Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan limpahan
rahmat dan hidayahNya sehingga laporan lengkap SBOA ini diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Laporan lengkap SBOA berjudul: Standarisasi bahan obat
alam simplisia daun salam (Syzygiumpolyanthum Wight), lengkuas (Alpinia
galangal L.), dan merica (Piper Alba).
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan
Laporan lengkap SBOA ini tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu ,penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Laporan lengkap SBOA ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Laporan lengkap
SBOA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pada masa yang
akan datang. Akhir kata semoga Laporan lengkap SBOA ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Kendari, 2 Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....1


DAFTAR ISI....2
BAB I...3
PENDAHULUAN....3
A. Latar Belakang.................4
B. Rumusan Masalah....................................4
C. Tujuan.......................................4
BAB II .6
TINJAUAN PUSTAKA..6
BAB III .15
HASIL DAN PEMBAHASAN......15
A. HASIL....15
B. PEMBAHASAN....38
BAB III...50
PENUTUP..50
A. Kesimpulan50
DAFTAR PUSTAKA52
LAMPIRAN...55

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meskipun peningkatan penggunaan obat sintetik berlangsung dengan
cepat, namun seiring bertambahnya waktu terjadi pula peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap dampak negatif dari penggunaan obat-obatan sintetik.
Akibatnya masyarakat kembali memilih tumbuhan obat sebagai alternatif
terhadap penyembuhan berbagai penyakit. Selain itu, efek samping yang
ditimbulkan juga lebih kecil. Tumbuhan obat sudah sejak lama dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan
kesehatan (rehabilitative), pencegahan penyakit (preventif), dan penyembuhan
penyakit (kuratif). Ramuan obat bahan alam hampir dimiliki oleh setiap suku
bangsa di Indonesia dan digunakan secara turun temurun sebagai obat. Hal
tersebut memicu peneliti untuk melakukan penelitian di bidang biofarmaka,
yaitu mengenai obat -obatan alami yang berasal dari tumbuhan.
Indonesia yang beriklim tropis merupakan Negara

dengan

keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia


memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari
jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia. Obat bahan alam
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat pesat
perkembangannya, dengan demikian diperlukan suatu standarisasi baik pada
bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak atau sediaan galenik
sehingga produk-produk herbal tersebut dapat terjaga kualitas dan khasiatnya.
Untuk menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan
memenuhi standar minimal maka harus ada penetapan standar dari hulu ke
hilir. Kita haruslah memperhatikan dari mana tumbuhan itu berasal,
bagaimanakan cara panennya, dan bagaimana proses selanjutnya.
Praktikum Standarisasi Bahan Obat Alam bertujuan untuk mengetahui
Standarisasi Bahan Obat Alam. Melalui praktikum ini diharapkan mahasiswa
mampu mempelajari dan mendalami proses standarisasi sehingga mahasiswa
mampu menerapkan ilmu teori di bangku perkuliahan dengan praktik secara
langsung.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada laporan praktikum ini yaitu:
1. Bagaimana proses pengambilan sampel tanaman yang akan dstandarisasi ?
2. Tuliskan klasifikasi tanaman yang akan di standarisasi ?
3. Apa tujuan dilakukannya penanganan pada pasca panen?
4. Hal-hal apa yang harus dilakukan pada tahap pasca panen pada tanaman
yang akan di standarisasi?
5. Bagaiman proses ekstraksi pada sampel lengkuas, merica, dan daun salam?
6. Bagaimana cara pembuatan herbarium menggunakan sampel lengkuas,
merica dan daun salam?
7. Bagaimana cara melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik
maupun mikroskopik dan mengetahui ciri khas masing-masing simplisia
tersebut?
8. Bagaimana cara penetapan parameter non spesifik (susut pengeringan,
kadar air, dan kadar abu ) pada masing-masing sampel uji?
9. Bagaimana cara melakukan skrining fitokimia dan apa saja kandungan
kimia yang terdapat pada daun salam, merica dan lengkuas ?
10. Bagaimana cara pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis (KLT)?
11. Bagaimana proses analisis kualitatif ?
12. Bagaimana proses analisis kuantitatif menggunakan spektro ?
C. TUJUAN
Tujuan masalah pada laporan praktikum ini yaitu:
1. Menjelaskan proses pengambilan sampel tanaman yang akan dstandarisasi
2. Menjelaskan klasifikasi tanaman yang akan di standarisasi
3. Menjelaskan tujuan dilakukannya penanganan pada pasca panen
4. Menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan pada tahap pasca panen pada
tanaman yang akan di standarisasi
5. Menjelaskan proses ekstraksi pada sampel lengkuas, merica, dan daun
salam
6. Menjelaskan cara pembuatan herbarium menggunakan sampel lengkuas,
merica dan daun salam
7. Menjelaskan cara melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik
maupun mikroskopik dan mengetahui ciri khas masing-masing simplisia
tersebut.
8. Menjelaskan hasil penetapan parameter non spesifik (susut pengeringan,
kadar air, dan kadar abu ) pada masing-masing sampel uji

9. Menjelaskan cara melakukan skrining fitokimia dan apa saja kandungan


kimia yang terdapat pada daun salam, merica dan lengkuas
10. Menjelaskan cara pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi
lapis tipis (KLT)
11. Menjelaskan bagaimana proses analisis kualitatif
12. Menjelaskan bagaimana proses analisis kuantitatif menggunakan spektro

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah
dilakukan oleh nenek moyang sejak bertahun-tahun yang lalu. WHO
merekomendasi penggunaan obat tradisional untuk memelihara kesehatan,
mencegah dan mengobati penyakit. Secara umum, penggunaan obat tradisional
dinilai lebih aman daripada obat kimia karena efek samping oba tradisional
DnergyDe lebih sedikit jika digunakan secara tepat. Kandungan senyawa di dalam

ekstrak yang dapat tertarik oleh pelarut saat proses ekstraksi, diduga berperan
dalam berbagai aktivitas farmakologi tersebut. Pemilihan pelarut yang sesuai
merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan adalah
pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder yang diinginkan
dalam simplisia (Bolanle, A.O., dkk. 2014).
Tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional apabila tanaman
tersebut mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologis (zat
bioaktif). Senyawa aktif itu merupakan metabolit sekunder yang meliputi alkaloid,
flavonoid, terpenoid, tannin dan saponin. Kandungan senyawa metabolit sekunder
dalam suatu tanaman dapat diketahui dengan suatu metode pendekatan yang dapat
memberikan informasi adanya senyawa metabolit sekunder. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah metode skrining fitokimia (Ditjen POM, 1979).
Obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan masih digunakan
pada taraf tertentu pada Dnergy seluruh masyarakat dunia, terutama di Cina dan
India. Hal ini dimungkinkan karena tumbuh-tumbuhan mengandung ribuan
senyawa kimia, sedikit diantaranya bermanfaat dan kebanyakan yang belum
diketahui. Senyawa tersebut dapat berfungsi secara mandiri atau bersama-sama
dengan senyawa lain untuk menimbulkan efek secara fisiologis dan psikologis
terhadap manusia, sehingga untuk penggunaan obat tradisional lebih lanjut,
diperlukan penelitian dan pengembangan dengan tahapan yang jelas dan
sistematis (Bawa, 2009).
Daun salam (Syzygiumpolyanthum Wight) oleh masyarakat Indonesia
biasa digunakan sebagai pelengkap bumbu dan obat. Sebagai pelengkap masakan,
daun salam yang digunakan terlebih dahulu dikeringkan, secara tidak sadar
masyarakat telah menggunakan ekstrak kandungan daun salam dalam
masakannya. Dalam pengobatan daun salam digunakan untuk pengobatan
kolesterol tinggi, kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit maag, dan diare.
Berdasarkan pemikiran bahwa daun salam merupakan bahan alami yang telah
lama digunakan sebagai bahan pelengkap masakan (Nurwijayanti., dkk. 2013).
Daun salam (Eugenia polyantha) merupakan salah satu bumbu dapur atau
rempah-rempah.Daun salam mengandung saponin, triterpen, flavonoid, Dnergy,

