Anda di halaman 1dari 44

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 3


Modul BTeori Laminat Klasik
Oleh :
Nama

: Richo Rezky Bukit

NIM

: 13710046

Kelompok

: 12

Anggota (NIM)

: Nadia Dwistiani
Arda Diska

(13710006)
(13710018)

Fathimah Azzahro

(13710029)

Fauzi Ramadhan

(13710040)

Tanggal Praktikum

: 19April 2013

Tanggal Penyerahan Laporan

: 24 April 2013

Nama Asisten

: Axel E.B. (13709002)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih
material yang secara makroskopis dengan maksud mendapatkan sifat baru
atau memperbaiki sifat sehingga nilainya optimal. PMC (Polymer Matrix
Composite) merupakan jenis komposit yang paling banyak digunakan.
PMC terdiri dari matriks dan serat sebagai penguat. Pada praktikum ini
digunakan material komposit jenis laminat yakni komposit yang terdiri
dari gabungan lamina-lamina.
Komposit memiliki sifat tailorability. Sifat ini berarti bahwa
komposit dapat diatur orientasi penyusunan lamina dalam komposit
sehingga dapat menghasilkan sifat yang mendekati isotrop ataupun
anisotropic. Untuk seorang material Engineer, sangatlah penting untuk
mengetahui sifat komposit yang dirancangnya. Oleh karena itu, untuk
menganalisa sifat mekanik dari komposit dengan orientasi tertentu dapat
digunakan pendekatan dengan teori laminat klasik (CLT). Software yang
bekerja berdasarkan teori ini adalah GENLAM. Dengan pemodelan yang
dilakukan GENLAM, kita dapat mengetahui sifat dari laminat yang kita
buat dan mengetahui kegagalan yang akan terjadi dengan pembebanan
tertentu.

Tujuan Praktikum
1. Menentukan pengaruh dari pemilihan material komposit serta
pengaruh cara penyusunnya (stacking sequence) terhadap
kekuatan, distribusi tegangan, dan perilaku kegagalan yang terjadi
pada komposit laminat.

BAB II
TEORI DASAR
Pada komposit laminat terdiri dari lamina-lamina. Lamina adalah lapisan
tipis suatu material yang menyusun komposit. Tebal lamina sama dengan
ketebalan dimana plane stress dan plane strain terjadi. Sedangkan kumpulan dari 2
atau lebih lamina dengan orientasi tertentu disebut laminat. Ilustrasinya dapat
dilihat pada gambar disamping.

Untuk setiap lamina memiliki system koorsinat


lamina.

Sistem

koordinat

lamina

adalah

system

koordinat yang menyatakan sifat material dalam lamina.


Semantara itu, terdapat juga system koordinat laminat
yang menggmbarkan sifat komposi secara keseluruhan
(laminat) akibat pengaruh dari orientasi penyusunan
lamina-lamina.
Berdasarkan orientasi lamina, jenis laminat dapat dibedakan menjadi 3, yaitu
:
1. laminat simetri, yakni lamina yang memiliki karakteristik mid-planene nya
memilki jarak yang sama dengan setiap lamina dan cerminan lamina
tersebut. Berikut ini ilustrasinya :

(0 ,9 0 )s
(0 ,9 0 )s
2. laminat tidak simetri , adalah lamina yang setiap lamina dengan orientasi
tertentu tidak memiliki jarak yang sama dengan cerminanny aterhadap
3.

mid-plane
laminat cross ply, adalah laminat yang disusun dengan urutan 0/90/90/0
untuk laminat simetris atau 0/90/0/90 untuk laminat tidak simetris.

