Anda di halaman 1dari 75

1

USULAN PENELITIAN
PENINGKATAN TOTAL SOLID PADA KOLAM TANAH PMK
DENGAN UMUR 10-15 DAN 16-20 TAHUN YANG
DIPELIHARA IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
SECARA INTENSIF
OLEH
IBNU HADZQI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

USULAN PENELITIAN
PENINGKATAN TOTAL SOLID PADA KOLAM TANAH PMK
DENGAN UMUR 10-15 DAN 16-20 TAHUN YANG
DIPELIHARA IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
SECARA INTENSIF

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian pada


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

OLEH
IBNU HADZQI
NIM. 12041365392

Pembimbing
1. Dr. Saberina Hasibuan. S.Pi. MT
2. Prof. Dr. Ir. Syafriadiman, MSc

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PENGESAHAN USULAN PENELITIAN

Judul

: Peningkatan Total Solid Pada Kolam Tanah PMK


Dengan Umur 10-15 Dan 16-20 Tahun Yang Dipelihara
Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) Secara Intensif

Nama
: Ibnu Hadzqi
Nomor Mahasiswa : 1204136592
Jurusan
: Budidaya Perairan

Disetujui Oleh
Dekan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc


NIP. 196304031988031003

Dr. Saberina Hasibuan. S.Pi. MT


NIP. 196909091994032003

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Syafriadiman, M.Sc


NIP. 19590905 198603 1 005

KATA PENGANTAR

Pertama-tama ucapan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Usulan Penelitian
ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Saberina Hasibuan. S.pi. Mt sebagai
pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Ir. Syafriadiman, MSc sebagai pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penulisan usulan
penelitian ini. Terima kasih untuk rekan-rekan dan semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan usulan penelitian ini.
Penulis sudah berusaha dengan baik namun masih terdapat kekurangan oleh
karena itu diharapkan kritik dan saran, agar usulan penelitian ini dapat
disempurnakan atas kritik dan sarannya di ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Februari 2016

Ibnu Hadzqi

DAFTAR TABEL
Tabel
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Klasifikasi padatan diperairan berdasarkan ukuran diameter ............ 10


Peralatan yang digunakan selama penelitian ......18
Bahan dan alat pengukuran sifat fisika air.......18
Bahan dan alat pengukuran sifat kimia air...19
Bahan dan alat pengukuran sifat kualitas tanah ..20

DAFTAR ISI

Isi

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................

iii

DAFTAR TABEL......................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................

I. PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang..............................................................................
I.2.Perumusan Masalah......................................................................
I.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................................
I.4.Hipotesis.......................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1...................................................................Bioekologi Ikan Patin
....................................................................................................5
II.2.....................................................Tanah Podsolik Merah Kuning
....................................................................................................6
II.3..................................................................................Kualitas Air
....................................................................................................7
III.BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian................................................................
3.2. Bahan dan Alat.....................................................................................
3.3.Metode Penelitian.................................................................................
3.3.1. Asumsi.........................................................................................
3.3.2. Karakteristik Kolam Awal Pengambilan Sampel........................
3.4. Prosedur Penelitian..............................................................................
3.4.1. Pemilihan Lokasi Penelitian........................................................
3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder......................................................
3.4.3. Pengambilan Sampel Uji.............................................................
3.4.4. Persiapan wadah .........................................................................
3.4.5. Pengukuran Kualitas Air.............................................................
3.4.6. Pengukuran Total Solid ..............................................................
3.4.5. Produksi.......................................................................................
3.4.6. Kelulushidupan............................................................................
3.4.7. Konversi Pakan............................................................................
3.5. Analisis Data........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
3
3
4

18
18
20
21
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
26
26

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Ikan patin (Pangasius hypopthalmus).....................................

Halaman
5

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman

1. Pengacakan wadah penelitian..............................................................


2. Skala lapangan ....................................................................................
3. Skala laboratorium .............................................................................
4. Prosedur pengukuran kualitas air dan tanah........................................
5. Pengukuran Suhu (0C) selama penelitian............................................
6. Pengukuran kecerahan selama penelitian............................................
7. Pengukuran pH air selama penelitian..................................................
8. Pengukuran pH tanah selama penelitian.............................................
9. Pengukuran DO air selama penelitian.................................................
10. Pengukuran alkalinitas total selam penelitian.....................................
11. Pengukuran bahan organic total selama penelitian.............................
12. Pengukuran bahan organik total tanah selama penelitian....................
13. Jadwal penelitian ................................................................................
14. Outline sementara ...............................................................................

29
26
27
32
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.
Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air
merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada
kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat
didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup

sehari-hari, untuk

keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan


pertanian dan lain sebagainya.
Zat padat total adalah semua zatzat yang tersisa sebagai residu dalam suatu
bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat
padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat
bersifat organik dan anorganik. Berat volume (BV) tanah merupakan rasio antara
berat dan volume total contoh tanah, termasuk volume ruang pori yang ada
didalamnya. Berat jenis (BJ) tanah adalah rasio antara berat total partikel-partikel
padat tanah dengan volume total partikel-partikel tersebut, tidak termasuk volume
ruang pori yang ada diantara parikel.
Patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli Indonesia yang tersebar
di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging ikan patin memiliki
kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat
dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih aman untuk
kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging hewan
ternak. Selain itu ikan patin memilki beberapa kelebihan lain, yaitu ukuran per

individunya besar dan di alam panjangnya bisa mencapai 120 cm (Susanto dan
Amri, 2002).
Desa Koto Mesjid memiliki julukan sebagai Kampung Patin, karena potensi
yang luar biasa yang dimiliki Koto Mesjid dalam bidang perikanan. Di Koto
Mesjid, terdapat 776 kolam ikan, di mana luas semua kolam mencapai 42 hektare,
dengan jumlah produksi per hari 3-4 ton ikan patin sistem budidaya intensif,
ditandai dengan padat tebar tinggi mencapai 50 ekor/m2 dengan pakan andalan
pelet yang diformulasi sendiri oleh pembudidaya ikan.
Tanah Podsolik Merah Kuning termasuk bagian terluas dari lahan kering
yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan
Indonesia (Subagyo et al., 2000). Namun, tanah PMK di Provinsi Riau masih
belum bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena
adanya beberapa faktor, diantaranya faktor fisika, dan kimia yang terkandung
dalam tanah yang tidak mendukung dan menghambat pertumbuhan organisme air.
Tanah dasar kolam merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
budidaya ikan, karena mutu tanah dasar kolam sangat berpengaruh terhadap
kualitas air kolam di atasnya dan pada gilirannya akan berpengaruh kuat terhadap
kehidupan ikan yang dibudidayakan di dalam kolam tersebut. (Hasibuan et al.,
2011).
Kualitas air digunakan untuk budidaya merupakan faktor variabel yang
memenuhi

pengelolaan

dan

kelangsungan

hidup,

pertumbuhan,

dan

perkembangbiakan ikan. Kualitas air merupakan media paling penting dalam

wadah budidaya ikan, karena itu baik buruknya kualitas air akan menentukan hasil
yang dicapai.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang peningkatan total solid pada kolam tanah PMK dengan umur 10-15 dan
16-20 tahun yang dipelihara ikan patin (P. hypopthalmus) secara intensif.
I.2. Perumusan Masalah
Salah satu masalah dalam kegiatan budidaya di kolam adalah peningkatan
total solid dan pengaruhnya dalam budidaya ikan patin di kolam PMK yang
dipelihara ikan patin secara intensif. Padat tebar ikan patin yang tinggi dan
mengandalkan pakan (pelet) ssebagai sumber utama pakan. Hal ini telah
menyebabkan padatan tersuspensi di kolam meningkat dan selanjutnya dapat
memicu tebalnya sedimen di dasar kolam sehingga secara konprensif penting
untuk melakukan pengkajian mengenai pengamatan kualitas tanah kolam
termasuk kebijakan untuk melakukan peremajaan kolam yang dilakukan dengan
baik tanpa mengurangi produksi ikan.
Penelitian ini akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan:
1. Apakah ada perbedaan peningkatan total solid pada kolam PMK dengan
umur berbeda yang dipelihara ikan patin secara intensif ?
2. Apakah total solid pada tanah PMK yang dibudidayakan ikan patin secara
intensif dengan umur berbeda mempengaruhi produksi ikan tersebut ?

