dengan pegawai pemerintahan yang
bersangkutan, memeriksa praktek-praktek SDM dan mendukung
divisi-divisi dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan.
b.

Menyediakan nasihat dan dukungan untuk manajemen atas isu atau


masalah

yang

berhubungan

dengan

sumber

daya

yang

diperlukan, desain dan pengembangan organisasi, pengembangan


dan pembelajaran, pengelolaan performa/ kinerja, kompensasi dan
tunjangan, dan masalah-masalah SDM lainnya.
c.

Menyelaraskan SDM dengan strategi bisnis untuk menciptakan


hasil yang selaras dengan kesuksesan bisnis.

d.

Meningkatkan performa organisasi dan karyawan melalui motivasi


dan kesempatan pengembangan diri yang menyelaraskan tujuan
perusahaan dan tujuan pribadi karyawan.

e.

Memastikan bahwa segala proses SDM yang berlangsung


difokuskan pada penghematan biaya, kualitas, serta kepuasan jasa
dan pelanggan.

f.

Bertanggung jawab atas seluruh aktivitas SDM, termasuk angkatan


kerja/

ketenaga-kerjaan,

kompensasi,

hubungan

dalam

ketenagakerjaan, tunjangan, serta pelatihan dan pengembangan.


g.

Kewajiban-kewajiban lain seperti yang telah ditugaskan.

Manajer Pemasaran
Tanggung Jawab Utama adalah sebagai berikut :
a. Merencanakan strategi pemasaran.
b. Mengadakan pembinaan dan pengembangan jalur pemasaran.
c. Menyelenggarakan riset pasar
d. Mengupayakan dan memenuhi undangan tender yang didapat.

e. Mengkoordinasikan proses penawaran dengan fungsi terkait.


f. Menyajikan informasi harga perkiraan dari pemilik/pesaing.
g. Melaksanakan

penerapan

sistem

manajemen

mutu

yang

dikembangkan perusahaan.
h. Membina fungsi di lingkungannya dan SDM yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai dengan arah perkembangan perusahaan.
i. Melaksanakan koordinasi dengan pihak eksternal yang terkait
dengan fungsi pemasaran dalam rangka upaya optimalisasi
perolehan pesanan, undangan tender.
j. Evaluasi tender yang kalah dan kondisi pasar

Supervisor
Posisi Supervisor (Penyelia atau Pengawas) menempati peran yang
sangat crucial di dalam suatu organisasi. Di satu sisi, sebagai wakil
Management yang terdekat dengan karyawan, ia memiliki fungsi yang vital
karena harus mampu menjadi jembatan untuk menerjemahkan Visi dan Misi
Perusahaan kemudian menderivasinya untuk diimplementasikan bersamasama dengan anak buahnya. Di sisi lain, Supervisor mengemban amanah
untuk mampu menyerap dan mengkomunikasikan aspirasi karyawan sebagai
masukan bagi Perusahaan untuk menjaga situasi dan kondisi yang kondusif
bagi terpeliharanya produktivitas yang maksimal dan kinerja yang optimal.
Secara umum tugas dan tanggung jawab penyelia dalam usaha
keselamatan dan kesehatan kerja hanyalah singkat yaitu : memimpin
pelaksanaan produksi secara aman. Tampak jelas bahwa penyelia merupakan
salah satu pejabat lini yang harus bertanggung jawab terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja yang dipimpinnya (termasuk keslamatan dan kesehatan
bawahannya selama bekerja ). Memang ia bukan satu satunya pejabat lini
yang peranannya sangat menentukan dalam usaha keselamatan dan