dan alkaloid, sedangkan minyak atsiri dalam daun salam terdiri dari seskuiterpen,
lakton dan fenol (Retno dan Dewanti. 2015).
Secara tradisional masyarakat Indonesia telah memanfaatkan berbagai
tanaman untuk mengobati diare, salah satu tanaman tersebut adalah daun salam.
Daun salam mungkin dapat meredakan diare karena memiliki efek antimikroba.
Daun salam memiliki komponen kimia: flavonoid, minyak atsiri dan Dnergy
(Dewanti, 2011).
Di Indonesia dikenal bermacam-macam lengkuas, yaitu lengkuas merah,
lengkuas putih, dan lengkuas dengan warna antara merah dan putih. Lengkuas
putih biasa digunakan untuk bumbu dalam masakan, sedangkan lengkuas merah
dimanfaatkan sebagai obat. Secara farmakologis ekstrak lengkuas diketahui
mempunyai aktivitas anti-kapang, anti-khamir, anti-kanker, anti-tumor, dan
antioksidan. Aktivitas antimikroba lengkuas merah (A. purpurata K. Schum)
dilaporkan lebih tinggi dari lengkuas putih (A. DnergyDe L. Willd.), baik
terhadap bakteri (E. coli, S. typhimurium, V. choleare, P. aeruginosa, L.
monocytogenes, S. aureus, dan B. cereus) maupun kapang (A. flavus dan R.
oligosporus). Kegunaan minyak esensial lengkuas merah untuk pengawetan
makanan belum banyak diinformasikan (Rialita T., dkk. 2015).
Lengkuas (Alpinia DnergyDe) merupakan salah satu tanaman yang sering
digunakan untuk terapi kanker. Lengkuas mengandung berbagai bahan aktif, salah
satunya 1 acetoxy chavicol acetate (ACA), yang berkhasiat sebagai antikanker
melalui kerjanya sebagai antiinflamasi, menginduksi apoptosis dan menghambat
aktivitas proliferasi. Benzo(a)pyrene (BaP) adalah anggota Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon (PAH) bercincin lima yang merupakan kelompok senyawa DnergyD
yang bersifat DnergyDen dan karsinogenik (Liangan R., dkk. 2015).
Bagian dari tanaman lengkuas yang sering digunakan sebagai obat adalah
rimpangnya. Rimpang lengkuas secara tradisional digunakan untuk mengobati
penyakit seperti : diare, disentri, panu, kudis, bercak-bercak kulit dan tahi lalat,
menghilangkan bau mulut, dan sebagai obat kuat (Parwata, 2008).
Tanaman lada (merica) merupakan tanaman berkayu yang memanjat,
panjang sampai 15 m, kulit batang berwarna hijau tua, berakar pada buku-

bukunya. Buah buni, bulat atau agak elip, buah muda berwarna hijau tua
kemudiaan menjadi merah dan akhirnya hitam. Lada (piper alba) merupakan salah
satu jenis rempah yang telah lama digunakan sebagai ramuan obat tradisional
dalam Dnergy pengobatan india kuno Ayurveda. Kandungan kimianya,
mengandung bahan aktif alkaloid piperin yang berkhasiat sebagai analgesic,
antipiretik, anti-inflamasi, serta memperlancar proses pencernaan. Menurut
kepercayaan India Kuno, zat pedas (piperin) pada lada juga berfungsi sebagai
afrodisiak (Mulida D R, dkk . 2015).
Tanaman merica hitam berupa tanaman yang memanjat, dengan akar
pelekat, batang 5-15 m. Daun berseling atau tersebar, bertangkai, dengan daun
penumpu yang mudah gugur dan meninggalkan berkas yang berupa suatu
lingkaran. Helaian daun bulat telur, memanjang dengan ujung meruncing, 5-15 cm
x 8-20 cm, pada sisi buah pada kelenjar-kelenjar yang tenggelam. Bulir
terpisahpisah, bergantungan terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun.
Daun pelindung memanjang, 4-5 mm panjang. Buah berupa buah buni, bangun
bulat (Amalina, 2008).
Peranan SOP pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih
bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas
bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor cara panen, proses pasca panen
dan lain-lain. Melalui GAP, yang merupakan tahapan menuju bahan baku
terstandar, varias mutu yang besar dalam tanaman dikurangi melalui modifikasi
teknologi dan fitofarmasi sehingga mutu produk lebih stabil. Kandungan kimia
yang merupakan metabolit sekunder, digunakan sebagai standar petanda (marker).
Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tiga DnergyDe seperti produk
kefarmasian lainnya, yaitu Quality Safety Efficacy (Mutu Aman Khasiat). Bahan
baku yang sudah ditangani sesuai SOP pasca panen akan memenuhi standarisasi,
mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam
setiap sediaan minuman fungsional. Dengan standarisasi ini, diharapkan ada
korelasi kuat antara dosis dan efek obat dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan
SOP penanganan pasca panen dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan
pengembangan usaha tani tanaman obat ini, agar Dnergy manfaat sebesar-

besarnya kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat khususnya di


daerah sentra produksi (Januwati, 2011).
Tahapan penanganan pasca panen meliputi tahap yang sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, pengepakan dan penyimpanan, dan
penyimpanan harus teratur, rapi, untuk mencegah resiko tercemar atau saling
mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan,
dan pemeliharaannya. Simplisia yang disimpan harus diberi label yang
mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya.
Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (First in-First out = FIFO).
(Emilan, 2011).
Ekstrak dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu ekstrak kasar dan ekstrak
murni. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari
dengan menggunakan pelarut DnergyD, sedangkan ekstrak murni adalah ekstrak
kasar yang telah dimurnikan dari senyawasenyawa inert melalui proses
penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau adsorben (Wijesekera,
1991). Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau komponen
kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai contoh
kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah dimurnikan senyawa
aktif akan meningkat menjadi 60 % (Wijesekera, 1991). Dengan demikian, untuk
mendapatkan produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif yang tinggi
diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dari ekstrak kasar (Hernani, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak antara lain, kualitas bahan
baku yang digunakan, jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi,
metode ekstraksi yang digunakan (maserasi statis atau dinamis, perkolasi,
reperkolasi dan ekstraksi arus balik), ukuran partikel bahan, suhu proses ekstraksi,
Ph ekstrak dan metoda pemurniannya (Hernani, 2007).
Herbarium adalah pembelajaran yang merupakan material tumbuhan yang
telah diawetkan dalam metode tertentu. Herbarium merupakan suatu DnergyDe
(contoh) dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui
metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi dengan data-data mengenai

tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi, morfologi, ekologi, maupun


geografinya. Selain itu dalam herbarium juga memuat waktu dan nama
pengkoleksi (Ayu G Pt., dkk. 2014).
Herbarium yang dibuat dikhususkan pada tumbuhan-tumbuhan yang
spesifik dan DnergyD saja, berjumlah pada masing-masing tumbuhan. Pembuatan
herbarium akan dilakukan pada bagian terakhir dari penelitian ini yaitu setelah
wawancara dan informasi tumbuhan obat didapatkan. Hal ini dikarenakan untuk
menjaga koleksi tumbuhan tetap dalam keadaan baik untuk dilanjutkan pada
proses

herbarium

selanjutnya.

Penyajian

Data.

Data

yang

diperoleh

dideskripsikan, teknik observasi dan wawancara disajikan dalam bentuk tabel dan
gambar. Teknik observasi dilakukan untuk mengeta-hui tumbuhan apa saja yang
dimanfaatkan

penduduk. Teknik

wawancara

digunakan

untuk menggali

pengetahuan umum penduduk tentang pemanfaatan dari sampel sebagai obat


tradisional (Sarno, dkk . 2013).
Uji mikroskopik dilakukan

dengan

mikroskopik

yang

derajat

perbesarannya disesuaikan denga keperluan. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak


hanya dapt dilakukan melihat bentuk anatomi jaringan yang khas, tetapi dapat
pula menggunakan uji histokimia dengan penambahan pereaksi tertentu pada
serbuk sediaan jamu uji, dan zat kandungan simplisia uji akan memebrikan warna
spesifik, sehingga mudah di deteksi. Pemeriksaan anatomi serbuk dari suatu
simplisia memiliki karakteristik tersendiri, dan merupakan pemeriksaan spesifik
suatu simplisia atau penyusun jamu. Sebelum melakukan pemeriksaan
mikroskopik harus di pahami bahwa masing-masing jaringan tanaman berbeda
bentuknya. ( Egon,1985)
Banyak peralatan mikroskop DnergyDe walaupun sudah berupa citra
digital tetapi belum seluruhnya dilengkapi perangkat penunjang untuk melakukan
pengolahan dan analisis citra secara kuantitatif. Umumnya analisis dilakukan
secara visual dan pengukuran dilakukan secara manual. Perkembangan metoda
matematika baik untuk analisis bentuk maupun untuk pengenalan pola,
memungkinkan dapat dilakukan analisis citra mikroskopik secara otomatis
menggunakan computer (Ardisasmita, 2000).