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan total solid pada
kolam tanah PMK berumur 10-15 dan 16-20 tahun yang dipelihara ikan patin
secara intensif.
Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
tentang peningkatan total solid pada kolam tanah podsolik merah kuning dengan
umur 10-15 dan 16-20 tahun yang dipelihara ikan patin (P. hypopthalmus) secara
intensif, dan melalui analisa parameter yang diukur dapat dilakukan tindakan
penanganan terhadap kolam tanah PMK guna peningkatan produksi.
I.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh umur
kolam tanah yang berbeda terhadap peningkatan total solid dan perbedaan
parameter kualitas air di kolam tanah PMK yang dipelihara ikan patin (P.
hypopthalmus) secara intensif.

II.
2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Ikan Patin


Ikan patin (Pangasius hypopthalmus) adalah salah satu ikan asli perairan

Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenisjenis ikan patin di Indonesia


sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, P.
humeralis, P. lithostoma, P. nasutus, P. polyuranodon, P. niewenhuisii.
Sedangkan P. sutchi dan P. hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau
lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005).

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus)


Menurut Santoso (1996), kedudukan taksonomi ikan patin (Pangasius
hypophtalmus) adalah sebagai berikut : Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophtalmus Nama


Inggris : catfish Nama lokal : ikan patin.
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan
patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke bawah. Hal ini
merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm.
Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
Sirip punggung memiliki sebuah jarijari keras yang berubah menjadi patil yang
besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jarijari lunak pada sirip
punggungnya terdapat 67 buah (Kordi, 2005).
Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil
dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip duburnya agak
panjang dan mempunyai 3033 jari-jari lunak, sirip perutnya terdapat 6 jari-jari
lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi
6 senjata yang dikenal sebagai patil dan memiliki 1213 jari-jari lunak (Susanto
Heru dan Khairul Amri, 1996).
2.2.

Tanah Podsolik Merah Kuning


Nama podsolik merah kuning yang menjadi sangat terkenal di Indonesia

diperkenalkan untuk pertama kali dalam pustaka ilmu tanah Indonesia oleh Dudal
dan Soepraptohardjo (1957). Nama ini digunakan dalam sistem klasifikasi tanah
susunan Baldwin et al., (1938). Sebelum nama podsolik merah kuning masuk ke
Indonesia, tanah ini termasuk dalam golongan tanah lateritik. Van der Voort

(1950) lebih suka menyebutnya tanah laterik terdegradasi, yang menunjukkan


persepsinya bahwa tanah itu telah mengalami kerusakan berat.
Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada
klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (1961), Ultisol diklasifikasikan sebagai
Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat
bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai 36 dan kroma 48
Subagyo et al., (1986).
Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik
yang menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi
ringan seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta
oksida besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga
merah. Makin coklat warna tanah umumnya makin tinggi kandungan goethit, dan
makin merah warna tanah makin tinggi kandungan hematit (Eswaran dan Sys
1970).
Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk
tanahnya. Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya
mempunyai tekstur yang kasar seperti liat berpasir (Suharta dan Prasetyo 2008),
sedangkan tanah Ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung
mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus Prasetyo et a.l, (2005).
2.3.

Kualitas air
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang

dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian


kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh

kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan
air minum. kualitas air merupakan faktor yang sangat penting terhadap
keberhasilan budidaya ikan dan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap
tingkat kelulushidupan dan pertumbuhan makhluk hidup Asmawi (1984).
Secara umum, parameter kualitas air dapat digolongkan kedalam 3 faktor
besar yaitu : 1) Faktor fisika seperti suhu, dan kekeruhan. 2) Faktor kimia seperti
pH, CO2, DO, Bahan Organik Total, Turbiditas, Total solid, kesadahan, dan
alkalinitas. Adapun parameter kualitas tanah yang dihitung yaitu: Warna tanah, pH
tanah, Bahan orgnanik tanah,dan Berat volume.
2.3.1. Suhu
Menurut (Effendi, 2004) secara umum suhu yang baik untuk budidaya
adalah berkisar antara 250-320C, karena pada suhu tersebut nafsu makan ikan akan
naik dan membuat ikan berkembang besar dan cepat. Peningkatan suhu perairan
sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu juga menyebabkan
terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organic oleh mikroba (Effendi, 2007).
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan
air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini
erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek
kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan
beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air
menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air
lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan
air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992).

Menurut Nybakken (1992), bagi tumbuhan akuatik intensita cahaya sangat


menentukan dalam penggunaan energi untuk fotosintesis, dengan kata lain
tumbuhan akan berkurang energi jika intensitas cahaya berkurang. Semakin cerah
suatu perairan maka semakin jauh cahaya matahari dapat menembus ke
dalamperairan.

Rendahnya

tingkat

kecerahan

atau

tingginya

kekeruhan

menyebabkan penetrasi cahaya menurun sehingga fotosintesis oleh fitoplankton


dan tumbuhan bentik akan terganggu dan mengakibatkan produksi primer
menurun.
2.3.2. Turbiditas (Kekeruhan)
Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di
dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan
umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.
Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat
menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada
proses penjernihan air.
2.3.3. Total Solid
Padatan (solid) merupakan segala sesuatu yang terkandung dalam bahan
berbentuk cairan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat
yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul organis dan zat padat tersuspensi dan
koloidal seperti tanah liat dan kwarts (Metoda Penelitian Air, 1984).
Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang
dapat bersifat organik dan anorganik. Dalam metoda analisa zat padat pengertian
zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu

10

bejana. Zat padat tersebut dapat diketahui dengan mengeringkan volume air dalam
suatu wadah. Didalam air terkandung bermacam-macam zat seperti zat organik,
anorganik, baik yang larut maupun yang tidak larut, misalnya yang bersifat koloid
atau yang merupakan suspensi yang tidak larut. Kesemuanya ini didalam air
ditetapkan sebagai Total solid.
Zat Padat Tersuspensi (TSS) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari partikelpartikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah
liat, bahan-bahan Jndicat tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya
(Nasution, M. I, 2008). Sedangkan Zat Padat Terlarut (TDS) merupakan
konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan
Jndicato) di dalam air. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut
menyediakan pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak
menjelaskan pada sifat atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan
wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total
padatan terlarut digunakan sebagai uji indicator untuk menentukan kualitas umum
dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion
terlarut (Oram, B.,2010).
Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran
diameter partikel Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter
Klasifikasi Padatan
Padatan terlarut
Koloid

Ukuran Diameter (m)


<10-3
10-3-1

Ukuran Diameter (mm)


