Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam telah mengharuskan negara Khilafah menyelenggarakan pemeliharaan seluruh urusan
umat dan melaksanakan aspek administratif terhadap harta yang masuk ke negara, termasuk
juga cara penggunaannya, sehingga memungkinkan bagi negara untuk memelihara urusan umat
dan mengemban dakwah. Dalil-dalil syara telah menjelaskan sumber-sumber pendapatan harta
negara, jenis-jenisnya, cara perolehannya, pihak-pihak yang berhak menerimanya serta pos-pos
pembelanjaannya.
Di dalam makalah ini kami bermaksud menjelaskan tentang harta dalam negara Khilafah,
sumber pendapatannya, jenis-jenisnya, harta apa saja yang diambil, dari siapa saja harta tersebut
diambil, cara perolehannya, pos-pos yang mengatur dan memeliharanya, yang berhak
menerimanya serta pos-pos yang berhak membelanjakannya.
1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan di makalah ini dibatasi hanya pada masalah :
a. Bagaimanakah konsep baitul maal beserta diwan-diwannya ?
b. Bagaimanakah konsep harta kekayaan khilafah ?
c. Bagaimanakah konsep al amwal al bathinah dan al amwal al dhohiroh menurut tinjauan
hukum iIslam ?
d. Bagaimanakah konsep keuangan publik menurut tinjauan hukum Islam ?
e. Bagaimanakah konsep ri'yah syu'n?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui konsep baitul maal beserta diwan-diwannya.
b. Mengetahui konsep harta kekayaan khilafah.
c. Mengetahui konsep al amwal al bathinah dan al amwal al dhohiroh menurut tinjauan
hukum Islam.
d. Mengetahui konsep keuangan publik menurut tinjauan hukum Islam.
e. Mengetahui konsep ri'yah syu'n.

1 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Baitul Maal dan Diwan-diwannya
2.1.1 Pengertian Baitul Maal
Baitul Mal merupakan institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan
mengalokasikannya bagi kaum muslimin yang berhak menerimanya. Setiap harta, baik berupa
tanah, bangunan, barang tambang, uang, maupun harta benda lainnya; dimana kaum Muslim
berhak memilikinya sesuai hukum syara, yang tidak ditentukan individu pemiliknya sesuai
hukum syara, yang tidak ditentukan individu pemiliknya, walaupun ditentukan jenis hartanya;
maka harta tersebut adalah hak baitul mal kaum Muslim. Tidak ada perbedaan, baik yang sudah
masuk kedalamnya maupun yang belum. Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan
untuk orang-orang yang berhak menerimanya, untuk kemaslahatan kaum Muslim dan
pemeliharaan urusan mereka, serta untuk biaya mengemban dakwah, merupakan kewajiban atas
Baitul Mal, baik dikeluarkan secara riil maupun tidak.
Jadi, Baitul Mal adalah tempat penampungan dan pengeluaran harta, yang merupakan
bagian dari pendapatan negara.1
Baitul Mal sebagai sebuah lembaga didirikan pertama kalinya setelah turunnya firman Allah
Swt yakni di Badar sesuai perang, dan saat itu para sahabat berselisih tentang ghanimah :




Mereka (para sahabat) akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal,
katakanlah bahwa anfal itu milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepda Allah dan
perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika
kalian benar-benar beriman (QS, al-Anfal 8:1)
Pada masa Rasulullah ini Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak yang
menangani setiap harta benda setiap harta kaum muslimin baik berupa pendapatan maupun
pengeluaran. Karena saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan
harta benda yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir
selalu habis untuk dibagi-bagikan kaum muslimin serta untuk dibelanjakan untuk pemeliharaan
mereka. Bahkan Rasulullah tidak menyimpan hingga sehari semalam, atau dengan kata lain bila
harta itu datang pagi-pagi, akan segera dibagi-bagikan. Demikian jika harta itu datang siang
hari, maka akan segera dibagikan sebelum malam hari tiba.
Oleh karena saat itu belum banyak harta yang tersimpan yang mengharuskan adanya tempat
atau arsip tertentu bagi pengelolanya. Adanya Baitul Mal ini juga mempermudahkan para Amir
dan Khalifah memungut dan mengelola zakat pada setiap orang muslim. Pada masa Abu Bakar,
dibuatlah kebijakan-kebijakan untuk pengembangan Baitul Mal dan pengangkatan penanggung
jawab Baitul Mal. Dan Abu Ubaid ditunjuk sebagai penanggung jawab Baitul Mal. Setelah 6 th
Abu Bakar pindah ke Madinah dan bersamaan itu dibangunlah sebuah rumah untuk Baitul Mal.