Setiap lamina akan dapat merasakan teganagan yang berupa stresws in plan e
dan stresws out plane. Stress in plane adalah semua tegangan yang terjadi pada
lamina. Teganagan yang termasuk kategori ini adalah teganagan normal dan geser.
Sementara itu, stress out plane didefinisikan sebagai teganagan yang berada di
luar bidang lamina. Yang termasuk stress out plane adalah momen bending dan
momen puntir.
Jenis pembebanan lainny aadalah pembebenan higortermal. Pembebanan
ini terjadi karena kemampuan material penyusun komposit yang mungkin berbeda
dalam respon perubahan volume terhadap temperature. Sementara itu,
kemampuan material dalam penyerapan air juga dapat menyebabkan pembebanan
higrotermal.
Pada praktikum ini, juga diperlukan dan didapatkan beberapa konstanta.
Konsatanta ini menggambarkan sifat material. Konstanta yang diperlukan adalah :

=. Menggambarkan kemampuan material untuk berubah volumenya

akibat pengaruh temperatur


= Menggambarkan kemampuan material untuk berubah volumenya

akibat penyerapan uap air


E= Modulus Elastisitas
G= Modulus geser
v= poisson ratio
Dalam teori laminat klasik ini, didefiniskan 2 kriteria kegagalan, yaitu
1. First Ply Failure (FPF)
Adalah criteria kegagalan saat dimana terdapat satu lamina yang
rusak/gagal. Umumnya bagian yang gagal adalah matriks.
2. Last Ply Failure (LPF)
Kriteria
kegagalan
saat
lamina
terakhir
mengalami
kerusakan/kegagalan. Bagan yang mengalami kerusakan terakhir
adalah seratnya.

Di dalam praktikum ini, kami menggunakan program GENLAM. Dengan


program tersebut, kita dapat mendapatkan sifat-sifat komposit dalam bentuk
matriks kekakuan. Matriks kekakuan menghubungkan deformasi yang terjadi

akibat gaya yang diberikan. Dimensi panjang dan lebar pelat laminat mempunyai
unit panjang, sedangkan tebal laminat didefinisikan dari tebal yang dimiliki oleh
tebal lapisan. Oleh sebab itu matriks kekakuan absolut memiliki dimensi. Matriks
kekakuan dinormalisasi terhadap ketebalan laminat.
Matriks kekakuan absolut memiliki format sebagai berikut:

N i Aij
M B
i ij

Bij 0j

Dij j

Dimana :

= beban-beban yang bekerja pada bidang (in-plane loads) di arah

1, 2 atau 6.

= momen akibat bending atau puntir (bending or torsional

moments)

= regangan pada bidang (in-plane deformations)

=kelengkungan (curvatures)

= matriks kekakuan bidang (in-plane stiffness matrix) yang

menghubungkan beban dan regangan yang bekerja pada bidang.

=matriks kekakuan bending (flexural stiffness matrix) yang

menghubungkan momen dengan kelengkungan.

=matriks kekakuan kopel (coupling stiffness matrix)

Kegagalan pada laminat


Skema perhitungan lengkap dari teori laminat klasik diperlihatkan pada
Gambar 5 di bawah ini.

M a te r a l p r o p e r t ie s

L a m in a t e s t a c k in g s e q u e n c e

[S ], [C ]
A
N
A
N
E

[T ]

s b o lu t e s tiffn e s s m a t r ix
o r m a lis e d s t iff n e s s m a t r ix
b s o lu t e c o m p lia n c e m a t r ix
o r m a lis e d c o m p lia n c e m a t r ix
n g in e e r in g c o n s ta n t s
L o a d s a n d m o m e n ts
H y g r o th e r m a l lo a d s
G lo b a l s t r e s s e s
G lo b a l s t r a in s
P ly s tr e s s e s ( 1 , 2 )
[T ]
P ly s t r a in s ( x ,y )
[S ], [C ]
P ly s t r e s s e s ( x ,y )
F a ilu r e c r ite r io n
F a ilu r e ?

Gambar 5. Skema perhitungan


Jika tegangan dan regangan pada setiap lapisan diketahui menurut sistim
koordinat lapisan, suatu kriteria kegagalan dapat diterapkan untuk menentukan
apakah sudah terjadi kegagalan atau belum pada suatu lapisan. GENLAM
mempergunakan kriteria kegagalan Tsai-Wu seperti berikut:
Fij i j Fi i 1

atau

Fxx x2 Fyy y2 Fss s2 Fxy x y Fsx x s Fsy s y Fx x Fy y Fs s 1

Karena hasil perhitungan tidak dipengaruhi oleh tanda dari tegangan geser,
seluruh komponen yang mengandung tegangan geser tingkat pertama harus nol.
Oleh sebab itu persamaan di atas dapat direduksi menjadi:

Fxx x2 Fyy y2 Fss s2 Fxy x y Fx x Fy y 1

Dalam persamaan ini konstanta F dapat ditentukan melalui pengujian mekanik.