<10-6
10-6-<10-3

11

Padatan tersuspensi
>1
Sumber : APHA, 1989

>10-3

Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah


setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total
padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik
terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam
badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan
kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,
sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya
menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi
yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama,
menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga
mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya.
Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti
ikan karena tersaring oleh insang.
Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis
perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan.
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang
tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 m.
Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut

12

dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah
bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh
air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut
air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.
2.3.4. Derajat Keasaman (pH)
Besarnya angka pH dalam air dapat dijadikan indikator adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan
vegetasi akuatis. Kondisi pH air mempunyai peran penting bagi kehidupan 47
organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1996). Alat yang dipergunakan adalah
pH meter Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion H+ dan
menunjukkan suasana air tersebut apakah dalam keadaan asam atau basa.
2.3.5. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen / DO)
Oksigen terlarut adalah jumlah gas oksigen yang terlarut dalam air yang
berasal dari hasil fotosintesa oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya atau difusi
dari udara (Penuntun Pratikum Ekologi Perairan, 2011).
Kandungan oksigen terlarut untuk menunjang usaha budidaya adalah 5 8
mg/l (Mayunar et al.., 1995; Akbar, 2001). Oksigen dapat merupakan faktor
pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Penentuan
oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali di berbagai lokasi dengan tingkat
kedalaman yang berbeda pada waktu yang tidak sama (Sastrawijaya, 2000).

13

2.3.6. Karbondioksida Bebas (CO2)


Karbondioksida yang dihasilkan oleh hewan-hewan akan diperlukan untuk
fotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan (Lesmana, 2001). Selanjutnya Odum (1993)
menyatakan kandungan karbondioksida bebas dalam air tidak boleh dari 25 ppm.
2.3.7. Bahan Organik Total
Bahan organik terlarut total atau Total Organic Matter (TOM)
menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari
bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan organik
merupakan bahan bersifat kompleks dan dinamis nberasal dari sisa tanaman dan
hewan yang terdapat di dalam tanah yang mengalami perombakan. Bahan ini
terus-menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisika,
kimia dan biologi. Dekomposisi bahan organik di pengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain susunan residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara dan oksigen
(Rakhman, 1999).
Menurut koesbrono (1985) dalam syaifudin (2004), terdapat empat macam
sumber penghasilan bahan organic terlarut dalam air yaitu (1) berasal dari daratan;
(2) proses pembusukan organism yang telah mati; (3) perubahan metabolicmetabolik ekstra seluler oleh algae, larutan sitoplankton dan (4) ekskresi
zooplankton.
2.3.8. Alkalinitas
Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukkan
jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah
pada perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan
asam, atau bisa juga diartiakn sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity)
terhadap perubahan pH. Perairan mengandung alkalinitas >20 ppm menunjukkan

14

bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga


kapasitas buffer atau bisa lebih stabil. Selain bergabung pada pH, alkalinitas juga
dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas
alami tidak pernah melebihi 500mg/L CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas
yang terlalu tinngi tidak terlalu disukai oleh organism akutik karena bisanya
diikiti dengan nilai kesadahan yang tinngi atau kadar garam natrium yang tinggi
(Effendi, 2004).
2.3.9. Kesadahan (hardness)
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk basa
apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan tinggi tidak akan
terbentuk busa. Disamping itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang penting
dalam hubungannya dengan usaha memanipulasi nilai pH. Kesadahan dibagi
menjadi dua tipe, yaitu: kesadahan umum (general hardness) dan kesadahan
karbonat (carbonate hardness) (Arifin, 2008).
Total kesadahan menunjukkan pada konsentrasi ion logam divalen dalam
air, dinyatakan sebagai miligram/liter dengan kalsium karbonat total kesadahan
terkait dengan total alkalinitas karena dari alkalinitas dan kaitan biasanya berasal
dari solusi minera karbonat (Boyd, 1982).
2.5.

Kualitas Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia

dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut
Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1) menunjukkan
proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat fisika tanah,
kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak pengguna

15

dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai
keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila mungkin, sifat
tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar tanah.
2.5.1. Warna Tanah
Warna tanah merupakan morfologi tanah yang dapat tegas disidik dan
diukur. Warna tanah itu sendiri sebenarnya sedikit kepentingannya, namun
seringkali mampu bertindak sebagai penunjuk keadaan lain tanah yang penting.
Menurut Olson (1981), berpendapat bahwa warna tanah ini sangat penting untuk
diperi karena kemampuannya memberi sejumlah gambaran mengenai segi pelikan
tanah, tingkat peluruhan bahan tanah, beberapa segi unjuk kerja dan penggunaan
tanah, kandungan bahan organik tanah dan gejolak musiman air tanah. Menurut
Joffe (1949), bahwa warna tanah merupakan suatu alat yang dapat digunakan
untuk membedakan horizon-horizon tanah dari suatu profil secara cepat. Sebagian
besar tanah mempunyai warna yang merupakan hasil proses-proses pedogenik,
dan sebagian lainnya adalah berasal dari warna hakiki bahan induknya. Warna
tanah dikendalikkan oleh 4 jenis bahan, yaitu senyawa-senyawa besi, senyawa
mangan dan magnetik, kuarsa dan feldspar, dan bahan organik. Adanya keadaan
lingkungan yang beragam maka akan memberikan kisaran warna dalam selang
lebar. Faktor lingkungan tanah yang banyak berpengaruh pada kisaran warna
tanah adalah kelengasan tanah dan temperatur tanah, yang secara umum akan
berpengaruh terhadap pengatusan dan tata udara tanah.
2.5.2. Berat Volume
Berat volume tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling
sering ditentukan, karena keterkaitannya yang erat dengan kemudahan penetrasi
akar di dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta sifat fisik tanah lainnya.
Seperti sifat tanah yang lainnya, berat volume mempunyai variabilitas spasial

16

(ruang) dan temporal (waktu). Nilai berat volume, Db, bervariasi antara satu titik
dengan titik yang lain disebabkan oleh variasi kandungan bahan organik, tekstur
tanah, kedalaman perakaran, struktur tanah, jenis fauna, dan lain-lain. Nilai D b
sangat dipengaruhi oleh pengelolaan yang dilakukan terhadap tanah. Nilai Db
terendah biasanya didapatkan di permukaan tanah sesudah pengolahan tanah.
Bagian tanah yang berada di bawah lintasan traktor akan jauh lebih tinggi berat
volumenya dibandingkan dengan bagian tanah lainnya.
2.5.3. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah kasar dan halusnya tanah dari fraksi tanah halus 2
mm, berdasarkan perbandingan banyaknya butir butir pasir, debu dan liat
(Hardjowigeno, 2003). Pada beberapa tanah, kerikil batu dan batuan induk dari
lapisan lapisan tanah ada juga yang mempengaruhi tekstur dan penggunaan
tanah.Tekstur suatu tanah merupakan sifat yang hampir tidak berubah berlainan,
dengan struktur dan konsistensi. Memang kadang kadang didapati perubahan
dalam lapisan itu sendiri karena dipindahkannya lapisan permukaanya atau
perkembangannya lapisan permukaan yang baru. Karena sifatnya yang relative
tetap untuk jangka waktu tertentuh maka tekstur tanah sudah lama menjadi dasar
klasifikasi tanah serta struktur yang turut menentkan tata air dalam tanah yang
berupa kecepatan fitrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah
(Darmawijaya,1990).
2.5.4. pH Tanah
Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali,
tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti
ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun, dsb.
Kebanyakan tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8. Tanah yang lebih

17

asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi
kandungan aluminium atau belerang. Sementara tanah yang basa ditemukan pada
tanah yang tinggi kapur dan tanah yang berada di daerah arid dan di kawasan
pantai. pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total
asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat,
gambut yang mampu menahan perubahan pH atau keasaman yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah berpasir (Mukhlis, 2007).
2.5.5. Bahan Organik Tanah
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang
terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961). Menurut
Stevenson (1994), bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang
terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa
mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang
stabil atau humus.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan
tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah
menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga
menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting
bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat
sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun intensitasnya meningkat.