Abdul Qodim Zalum, al Amwal fi Daulah al Khilafah,Hizbut Tahrir Press, 2009, hal 17.

2 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

Sistem pendistribusian yang lama tetap dilanjutkan, ia sangat memperhatikan keakuratan


penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya.2
Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah
hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin sebagian yang lain tetap menjadi
tanggungan negara. Disamping itu, ia juga mengambil tanah dari orang-orang yang murtad
untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.3
Dengan demikian, jelaslah bahwa kaum Muslim harus memiliki Baitul Mal, yaitu tempat
yang di dalamnya terkumpul harta, di dalamnya terjaga bagian-bagiannya, dikeluarkan darinya
santunan bagi para penguasa dan dibagikan harta kepada orang-orang yang berhak
menerimanya.4
2.1.2 Bagian-bagian Baitul Maal
Ad-Diwan (bagian-bagian dari lembaga) adalah suatu tempat di mana para penulis
administrasi Baitul Mal berada, dan digunakan untuk keperluan penyimpanan arsip-arsip.
Kadangkala yang dimaksud ad-diwan adalah arsip-arsip itu sendiri, sehingga ada saling
keterkaitan di antara kedua makna ini.5
Pembagian diwan baitul mal terdiri dari 2 bagian pokok, bagian pertama, berkaitan dengan
harta yang masuk ke dalam baitul mal, dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber
pemasukannya. Bagian kedua, berkaitan dengan harta yang harus dibelanjakan dan seluruh
jenis harta yang dibelanjakan.6
A. Bagian pertama ( Pendapatan Negara )
1. Bagian Fai dan Kharaj : bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsiparsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong Fai bagi seluruh kaum muslim,
dan pemasukan dari sektor pajak yang diwajibkan bagi kaum muslim tatkala sumbersumber Baitul Mal tidak cukup untuk memenuhi anggaran-anggran belanja yang bersifat
wajib, baik dalam keadaan krisis maupun tidak. Harta ini digunakan secara khusus untuk
mengatur kepentingan kaum muslim serta kemaslahatan mereka sesuai pendapat dan
ijtihad khalifah.
Bagian Kharaj dan Fai ini tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang masuk
kedalamnya, jenis harta-harta tersebut yaitu;
a. Seksi ghanimah.
b. Seksi kharaj,
c. Seksi status tanah.
d. Seksi jizyah,
e. Seksi Fai.
f. Seksi pajak (dlaribah).
2. Bagian kepemilikan Umum : bagian ini menjadi pencatatan dan penyimpanan milik
umum. Badan ini juga berfungsi sebagai pengkaji, pencari, pengambilan, pemasaran,
2

M.A Sabzwari, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf, 1995),
44.
3
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Terj. Soeroyo (Yogyakarta:PT. Dhana Bakti Wakaf,
1995), 320.
4
Abdul Qodim Zalum, al Amwal fi Daulah al Khilafah,Hizbut Tahrir Press, 2009, hal 20.
5
Ibid, hal 21.
6
Ibid, hal 25.