10

Suatu simplisia tidak dapat dikatakan bermutu jika tidak memenuhi


persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia. Persyaratan mutu yang
tertera dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan, kadar abu total,
kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan
kandungan kimia simplisia meliputi kadar minyak atsiri dan kadar kurkuminoid.
Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan tujuan
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (Barokati dan Nina, 2013).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu
suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut. Berbagai
mineral di dalam bahan ada di dalam abu pada saat bahan dibakar. Kadar abu
merupakan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral merupakan zat
anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan lain-lain. Kandungan abu
pada suatu bahan pangan juga merupakan residu bahan anorganik yang tersisa
setelah bahan DnergyD dalam makanan didestruksi (Fahmi. Dkk, 2014).
Penentuan parameter non spesifik ekstrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas. Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada
di dalam bahan, yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
besarnya kandungan air dalam bahan. Parameter kadar abu merupakan bahan yang
dipanaskan dalam DnergyDentD tertentu dimana senyawa DnergyD dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal Dnergy mineral dan
anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Guntarti, dkk., 2015).
Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui keberadaan suatu senyawa dalam suatu ekstrak tanaman seperti
senyawa alkaloid, flavonoid, sterol dan steroid, saponin dan Dnergy. Adanya
fitokimia dalam suatu tanaman menunjukkan dapat digunakan sebagai obat.
Mereka dikenal untuk menunjukkan kedua kegiatan obat serta untuk kegiatan
fisiologis (Ditjen POM, 1995).
Skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak memiliki konstituen yang
sama seperti simplisia. Ini berarti bahwa maserasi dapat mengekstraksi semua

11

metabolit sekunder dalam simplisia. Metabolit sekunder dalam simplisia dan


ekstrak antara lain alkaloid, senyawa fenolik, saponin, kuinon, dan flavonoid.
Semua fraksi masih mengandung alkaloid, senyawa fenolik, dan flavonoid.
Sementara, ekstraksi cair cair berhasil memisahkan senyawa saponin dan kuinon
dalam fraksi etil asetat serta kuinon dalam fraksi air (Saptarini, N. M., dkk. 2013).
Istilah kromatografi berasal dari bahasa Latin chroma berarti warna dan
graphien berarti menulis.Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael
Tswest (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tswest dalam
percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain
dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat (CaCO3)
yang diisikan ke dalam kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan
itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium
karbonat (CaCO3), kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa
pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan
komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Bintang, Maria,2010).
Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari
berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam Dnergy
yang terdiri dari fase diam dan fase gerak. Semua pemisahan pada kromatografi
tergantung pada gerakan DnergyDe dari masing-masing komponen diantara kedua
fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan lebih lemah oleh fase diam
akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang satu dengan lainnya
disebabakan oleh perbedaan dalam DnergyD, partisi, kelarputan atau penguapan
diantara kedua fase (Hendayana, sumar, 2010).
Kromatografi lapis tipis mirip dengan kromatogafi lapis tipis (KLT).
Bedanya lapis tipis (KLT) digantikan lembaran kaca atau DnergyD yang dilapisi
dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, Dnergy gel, selulosa atau materi
lainnya. Kromatografi lapis tipis bersifat boleh ulang (reprodusibel) dari pada
kromatografi lapis tipis (KLT) (Khopkar, S.M, 2010).
Penentuan harga Rf pada KLT sama dengan pada kromatografi lapis tipis
(KLT). Harga Rf dapatdigunakan untuk identifikasi kualitatif. Untuk tujuan
penentuan kadar, bercak komponen dapat dikerok lalu dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai untuk dianalisa dengan metode lain yang tepat. Aplikasi KLT sangat

12

luas, termasuk dalam bidang DnergyD dan anorganik. Kebanyakan senyawa yang
dapat dipisahkan bersifat hidrofob seperti lipida dan hidrokarbon dimana sukar
bila dikerjakan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). KLT juga penting untuk
pemeriksaan identitas dan kemurnian senyawa obat, kosmetika, tinta, formulasi
pewarna dan bahan makanan (Underwood dan Day, 1999).
Dalam analisis kimia dikenal berbagai macam cara untuk mengetahui data
kualitatif dan kuantitatif baik yang menggunakan suatu peralatan optic
(DnergyDent) ataupun dengan cara basah. Alat DnergyDent biasanya
dipergunakan untuk menentukan suatu zat berkadar rendah, biasanya dalam
satuan ppm (part per million) atau ppb (part per billion) (Triyati,1985).
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang
didasarkan pada adanya serapan sinar pada daerah sinar tampak (Visibel) dari
suatu senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memiliki
kemampuan menyerap pada daerah tampak. Untuk melakukan analisis senyawa
dalam daerah sinar tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila
cahaya monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It).
Aplikasi rumus tersebut dalam pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara
komparatif menggunakan kurva kalibrasi dari hubungan konsentrasi deret larutan
standar dengan nilai absorbansinya. Konsentrasi cuplikan ditentukan dengan
substitusi nilai absorbansi cuplikan ke dalam persamaan regresi dari kurva
kalibrasi (Yanlinastuti et al, 20011).
Cahaya adalah suatu bentuk Dnergy radiasi yang mempunyai sifat sebagai
gelombang dan partikel. Sifatnya sebagai gelombang dapat dilihat dengan
terjadinya pembiasan dan pemantulan cahaya oleh suatu medium, sedangkan
sifatnya sebagai partikel dapat dilihat dengan terjadinya efek foto listrik (Triyati,
1985).

13

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil dari laporan praktikum ini yaitu:
1. Nama sampel
: Merica (Piper alba L.)
Lokasi pengambilan : Didesa Langgomea kelurahan Waepai kabupaten
konawe
Waktu pengambilan
Klasifikasi

: Rabu, 14 oktober 205, pukul 15 ; 40 WITA

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Classis

: Dicotyledoneae

Ordo

: Piperales

Familia

: Piperaceae

Genus

: Piper

Species

: Piper alba L.

2. Nama sampel
: Alpinia galangal (L.)
Lokasi pengambilan : Didesa Langgomea kelurahan Waepai kabupaten
konawe
Waktu pengambilan : Rabu, 14 oktober 205, pukul 15 ; 40 WITA
Klasifikasi
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermathophyta
Sub Divisi
: Angiospermae

14

Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Alpinia
Spesies
: Alpinia galangal (L.)
3. Nama sampel
: Alpinia galangal (L.)
Lokasi pengambilan : Didesa Langgomea kelurahan Waepai kabupaten
konawe
Waktu pengambilan : Rabu, 14 oktober 205, pukul 15 ; 40 WITA
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Spesies

: Syzygium polyanthum

Tabel 1. tahapan pasca panen


1

Sortasi basah

Pencucian

15

Perajangan

Pengeringan

Sortasi kering

Penyimpanan

16

Tabel proses ekstraksi


1.

Penimbangan bahan

Penyimpanan serbuk simplisia


kedalam toples

Proses pengenceran
96% menjadi 70%

17

etanol

Pencampuran
etanol

simplisia

dan

Didiamkan selama 3x 24 jam

Tabel 3. proses pembuatan herbarium


1

Alat dan bahan yang


digunakan

18

Penempelan tanaman
Herbarium sebelum
dikeringkan dioven

Pemepakan tanaman yang


akan dijadikan Herbarium

Penempelan tanaman
Herbarium yang telah

19

dikeringkan dioven

Tabel 4. Pengamatan Makroskopik


Simplisia

Daun Salam
(Syzygium polyantum)

Merica (Piper albi)

Lengkuas (Alpniae
galangae)

Gambar

Organoleptis

Pemerian

20

Warna
coklat Bau khas, rasa pedas, Berwarna
coklat
kehijauan, rasa kelat, warna kecoklatan.
muda, berbau khas,
bau khas aromatik.
rasa pedas, agak
berserat-serat.
Berupa daun warna Berupa
bulatan, Bentuk
berupa
kecoklatan,
bau permukaan halus.
potongan
aromatik lemah, rasa
memanjang, warna
kelat. Daun tunggal
coklat
kemerahan,
bertangkai
pendek,
bau khas, rasa agak
panjang tangkai daun
pedas.
Potongan
5-10 mm. Helai daun
memanjang 4-6 cm,

berbentuk
jorong
memanjang, panjang
7-15 cm, lebar 5-10
cm.
Ujung
dan
pangkal
daun
meruncing
,
tepi
merata,
permukaan
atas berwarna cokelat
kehijauan,
licin,
mengkilat, permukaan
bawah
berwarna
coklat tua, tulang daun
menyirip,
serta
menonjok
pada
permukaan
bawah,
tulang cabang halus.

tebal 1-2 cm. Warna


permukaan
coklat
kemerahan, kadangkadang
bercabang,
ujung
bengkok,
terdapat
bentuk
cincin
horizontal
yang berwarna putih
dan bidak beraburan
pada
permukaan
rimpang,
berbutirbutir
kasar
dan
berwarna coklat.