18

III.

III.1.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan AprilJuli 2016, bertempat di Desa Patin Koto Masjid, Kampar, Riau dan Laboratorium
Mutu Lingkungan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau, Pekanbaru.
III.2.Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik dengan
tinggi 70 cm dan dapat diisi air sebanyak 26 liter, tanah PMK budidaya Patin
intensif dengan umur berbeda yang digunakan untuk memproduksi ikan Patin
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peralatan yang akan digunakan selama penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama Alat
Timbangan analitik
Wadah plastik
Selang
Tangguk
Pipa
Aerasi
Serokan
Kamera
Alat-alat tulis
Oven
Cawan Porcelin

Kegunaan
Menimbang pelet dan ikan uji
Tempat pemeliharaan ikan patin
Untuk memasukan air
Pengambilan benih dari bak
Mengalirkan air
Sumber oksigen dalam wadah
Mengambil ikan dalam wadah
Dokumentasi
Mencatat hasil penelitian
Mengeringkan Total Solid
Wadah pengeringan Total Solid

Bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran analisis sifat fisika air
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran analisis sifat fisika
Parameter Fisika
Bahan
Alat
Waktu

19

Air Kolam
Suhu
Turbiditas

Pengambilan
Air Sampel
Air Sampel

Sampel
Thermometer
1 Minggu Sekali
Satu
set
alat 1 Minggu Sekali
turbidimeter
Lovibond,
skala

pipet
mL,

batang pengaduk,
kertas

saring

biasa,

kertas

saring

nomor

(kertas
Total Solid

saring

Sampel air,

Whatman).
Oven,
Kertas 1 Minggu Sekali

aquades.

saring

yang

berpori 0,45 m
misalnya Gelman
tipe

A/E

atau

Whatman tipe 934


AH.

Bahan dan alat yag digunakan untuk pengukuran analisis kimia air dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran analisi sifat kimia Air
Parameter Kimia Bahan
Alat
Waktu
Air Kolam

paengambilan
Sampel

20

pH Air

Air sampel

pH Meter

1 Minggu

DO

Air sampel

DO meter

Sekali
1 Minggu

Karbondioksida

Indikator PP,

Pipet tetes,

Sekali
1 Minggu

bebas (CO2)

larutan Na2CO30,

erlenmeyer, buret.

Sekali

Bahan Organik

0454 N
KmnO40, 01 N,

Erlenmeyer, buret,

1 Minggu

Total (TOM)

Na-Oxalat 0,01 N,

hot plate, pipet

Sekali

H2SO4 pekat,

tetes

akuades
Indikator pp,

Pipet tetes,

1 Minggu

larutan HCl 0,02

erlenmeyer, buret.

Sekali

Kesadahan

BCG+MR
Sampel Air, Titran

Buret 50 mL

1 Minggu Sekali

(Hardness)

EDTA, HCL

Erlenmeyer 250

Pekat, Bubuk

L, Pipet tetes,

Erichrome,campur

Corong, Labu

an

ukur, Statif dan

Alkalinitas

N, indikator

klem.

Bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran analisis kualitas tanah
dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5 bahan dan alat yang digunakan untuk pengukuran analisis kualitas tanah
Bahan
Alat
Waktu
Parameter
pengambilan
Kualitas tanah
sampel

21

Warna tanah

Tanah sampel

Munsell

Soil 1 kali dalam

Colour Chart
Tekstur Tanah

Tanah Sampel akuades, Hydrometer,


larutan calgon, kantung timbangan,

1 kali
penelitian

plastic gula,karet gelang mesin


serata kertas label.

penelitian

pengocok,
sedimentasi,
saringan,
corong,

Berat volume

pH Tanah

serta

thermometer.
Ring tanah,

1 kali dalam

timbangan

penelitian

Tanah sampel Aqudes,

digital, oven
pH meter

1 kali dalam

larutan 1 N KCL,

pipet tetes, pipet

penelitian

Sampel tanah

NaOH 0,1 N,HCL 0,1 N ukur, kertas


Bahan organik

Tanah sampel, aquades,

saringan
Neraca analitik,

tanah

asam sulfat pekat

labu Erlenmeyer

(H2SO4), kalium

250 ml, gelas

dikromat (K2Cr2O7),

ukur, buret

indikatordiphenylamine

asam, dan

1 kali dalam
penelitian

, ammonium ferro sulfat standar buret


((NH4)2Fe(SO4)2).
III.3.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan


menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 2 kelompok yaitu
skala Laboratorium dan skala Lapangan dengan 2 taraf perlakuan umur 11-15 dan
16-20 tahun kolam ikan patin intensif dan 3 kali ulangan/kelompok sehingga
diperlukan 6 unit percobaan budidaya patin intensif dan dilakukan pengacakan

22

sebagaimana terlihat pada lampiran 1. Berikut ini adalah umur kolam budidaya
ikan patin intensif yang dijadikan sebagai perlakuan dalam penelitian ini, yaitu :
P1

: Kolam budidaya ikan patin intensif umur 11-15 tahun

P2

: Kolam budidaya ikan patin intensif umur 16-20 tahun


Model umum rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model tetap seperti yang telah dikemukakan oleh Hanafiah (1991)
yaitusebagai berikut:
Yij = + Ki + Pj + ij
Yij

= Pengamatan kelompok ke-i dan perlakuan ke-j

= 1 dan 2 (kelompok)

= 1 dan 2 (perlakuan)

= Efek rata-rata sebenarnya

Ki

= pengaruh kelompok ke-i

Pj

= Pengaruh umur kolam budidaya intensif ke-i

ij

= Pengaruh galat dari umur kolam terhadap total solid ke-I dengan
ulangan ke-j

Penelitian peningkatan total solid pada tanah kolam podsolik merah kuning
dengan umur yang berebeda (10-15 dan 16-20 tahun) juga diikuti dengan
pengumpulan data yang sama dilapangan dan sebagai perbandingannya dilakukan
dalam skala laboratorium sebagaimana terlihat pada lampiran 2 dan 3.
3.3.1. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kondisi genetik ikan dianggap sama.

23

2. Ketelitian peneliti dan pembantu peneliti dalam pengamatan parameter yang


diukur dianggap sama.
3. Pengaruh letak unit percobaan terhadap lingkungan dianggap sama.
3.3.2.

Karakteristik Kolam Awal Pengambilan Sampel


Kolam budidaya yang dijadikan lokasi pengambilan sampel merupakan

kepemilikan petani. Sehingga perlakuan yang diterima oleh kolam yang sebelum
dijadikan lokasi pengambilan sampel, yaitu:
Umur kolam 11-15 tahun : Pengeringan, pengapuran dengan kapur pertanian
(CaCO3), pemupukan dengan pupuk kandang
organik (kandang) dan non-organik (urea)
Umur kolam 16-20 tahun
3.4.