kesehatan kerja, tetapi sebagai pimpinan pelaksana kerja ia bertanggung


jawab secara langsung terhadap keselamatan dan kesehatan kerja tersebut.
Untuk memenuhi tanggung jawab diatas, penyelia harus melakukan bebarapa
tugas pengawasan yaitu :
a). melakukan induksi/orientasi bagi pekerja baru dan pindahan dari unit
lain
b). memberi contoh bertingkah laku secara aman, sehat dan selamat
c). memimpin, melatih dan memberikan motivasi kepada bawahannya
agar bertindak secara aman sehat dan selamat
d). melakukan komunikasi yang baik dengan kelompok kelompok
pekerja yang dipimpinnya
e). memberikan instruksi kerja yang benar dan jelas sehingga dapat
dihindarkan pelaksanaan kerja yang salah
f). menilai proses operasi dan menentukan kemungkinan bahaya yang
ada di unit kerja/ pekerja yang dipimpinnya
g). melaksanakan pengamatan dan analisa pelaksanaan kerja yang aman
(job safety observation & job safety analysis)
h). menentukan cara terbaik untuk mengatasi bahaya serta perbaikan cara
kerja yang tak aman
i). memilih dan menentukan penggunaan alat keselamatan kerja di
daerah yang di pimpinnya
j). mengawasi pelaksanaan pareturan keselamatan dan kesehatan kerja
di daerah yang dipimpinnya
k). melakukan inpeksi berkala yang berencana
hal hal yang harus diperhatikan dalam inpeksi adalah :
1) alat dan mesin berada dalam keadaan aman untuk digunakan
2) semua perlindungan mesin dan tanda peringatan bahaya pada
tempat yang semestinya

3) alat pemadam api/ kebakaran dan alat keselamatan kerja


diletakkan/disimpan pada tempat yang semestinya secara baik
4) tidak ada titik- titik atau daerah berbahaya yang tak berpelindung
5) lorong lorong tak terhalang dan jarak antara mesin diperhatikan
6) tata letak /rumah tangga ( house keeping ) berada dalam keadaan
baik
7) bahan/peralatan kerja kerja disimpan dengan baik di daerah
tempat kerja
8) pekerja mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja
yang berlaku
l). membina kesiagaan unit kerja yang dipimpinnya terhadap keadaan
gawat darurat
m). mengusahakan agar pembuangan bahan buangan pabrik ( limbah.
Ampas, dan gas buang) tidak sampai menimbulkan pencemaran yang
merugikan masyarakat
n). melakukan penyelidikan terhadap kecelakaan da insiden yang terjadi
dan membuat laporan usul perbaikan untuk mencegah agar hal yang
sama tak terulang kembali

Karyawan
Pekerja dalam istilah K3 adalah orang yang melakukan pekerjaan atau
memberikan jasa yang mendapat upah atas kegiatannya dari perusahaan.
Dalam kaitannya terhadap Sistem Manajemen K3, pekerja memiliki
tanggung jawab, antara lain :
1. Bekerja sesuai dengan peraturan dan persyaratan.
2. Menggunakan
perusahaan.

peralatan,

alat

pelindung

yang

dipersyaratkan

3. Melaporkan pada manajemen puncak atau supervisor atas kehilangan


atau kerusakan peralatan pengendali resiko yang dapat berpengaruh
pada K3.
4. Melakukan pekerjaan sesuai prosedur atau instruksi kerja.
5. Tidak memindahkan atau menggunakan secara tidak benar berbagai
peralatan pelindung/pengendali yang dipersyaratkan oleh peraturan,
undang-undang, organisasi.
6. Tidak mengoperasikan atau menggunakan peralatan apapun yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pekerja.
7. Melaporkan pada manajemen kondisi ketidaksesuaian apapun yang
terjadi di tempat kerja.

PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN

A. Pengertian

Ketel Uap
Ketel uap adalah pesawat yang digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap.

Peralatan pesawat penguapan ialah suatu alat yang

dihubungkan pada pesawat uap.

Sumber-sumber bahaya dan akibatnya :


1.

Mamometer tidak berfungsi dengan baik akan mengakibatkan


ledakan.

2.

Safety valve tidak berfungsi mengakibatkan tertahannya tekanan

3.

Gelas duga tidak berfungsi mengakibatkan jumlah air tidak


terkontrol.

4.

Air pengisi ketel tidak berfungsi mengakibatkan pembengkaan


bejana

5.

Boiler tidak dilakukan blow down dapat menimbulkan scall

6.

Terjadi pemanasan lebih karena kelebihan produksi uap.

7.

Tidak berfungsinga pompa air pengisi ketel.

8.

Karena perubahan tidak sempurna.

9.

Karena boilernya sudah tua sehingga sudah tidak memenuhi syarat.