Pengamatan Mikroskopik
3

4
1

Ket. 1. Lengkuas, 2. Merica, 3. Daun Salam, 4. KacaPreparat

21

Tabel 5. Pengamatan Mikroskopik dari masing-masing simplisia sebagai berikut:


a. Daun Salam (Syzygium polyantum)
No

Keterangan

1.

Berkas Pembuluh

2.

Berkas Pengangkut

3.

Epidermis atas

22

Pemeriksaan Mikroskopik

4.

Stomata

b. Lengkuas (Alpniae galangae)


No

Keterangan

1.

Amilum

2.

Parenkim idioblas

23

Pemeriksaan Mikroskopik

3.

Korteks

4.

Serabut Sklernkim

c. Merica (Piper albi)


No
1.

24

Keterangan
Berkas Pembuluh

Pemeriksaan Mikroskopik

2.

3.

Berkas Pengangkut

Stomata

1. Gambar
Penetapan Kadar Air

Sampel ekstrak daun salam,


ekstrak lengkuas, dan ekstrak merica

25

Penimbangan cawan kosong

Penimbangan sampel dalam cawan

Cawan berisi sampel


dimasukkan dalam oven

cawan berisi sampel dimasukkan dalam desikator


2. Perhitungan
Susut pengeringan (sampel lengkuas, daun salam, dan merica)
Dik : Berat basah sampel lengkuas
= 500 gram
Berat basah sampel daun salam
= 500 gram
Berat basah sampel merica
= 500 gram
Berat kering sampel lengkuas
= 200 gram
Berat kering sampel daun salam
= 200 gram
Berat kering sampel merica
= 200 gram
Dit : susut pengeringan = ?
Berat sampel basahBerat sampel kering
Penyelesaian:
x 100 %
Berat sampel basah

26

500 gram200 gram


500 gram

300 gram
500 gram

Penetapan kadar air


- Sampel Daun Salam

x 100 %

x 100 % = 60 %

Dik : Berat cawan kosong


= 124,3 gram
Berat cawan + sampel sebelum pemanasan = 129,3 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan I = 128, 5 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan II = 128, 9 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan III = 128, 9 gram
Dit : kadar air = ?

Penyelesaian :
Kadar air =
x 100 %

( Berat cawan+ sampel setelah pengeringan )Berat cawankosong


Berat cawan+ sampel sebelum pengeringan

128, 9 gram124,3 gram


129,3 gram

4,6 gram
129,3 gram

x 100 %

x 100 % = 3,55 %

Sampel Lengkuas
Dik : Berat cawan kosong
= 57,4gram
Berat cawan + sampel sebelum pemanasan = 61,4 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan I = 60,2 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan II = 60,1 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan III = 60,1 gram
Dit : kadar air = ?
Penyelesaian :
Kadar air =

( Berat cawan+ sampel setelah pengeringan )Berat cawankosong


Berat cawan+ sampel sebelum pengeringan
x 100 %
60,1 gram 57,4 gram
=
61,4 gram
-

x 100 %

= 4,39 %
Sampel Merica
Dik : Berat cawan kosong
= 44,1 gram
Berat cawan + sampel sebelum pemanasan = 47,1 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan I = 45,2 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan II = 45,1 gram
Berat cawan + sampel setelah pemanasan III = 45,1 gram
Dit : kadar air = ?
Penyelesaian :
27

Kadar air =

( Berat cawan+ sampel setelah pengeringan )Berat cawankosong


Berat cawan+ sampel sebelum pengeringan
x 100 %
45,1 gram 44,1 gram
=
47,1 gram

x 100 %

= 2,12 %
Penetapan Kadar Abu
- Sampel Daun Salam
Dik : Berat ekstrak
= 2 gram
Berat kurs
= 25,3 gram
Berat abu + kurs = 25,9 gram
Dit : kadar abu = ..?
Penyelesaian :
( Berat kurs+ abu )Berat kurs
Kadar abu =
Berat ekstrak

25,9 gram 25,3 gram


2 gram

0,6 gram
2 gram

x 100 %

x 100 % = 30 %

Sampel Lengkuas
Dik : Berat ekstrak
= 2 gram
Berat kurs
= 25,3 gram
Berat abu + kurs = 25,6 gram
Dit : kadar abu = ..?
Penyelesaian :
( Berat kurs+ abu )Berat kurs
Kadar abu =
Berat ekstrak
=

25,6 gram 25,3 gram


2 gram

0,3 gram
2 gram

x 100 %

x 100 %

x 100 % = 15 %

Sampel Merica
Dik : Berat ekstrak
= 1 gram
Berat kurs
= 25,58 gram
Berat abu + kurs = 25,7 gram
Dit : kadar abu = ..?
Penyelesaian :
28

x 100 %

Kadar abu =

( Berat kurs+ abu )Berat kurs


Berat ekstrak

25,7 gram 25,58 gram


1 gram

0,12 gram
1 gram

x 100 %

x 100 %

x 100 % = 12 %

Tabel 6. Uji skrining fitokimia


No.
Perlakuan
1. Uji Alkaloid
Ekstrak + HCl 2 % + 2
tetes pereaksi dragendrof

Gambar

Hasil

(Lengkuas)

Endapan jingga
(+mengandung
alkaloid)
(Merica)

(Daun Salam)

29

2.

Uji Flavonoid
Ekstrak + HCl pekat
kemudian diamati di
bawah sinar UV

(Lengkuas)

Warna Hijau/Biru
(+ mengandung
flavonoid)

(merica)

(Daun Salam)
3.

Uji Terpenoid
Ekstrak + Kloroform + 3
tetes pereaksi liebermanbuchard

Coklat
kemerahan
(+mengandung
terpenoid)

(Lengkuas)

(Merica)

30

(Daun Salam)
4.

Uji Saponin
Ekstrak + akuades
kemudian digojog

(Lengkuas)

Terdapat buih
(+mengandung
saponin)
(Merica)

(Daun Salam)
5.

Uji Tanin
Ekstrak + FeCl3 0,5 M

31

Hijau kehitaman
(+mengandung
tanin)

(Lengkuas)

(Merica)

(Daun Salam)
Profil KLT

Proses penotolan

Kurva Analisis Kuersetin

32

Hasil yang diperoleh

A B S
1 .0
0 .9
0 .8
0 .7
0 .6
0 .5
0 .4
0 .3
0 .2
0 .1
0 .0

ppm
0 .0

0 .5

1 .0

1 .5

2 .0

2 .5

3 .0

3 .5

4 .0

4 .5

5 .0

5 .5

6 .0

S td . C a l. P a ra m e te rs
K 1:

1 5 3 .4 8 4 1

K 0:

-5 . 2 8 9 3

R :

0 .9 9 1 1

R 2:

0 .9 8 2 3

Kurva Baku Kuersetin


5
f(x) = 153.48x - 5.29
R = 0.98

Konsentrasi
0
0.04

0.05

0.05

0.06

0.06

0.07

Absorbansi

Dik

: persamaan
= y = 153,4x - 5,289
absorbansi sampel (y)
= 1,8906
Dit
: konsentrasi sampel = ....?
Penyelesaian : persamaan
= y = 153,4x - 5,289
Subtitusi nilai y,menjadi
1,8906 = 153,4x - 5,289
153,4x = 1,8906 + 5,289
153,4x = 7,1796
7,1796
x = 153,4 = 0,046 ppm dalam 10 mL

Kurva Analisis Kurkumin

33

A B S

1 .5

1 .0

0 .5

0 .0

ppm
0 .0

0 .5

1 .0

1 .5

2 .0

2 .5

3 .0

3 .5

4 .0

4 .5

5 .0

S td . C a l. P a ra m e te rs
K 1:

2 9 .3 3 6 9

K 0:

-1 . 7 7 2 2

R :

0 .9 9 8 6

R 2:

0 .9 9 7 2

Kurva Baku Kurkumin


5
Konsentrasi

f(x) = 29.34x - 1.77


R = 1
0
0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.22
Absorbansi

Dik

: persamaan
= y = 29,33x - 1,772
absorbansi sampel (y) = 0,8221
Dit
: konsentrasi sampel = ....?
Penyelesaian : persamaan
= y = 29,33x - 1,772
Subtitusi nilai y,menjadi
0,8221 = 29,33x - 1,772
29,33x = 0,8221 + 1,772
29,33x = 2,5941
2,5941
x = 29,33 = 0,088 ppm dalam 10 mL
Kurva Analisis Piperin

34

A B S

2 .0

1 .5

1 .0

0 .5

0 .0
ppm
0 .0

0 .5

1 .0

1 .5

2 .0

2 .5

3 .0

3 .5

4 .0

4 .5

5 .0

5 .5

6 .0

S td . C a l. P a ra m e te rs
K 1:

5 2 .4 3 3 0

K 0:

-2 . 8 4 6 9

R :

0 .9 9 9 9

R 2:

0 .9 9 9 9

Kurva Baku Piperin


5
Konsentrasi

f(x) = 52.43x - 2.85


R = 1
0
0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12 0.13 0.14
Absorbansi

Dik

: persamaan
= y = 52,43x - 2,846
absorbansi sampel (y) = 0,8386
Dit
: konsentrasi sampel = ....?
Penyelesaian : persamaan
= y = 52,43x - 2,846
Subtitusi nilai y,menjadi
0,8386 = 52,43x - 2,846
52,43x = 0,8386 + 2,846
52,43x = 3,6846
3,6846
x = 52,43 = 0,070 ppm dalam 10 mL
B. PEMBAHASAN
Pengambilan sampel merupakan tahap awal yang dilakukan dalam suatu
proses standarisasi yang bertujuan agar mendapatkan dan mengetahui

35

karakterikstik dari tanaman tersebut, dimana tanaman tersebut dalam kondisi


baik dan sesuai/tepat untuk bahan baku yang akan distandarisasi.
Sampel yang digunakan ada 3 yaitu : merica, lengkuas dan daun salam.
Dalam hal ini pengambilan sampel ketiganya diambil dengan tempat yang
sama yaitu di desa langgomea kelurahan mepai kabupaten konawe.
Tanaman merica (Piper alba L.) memiliki khasiat sebagai bumbu dapur,
biasa digunakan sebagai obat sakit perut. Cara pemeliharaannya dilakukan
dengan pemberian pupuk selama 3 bulan sekali, dimana waktu panen tanaman
merica ini dua kali dalam setahun.cara pengambilannya hanya dengan cara
memetik langsung. Cara pengolahan dengan dua cara yaitu merendam dan
merebus. Perendaman dan merubus

menggunakan air biasa dan dalam

perendaman digunakan waktu biasa selama 2 minggu.


Tanaman lengkuas dan daun salam merupakan sampel yang digunakan
dalam praktikum standarisasi bahan obat alam, selain sebagai bumbu dapur
kedua tanaman ini digunakan sebagai obat contohnya pada lengkuas biasa
digunakan untuk pengobatan panu dan pada daun salam biasanya diogunakan
sebagai obat hipertensi d daerah yang kami dapat.
Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam
kondisi baik dan sesuai/tepat untuk bahan baku yang akan distandarisasi. Halhal yang dilakukan setelah pemanenan pada lengkuas, merica, dan daun
salam: sortasi basah, tanaman yang sudah dipanen dipisahkan dari bendabenda asing, tanah, pasir, dan bagian-bagian tanaman yang rusak. Selanjutnya
pencucian, rimpang yang telah di hilangkan batang, daun dan akarnya tersebut
kemudian di bawa ke tempat pencucian. Rimpang direndam di dalam bak
pencucian selama 2-3 jam. Selanjutnya rimpang di cuci sambil disortasi.
Setelah bersih, rimpang segera di tiriskan dalam rak-rak peniris selama satu
hari. Penirisan sebaiknya di lakukan dalam ruangan atau ditempat yang tidak
terkena sinar matahari langsung. Tanaman kedua yaitu merica sebelum dicuci
merica terlebih dahulu dipisahkan dari tangkainya kemudian merica harus
dicuci di dalam air yang bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel,
serangga atau kontaminan lainnya yang mungkin ada begitu pula perlakuan

36

pada daun salam. Pencucian lengkuas, merica dan daun salam di lakukan
didalam air yang mengalir dan bersih.
Perajangan (lengkuas). Perajangan tujuannya untuk mempermudah
pengeringan rimpang lengkuas. Arah irisanya melintang agar sel-sel yang
mengandung minyak atsiri tidak pecah. Dan kadarnya tidak menurun akibat
penguapan. Tebal irisan rimpang antara 4-6 mm.
Pengeringan. Pengeringan rimpang lengkuas dengan cara dianginanginkan. Sedangkan pengeringan dengan mesin selain lebih cepat juga
hasilnya lebih berkualitas. Hal yang perlu di perhatikan dalam pengeringan
dengan mesin pengering ini adalah suhu pengeringan yang tepat. Untuk
rimpang lengkuas sebaiknya di gunakan suhu pengeringan antara 40-60 0C.
waktu yang dibutuhkan 3-4 hari. Sedangkan merica dikeringkan dengan alat
pengering pada temperature dibawah 600C, untuk mencegah kehilangan
minyak atsiri, dilakukan di lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan
debu, kotoran, binatang peliharaan dan/atau sumber-sumber lain yang dapat
menyebabkan kontaminasi. pastikan bahwa merica cukup kering, untuk
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh jamur atau bahan-bahan
kontaminan lainnya. Selanjutnya pengeringan daun salam yaitu dengan cara
diangin-anginkan pula. Pengeringan sampel dengan sinar matahari langsung
harus ditutupi dengan kain hitam agar kandungan kimia dan minyak atsiri
pada sampel tidak hilang dan menguap.
Sortasi kering dilakukan pada ketiga sampel yaitu lengkuas, merica dan
daun salam tujuannya yaitu untuk menghilangkan benda-benda asing dari
simplisia yang telah rusak/tidak layak pada proses pengeringan. Kemudian
ketiga sampel disimpan ditempat yang berbeda-beda agar tidak tercampur,
disimpan ditempat kering agar tidak mudah rusak dan ditumbuhi jamur.
Perlakuan lebih lanjut yaitu sampel/simplisia yang telah kering kemudian
diserbukan untuk diekstraksi, tujuan dari penyerbukan adalah untuk
memperbesar luas permukaan.
Tahap selanjunya yaitu Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa
kimia yang terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan
menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil

37

dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan bahan alam. Pada
prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik senyawa dengan
menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga tahapan proses pada waktu
ekstraksi yaitu: Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan pengembangan sel,
Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan sel, Difusi bahan
yang terekstraksi ke luar sel.
Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara solut dan
pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan umumnya tergantung pada
suhu, pH, ukuran partikel dan gerakan partikel. Prinsip yang utama adalah
yang berkaitan dengan kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam
pelarut polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar.
Pemilihan pelarut/cairan penyari yang baik harus mempertimbangkan
beberapa kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan
kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar,
selektif yakni hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak
mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan. Untuk
penyarian ini, Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari
adalah air, etanol, etanol-air atau eter.
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi simplisia lengkuas, merica dan
daun salam yaitu etanol 70%. Ketiga simplisia dimasukkan kedalam toples
lalu dimasukkan etanol 70% kemudian diaduk hingga homogen dan
didiamkan selama 3x24 jam dan setiap 1x24 jam pelarutnya diganti dan
dilakukan pengadukan. Residu dari proses maserasi kemudian dievaporasi
sampai didapatkan ekstrak kental.
Keuntungan cara penyarian dengan metode maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan sederhana dan

mudah diusahakan. Kerugiannya

adalah pengerjaannya lama dan penyariaannya kurang sempurna (dapat terjadi


kejenuhan cairan penyari sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas).
Pada metode maserasi ini, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan
konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya
derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan
larutan di luar sel.