1
XX '
1
Fyy
YY '
1
Fss 2
S
Fxx

1 1

X X'
1 1
Fy
Y Y'
Fxy Fxy* Fxx Fyy
Fx

Semua nilai tersebut terdapat di dalam data base sifat-sifat material.


Dalam kriteria kegagalan, tegangan dapat diganti dengan R, dimana:

max
applied

Jika diketahui:
Fij i max j max Fi i max 1

Dengan mengganti tegangan maksimum, max, dengan R, maka:

Fij i j R 2 Fi i R 1
aR 2 bR 1 0

Dari persamaan ini, nilai R dapat dipecahkan langsung dan sekaligus


menunjukkan faktor keamanan (safety factor) untuk suatu lapisan.

Dengan menggambarkan fungsi tersebut di atas pada suatu ruang regangan (es =
0), gambar 6 berikut akan di dapatkan. Gambar tersebut memperlihatkan failure
locus dari lapisan 0 dengan sumbu horisontal di arah 1 dan arah 2 pada sumbu
vertikal. Setiap gambar menunjukkan suatu nilai R. Garis yang tebal untuk R = 1,
Setiap lingkaran menunjukkan sebuah nilai R. Lingkaran yang tebal mempunyai
R = 1, yang memperlihatkan failure locus. Hasil penerapan faktor keamanan R =
1,5 dan R= 2 diperlihatkan pula dalam gambar tersebut.

2
1 .5
R = 1

FC 0

Gambar 6. Failure locus untuk lapisan 0 (arah 1 pada sumbu horisontal, arah 2
pada sumbu vertikal)

FC 90

FC 0

Gambar 7. failure loci untuk lapisan 0 dan lapisan 90


Untuk mengetahui kapan suatu lapisan mengalami kegagalan pertama kali, failure
loci dari semua lapisan harus diperhitungkan. Gambar 7 memperlihatkan failure
loci lapisan 0 dan lapisan 90.
Untuk laminat dengan lapisan 0 dan 90, failure locus dari lapisan 90 harus
diperhitungkan juga. Dengan menggabungkan kedua buah gambar tersebut, saat
dimana terjadi kegagalan lapisan pertama kali dapat ditentukan. Keadaan ini
disebut sebagai kegagalan lapisan pertama (first ply failure atau FPF). Ini adalah
kondisi dengan nilai R yang minimum dari lapisan yang berbeda beda yang secara
grafis digambarkan di dalam daerah failure loci (Gambar 8). Setiap titik
pembebanan yang ada dalam FPF locus adalah titik yang aman: tidak terjadi
kegagalan lapisan. Di luar FPF locus, paling sedikit satu dari lapisan telah
mengalami kegagalan.

FC 90

FPF

FC 0

Gambar 8. Daerah yang berwarna gelap adalah first ply failure envelope
Satu kondisi dimana terjadi kegagalan lapisan yang pertama pada banyak kasus
bukanlah kegagalan total pada laminat. Hal ini disebabkan oleh tingginya sifat
anisotropi dari kekuatan suatu lapisan.

Oleh karena itu amat penting untuk

melihat keadaan apa yang terjadi setelah kegagalan pertama terjadi.


Gambar 9 di bawah ini memperlihatkan suatu contoh sederhana dari laminat 0-90
yang diberi pembebanan tarik pada arah 1. Pada FPF, terjadi keretakan pada
lapisan 90. Pada bidang retakan, lapisan 90 tidak mengalami pembebanan. Pada
jarak tertentu dari retakan, lapisan 90 masih mampu menerima tegangan nominal
kembali. Dekat dengan retakan, terjadi kenaikan tegangan.
Jika pembebanan dilanjutkan, akan terjadi retakan kembali pada lapisan 90.
Retakan ini akan berlanjut sampai tidak memungkinkan lagi untuk memperoleh
tegangan nominal diantara retakan: jarak antara retakan terlalu dekat satu sama
lain. Pada kondisi ini jumlah retakan mengalami kejenuhan.
Jika pada titik ini material diasumsikan elastis linier, strain yang diberikan akan
berhubungan dengan sebua tegangan yang tinggi, yang ditunjukkan pada garis
putus-putus di bagian atas dari gambar yang paling bawah. Akan tetapi, tegangan