Gambar 1. Flow Proses Pesawat Uap

Gambar 2. Pesawat Uap

Kunci penting pemakaian ketel uap secara aman


Telah dijelaskan diatas betapa pentingnya suatu ketel Uap pada
perusahaan-perusahaan tertentu, tetapi juga betapa besar potensi bahaya yang
terkandung didalam pemakaian Ketel Uap tersebut.

Sebagaimana yang

diatur dalam Peraturan Perundang-undangan K3 yang berlaku di Indonesia,


maka untuk pemakaian suatu Boiler pemakai perlu memperhatikan antara
lain hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam hal pengadaan
Bagi Pengusaha yang akan membeli Ketel Uap yang akan dipakai di
perusahaannya, pilihlah Ketel Uap yang pembuatannya memenuhi
prosedur yang berlaku. Sebagai contoh, misalkan akan membeli Ketel
Uap pipa api ( Fire Tube Boiler ) baru buatan dalam negeri, maka sangat
perlu diperhatikan, apakah Boiler tersebut memiliki dokumen meliputi ;
1) Gambar konstruksi, 2) Gambar detail sambungan, 3) Sertifikat bahan,
4) Perhitungan kekuatan konstruksi, 5) Surat keterangan hasil
Radiography Test dan atau Ultrasonic Test

sambungan las dan 6)

Laporan pengawasan pembuatan pesawat uap yang ditandatangani


engineer perusahaan pembuat boiler yang bersangkutan dan Pengawas
Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap.
2. Dalam hal pengoperasian
a. Pemakai jangan mulai memakainya sebelum dilakukan pemeriksaan
dan pengujian pertama oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (
AK3) spesialis Pesawat Uap dari Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (PJK3) yang memiliki Surat Keputusan Penunjukan
(SKP)

dari

Dirjen

Pembinaan

Pengawasan

Ketenagakerjaan

Kemenakertrans R.I atau Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat


Uap yang kemudian dinyatakan telah memenuhi syarat K3 olehnya
yang dibuktikan dengan diterbitkannya Akte Izin Ketel Uap tersebut

dari Dinas Tenaga Kerja / Instansi yang berwenang di daerah yang


bersangkutan. Menurut peraturan yang berlaku, khusus untuk Ketel
Uap yang direntalkan,

Akte Izinnya

diterbitkan oleh Dirjen

Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I.


b. Air umpan Ketel Uap ( Feed Water Boiler ) yang digunakan harus
selalu memenuhi standar dengan melalui proses water treatment. Untuk
mengetahui kepastian memenuhi standar atau tidaknya air umpan
tersebut maka pemakai perlu mengujikannya ke Laboratotium penguji
air yang dinilai mampu dan hasil ujinya akurat. Selanjutnya hasil uji air
umpan bandingkan dengan standar yang berlaku antara lain mengenai ;
pH, kesadahan total, oksigen dan lain-lain dari feed water boiler yang
akan digunakan.
c. Pekerja yang mengoperasikannya harus yang sudah terlatih dan
berpengalaman yang dibuktikan dengan Sertifikat operator Ketel Uap
yang diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Kemenakertrans R.I. Untuk Ketel Uap berkapasitas 10 Ton/jam atau
lebih, pekerja yang mengoperasikannya harus bersertifikat operator
Pesawat Uap kelas I, sedangkan untuk Boiler berkapasitas kurang dari
10 Ton/jam , pekerja yang mengoperasikannya harus bersertifkikat
operator Pesawat Uap kelas II.
d. Ketel Uap yang sedang operasi tidak boleh ditinggalkan oleh operator
yang bertugas melayaninya. Artinya Ketel Uap yang sedang beroperasi
harus selalu ada operator Pesawat Uap yang melayani di ruang Ketel
Uap yang bersangkutan.
e. Setelah beroperasi beberapa lama, maka pemakai wajib memeriksakan
Ketel Uapnya secara berkala kepada AK3 spesialis Pesawat Uap dari
PJK3 yang memiliki SKP dari Dirjen Pembinaan Pengawasan
Kemenakertrans R.I atau kepada Pengawas Ketenagakerjaan spesialis