38

Setelah dilakukan maserasi selanjunya sampel dievaporasi. Evaporasi


adalah proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam)
dalam suatu peralatan. Evaporasi didasarkan pada proses pendidihan secara
intensif yaitu: Pemberian panas ke dalam cairan, Pembentukan gelembunggelembung (bubbles) akibat uap, Pemisahan uap dari cairan, dan
Mengkondensasikan uapnya.
Praktikum selanjutnya pembuatan herbarium. Herbarium berasal dari kata
hortus dan botanicus artinya kebun botani yang dikeringkan. Herbarium
juga merupakan salah satu sumber pembelajaran yang penting dalam ilmu
biologi tumbuhan. Herbarium merupakan koleksi kering yang dibuat
berdasarkan prosedur-prosedur tertentu, memiliki kriteria-kriteria tersendiri
dan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan
melalui metode tertentu. Herbarium biasanya dilengkapi dengan data-data
mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data taksonomi, morfologi, ekologi,
maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium juga memuat waktu dan
nama pengkoleksi.
Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan takson tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut.
Herbarium juga dapat digunakan sebagai bahan penelitian untuk para ahli
bunga atau ahli taksonomi, untuk mendukung studi ilmiah lainnya seperti
survey ekologi, studi fitokimia, penghitungan kromosom, melakukan analisa
perbandingan biologi dan berperan dalam mengungkap kajian evolusi.
Kebermanfaatan herbarium yang sangat besar ini menuntut perawatan dan
pengelolaan spesimen harus dilakukan dengan baik dan benar.
Pembuatan herbarium atau awetan herbarium terbagi atas dua jenis yaitu
herbarium kering dan herbarium basah. Biasanya spesimen yang digunakan
dalam pembuatan herbarium kering adalah batang, ranting daun, daun dan
akar sedangkan pembuatan herbarium basah dari spesimen bunga dan akar
pada tumbuhan daun salam (Syzygiumpolyanthum Wight), lengkuas (Alpinia
galanga L. ), dan merica (Piper Alba).
Pembuatan herbarium kering spesimen dibersihkan kemudian dimasukkan
kedalam kantong plastik yang telah disediakan disemprotkan spiritus

39

keseluruh bagian spesimen yang bertujuan agar cendawan tidak dapat tumbuh
dalam spesimen, selanjutnya spesimen diangin-anginkan sebentar dan
dimasukkan kedalam lipatan kertas yang disediakan kemudian dipres dan
dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60-70oC selama 48 jam.
Spesimen yang sudah kering dilem diatas kertas karton. Pergunakan kertas
yang kaku dan kuat agar tidak cepat rusak biasanya dengan ukuran 29x43 cm.
selanjutnya proses pemberian label atau pelabelan biasanya berisi keteranganketerangan tentang tumbuhan tersebut pada bagian sudut kiri bawah dan sudut
kanan bawah kemudian identifikasi. Specimen herbarium yang telah diberi
label atau keterangan kemudian dapat disimpan diruangan herbarium.
Sebelum identifikasi dilakukan pengamatan terhadap cirri morfologi tanaman
berupa bentuk akar, tinggi tanaman, warna daun panjang dan lebar daun,
bentuk daun dan bunga yang kemudian dibuat deskripsi sedangkan untuk
pembuatan herbarium basah spesimen langsung direndam didalam spiritus
atau alkohol 70%.
Bila dibandingkan dengan literatur, pembuatan herbarium ditujukan
sebagai acuan perbandingan pada saat kiranya ditemukan spesies yang
menyerupai. Dalam proses pembuatan herbarium, larutan pengawet yang
digunakan harus sesuai dan spesimen yang akan diawetkan harus terbasahi
seluruh bagiannya agar awetan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama
dan menghindari kerusakan pada spesimen yang disebabkan jamur tidak akan
tumbuh pada habitat yang kering. Serta proses terakhir diberi keterangan
berupa label untuk memudahkan identifikasi tumbuhan tersebut. Terdapat
beberapa kelemahan pada herbarium yaitu spesimen mudah mengalami
kerusakan akibat perawatan yang kurang memadai maupun karena frekuensi
pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan pengecekan data secara
manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh beberapa orang, biaya
besar, tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak
jauh.
Uji makroskopik yaitu pemeriksaan awal dengan mengamati bentuk
organoleptik simplisia menggunakan panca indra dengan mendiskripsikan
bentuk, warna, bau, dan rasa kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya
40

(spesies). Sedangkan uji mikroskopik yaitu pemeriksaan simplisia dengan


melihat anatomi jaringan dari serbuk simplisia yang diamati di bawah
mikroskop.
Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan simplisia secara mikroskopik
dan mak6roskopik pada 3 serbuk simplisia yaitu serbuk daun salam, merica
dan lengkuas. Pemeriksaan secara mikroskopik dilakukan dengan melihat
anatomi jaringan dari serbuk simplisia yang ditetesi larutan akuades kemudian
dipanaskan di atas bunsen. Pemanasan dilakukan untuk membantu penguraian
polisakarida amilum menjadi glukosa. Kemudian pengamatan dilakukan di
bawah mikroskop dengan perbesaran lemah dan perbesaran kuat. Prinsip
mikroskop yaitu mengamati bentuk suatu senyawa dengan menggunakan
bantuan cahaya yang berasal dari lampu atau cahaya maupun dari cahaya
elektromagnetik. Sedangkan pemeriksaan secara makroskopik dilakukan
dengan melihat simplisia dan serbuk simplisia secara langsung dengan mata
telanjang, memperhatikan bentuk dari simplisia.
Pada pemeriksaan mikroskopik, yang diamati pada mikroskop yaitu
serbuk simplisia yang ditetesi akuades dan dipanaskan dengan Bunsen. Pada
serbuk daun salam yang diamati adalah berkas pembuluh, berkas pengangkut,
epidermis atas, dan stomata. Pada lengkuas yang diamati adalah amilum,
parenkimidioblas, korteks, dan serbuk sklerenkim. Sedangkan pada merica
yang diamati adalah berkas pembuluh, berkas pengangkut, dan stomata.
Sedangkan pada pemeriksaan makroskopik, simplisia diamati dengan mata
telanjang. Organoleptik pada daun salam yaitu warna coklat kehijauan, rasa
kelat, bau khas aromatik. Pada merica memiliki bau khas, rasa pedas, warna
kecoklatan. Sedangkan pada lengkuas berwarna coklat muda, berbau khas,
rasa pedas, agak berserat-serat.
Tentunya banyak simplisia yang memiliki perbedaan yang jelas jika
dibandingkan dengan simplisia yang lain. Hal ini disebabkan simplisia
tersebut memiliki ciri khas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan anatomi
dan morfologi. Namun ciri khas tersebut dapat pula tidak nampak karena
kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan penyimpnan simplisia yang
relatif lama.

41

Parameter yang ditetapkan dalam standarisasi ekstrak antara lain


parameter spesifik dan parameter non spesifik. Parameter non spesifik
diantaranya susuk pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut
dan residu pestisida. Sedangkan, parameter spesifik diantaranya identitas,
organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar serta profil
kromatografi.
Praktikum kali ini, kami melakukan penetapan parameter non spesifik
yaitu susut pengeringan, penetapan kadar air dan penetapan kadar abu. Sampel
yang digunakan adalah ekstrak daun salam, ekstrak lengkuas dan ekstrak
merica. Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang
dinyatakan sebagai nilai persen. Nilai susut pengeringan yang didapatkan dari
sampel lengkuas, daun salam, dan merica adalah 60 %. Penetapan kadar air
merupakan pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, yang
bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang besarnya
kandungan air dalam bahan. Pada pengukuran kadar air, dilakukan pemanasan
secara triplo atau tiga kali untuk mengetahui apakah beratnya sudah konstan.
Hasil dari penetapan kadar air adalah untuk sampel lengkuas yaitu 4,39 %,
sampel daun salam yaitu 3,55 %, dan sampel merica yaitu 2,12 %. Penetapan
kadar abu merupakan bahan yang dipanaskan dalam temperatur tertentu
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Hasil yang didapatkan pada penetapan kadar abu adalah
untuk sampel lengkuas yaitu 15 %, untuk sampel daun salam yaitu 30 %, dan
untuk sampel merica yaitu 12 %.
Hasil pengukuran diatas untuk penetapan kadar air sampel ekstrak
lengkuas, daun salam, dan merica sudah memenuhi syarat pada Farmakope
Herbal yaitu kadar airnya tidak lebih dari 10 % untuk sampel ekstrak
lengkuas, daun salam, dan merica. Untuk penentuan susut pengeringan belum
memenuhi syarat dimana menurut buku Farmakope Herbal, nilai susut
pengeringan pada ketiga sampel tersebut adalah tidak lebih dari 10 %. Untuk
42

penetapan kadar air, hasil yang didapatkan belum memenuhi syarat dimana
menurut buku Farmakope Herbal, nilai kadar abu untuk ekstrak lengkuas
adalah tidak lebih dari 3,9 5 dan untuk ekstrak daun salam adalah tidak lebih
dari 5,5 %.
Metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang disintesis oleh
beberapa organisme tertentu yang berfungsi sebagai nutrien darurat untuk
pertahanan hidup. Metabolit sekunder pada tumbuhan berperan dalam
kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-spesies lain berupa
zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen. Percobaan ini
dilakukan skrining fitokimia untuk mengidentifikasi keberadaan alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, dan terpenoid pada ekstrak tanaman.
Skrining fitokimia merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui keberadaan suatu senyawa dalam suatu ekstrak tanaman seperti
senyawa alkaloid, flavonoid, sterol dan steroid, saponin dan tanin. Adanya
fitokimia dalam suatu tanaman menunjukkan dapat digunakan sebagai obat.
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam yang bersifat basa
atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen)
dalam molekul senyawa tersebut dan dalam struktur lingkar heterosiklik atau
aromatis.