rata-rata yang terjadi pada lapisan, yang ditunjukkan oleh garis putus-putus yang
lain pada gambar tersebut, menunjukkan nilai yang lebih rendah.
Hampir tidak mungkin untuk memperhitungkan keseluruhan proses kerusakan
yang terjadi pada lapisan dan distribusi dari tegangan sebenarnya. Untuk
mempermudah dan sederhana, tetap digunakan perhitungan elastis linier. Hal ini
dapat dicapai dengan secara langsung mereduksi tegangan dari tingkat nominal ke
tingkan sebenarnya dengan mengalikan modulus-E dengan faktor degradasi, DF
(lihat sifat-sifat material)
Sekarang kita mempunyai sebuah komponen elastis yang telah mengalami
degradasi pada sebuah lapisan. Perhitungan dapat dimulai kembali dengan kondisi
dimana seluruh lapisan masih menempel satu sama lain. Akan tetapi, cara seperti
ini akan memakan banyak waktu. Oleh sebab itu, kita dapat langsung membuat
degradasi pada seluruh lapisan dengan menerapkan faktor degradasi pada seluruh
lapisan dan seluruh komponen kekakuan kecuali pada komponen yang di
dominasi oleh serat yaitu A11 and D11. Penyederhanaan ini seperti ini akan
membuat waktu perhitungan menjadi jauh lebih singkat. Konsekuensi dari
degradasi ini adalah tegangan akan di distribusikan kembali pada arah serat dalam
lapisan. Kenyataannya hal ini terjadi pula pada kondisi yang sebenarnya.

Gambar 9. Proses degradasi pada lapisan 90 akibat pembebanan tarik uniaksial


Seperti pada material yang masih utuh (intact material), failure loci untuk lapisan
yang telah mengalami degradasi dapat digambarkan pula seperti terlihat pada
Gambar 10. Failure loci untuk lapisan tersebut akan membesar sepanjang sumbu
transversal. Jika kita melihat failure locus dari lapisan 0 ply, lokasi kegagalan
pada arah 1 tidak berubah karena searah dengan arah serat. Pada arah 2, lokasi
kegagalan telah berubah menjauh dari asalnya.
Seperti pada material yang masih utuh, saat terjadinya kegagalan pertama suatu
lapisan dari material yang telah mengalami degradasi akan dapat ditentukan.
Failure envelope ini (Gambar 11)disebut kegagalan lapisan terakhir (last ply
failure atau LPF). Dari definisi sebelumnya, LPF akan selalu didominasi oleh
kegagalan pada serat.

F C 9 0 in ta c t
F C 9 0 d e g ra d e d

F C 0 in ta c t

F C 0 d e g ra d e d
Gambar 10. Hasil penerapan dari faktor degradasi yang menyebabkan failure
loci memanjang ke arah transversal. Lokasi kegagalan pada arah serat tidak
berubah.

F C 9 0 d e g ra d e d

LPF

F C 0 d e g ra d e d
Gambar 11. Daerah dari failure loci pada lapisan lapisan yang telah mengalami
degradasi disebut last ply failure atau FPF.