Pesawat Uap. Untuk Ketel uap yang dipakai di kapal laut perusahaan
pelayaran pemeriksaan berkalanya minimal sekal tiap tahun, untuk
Ketel Uap yang dipakai di darat pemeriksaan berkalanya minimal
sekali tiap 2 tahun, untuk Ketel Lokomotif pemeriksaan berkalanya
minimal sekali tiap 3 tahun.
f. Untuk melakukan perbaikan, penggantian atau perobahan

kostruksi

dan atau perlengkapan Ketel Uap, pemakai wajib melaporkan terlebih


dahulu ke Dinas Tenaga Kerja setempat, sehingga pemeriksaan khusus
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan pemakai memperoleh
petunjuk-petunjuk antara lain teknik pengerjaannya, standar bahan,
pengelasan dan sebagainya yang harus dipenuhi.
g. Agar kerak ketel ( scale ) yang terjadi di dalam Ketel Uap tidak
semakin tebal dan keras yang dapat mengakibatkan over heating
( pemanasan lebih ), maka sebaiknya Ketel Uap secara teratur
dilakukan cleaning dengan cara manual, mekanis maupun chemis oleh
orang yang ahlinya. Jika di dalam Ketel Uap bebas scale maka akan
berdampak positip terhadap efisienci dan life time Ketel Uap yang
bersangkutan.

Bejana Tekan
Bejana tekan adalah sesuatu utuk menabung fluida yang bertekanan.
Termasuk bejana tekan adalah bejana penampung, bejana pengangku, botol
baja, pesawat pendingin, reactor Alat perlengkapan dan alat pengaman dari
bejana tekan terdiri dari beberapa perlengkapan yaitu:
1. Alat perlengkapan
Adalah semua perlengkapan yang dipasang pada bejana tekan sesuai
maksud dan tujuan.
2. Alat pengaman

Adalah suatu peralatan yang dapat digunakan bila tekanan dalam


bejana melebihi batas maksimum yang dibutuhkan.

3. Plat nama
Adalah identitas lengkap yang berkaitan dengan bejana dan ditempel
pada dinding bejana.

Menurut sifatnya gas dapat dikelompokan menjadi dua kategori. Beikut


ini adalah pengelompokannya:
1. Gas yang dapat mengurangi kadar zat asam adalah suatu gas yang
dapat bereaksi kimiawi dengan bahan bakar lain.
2. Gas mudah terbakar adalah gas yang mudah bereaksi dengan oksigen
dan menimbulkan kebakaran
Dalam proses ini harus diketahui terlebih dahulu tekanan yang di
butuhkan guna memperhitungkan ketebalan bejana termasuk di dalamnya
ketebalan karena korosi, serta temperatur suhu yang dibutuhkan guna
mempertahankan pada dinding bejana selama bejana dioperasionalkan.
Pemilihan bahan kontruksi terutama ditujukan untuk keperluan keselamatan
kerja serta mendapatkan biaya yang murah dengan tidak terlepas dari
pengaruh zat kimia. Bejana tekan dibedakan menurut bentuk badan (stell),
maupun bentuk front (tutup) atau headnya. Sedangkan kedudukannya
dibedakan menurut sumbu atau garis sentralnya.

Sumber Bahaya dan Akibat yang dapat Ditimbulkan oleh Bejana Tekan
1. Kebakaran. Gas yang mudah terbakar yang dikemas dalam bejana tekan,
bila tercampur dengan udara serta sumber panas dapat menimbulkan
kebakaran atau ledakan.

2. Keracunan dan iritasi. Beberapa jenis gas tertentu mempunyai sifat-sifat


beracun yang sangat membahayakan bagi makluk hidup karena dapat
meracuni darah dalam tubuh melalui sistem pernapasan maupun jaringan
tubuh lainya.
3. Pernapasan tercekik (Aspisia). Sejumlah gas tertentu yang tampaknya
tidak berbahaya karena tidak beracun dan tidak dapat terbakar. tetapi
dapat mengakibatkan kematian apabila gas tersebut telah memenuhi
ruangan tertutup sehingga oksigen dalam ruangan tersebut tidak cukup
lagi memenuhi kebutuhan pernapasan.
4. Peledakan. Semua jenis gas betekanan yang tersimpan di dalam botol baja
maupun tangki gas mempunyai bahaya meledak karena ketidakmampuan
kemasan dalam menahan tekanan gas yang ada didalamnya.
5. Terkena cairan sangat dingin (Crygenic). Apabila terkena cairan yang
sangat dingin, maka cairan tersebur seketika akan menyerap panas tubuh
yang terkena sehingga mengakibatkan luka seperti terkena luka bakar dan
merusak jaringan tubuh, dan luka yang parah dapat menyebabkan
kematian bila tidak mendapatkan pertolongan segera.