Alkaloid juga adalah suatu golongan senyawa organik yang

terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari


tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua
alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen. Uji alkaloid dilakukan
dengan penambahan 2 tetes HCL 2% dan 2 tetes pereaksi dragendrof. Hasil uji
dinyatakan positif bila dengan pereaksi dragendrof terbentuk endapan jingga.
Dan pada ekstrak daun salam, lengkuas dan merica setelah penambahan HCl
dan pereaksi dragendrof, terbentuk endapan jingga sehingga sampel
dinyatakan positif mengandung alkaloid.
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil
kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila
dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non gula (aglikon). Untuk
mengidentifikasi saponin dalam tumbuhan dilakukan dengan memasukkan
dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades. Kemudian didihkan selama 10

43

menit. Setelah dingin, ekstraknya dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai


dengan adanya busa. Timbulnya busa pada uji ini menunjukkan adanya
glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya. Dan pada ekstrak yang
digunakan mengandung saponin, karena setelah ditambahkan akuades dan
dilakukan pengocokan, sampel membentuk busa.
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat
dialam. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah,
ungu, biru, dan sebagian zat warna kunig dalam tumbuhan. Senyawa
flavonoid mengandung cincin aromatik yang tersusun dari 15 atom karbon
dengan inti dasar tersusun dalam konjungasi C6-C3-C6. Uji flavonoid
dilakukan dengan penambahan HCL pekat. Hasil uji dinyatakan positif bila
dengan HCl pekat terbentuk warna hijau kehitaman. Pada ekstrak yang kami
gunakan mengandung flavonoid.
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak
dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Uji terpenoid
dilakukan dengan penambahan kloroform dan 3 tetes pereaksi liebermanbuchard. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan kloroform dan pereaksi
lieberman-buchard terbentuk warna coklat kemerahan. Dan pada ekstrak daun
salam, merica dan lengkuas setelah penambahan kloroform dan pereaksi
lieberman-buchard, terbentuk warna coklat kemerahan sehingga sampel
dinyatakan positif mengandung terpenoid.
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin merupakan suatu senyawa
fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksil dan
beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk
kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul. Uji
tanin dilakukan dengan penambahan FeCl3 0,5 M. Hasil uji dinyatakan positif
bila dengan FeCl3 0,5 M terbentuk warna hijau kehitaman. Dan pada ekstrak
daun salam, lengkuas dan merica setelah penambahan FeCl 3, terbentuk warna
hijau kehitaman sehingga sampel dinyatakan positif mengandung tanin.

44

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan


kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Hampir setiap
campuran kimia, mulai dari bobot molekul rendah sampai tinggi, dapat
dipisahkan menjadi komponen-komponennya dengan beberapa metode
kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa teknik
kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada
sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki
fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase
gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal
atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak
akan bergerak lebih cepat. Pemisahan komponen suatu senyawa yang
dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat
penyerap dengan sifat daya serap masing-masing komponen. Pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silica, Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai, Eluent adalah
fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed)
untuk melewati fase diam (adsorbent). Cara yang digunakan untuk melihat
noda yang ada pada kromatogram, Melihat/mengamati secara visual
(langsung), Dengan menggunakan lampu UV (ultraviolet). Prinsip dari
kromatografi lapisan tipis yaitu jika sistemnya melibatkan zat cair sebagai fase
gerak dan zat padat sebagai fase diam maka prinsip pemisahannya adalah
adsorbsi. Tetapi, jika melibatkan cairan yang menutupi permukaan zat padat
sebagai fase diam dan fase geraknya tetap cairan, maka prinsip pemisahannya
adalah partisi.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna
dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Harga Rf dihitung sebagai
jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen
(fase gerak). Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase
45

diam. Karena itu Rf juga disebut factor referensi. Faktor-faktor yang


mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf, yakni struktur kimia dari senyawa yang sedang
dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. Perbedaan penyerap
akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga

Rf meskipun

menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat
diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama,
ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen,
tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. Tebal lapisan tidak dapat dilihat
pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan
akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang
kecil dari plat.
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan alat dengan teknik spektrofotometer
pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan guna mengukur
serapan sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk
larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis sebanding dengan jumlah sinar
yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut.
Prinsip kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen molekul
dengan radiasi elektromagnetik, yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan
meningkatkan energi potensi elektron pada tingkat aksitan. Apabila pada
molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada suatu
macam gugus maka akan terjadi suatu absorbsi yang merupakan garis
spektrum. Berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik (Io)
melalui suatu media maka sebagian cahaya tersebut diserap (Ia) sebagian
dipantulkan (Ir) dan sebagian lagi dipancarkan (It).
Hasil dari spektrofotometri uv-vis untuk sampel kuersetin pada panjang
gelombang 375 nm menunjukkan absorbansi 1,8906, pada kurkumin
menunjukkan absorbansi 0,8221, dan pada piperin menunjukkan absorbansi
0,8386. Pada perhitungan regresi y = ax + b didapatkan hasil pada kuersetin
mengandung 0,046 ppm dalam 10 mL, pada kurkumin mengandung sebesar
0,088 ppm dalam 10 mL dan pada piperin mengandung 0,070 ppm dalam 10
mL.

46

Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh dapat dikatakan bahwa dalam
setiap sampel yang telah dilarutkan pada senyawa marker sebanyak 10 mg
sampel dalam 10 ml larutan marker. Terdapat masing-masing pada kuersetin
0,046 ppm, kurkumin 0,088 ppm, dan piperin 0,070 ppm ketiga sampel ini
dilarutkan di dalam 10 mL.

BAB IV
KESIMPULAN
1. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan
menggunakan tangan yang biasanya langsung dipetik, pengambilan sampel ini
berada d desa langgomea kelurahmepai kabupaten konawe.
2. Klasifikasi dari ketiga tanaman tersebut berbeda dan senyawa yang
terkandung pada masing-masing tanaman berbeda.
3. Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi
baik dan sesuai/tepat untuk bahan baku yang akan distandarisasi.
4. Hal-hal yang harus dilakukan pada tahap pasca panen pada tanaman yang akan
di standarisasi yaitu: sortasi basah, pencucian, perajangan (pengubahan
bentuk), pengeringan, sortasi kering, dan penyimpanan.
5. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi simplisia lengkuas, merica dan daun
salam yaitu etanol 70%. Ketiga simplisia dimasukkan kedalam toples lalu
dimasukkan etanol 70% kemudian diaduk hingga homogen dan didiamkan
selama 3x24 jam dan setiap 1x24 jam pelarutnya diganti dan dilakukan
pengadukan. Residu dari proses maserasi kemudian dievaporasi sampai
didapatkan ekstrak kental.
6. Pembuatan herbarium terbagi menjadi dua herbarium kering dan herbarium
basah dimana pembuatan herbarium kering dengan cara menyemprotkan
spiritus/alkohol 70% pada spesimen sampai benar-benar basah secara
47

keseluruhan sedangkan herbarium basah dengan cara merendam bagianbagian specimen pada botol jam yang berisi alkohol 70%.
7. Pemeriksaan mikroskopik, yang diamati dibawah mikroskop pada serbuk daun
salam yang diamati adalah berkas pembuluh, berkas pengangkut, epidermis
atas,

