Anda di halaman 1dari 2

Hubungan NU dan Muhammadiyah dari waktu ke waktu selalu mengalami pasang surut, satu

kala mengalami saat-saat manis dan satu saat terjadi pertentangan yang tajam. Bahkan berdirinya
NU juga merupakan reaksi terhadap pemurnian ajaran agama yang dianggap mengganggu
eksistensi kultural NU yang menjalankan dakwah melalui proses akulturasi dengan budaya lokal.
Tahun 1950-an merupakan saat-saat manisnya ketika NU dan Muhammadiyah menyatu dalam
Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam dan kemudian mengalami pertentangan yang tajam
ketika saat NU keluar dari Masyumi karena perbedaan yang tajam dalam organisasi tersebut.
Masa bulan madu selanjunya ketika terjadi fusi partai-partai Islam dalam PPP. Para anggota dari
kedua organisasi tersebut dapat menyatukan fusi mereka dalam partai politik Islam sebagai alat
perjuangan politik. Namun demikian, kondisi tersebut tidak berlangsung lama yang juga
diakibatkan perebutan kekuasaan yang terjadi dalam PPP.
Kondisi paling mutakhir masa-masa manis terjadi dalam masa pencalonan Gus Dur sebagai
presiden RI. Bahkan pada saat itu, Amin Rais yang dapat direpresentasikan sebagai wakil dari
warga Muhammadiyah ikut melakukan ziarah ke berbagai makam yang dikeramatkan warga NU,
tradisi yang sebenarnya ditentang dalam pandangan Muhammadiyah.
Namun demikian, hubungan tersebut memburuk ketika posisi Gus Dur terancam dan dalam hal
ini para tokoh Muhammadiyah dianggap ikut serta dalam upaya mendongkel Gus Dur sehingga
menimbulkan kebencian warga NU pada mereka. Bahkan di Jawa Timur yang merupakan
kantong warga NU banyak fasilitas Muhammadiyah yang dirusak.
Hubungan tersebut membaik lagi ketika terdapat masalah terorisme global. Kedua organisasi
tersebut memiliki visi yang sama dalam rangka menghilangkan stigma bahwa Islam adalah
agama teroris.
KH Hasyim Muzadi dan Prof Syafii Maarif sebagai ketua umum dari dua organisasi tersebut
melakukan kunjungan ke berbagai negara untuk menjelaskan bahwa Islam adalah agama
rahnmatallilalamin, bukan agama yang mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan
masalah.
Naik turunnya hubungan tersebut tampaknya selalu berkaitan dengan masalah politik yang
sedang dihadapi kedua belah pihak. Jika saling membutuhkan, mereka bekerja sama sedangkan
jika terjadi persaingan kepentingan tampaknya sering timbul konflik.
Saat ini hubungan NU dan Muhammadiyah sedang dalam kondisi manis-manisnya, dan
jangan sampai dikotori oleh persoalan-persoalan politik, ungkap Ketua Umum PP
Muhammadiyah Syafii Maarif dalam acara Dialog Kerukunan Antar Agama untuk Memantapkan

Persatuan dan Kesatuan Bangsa Menyongsong Pemilu 2004 yang diselenggarakan Pusat
Kerukunan Umat Beragama Departemen Agama RI di Hotel Sofyan Cikini Jakarta.
Syafii Maarif menyadari bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang agar hubungan kedua
organisasi tersebut benar-benar menyatu. Sekarang ini memang masih terdapat persoalan
dikalangan akar rumput, akan tetapi dalam tingkat atas sampai menengah, persoalan-persoalan
tersebut sudah dianggap selesai,
Secara kultural hubungan tersebut juga menunjukkan kecenderungan membaik. Permasalahanpermasalahan khilafiyah yang zaman dahulu menjadi pertentangan keras seperti doa kunut,
tahlil, atau jumlah rakaat sholat tarawih sekarang sudah tidak lagi menjadi persoalan, demikian
juga masalah penentuan hari raya yang kadang-kadang berbeda. Kedua belah pihak sudah dapat
saling memahami.
Namun demikian, yang jadi permasalahan adalah persoalan politik yang dari waktu ke waktu
membuat hubungan kedua organisasi tersebut naik turun, bisa jadi hal tersebut terulang lagi di
masa mendatang.(mkf)

Anda mungkin juga menyukai