Gambar 3. Bejana Tekan 1

Gambar 3. Bejana Tekan

Botol Baja atau Tabung Gas


1. Identitas dengan pewarnaan terdiri dari beberapa kelompok.
a) Kelompok gas penyebab tercekik berwarna Abu-abu
b) Kelompok gas mudah terbakar atau meledak berwarna Merah kecuali
LPG dicat warna biru
c) Kelompok gas beracun berwarna Kuning Tua
d) Kelompok gas yang dapat menyengat berwarna Kuning Muda
e) Kelompok gas untuk keperluan kesehatan berwarna Putih
f) Kelompok gas campuran diberiwarna sesuai dengan jenis campuran
g) Zat

asam

dan

gas-gas

lain

yang

termasuk

kelompok

gas

pengoksidasian berwarna Biru Muda


2. Identitas dengan huruf, pada bagian botol baja diberi tulisan nama gas
yang diisikan, dibuat huruf balok warna hitam
3. Identitas dengan label, ukuran dan tulisan label disesuaikan dengan jenis,
sifat, dan potensi bahaya serta kapasitas botol baja.
4. Identitas dengan plat nama atau tanda slagletter. Slagletter harus
memberikan keterangan tentang:
a) Nama pemilk
b) Mana penbuat, nomor seri pembatan dan tahun pembeatan
c) Nama gas yang diisikan bukan symbol kimia
d) Berat botol baja tanta gas dan valve
e) Tekanan isis yang diijinkan
f) Berat maksimum gas yang diisikan jenis gas cair
g) Kapasitas tampung air
h) Tanda bahan pengisi bila jenis gas yang diisikan asetylene dan bulan
dan tahun pada waktu uji tekan yang pertama

B. Instalasi Pipa
Instalansi pipa diberi warna yang berbeda menurut jenis fluida/gas
yang mengalir di dalamnya. Instalansi pipa juga diberi identitas dengan
tanda-tanda sebagai berikut:
1. Nama fluida/gas yang mengalir di dalam pipa ditulis lengkap, bila
memungkinkan ditulis pada rumus kimianya
2. Besarnya tekanan pada fluida/gas yang mengalir di dalam pipa ditulis
dengan angka dan satuan tekanan
3. Arah aliran fluida/gas di dalam pipa ditulis dengan tanda panah dengan
warna yang menyolok
C. Dasar Hukum
1. UU Uap tahun 1930
2. Peraturan Uap tahun 1930
3. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4. Permen No. 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan
5. Permen No. 02/Men/1982 tentang Klasifikasi Juru Las
6. Permen No. 01/Men/1988 tentang Klasifikasi dan Syarat-syarat Operator
Pesawat Uap
D. Ruang Lingkup
1. Pertimbangan-pertimbangan Desain
a. Gambar konstruksi harus memenuhi syarat mempunyai skala yang
cukup dan dapat dibaca dengan jelas
b. Data ukuran-ukuran pesawat serta bagian-bagiannya harus dituliskan
secara jelas
c. Gambar bagian (detail) konstruksi penyambungan antara satu bagian
ke bagian lain harus dicantumkan, sehingga bentuk sambungan dapat
diketahui secara jelas