dan

stomata,

pada

lengkuas

yang

diamati

adalah

amilum,

parenkimidioblas, korteks, dan serbuk sklerenkim, sedangkan pada merica


yang diamati adalah berkas pembuluh, berkas pengangkut, dan stomata. Pada
pemeriksaan makroskopik, simplisia diamati dengan mata telanjang.
Organoleptik pada daun salam yaitu warna coklat kehijauan, rasa kelat, bau
khas aromatic, pada merica memiliki bau khas, rasa pedas, warna kecoklatan.,
sedangkan pada lengkuas berwarna coklat muda, berbau khas, rasa pedas,
agak berserat-serat.
8. Hasil penetapan kadar air yang didapatkan yaitu untuk sampel lengkuas yaitu
4,39 %, sampel daun salam yaitu 3,55 %, dan sampel merica yaitu 2,12 %.
Hasil tersebut sudah sesuai syarat di Farmakope Herbal yaitu kadar airnya
tidak lebih dari 10 %. Nilai susut pengeringan yang didapatkan dari sampel
lengkuas, daun salam, dan merica adalah 60 %. Hasil tersebut belum sesuai
dengan syarat di Farmakope Herbal yaitu susut pengeringan tidak lebih dari
10%. Hasil yang didapatkan pada penetapan kadar abu adalah untuk sampel
lengkuas yaitu 15 %, untuk sampel daun salam yaitu 30 %, dan untuk sampel
merica yaitu 12 %. Hasil tersebut belum memenuhi syarat di Farmakope
Herbal yaitu nilai kadar abu untuk ekstrak lengkuas adalah tidak lebih dari 3,9
5 dan untuk ekstrak daun salam adalah tidak lebih dari 5,5 %.
9. Prinsip dasar uji kandungan kimia adalah adanya reaksi dari ekstrak dan
pereaksi sehingga menghasilkan warna, bau atau bentuk tertentu yang
disesuaikan dengan kandungan metabolit sekundernya masing-masing.
10. Hasil identifikasi maka ekstrak daun salam, merica dan lengkuas mengandung
alkaloid, flavonoid, tannin, terpenoid dan saponin.
11. Cara pemisahan kromatografi lapis tipis (KLT) berdasarkan fase diam (silika)
dan fase gerak pelarut (kloroform dan methanol 9:1).
12. Hasil dari percobaan analisis kuantitatif dan kualitatif menggunakan spektro
adalah pada kuersetin 0,046 ppm, kurkumin 0,088 ppm, dan piperin 0,070
ppm ke tiganya terdapat dalam 10 mL sampel.

48

DAFTAR PUSTAKA
Amalia.,Nurlia, 2008. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70 % Buah Merica Hitam
(Piper nigrum L.) terhadap Sel HeLa. Fakultas Farmasi Universitas
Muhamadiyah Surakarta.
Ardisasmita, M.S., 2000, Pengolahan Citra Digital Dan Analisis Kuantitatif
Dalam Karakterisasi Citra Mikroskopik, Jurnal Mikroskopi dan
Mikroanalisis, Vol. 3 No. 1, Serpong.
Ayu G Pt, Gede M, I dan Suardika. 2014. Penerapan pembelajaran inkuiri dengan
bantuan herbarium untuk meningkatkan hasil belajar ipa Siswa kelas iv
sdn 32 pemecutan Kecamatan denpasar barat. e-Journal MIMBAR PGSD
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. Vol. 1(1). Departemen
Farmasi. Universitas Indonesia.
Barokati Azizah dan Nina Salamah, 2013, Tandarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 3(1).
Bawa, I.G., 2009, Isolasi Dan Identifikasi Golongan Senyawa Toksik Dari Daging
Buah Pare (Momordica charantia L.), Jurnal Kimia, Vol. 3 No. 2, Malang.
Bintang, Maria,2010, Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Dewanti., Sisilia, M. Teguh Wahyudi, 2011. Uji Aktivitas Antimikroba Infusum Daun
Salam (Folia Syzygium polyanthum WIGHT) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Escherichia Coli Secara In-Vitro. Jurnal Medika Planta - Vol. 1 No. 4.

Ditjen POM , 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Egon,G., dkk., 1985, Naturalistic Inquiry, Sage Publication, Texas.

49

Emilan T, et al. 2011. Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal.
Fahmi Herdiansyah, Huda Rahmawati, Yeni Setiartini, dan Rizky Harrysetiawan,
2014, Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dalam Biskuit, Karya Ilmiah.
Fatimah, Is. 2003. Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan
Spektrofotometri Derivatif. Jurnal Logika, Vol. 10, No. 9.
Guntarti, A., Kholif Sholehah, Nurul Irna, dan Windi Fistianingrum, 2015,
Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana) Pada Variasi Asal Daerah, Farmasains, Vol. 2(5)
Hendayana, sumar, 2010, Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hernani, Tri Marwati dan Christina Winarti. 2007. Pemilihan Pelarut Pada
Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi.
J.Pascapanen 4(1).
Khopkar, S.M, 2010, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS.
Liangan R, Kairupan C dan Durry M. 2015. Pengaruh pemberian ekstrak lengkuas
(Alpinia g alanga) terhadap gambaran histologik payudara mencit (Mus
musculus) yang diinduksi benzo (a) pyrene. Jurnal e-Biomedik (eBm), Vol.
3 (1). Hal: 480-485.
M. Januwati. 2011. Penanganan Pasca Panen Simplisia Untuk Menghasilkan
Bahan Baku Terstandar Mendukung Industri Minuman Fungsional. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Perkebunan. Jogjakarta.
Mulida D R, Kartadarma E dan Ega S P. 2015. Pengaruh Pengikat Pvp dan
Amylum Manihot serta Perbedaan Metode Ekstraksi terhadap
Karakteristik Tabel Mengandung Kombinasi Ekstrak Buah Lada Hitam
(Piper Nigrum L.) dan Biji Buah Pinamg (Areca Catechu L.). Jurnal
Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. ISSN 2460-6472.
Nurwijayanti, Hasdianah, dan Melda B S. 2013. Rekayasa Daun Salam Untuk
Pengawetan Ikan Dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin
Terhadap Kesehatan Tubuh. Jurnal Rekayasa Daun Salam untuk
Pengawetan Ikan dalam Upaya Menghindari Penggunaan Efek Formalin
terhadap Kesehatan Tubuh.
Parwata., I M. Oka Adi dan P. Fanny Sastra Dewi, 2008, Isolasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.),
Jurnal Kimia, 2 (2).

50

Retno M P dan Dewanti T W. 2015. Pembuatan minuman fungsional liang teh


daun salam (eugenia polyantha) dengan penambahan filtrat jahe dan filtrat
kayu secang. Minuman Fungsional Liang Teh Daun Salam Palupi, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1458-1464.
Rialita T, Pudji W R, Nuraida L, dan Nurtama B. 2015. Aktivitas antimikroba
minyak esensial jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dan
lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) terhadap bakteri patogen
dan perusak pangan. Jurnal AGRITECH, Vol. 35 (1).
Saptarini, N. M., Yulia W., dan Resti J., 2013, Antioxidant Activity of Extract and
Fraction of Yellow Passion Fruit (Passiflora Flavicarpa) Leaves,
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol. 5
Issue 2, Indonesia.
Sarno, Marisa H dan Siti SaDiah. 2013. Beberapa Jenis Mangrove Tumbuhan
Obat Tradisional di Taman Nasional Sembilang, Banyuasin, Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian Sains. Vol. 16 (7).
Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya Dalam Oseanologi, Oseana, Vol. 10, No. 1.
Underwood dan Day, 1999, Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Yanlinastuti, et al. 2011. Penentuan Kadar Zirkonium dalam Paduan U-Zr
Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Dengan Pengompleks
Arsenazo III. Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir VII.

51

STANDARISASI BAHAN OBAT ALAM SIMPLISIA DAUN SALAM


(Syzygiumpolyanthum Wight), LENGKUAS (Alpinia galangal L.), DAN
MERICA (Piper Alba)

OLEH:
KELOMPOK : III (TIGA)
ANGGOTA

KELAS

52

: ARDIN

(F1F1 12 091)

EGARINA

(F1F1 12 096)

MISRA FEBRIANTI

(F1F1 12 134)

MUH. SAIFUL ASRAT

(F1F1 12 110)

PASHA NURHIJILA

(F1F1 12 116)

RIZKI AUDINA S

(F1F1 12 120)

SELVI RATMI

(F1F1 12 122)

SULPA YANTI DJUSIR

(F1F1 12 126)

LD. MUH. DIMAN

(F1F1 12 042)

: FARMASI C 2012

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

53

Anda mungkin juga menyukai