: Pengeringan, pengapuran dan pemupukan

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini adalah membandingkan perbedaan umur kolam yang

dipelihara ikan patin secara intensif dan dilakukan dengan dua tempat yaitu pada
skala lapangan dan skala laboratorium. Adapun prosedur penelitian yang
dilakukan skala lapangan yaitu: 1) pemilihan lokasi sesuai dengan umur kolam
yang berbeda padat tebar dan ukuran kolam; 2) pengumpulan data skunder dari
lokasi penelitian yaitu tentang pengapuran, penggunaan pakan pelet (pemberian
pakan dilakukan 3 x sehari hingga kenyang ad satation dan jenis pelet yang
digunakan yaitu pelet buatan para petani) untuk dapat mengetahui FCR, SR, dan
produksi ikan patin; 3) padat tebar pada kolam penelitian yang berada di lapangan
yaitu 50 ekor/m2 4) pengambilan sampel uji; 5) pengukuran parameter kualitas air
dan tanah kolam.

24

Prosedur penelitian skala laboratorium yaitu: 1) persiapan wadah penelitian;


2) pengambilan tanah dilapangan sesuai dengan umur kolam; 3) memasukkan
tanah ke masing-masing wadah penelitian dengan tinggi 20 cm ; 4) pengisian air
ke wadah penelitian hingga mencapai 40 cm ; 5) pengukuran kualitas air; 6)
memasukkan benih ikan patin dengan padat tebar 4 ekor/wadah; 7) pemberian
pakan 3 x sehari secara ad satation dan untuk mengetahui seberapa banyak pakan
diberikan, makan pakan tersebut ditimbang sehingga diketahui total pakan yang
diberikan setiap harinya.
3.4.1. Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi kolam budidaya ikan patin yang dipilih sebagai tempat
pengambilan sampel adalah kolam yang berumur 11-15 dan 16-20 tahun. Umur
kolam ditentukan berdasarkan dari awal pengaktivasian kolam sebagai kolam
budidaya. Pada skala laboratorium tanah diambil di kolam yang telah diberi kapur
dan pupuk dan kemudian di ambil dengan menggunakan ember dan di bawa ke
Laboratorium Mutu air sehingga mendekati keadaan sebenarnya dilapangan.
3.4.2. Pengumpulan data skunder
Data skunder dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara dengan
para petani ataupun pemilik kolam budidaya ikan patin yang dijadikan lokasi
penelitian. Wawancara yang diajukan merupakan hal-hal yang berhubungan
dengan kegiatan budidaya ikan.
3.4.3. Pengambilan Sampel Uji di Lapangan
Pengambilan sampel uji dilakukan pada hari minggu pagi pukul 08.00
WIB. Pengambilan sampel harus jauh dari pemasukan (inlet) dan saluran

25

pengeluaran (outlet) kolam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi


berlebihan air sampel terhadap pengadukan pada air masuk dan pembuangan sisa
pakan yang menumpuk pada saluran pembuangan. Pengambilan sampel uji antara
lain: sampel tanah dan sampel air (Lampiran 2).
3.4.4. Persiapan Wadah Skala Laboratorium
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah yang terbuat
dari plastik berbentuk tabung yang memuat 26 liter air dan tinggi 60 cm
(Lampiran 3). Wadah disusun di laboratorium dan menggunakan aerasi sebagai
penambah oksigen di dalam wadah tersebut sehingga mendekati keadaan
sebenarnya di lapangan.
3.4.5. Pengukuran Kualitas air
Pengukuran parameter fisika yaitu suhu ( 0C) dan kecerahan (cm)
parameter kimia seperti pH, DO (mg/L), karbondioksida bebas (mg/L) dilakukan
pada pagi hari sekali dalam satu minggu secara langsung di laboratorium dan di
lapangan, sedangkan alkalinitas total (mg/L), bahan organik total (mg/L),
kesadahan (hardness), dan turbiditas dilakukan satu minggu sekali selama 12
minggu. Sampel uji dibawa dengan menggunakan botol sampel ke Laboraturium
Mutu Lingkunan Budidaya untuk dianalisa (Lampiran 4).
3.4.6. Pengukuran Total Solid
Metode

yang

digunakan

untuk

menentukan

Total

solid

adalah GPS (Geographic Positioning System). Prinsipnya adalah Sampel air yang
berasal dari perangkap partikel dituangkan ke cawan persolin dan diuapkan,
disaring dan filtratnya diuapkan di atas pemanas air dalam wadah yang telah

26

diketahui beratnya. Setelah kisat lalu dipanaskan dalam oven 1 0 3 o -1 0 5oC,


kemudian ditimbang sampai konstan. Air yang kadar mineralnya tinggi
(Ca2+, Mg2+, Cl- dan SO42-) dapat bersifat higroskopi memerlukan pemanasan
yang lama, pendinginan dalam eksikator yang baik, dan penimbangan yang
cepat (Safitri, 2007).

Total Solid=

WT WG
x 100
WS

WT

= Berat wadah + berat sampel kering

WG

= Berat wadah

WS

= Berat sampel yang diterima

3.4.7. Produksi (kg/m2)


Ikan patin yang dipelihara selama 90 hari kemudian dipanen secara
keseluruhan dan dicatat bobot biomassanya pada masing-masing kolam dengan
rumus:
Produksi (kg/m2) = Biomassa panen (kg)
Luas kolam (m2)
3.4.8. Kelulushidupan (%)
Tingkat kelulushidupan (SR) adalah kemampuan untuk menyesuaikan daur
hidupnya secara keseluruhan dengan faktor dari dalam lingkungannya.
Perhitungan tingkat kelulushidupan (SR) dapat dilakukan dengan cara menghitung
jumlah ikan pada awal pemeliharaan dan jumlah ikan pada akhir pemeliharaan
dan dihitung menggunakan rumus (Effendi, 1979) sebagai berikut :

27

SR =

Nt
X 100
No

Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)


Nt = Jumlah larva yang hidup diakhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah larva yang hidup diawal pemeliharaan (ekor)
4.4.7. Konversi Pakan
Produksi akhir sangat berkaitan dengan konversi pakan. Konversi pakan
(feed convention ratio) merupakan jumlah pakan yang diperlukan selama kegiatan
budidaya untuk menghasilkan 1 (satu) kilogram daging ikan. Nilai konversi pakan
menunjukkan bahwa sejauh mana pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh
ikan (Huisman, 1976). Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus dari
Djajasewaka (1985)
F
FCR =
( Wt + D ) Wo

Keterangan:
FCR

= Konversi pakan

Wo

= Bobot total ikan di awal pemeliharaan (g)

Wt

= Bobot total ikan ahir pemeliharaan (g)

= Bobot total yang amati selama pemeliharaan (g)

= Jumlah total pakan yang diberikan (g)

28

3.7. Analisis Data


Data diperoleh selama penelitian yang meliputi parameter kualitas air dan
data peningkatan total solid yang meliputi (total solid, kelulushidupan dan
konversi pakan) ditabulasi dalam bentuk tabel. Data tabel selanjutnya diuji
normalitas dan homogenitasny, di analisis dengan menggunakan analisis variasi
(ANAVA). Bila hasil uji ANAVA menunjukkan adanya pengaruh perlakuan
terhadap parameter yang diukur (P<0,05), maka
menggunakan uji rentang Newman Keuls).

dilakukan uji lanjut

LAMPIRAN

Lampiran 4. Prosedur Analisa Beberapa Parameter Kualitas Air


1. Pengukuran Suhu
Prosedur pengukuranna dilakukan dengan standar SNI (dalam Dinas
Pekeraan Umum 1990) sebagai berikut : termometer langsung dicelupkan ke
dalam contoh uji dan biarkan 2 menit sampaidengan 5 menit sampai termometer
menunjukkan nilai yang stabil;b) catat pembacaan skala termometer tanpa
mengangkat lebih dahulu termometer dari air.
2. Turbiditas
Pengukuran turbiditas dilakukan dengan menggunakan alat turbidimeter
yaitu dengan cara sebagai berikut: a)Memasukkan larutan standar 0,1 NTU ; 20
NTU ; 200 NTU dan 800 NTU ke dalam turbidimeter, kemudian membaca
turbiditas setiap standar. b) Mengambil sampel lapangan berupa air sungai pada
tiga

tempat

berbeda

dengan

sungai

yang

sama.