d. Pelaksanaan pembuatan pesawat uap harus memenuhi prosedur sesuai


dengan standar yang jelas
e. Pelaksanaan pengujian pesawat uap harus memenuhi prosedur yang
berlaku
2. Penempatan ketel uap. Ruang ketel uap adalah bukan suatu tempat khusus
dimana di dalamnya tidak pasti untuk bekerja. Ketel uap harus
ditempatkan dalam suatu ruangan atau bangunan tersendiri yang terpisah
dari ruangan kerja bagian lainnya
3. Penggolongan Bejana Uap
Perbedaan antara ketel uap dan bejana uap adalah pada fungsi dan
operasinya. Ketel uap adalah sebagai penghasil uap sedangkan bejana uap
adalah sebagai penerima uap dalam kelangsungan suatu proses yang
menggunakan instalansi uap.
4. Pengoperasian Pesawat Uap Agar pemeliharaan ketel uap dapat terlaksana
dengan baik, maka perlu diadakan pendidikan dan latihan terhadap
operator ketel uap, juru las untuk pesawat uap, yaitu Pendidikan operator
ketel uap dan Pendidikan dan latihan juru las

E. Pemeriksaan dan Pengujian


Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Ijin
Pesawat uap:
1.

Pokok-pokok

kegiatan

dalam

pelaksanaan

pemeriksaan

dan

pengujian
2.

Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan penerbitan ijin pemakaian

3.

Prosedur pemeriksaan dan pengujian

4.

Prosedur penerbitan ijin pemakaian pesawat uap

Pedoman Pelaksanaan dan Pengujian serta Penerbitan Pengesahan


Pemakaian Bejana Tekan:
1.

Pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh ahli K3 spesialis pesawat


uap dan bejana tekan

2.

Persyaratan keselamatan kerja harus dipatuhi bagi suatu bejana tekan


dan ketentuan teknis pelaksanaan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
dan pengujian serta penertiban pengesahan pemakaian bejana tekan,
harus mentaati undang-undang dan pertauran yang berlaku.

Daftar Nama Kontributor


Mahasiswa Teknik Industri Universitas Gunadarma Kalimalang
Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013
Kelas 3ID03
Gangsar Novianto
Andi Setiawan
Achmad Taufik
Amalina Shadrina
Matius Andika
Latipah Annum Nasution
Sri Purwanti
Maulana Aji F
Fahrudin Ferdiansyah
Deny Purnomo
Jaenudin
Elvis Romiko
Rendra D
Arief Setyo Nugroho
Ryan Fathi Rusmana
Putri Kendaliman
Rizal Maolana
Rony Rama Senda
Ruth Giovanny
Sutrisno Adityo
Tegar Arividian Wibowo
Khairan Mosa R
Kriswanto Albert P
Nur Ihsan A
Dudi Suhermansah
Erwin Faizal
Fredi Maulana
Galih Rakka Siwi
Hendi Herdian
Intan Kartikaningrum
Ari Maulana

Kelas 3ID04
Faisal Abdul Kahfi
Khoiriah Hadi N
Irfan Zidny
Muhamad Fajar
Linda Setianingsih
Hadi Dwi Cahyadi
Fadila Paramitha
Asep Solihin
Amrin Yahya
Fitria Rachmawati
Furkanny
Aris Prasetyo Wibowo
Siti Istiqomah
Dody Selistyo
Ferryanto
Sudrajat
Cahyo Purwanto
Eko Saptiyanto
Cindy Leoni
Dedy Kurniawan
Rieja Purnama
Galang Fernando
Cicilia Ratri Fabriyanto
Oktafiani
Ahmad Nasrullah
Octaviani Ayuningtyas
M. Wildan A
Theo P Putra
Emiliyawati Natalia T
Sumadi Firmansyah
Bagus Pribadi

Kelas 3ID05
Febika Wahyu Sa'ban
Muhammad Hari M
Ivan Varian P
Hardiono Panjaitan
Andika Febriyanto
Varina Larasati
Feri
Eep Supriyadi
Deden Hamdani
Hendra Wahyudi
Anggy Andryan
Heri Prasetyo
Desmon Aryanto M
Lukman Hakim N
Rahmat Riyanto
Dendi Prayoga
Heru Trijayanto
M. Faris R
Hendry Wijayono
Angga Saputra
Habiburrohman
Nugroho

Baskoro Adhi Nugroho


Dewi Handayani
Dewi Yulia Ramadhani

Agustinus
Eki Almaidi
Oke Sofyan
Yusuf Iskandarsyah
Adam Badja Manggala
Yogi saputra akbar

Anda mungkin juga menyukai