LPF tidak selalu merupakan kegagalan terakhir dari suatu laminat. Untuk
menentukan kegagalan terakhir dari suatu laminat kita harus memperhitungkan
LPF dan FPF envelope (lihat Gambar 12).
Jika kita memulai dengan sebuah rasio pembebanan antara arah 1 dan 2 yang
secara bertahap meningkat, kita bergerak pada suatu garis yang menjauh dari
lokasi awal. Pada suatu garis dalam kuadran satu, titik A akan dicapai pertama
kali. Pada titik ini, FPF akan terjadi dan sebuah lapisan akan mengalami
kegagalan. Pada kondisi ini material akan mengalami degradasi secara
menyeluruh dan kondisi pembebanan mulai dibandingkan dengan LPF. Selama
kita berada dalam LPF envelope, material yang telah mengalami degradasi masih
mampu menahan beban. Artinya, kita dapat melanjutkan pembebanan sampai
pada titik B. Pada titik ini, material yang telah terdegradasi akan mengalami
kegagalan dan berakibat dengan gagalnya laminat. Pada posisi ini kegagalan
terakhir dari laminat telah dicapai.
Jika sekarang kita memperhatikan garis pembebanan pada kuadran ke tiga,
pertama kali titik 1 akan dicapai. Titik ini tidak mempunyai arti karena
berhubungan dengan material yang telah mengalami degradasi sedangkan kita
memulai pada material yang masih utuh. Jadi kita dapat melanjutkan pembebanan
sampai mencapai titik 2. Pada titik ini, lapisan pertama akan gagal. Kemudian kita
melakukan degradasi pada material dan melihat posisi titik relatif terhadap failure
locus dari material yang telah mengalami degradasi. Karena titik ini berada diluar
LPF envelope, material yang mengalami degradasi tidak dapat lagi menahan
beban. Material akan mengalami kegagalan pada titik 2.
Secara umum, kegagalan terakhir adalah, maksimum dari FPF dan LPF.

B
A

LPF

FPF

Gambar 12. Untuk menenentukan kegagalan terakhir dari suatu laminat, kedua
LPF dan FPF envelope harus diperhitungkan

BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
Latihan 1. Sifat-sifat elastis
a. AS-3501 (02, 902)s = 0,0,90,90,90,90,0,0

AS-3501 (0,90)2s= 0,90,0,90,90,0,90,0

b. Scotch-ply UD = 0,0,0,0

Scotch-ply (0,90)2= 0,90,0,90

Latihan 2. Pembebanan dan Tegangan


1. Perbandingan tegangan dan regangan yang terjadi tanpa pembebanan
dengan temperatur ruang (25oC)
a. Scotch-ply UD = (08)

b. Scotch-ply (0, 45, -45, 90, 0, 45, -45, 90)

c. IM6 epoxy (0, 45, -45, 90, 0, 45, -45, 90)

2. Scotch-ply UD dengan macam-macam pembebanan


a. Tarik biaksial 0.01 MN/m

b. Pembebanan geser 0.001 MN/m

c. M1 (momen bending) 10 N

d. Momen torsi (M6) 5 N

3. Tarik biaxial 10 N/mm


a. Scotch-ply UD = (08)

b. Scotch-ply (0, 45, -45, 90, 0, 45, -45, 90)

c. IM6 epoxy (0, 45, -45, 90, 0, 45, -45, 90)