Mencampurkan

dan

menghomogenkan sampel lapangan sehingga menjadi sampel laboratorium.


c) Membilas tabung turbidimeter dengan aquades dan memasukkan sampel ke
dalam tabung turbidimeter kemudian membaca turbiditasnya pada turbidimeter.
d) Membagi sampel menjadi dua bagian untuk pengamatan duplo dan
menyaringnya dengan kertas saring biasa. Memasukkan ke dalam tabung
turbidimeter dan kemudian membaca turbiditasnya. e) Menyaring sampel dengan
kertas saring nomor 1 dan memasukkannya ke dalam tabung turbidimeter,
kemudian membaca turbiditasnya. f) Menyaring sampel dengan kertas saring
nomor 42 dan memasukkannya ke dalam tabung turbidimeter dan kemudian
membaca turbiditasnya.

3. Pengukuran pH (Power Hidrogen) air dan Tanah

Pengukuran pH air dilakukan dengan metode kolometri yaitu memasukkan


kertas indicator universal ke dalam air kemudian lihat perubahan warna pada pada
indikator pada suatu jenjang pH tertentu. (SNI dalam Dinas Pekerjaan Umum
1990)
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan indicator pH yaitu
dengan cara sebagai berikut: Ambil sedikit sample tanah dan air aqua dengan

perbandingan 1 : 2,5, Masukkan dalam gelas aqua dan Aduk-aduk hingga


benar-benar homogen (merata).Biarkan beberapa menit hingga campuran air
dan tanah tadi memisah (tanahnya mengendap) Setelah airnya terlihat agak
jernih masukkan ujung kertas lakmus atau pH Indikator kedalam campuran
tadi (sekitas 1 menit) tetapi jangan sampai mengenai tanahnya. Tunggu
beberapa saat sampai kertas lakmus atau pH indikator berubah warnanya.
Setelah warnanya stabil, cocokkan warna yang diperoleh oleh kertas lakmus
atau pH indikator tadi dengan bagan warna petunjuknya.
4. Pengukuran DO (Disolved Oxygen)
Pengukuran DO dilakukan dengan cara mencelupkan selang yang
berujungkan pen pada DO Meter ke dalam air, maka skala oksigen terlarut akan
otomatis terlihat pada monitor alat pengukur DO Meter.
5. Pengukuran Karbondioksida Bebas (CO2)
Pengukuran CO2 bebas dilakukan menurut alaerts dan santika (1984) dengan
metode tetrimetrik menggunakan sodium karbonat (NA2CO3) dengan prosedur
sebagai berikut: sampel air diambil dan diusahakan terhindar dari udara dan
dianalisa segea dalam waktu 2-3 jam setelah pengambilan sampel. Damel yang
diambil sebanyak 25 ml, kemudian dititrasi dengan menggunakan (NA 2CO3)

(0,0454 N) sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda, selanjutnya


volume titran dicatat. Untuk menghitung CO2 digunakan rumus :
44
ml titran x N titran x
x 100
2
CO2 (mg/l)
volume sampel
Keterangan :
CO2
: Konsenntrasi karbondioksida bebas (mg/l)
Ml titran : volume titran yang dibaca (ml)
N titram
: normalitas (NA2CO3)
1000
: Faktor koreksi
6. Pengukuran Bahan Organik Air

Mengambil sampel air sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, kemudian


memasukkannya kedalam labu erlenmeyer. Kemudian menambahkan air tersebut
dengan KMnO4, yang dititrasi langsung dari buret sebanyak 9,5 hingga larutan
tersebut berwarna merah anggur. Setelah itu di tambahkan larutan H2SO4 pada
sampel tersebut sebanyak 10 ml, kemudian memanaskan selama 10 menit dengan
hot plate hingga suhu 70C dan larutan tersebut berubah menjadi orange,lalu di
dinginkan. Setelah dingin kemudian dititrasi dengan Natrium Oksalat hingga
terjadi perubahan warna menjadi bening. Setelah itu dititrasi lagi dengan
KMnO4 sehingga terjadi perubahan warna menjadi pink. Untuk sampel
pembanding digunakan aquades sebagai nilai blanco.

Hitung nilai pengamatan dengan rumus sebagai berikut :

TOM (mg / l)=

( x y ) x 31,6 x 0,01 x 1000


ml air sampel

Keterangan :

= ml titran untuk air sampel

= ml titran untuk blanco

31,6

= seperlima dari BM KMnO4, kar9ena tiap mol KMnO4


melepaskan 5 oksigen dalam reaksi ini

0,01

= normalitas KMnO4

7. Pengukuran Alkalinitas

Prosedur kerja tentang pengukuran alkalinitas adalah sebagai berikut :

1. Mengambil air sampel 100 ml dan memberikan 5 tetes indikator PP. Jika tidak
berwarna, maka tidak ada PP alkalinitas. Menambahkan indikato MO (Metil
Orange). Langkah berikut, menitrasi dengan larutan H2SO4 hinggadari warna
kuning sampai berubah menjadi warna orange. Kemudian menghitung larutan
H2SO4 yang digunakan (M). 2. Apabila berwarna, maka langsung menitrasi
dengan larutan H2SO4 sampai berwarna kuning. Lalu menghitung larutan
H2SO4 yang digunakan (P). 3. Memasukkan indikator MO (metil Orange), lalu
menitrasi dengan larutan H2SO4sampai warna orange. Menghitung larutan
H2SO4 yang digunakan

Rumus yang digunakan yaitu :

Alk alinitasTotal ( ppmCaCO 3)=

( A + B ) x N titran x 100 /2 x 1000


ml sampel

8. Pengukuran Kesadahan

Masukkan 50 ml sampel (air dari lab) kedalam erlenmeyer ukuran 250


ml, Kemudian tambahkan 1 ml larutan buffer kesadahan tambahkan sdt kristal
NaCN dan sdt indikator EBT (merah) kemudian titrasi dengan EDTA 10,01 M
hingga warna berubah menjadi biru.

