Anda di halaman 1dari 4

Etiologi

Penyakit skabies disebabkan oleh hewan Sarcoptes scabiei. Sarcoptes


scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili
Sarcoptes. Hewan ini berbentuk tungau kecil, oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat (Sudirman, 2006).
Hewan ini memilliki Siklus hidup sebagai berikut, setelah kopulasi yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Kemudian Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan di stratum korneum, sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 dengan
kecepatan 2 -3 milimeter sehari. Telur akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
antara 8 12 hari (Handoko, 2009).

Gambar Morfologi Sarcoptes Scabiei (Siregar, 2005)


Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Aisyah, 2005).

Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya skabies bisa diidentifikasi dengan pembagian
menjadi 2 faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi kebersihan diri, perilaku, dan yang termasuk faktor eksternal adalah
lingkungan, budaya dan sosial ekonomi.
A. Faktor Internal
1. Kebersihan diri
a. Kebersihan Kulit
Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan
mengakibatkan berbagai dampak baik fisik maupun psikososial.
Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga dengan baik
adalah gangguan integritas kulit (Wartonah, 2003) Kulit yang pertama
kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit,
maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi
permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotorankotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi
b. Kebersihan tangan dan kuku
Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya
menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan,
bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies akan sangat
mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena
itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku sebelum
dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan sesudah
makan, setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun.
Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara jari tangan, kuku
dan punggung tangan. 2). Handuk yang digunakan untuk
mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari. 3).
Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga,
hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan. 4). Pelihara kuku agar
tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek sehingga
mengenai pinch kulit (Webhealthcenter, 2006).
c. Kebersihan Kaki
Penderita selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki
akan selalu berada pada tempat tempat yang tertutup. Penderita
dianjurkan menjaga kebersihan kakinya dengan selalu memakai
sepatu dan kaus kaki yang kering agar terhindar dari penyakit kulit
skabies, karena sarkoptis skabie selalu hidup pada tempat-tempat
yang lembab dan tertutup (Webhealthcenter, 2006).
d. Kebersihan Genitalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia,
banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat
reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah
mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di area genitalia
akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies, karena area
genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar matahari.

Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya


bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti
penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih.
Caranya menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke depan.
Apabila salah, pada alat genital anak perempuan akan lebih mudah
terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari belakang (dubur)
akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus diberikan
ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus
diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan
celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain
kebersihan genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting
untuk tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah,
maka keasaman akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan
jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).
2.

Perilaku Perilaku hidup bersih dan sehat


merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik,
bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik dirumah
tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasaan
menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah
dihindari Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang
kurang bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu
kamar. Penderita dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga
kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian
sampai kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian
yang belum kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi sering
(Emier, 2007)
B. Faktor Eksternal
1. Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat
bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan
dengan cara membersihkan jendela dan perabot, menyapu dan mengepel
lantai, mencuci peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang
sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman
dan selokan, dan membersihkan jalan di depan asrama dari sampah.
Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan
lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian hunian tumbuh
dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor,
lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi
dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak
membolehkan pakaian dijemur di bawah terik matahari, dan saling
bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk
2. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak
boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada
tempat disela-sela tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin

mandi kemungkinan besar skabies akan susah berkembang ditubuh


manusia. Seharusnya jika sebagian budaya tidak membolehkan mandi
bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan dengan cara mengelap
bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat
yang mudah dihinggapi skabies.
3. Sosial Ekonomi
Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya. Yang menjadi penghambat saat pencegahan
penyakit skabies.

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., 2005. Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Badri, (2008). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk gdl-grey- 2008mohbadri-2623&node=146&start=141 yang diakses bulan Mei 2011
Emier,(2007).
Scabies.
Diakses
bulan
April
websitehttp://emier86.blogspot.com/2007/10/scabies.html

2011.

Handoko, R. P., 2009. Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (EdisiV).
Editor: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 122-125
Safitri,

(2008).
Menjaga
kebersihan
genital.
Jakarta.
http://www.inspiredkidsmagazine.com/ArtikelTeens.php?artikelID=228

Siregar, R.S., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sudirman, T.,2006. Skabies: Masalah Diagnosis dan Pengobatannya. Majalah
Kedokteran Damianus. Vol 5 No 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. 177-89.
Tarwoto dan Martonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi pertama. Salemba Medika.
Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada website http://www.
webhealthcenter.com, diakses 12 Juni 2012

Anda mungkin juga menyukai