Latihan 3. Kegagalan pada laminat


1. Biaksial 50 N/mm
a. B-N5505 UD
Tarik-tarik

Tarik-tekan

Tekan-tarik

Tekan-tekan

b. B-N5505 (45,-45)s
Tarik-tarik

Tarik-tekan

Tekan-tarik

Tekan-tekan

c. IM6-epoxy (30, -30, 60, -60)s


Tarik-tarik

Tarik-tekan

Tekan-tarik

Tekan-tekan

2. Cross-ply Kevlar-epoxy pada temperatur kamar (25oC)


Faktor R, Tegangan pada lapisan

BAB IV
ANALISIS
LATIHAN 1
1.a. Kedua laminat memiliki konstanta pada bidang yang sama namun
memiliki konstanta geser yang berbeda. Dari kedua laminat ini dapat
disimpulkan bahwa stacking sequenceberpengaruh terhadap kekuatan
geser laminat karena kedua laminat merupakan material yang sama
dengan stacking sequence berbeda.
b. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kekakuan longitudinal pada kedua
laminat berbeda. Hal ini dikarenakan pada laminat pertama, orientasi arah
lamina hanya pada 1 arah saja sedangkan pada laminat kedua, orientasi
arah lamina pada 2 arah. Pada laminat kedua, kekakuan bending arah 1
dan 2 sama dikarenakan laminat cross-ply.
LATIHAN 2
1.a. Laminat mengalami tegangan tekan bernilai 2,03x10 -6 ke arah
longitudinal dan tegangan tarik 8,50x10-7ke arah transversalnya. Besar
tegangan pada tiap lamina besarnya sama karena arah orientasi tiap
lamina sama. Tegangan yang dialami laminat terjadi karena adanya beban
higrotermal.
Regangan pada arah longitudinalnya lebih kecil dibandingkan dengan
regangan arah transversal. Namun regangan arah longitudinal berupa
penyusutan sedangkan arah longitudinal berupa pertambahan panjang.
b. Laminat mengalami tegangan arah longitudinaldan transversal yang
dinamis dengan tegangan maksimal arah longitudinal pada ply ke 4 yaitu
berupa tegangan tarik sebesar 1,62x101 dan tegangan maksimal arah
transversal pada ply ke 8 yaitu berupa tegangan tekan sebesar 1,62x10 1.
Tegangan terjadi akibat pembebanan higrotermal.

Regangan yang dialami laminat berbeda-beda pada tiap ply namun


gradien regangannya linier. Pada arah longitudinal, ply 1,2,3 mengalami
elongasi + sedangkan sisanya elongasi . Pada arah transversal, ply
1,2,3,4,5 mengalami elongasi dan sisanya elongasi +.
c. Orientasi lamina yang bervariatif mengakibatkan perbedaan distribusi
tegangan padalaminat yang cukup dinamis. Tegangan tekan maksimum
terjadi pada lamina ke 4 pada longitudinal dan pada laminat 3 dan 6 arah
transversal.
Regangan pada tiap lamina berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan orientasi lamina. Namun regangan maksimum arah longitudinal
adalah pada lamina 1, namun berupa penyusutan.
2.a. Tegangan pada arah longitudinal dan transversal memiliki besar yang sama
dikarenakan oleh orientasi lamina yang sama sehingga tegangan antar
lamina sama. Pada skema regangan, dapat dilihat bahwa terjadi
penyusutan

arah

longitudinal

namun

pertambahan

panjang

arah

transversal. Regangan geser pada laminat ini adalah 0.


b. Pembebanan pada laminat hanya beban geser sehingga tegangan arah long
dan trans tidak ada. Regangan arah 1 dan 2 sama bersar namun seimbang.
Arah 1 berupa penyusutan dan arah 2 berupa pertambahan panjang.
Regangan geser sebesar 2,42 (regangan maksimum). Hal ini terjadi karena
pembebanan yang diberikan merupakan beban geser.
c. Momen bending yang diberikan pada laminat menyebabkan tegangan arah
longitudinal yang equilibrium. Pada lamina 1-4 arah tarik dan 5-8 arah
tekan. Tidak terdapat tegangan trans dan geser. Tegangan tekan maksimum
pada ply ke-8 dan tegangan tarik maksimum pada ply ke-1.
Regangan arah longitudinal pada ply 1-4 merupakan pertambahan panjang
dengan maksimum pada ply 1 dan penyusutan terjadi pada ply 5-8 dengan
penyusutan maksimum pada ply ke 8. Terdapat sedikit penyusutan dan
pertambahan panjang pada arah transversal dan tidak ada elongasi pada
arah geser.