9. Pengukuran Warna Tanah

Penentuan warna tanah dilakukan di tempat yang terhindar dari sinar


matahari dan menggunakan Munsell Soil Color Chart. Penentuan warna
pada Munsell Soil Color Chart digunakan kisaran warna 2,5 R 10 R untuk
warna merah, 2,5 Y -5 Y untuk warna kuning dan 5 YR -10 YR untuk warna
coklat.
10. Pengkuruan Tekstur Tanah

Pengukuran tekstur tanah dengan cara memanaskan tanah yang sudah


direndam pada larutan H2O2 selama 24 jam (oleh asiste) dan menambahkan
H2O2 sebanyak 75 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai mendidih.
mendinginkan larutan yang telah terbentuk dan menambah 15 ml HCl sambil
diaduk. Melakukan pencucian pada larutan dengan menggunakan akuades hingga
larutan netral. Kemudian menambahkan 10 ml NaOH dan diaduk jika masih asam

tambahkan lagi akuades sampai netral. Memasukan larutan dalam gelas beker
1000 ml. Pasir akan mengendap lalu memasukkan air yang berada diatas endapan
pasir dalam gelas piala (jangan sampai pasir terbawa masuk). Menuang endapan
pasir pada gelas ukur sebanyak 25 ml, kemudian memasukkannya dalam cawan
porselin yang telah diisi dalam oven dengan suhu 105 0 C selama 24
jam. Mengukur suhu larutan dalam gelas piala, kemudian mencocokkannya
dengan tabel hubungan antara antara suhu cairan dengan kecepatan jatuh partikel,
maka akan waktu senggang. Pemipetan ke 2, menempatkan pipet sedalam 20 cm
dari volume 1000 ml larutan, mengambil 25 larutan kemudian memasukkannya
dalam cawan porselin ke 2 dan mengoven dengan suhu 105 0 C selama 24
jam. Pemipetan ke 3, menempatkan pipet sedalam 5 cm dari volume 1000 ml
kedalam oven dengan suhu 105 0C selama 24 jam. Setelah 24 jam, menimbang
cawan 1,2,3 yang telah dioven dan telah dihilangkan uapnya
11. Pengukuran Berat Volume
Pengukuran Berat volume tanah sebagai berikut : Menggali tanah sedalam
10-20 cm dengan alat cangkul, mendatar pada bagian dasarnya. Penggalian ini
dilakukan pada dua titik yang berbeda di lokasi lahan percobaan. Menaruh ring
sample di atas tanah datar yang telah digali dan pukul hingga ring sample
terbenam

tinggi ring sample. Lalu menaruh ring sample lainnya di atas ring

sample pertama lalu pukul hingga terbenam

dari ring sample kedua.

Mengangkat ring sample, menjaga agar tanah yang berada didalam ring tersebut
tidak terlepas (jatuh). Meratakan bagian atas dan bagian bawahnya hingga rata
dan tidak ada yang keluar dari dalam ring sample. Setelah sample tanah diambil,
kemudian menimbang berat awal dari tanah sample tersebut dan menghitung

volumenya dengan mengansumsikan volume ring adalah volume volume tanah


awal. Menghitung bobot isi awalnya. Setelah mengukur berat dan volumenya,
tanah sample tersebut dimasukan ke dalam oven yang kemudian dipanaskan
selama 224 jam dengan suhu 100oC. Setelah dipanaskan dalam oven, ukur berat
total padatan kering (ring + berat kering tanah (MP)). Kemudian mengukur massa
air (Ma) dengan rumus :
Total padatan basah total padatan kering

12. Pengukuran pH Tanah


Pengukuran pH tanah menggunakan pH meter yang diawali dengan
pengambilan sampel tanah yang sudah diayak dan telah dicampurkan dengan
aquades dan di vortex selama kurang lebih 20 menit. Kemudian sampel tersebut
didiamkan selama 5 menit. Setelah itu kalibrasi pH meter hingga netral dan
kemudian ujung pH meter tersebut dilap menggunakan tisu. Terakhir, celupkan
ujung Ph meter tersebut ke dalam larutan sampel dan tekan HOLD dan terlihat
berapa pH tanah tersebut.
13. Pengukuran Bahan Organik Tanah
Prosedur kerja bahan organik tanah dengan mengunakan metode Titrasi
Permanganometri. Prinsip, zat organik dioksidasi oleh KMnO 4 berlebihan dalam
suasana asam dan panas. Kelebihan KMnO4 ditetrasikan oleh asam oxalat
berlebihan. Kelebihan asam oxalat titrasi kembali oleh larutan KMnO4.

Reaksi
Zat organik

KMnO4 berlebihan

CO2 +H2O

2KMnO4

5H2C2O4 + 3H2SO4

2MnSO4 + 10Co2 + K2SO4

Dengan menggunakan larutan H2SO4 yaitu 111 ml H2SO4 paket


diencerkan dengan aquades hingga volumenya 1 It. Tambahkan tetes demi tetes
larutan KMnO4 0,01 N sampai cairan bewarna merah muda. Didihkan selama 1015 menit, jika warna merah hilang selama pendidihan, penambahan KMnO4 0,01
N diteruskan sampai warna merah muda tidak hilang.

Lampiran 1. Pengacakan wadah

P1

P2

U1

U1

P1

P2

U2

U2

P1

P2

U3

U3

Keterangan :
P1

: Kolam budidaya patin intensif umur 10-15 tahun

P2

: Kolam budidaya patin intensif umur 16-20 tahun

Lampiran 2. Penelitian skala lapangan

Kolam umur 10-15 U1

Kolam umur 16-20 U1

Kolam umur 10-15U2

Kolam umur 16-20 U2

Kolam umur 10-15 U3

Kolam umur 16-20 U3

Lampiran 3. Penelitian skala Laboratorium

C1

30 A

30 cm

60 cm

C2B

C2

20 cm

Keterangan gambar:

A = Air setinggi 30 cm dari permukaan tanah dasar pada wadah penelitian

B = Tanah dasar kolam dari Desa Koto Mesjid setinggi 20 cm dari dasar wadah
penelitian.

C1 = Tabung untuk menangkap partikel-partikel solid di bawah permuukaan


kolam air

C2 = Tabung untuk menangkap partikel-partikel solid di dasar kolam air

Lampiran 5. Pengukuran Suhu (0C) selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

Pengukuran Suhu(0C)

U2

U3

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah
Rata-rata

Lampiran 6. Pengukuran kecerahan selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

U2

Pengukuran kecerahan (cm)

U3

Rata-rata

Lampiran 7. Pengukuran pH air selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

Pengukuran pH

U2

U3

10

Rata-rata

Lampiran 8. Pengukuran pH tanah selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

Pengukuran pH

U2

U3

11

4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah
Rata-rata

12

Lampiran 9. Pengukuran DO air selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

Pengukuran DO

U2

U3

13

11
12
Jumlah
Rata-rata

Lampiran 10. Pengukuran alkalinitas total selam penelitian

Perlakuan
Ulangan

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

U2

U3

14

Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah
Rata-rata

Pengukuran alkalinitas (mg/L)

15

Lampiran 11. Pengukuran bahan organik total selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

U2

Pengukuran BOD air (mg/L)

U3

16

7
8
9
10
11
12
Jumlah
Rata-rata

17

Lampiran 12. Pengukuran bahan organik total tanah selama penelitian

Perlakuan
Ulangan
Minggu
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jumlah

10-15 Tahun
U1

U2

16-20 Tahun
U3

U1

Pengukuran BOD tanah (mg/L)

U2

U3

18

Rata-rata

Lampiran 13. Jadwal Penelitian


JADWAL PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan pada bulan April 2015sampai Juli


2015. Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:
Bulan
Kegiatan
Persiapan

April

Mei

Juni

Juli

19

Pelaksanaan

Penyusunan Laporan

OUTLINE SEMENTARA

Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

Halaman

20

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


I.2. Perumusan Masalah
I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4. Hipotesis

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1.

Bioekologi Ikan Patin

II.2.

Tanah Podsolik Merah Kuning

II.3.

Kualitas Air

III. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2. Bahan dan Alat
3.3.Metode Penelitian
3.3.1. Asumsi
3.3.2. Karakteristik Kolam Awal Pengambilan Sampel
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Pemilihan Lokasi Penelitian
3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder
3.4.3. Pengambilan Sampel Uji di Lapangan

21

3.4.4. Persiapan wadah skala laboratorium


3.4.5. Pengukuran Kualitas Air
3.4.6. Pengukuran Total Solid
3.4.5. Produksi
3.4.6. Kelulushidupan
3.4.7. Konversi Pakan
3.5. Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

22

ORGANISASI PENELITIAN

1 Pelaksanaan Penelitian

Nama Lengkap

: Ibnu Hadzqi

NIM

: 1204136592

23

Pekerjaan

: Mahasiswa

Jurusan

: Budidaya Perairan

Alamat

: Jalan Karyawan Gg Karya Damai no 20

2 Dosen Pembimbing 1
Nama Lengkap

: Dr. Saberina Hasibuan. S.Pi. MT

NIP

: NIP: 196909091994032003

Pekerjaan

: Dosen Faperika Universitas Riau

Alamat

: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas


Riau

3 Dosen Pembimbing 2
Nama Lengkap

: Prof. Dr. Ir. Syafriadiman, MSc

NIP

: 19590905 198603 1 005

Pekerjaan

: Dosen Faperika Universitas Riau

24

Alamat

: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas


Riau

ANGGARAN BIAYA
Dalam pelaksanaan Penelitian ini, rencana biaya yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Biaya Proposal

Pengetikan dan Print

: Rp.

200.000,-

Penjilitan dan Perbanyakan

: Rp.

100.000,-

Biaya Seminar

: Rp.

200.000,-

Biaya Pelaksanaan Penelitian

Bahan dan Alat

: Rp. 1.000.000,-

Dokumentasi

: Rp.

50.000,-

Peminjaman Alat dan Pengukuran Kualitas Air

: Rp.

200.000,-

Biaya Penyusunan Laporan

25

Pengetikandan Print Skripsi

: Rp.

250.000,-

Penjilitan dan Perbanyakan

: Rp.

300.000,-

Biaya Seminar dan Ujian

: Rp.

600.000,-

: Rp.

500.000,-

Biaya Tak Terduga

Total Biaya

Terbilang: Tiga juta empat ratus ribu rupiah

Rp.3.400.000,-

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek dan Kerapu Macan di Keramba
Jaring Apung . Prosiding Lokakarya Nasional. RISTEK-DKP-BPPT.
Arifin.2008.Metode Pengelolaaan Kesadahan.http//arifin.blogspot.com, diakses
pada tanggal 4 April 2016 pukul 16.00 WIB
Asmawi, H. 1984. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia, Jakarta. 82
hlm.
Baldwin, M., C. E. Kellog, and J. Thorp. 1938 Soil Classifications. In Soil and
Men, Yearbook of Agriculture pp.979 -1001. USDA . US Govt. Printing
Office, Washington.
Boyd, C. E. 1990 Water Quality inWarmwater Fish Ponds. Auburn University
Agriculture Exprimen Stat.

Darmawijaya, M.Isa,1990. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University


press. Yogyakarta.
Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Cont.
Gen. Agr. Res. Sta. No.148, Bogor.
Effendie. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan
perairan. Kanisius. Jogjakarta ,1979 Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan
Dewi Sri.
Effendi, H. 2004 Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan perairan. Kanisius.Yogyakarta. 258 hlm.
Eswaran, H. and C. Sys. 1970. An evaluation of the free iron in tropical andesitic
soil. Pedologie 20: 6265.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 2123, 185.

Hardjowigono, H.S. 2002. Ilmu Tanah. AkademikaPressindo, Jakarta.


Hasibuan, S, B. D. Kertonegoro, K. H. Nitimulyo, dan Eko Hanudin. 2011.
Manuipulation of inspetisols Pond Bottom Soil Through Addition of
Ultisols and vertisols for Rearing of Red Tilapia (oreochromis sp.) Larvae.
Indonesian Aquakultur Journal,6(1) : 5970 p.

Kononova, M. M., 1961. Soil Organic Matter. T. Z.Nowakowski and greenwood


(trans.). Pergamon, Oxford.
Kordi, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin, Biologi, Pembenihan dan
Pembesaran. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 170 hal.
Lesmana, D. S. 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya,
Jakarta. 88 hlm.
Mahida, U.N. 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc
Graw Hill. Publishing Company Limited. Environmental.
Mitchell, A. A., and Olson, J. C. 1981. Are product attribute beliefs characteristic
associated with purchasing involvement. Journal of Marketin, 49(1), 72-82.
Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Dan Tanaman. USU press, Medan. 155 Hal.
Nasution, MI. 2008. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi
Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate
Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.,
Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah].
Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT. Gramedia.
Jakarta.
Odum, E. P. 1996. Dasar Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Oram,
B.
2010,
Total
Dissolved
Solids,
http://www.waterresearch.net/totaldissolvedsolids.htm, diakses tanggal 21 Mei 2010.
Prasetyo, B.H. 2005. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah
ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia.Jurnal
Litbang Pertanian 25(2):39-47.
Rakhman , Arif. 1999. Studi Penyebaran Bahan Organik Pada Berbagai Ekosistem
Di Perairan Pantai Pulau Bonebatang. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Safitri,
A.2007.
Analisis
Kualitas
Air.
(http://www.scribd.com/doc/39480308/Analisis-Kualitas-Air,
April 2016).

(Online).
diakses 05

Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Penerbit Rineka


Cipta.

Sedena,I., P. Syafriadiman,S. Hasibuan dan N.A.Pamungkas, 2001. Diktat Kuliah


Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Riau. Pekanbaru. Hlm 50 (tidak diterbitkan).
Susanto, H dan Amri, K. 2002. Budi Daya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
90 hal..
Subagyo, H., P. Sudewo, dan B.H. Prasetyo. 1986. Pedogenesis beberapa profil
Mediteran Merah dari batu kapur di sekitar Tuban, Jawa Timur. hlm.
103122. Dalam U. Kurnia, J.Dai, N. Suharta, I.P.G. Widjaya-Adhi, J. Sri
Adiningsih, S. Sukmana, J. Prawirasumantri(Ed.). Prosiding Pertemuan
Teknis Penelitian Tanah, Cipayung, 1013 November.1981. Pusat Penelitian
Tanah, Bogor.
Soepraptohardjo.1961.Tanah Merah DiIndonesia. Contributions of the General
Agricultural Research Station. Balai Besar Penyelidikan,Pertanian,Balai
Besar Penyelidikan Bogor.
Stevenson, F. J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. 2th
ed. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press: Jakarta.
Suharta, N. dan B.H. Prasetyo. 2008. Susunanmineral dan sifat fisiko-kimia tanah
bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Jurnal
Tanah dan Iklim 28: 114.
Syaifuddin. 2004. Kandungan Hara, Telaah Kualitas Air. Diambil dari
www.upi.ac.id pada 1 Oktober 2015.
Syukur, A., 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk
Uwai. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru. 51 hal. (tidak diterbitkan).
Van Der Voort,M.1950.The Lateritic Soil Of Indonesia.Contribution Of The
General Agriculural Research Station,Bogor,No.102

Anda mungkin juga menyukai