d. Momen torsi yang diberikan pada laminat menyebabkan tidak ada tekanan
yang terjadi pada arah longitudinal dan transversal. Namun pada arah
geser, terdapat tegangan tarik pada ply 1-4 dan tekan pada ply 5-8. Hal ini
disebabkan oleh momen torsi yang diberikan pada laminat. Untuk
regangannya sama, hanya ada regangan pada arah geser yaitu pertambahan
panjang pada ply 1-4 dan penyusutan pada ply 5-8.
3.a. Tegangan pada arah longitudinal dan transversal diberikan bersamaan dan
sama besar. Dengan demikian tidak ada tegangan arah geser yang terjadi.
Pada arah 1 terjadi penyusutan yang stabil pada tiap ply. Namun pada arah
ke 2 terjadi pertambahan panjang yang cukup besar dan besarnya sama
pada tiap ply.
b. Besar tegangan pada tiap lamina dinamik dengan maksimum arah long
pada ply ke 4, maksimum arah trans pada ply ke 5 dan arah geser pada ply
ke 6. Perbedaan arah orienstasi lamina menyebabkan regangan pada
lamina cukup bervariatif. Lamina 1-4 arah long dan geser mengalami
pertambahan panjang, dan sisanya penyusutan. Sebaliknya lamina 1-4 arah
transversal mengalami penyusutan dan 5-8 mengalami pertambahan
panjang.
c. Orientasi lamina yang berbeda-beda menyebabkan distribusi tegangan
yang dinamik. Maksimum long terdapat pada ply ke 4, maksimum trans
pada ply ke 5, dan maksimum geser pada ply 3 dan 6.
Pada a dan b, laminat berbahan dasar sama, namun tegangan dan regangan
yang diperoleh pada laminat berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
stacking sequence. Pada b dan c, stacking sequence sama namun
materialnya beda sehingga tegangan dan regangan juga berbeda.
LATIHAN 3
1. Beban normal sebesar 50 N/mm
a. B-N5505 UD
Tarik-tarik

Tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik

pada arah

longitudinal dan transversal. Pada kedua arah tersebut besar


tegangannya sama. Tidak ada tegangan geser yang terjadi karena
unidirectional. Rasio tegangan yang terjadi akibat pembebanan ini
menyebabkan nilai int maupun deg nyamelewati batas yaitu long.
Akibatnya akan terjadi FPF pada laminat atau semua lamina akan

langsung gagal pada saat beban diberikan.


Tarik-tekan
Tegangan pada arah longitudinal adalah tegangan tarik,
sedangkan pada arah transversal terjadi tegangan tekan. Pada kasus
ini, rasio tegangan yang terjadi pada

saat intact maupun

degradable tidak melewati batas untuk setiap lamina sehingga


lamina aman. Hal ini disebabkan karena tegangan tarik pada arah
long searah dengan orientasi serat sehingga laminat mampu
bertahan dari beban tarik yang diberikan mampu menahan beban

tarik yang diberikan.


Tekan-tarik
Tegangan yang diberikan pada arah long adalah tekan dan
pada arah trans adalah tegangan tarik. Dalam grafik rasio tegangan,
terlihat bahwa tegangan yang diberikan telah melewati batas
kekuatan laminat. Hal ini disebabkan tegangan tarik yang
dibeerikan tegak lurus dengan arah serat sehingga sifat serat yang
diperhitungkan adalah kekuatan serat arah transversal yang relative
lebih rendah dibandingkan arah longitudinalnya. Kekuatan
matriksnya tidak terlalu diperhitungkan karena lebih lemah

daripada serat.
Tekan-tekan
Tegangan yang diberikan adalah tegangan tekan pada arah
long dan trans. Rasio tegangannya tidak melewati batas maksimum
safety factor = 1, sehingga laminaty tidak akan gagal.

b. B_N5505 ( 45)s
Tarik-tarik

Hasil pada program GENLAM menunjukkan bahwa terjadi


tegangan pada arah long, trans, dan geser. Tegangan pada arah long
dan trans sama besar. Tegangan geser terjadi karena susunan yang
tidak searah, yakni (

45)s. Pada rasio tegangan, terlihat bahwa

penyusunan lamina ini lebih kuat dalam menahan beban tarik-tarik


dibanding yang UD pada soal sebelumnya. Hal ini didasarkan atas
fakta bahwa rasio tegangan yang terjadi tidak melewati batas
maksimumnya sehingga tidak akan gagal.

Tarik-tekan
Stacking sequence yang miring sebesar 45 derajat akan
menyebabkan kemampuan menahan tarikan di satu arah menjadi
berkurang. Bila diberi pembebanan tekan pada arah lainnya, maka
hal ini kaan membuat laminat tidak mampu lagi menahan tegangan
di sumbu laminatnya.

Tekan-tarik
Sama seperti tekan-tekan

Tekan-tekan
Rasio tegangan pada gambar hasil GENLAM

menunjukkan

laminat belum gagal. Hal ini dikarenakan tegangan tekan-tekan


yang dikenakan belum melebihi tegangan maksimum saat intact.

IM6-epoxy ( 30, 60)s


Tarik-tarik
Pada kasus ini, arah 30 lebih memikul tegangan tarik pada arah
long sedangkan pembebanan tarik arah trans sebagian besar
ditopang oleh lamina dengan orientasi 60, sehingga pada grafik
dapat dilihat bahwa tegangan pada arah long yang terjadi pada 30
lebih besar daripada 60. Sebaliknya, tegangan pada sumbu trans
lebih besar pada lamina 60. Sementara itu, pada teganagan geser
arahnya bergantian selang-seling, kecuali pada lamina dekat mid-

plane karena pada midplane terjadi perubahan orientasi dari positif

ke negatif.
Tarik-tekan
Karena tegangan tarik hanya pada arah long, lamina yang
berorientasi 30 akan menahan beban lebih besar daripada saat
laminat ini ditarik secara biaksial. Pada lamina dengan orientasi
60, Lamina akan menahan beban yang lebih sedikit karena pada
arah trans bekerja tegangan tekan.Meskipun demikian, rasio

tegangan menunjukkan laminat tidak gagal.


Tekan-tarik
Kebalikan tarik-tekan
Tekan-tekan
Laminat tidak gagal. Tegangan tekan tekan yang terjadi tidak
melewati batas kekuatan laminat.

2. Cross-ply kevlar-epoxy pada temperatur kamar 25 C


Pada laminat ini, hanya diberikan tegangan termal. Perubahan temperature
menyebabkan adanya tegangan tekan dan tarik di setiap lamina yang
berbeda koefisien muainya. Tegangan yang terjadi tidak melewati batas
maksimum, sehingga laminat tidak gagal.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Stacking Sequence dan jenis material mempengaruhi sifat material
saat diberi tegangan. Sifat-sifat tersebut diantaranya : kekuatan,
regangan, dan perilaku kegagalan.

Saran
1. Sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu tentang perilaku kegagalan
laminat agar lebih rinci.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Slide Kuliah Macromechanics

Modul Praktikum MT 3203 Laboratorium Teknik Material 3 Modul B


Teori Laminat Klasik

LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum

1. Buat dua buah komposit T300 epoxy yang memiliki susunan laminat berbeda
tetapi mempunyai konstanta teknik bidang (in-plane engineering constants)
yang sama? Dapatkah Anda membuat suatu laminat dengan konstanta teknik
bending (flexural engineering constants) yang sama ?
Komposit T300 epoxy dengan stacking sequence (0,0,90,90)s

Komposit T300 epoxy dengan stacking sequence (0, 90, 0, 90)s

Hal ini bisa dicapai karena saat susunan lamina simetris, momen kopel tidak
muncul pada laminat simetris.
2. Sebuah laminat (02,45,90)s AS-3501 diberi tiga jenis pembebanan yang
berbeda. Distribusi tegangan, untuk setiap kondisi pembebanan tersebut,
kemudian dihitung dan diperlihatkan dalam tiga gambar di bawah ini.
Tentukan dari ketiga gambar tersebut jenis kondisi pembebanan yang telah
diberikan!
Laminat AS-3501 (02, 45, -45, 90)s diberi 3 jenis pembebanan berbeda
-

Load case 1 : pembebanan torsi dan momen arah 1 dan 2

Load case 2 : pembebanan higrothermal

Pembebanan tarik dan geser

Berapakah FPF untuk masing-masing kondisi pembebanan, lapisan mana yang


gagal pertama kali dan komponen tegangan mana yang bertanggung jawab
atas terjadinya kegagalan ?
Load case 1 : FPF terjadi pada lapisan 1 bottom karena nilai R-int-nya paling
kecil. 1 = -508,89 MPa. Lapisan LPF = lapisan 5.
Load case 3 : FPF terjadi pada lapisan 4 bottom, 4 top dan 7 top
2 = -298,55 MPa. Lapisan LPF = lapisan 4 dan 7

Rangkuman Praktikum
Tercantum pada BAB II Teori Dasar

Anda mungkin juga menyukai