3 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

pemasukan, yang membelanjakan dan menerima harta milik umum. Bagian kepemilikan
Umum dibagui menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta kepemilikan umum,
yaitu;
a. Seksi minyak dan gas,
b. Seksi listrik,
c. Seksi pertambangan,
d. Seksi laut, sungai, perairan dan mata air,
e. Seksi hutan dan padang rumput (gembalaan),
f. Seksi tempat khusus.
3. Bagian Shodaqoh tempat penyimpanan harta-harta zakat yang wajib, beserta catatancatatannya. Seksi-seksi disini disusun berdasarakn jenis harta zakat;
a.
Seksi zakat uang dan perdagangan,
b.
Seksi zakat pertanian dan buah-buahan,
c.
Seksi zakat ternak unta, sapi dan kambing.7
B. Bagian kedua ( Belanja Negara )
Bagian ini bertugas berkaitan dengan harta yang harus dibelanjakan oleh Baitul Mal
untuk berbagai keperluan yang mencakup pembiayaan bagian-bagian Baitul Mal itu
sendiri, seksi-seksinya, dan biro-biro berikut ini:
1. Seksi Dar al-Khilafah, yang terdiri dari:
a.
Kantor Khilafah,
b.
Kantor penasehat (Mustasyarin),
c.
Kantor Muawin tafwidli,
d.
Kantor Muawin Tanfid.
2. Seksi Mashalih ad-Daulah, yang terdiri dari:
a.
Biro Amir jihad,
b.
Biro para Wali (Gubernur),
c.
Biro para Qadli,
d.
Biro Mashalih ad-Daulah, seksi-seksi dan biro-biro lain, serta fasilitas umum.
3. Seksi Santunan, seksi ini merupakan tempat penyimpananarsip-arsip dari kelompok
masyarakat tertentu yang menurut pendapat khalifah berhak menerima santunan dari
negara, seperti orang-orang fakir-miskin, yang dalam keadaan sangat membutuhkan, yang
berhutang, yang sedang dalam perjalanan, para petani, para pemilik industri, dan lain-lain
yang menurut khalifah mendapatkan maslahat bagi kaum muslim dan layak diberi
subsidi. Tiga seksi tersebut 1,2 dan 3 memperoleh subsidi dari badan fai dan kharaj.
4. Seksi jihad, meliputi :
a. Biro pasukan, yang mengurus pengadaan, pembentukan, penyiapan, dan pelatihan
pasukan.
b. Biro penjahatan (amunisi)
c. Biro industry militer
5. Seksi penyimpanan Harta Zakat, Badan ini dibiayai dari pendapatan seksi zakat dalam
kondisi adanya harta (zakat).
6. Seksi penyimpanan Harta Pemilikan Umum, Seksi ini dibiayai dari pendapatan
kepemilikan umum berdasarkan pendapat khalifah sesuai dengan ketentuan hukumhukum syara.
7

Abdul Qodim Zalum, al Amwal fi Daulah al Khilafah,Hizbut Tahrir Press, 2009, Ringkasan hal
26-28.

4 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

7. Seksi Urusan Darurat atau Bencana Alam (ath-Thawari), Seksi ini memberikan bantuan
kepada kaum muslim atas setiap situasi darurat atau bencana mendadak terhadap
mereka, seperti gempa bumi, angin topan, kelaparan dan sebagainya. Biaya yang
dikeluarkan ini diambil dari pendapatan Fai dan kharaj serta dari harta kepemilikan
umum. Dan apabila dari kedua post tidak ada maka diambil dari harta sumbanga kaum
muslim (sumbangan sukarela atau pajak).
8. Seksi Anggaran, meliputi
a. Belanja Negara (al-Muwazanah al-Ammah),
b. Pengendali Umum (al-Muhasabah al-Ammah), dan
c. Badan Pengawas (al-Muraqabah).8
2.2 Konsep Harta Kekayaan Khilafah
2.2.1 Harta Kekayaan Khilafah
Harta yang diperlukan untuk mengisi Baitul Mal kaum Muslim, yaitu berupa harta yang
dibolehkan oleh Allah Swt bagi mereka dan menjadikannya pemasukan bagi Baitul Mal. Harta
ini kemudian dibelanjakan untuk berbagai keperluan yang telah ditetapkan oleh hukum syara
(berdasarkan ijtihad Khalifah) disertai dengan pertimbangan kemaslahatan kaum Muslim dan
pemeliharaan kepentingan-kepentingan mereka. Diantaranya ialah harta ghanimah, tanah dan
harta fai.9
2.2.1 Sumber Harta Kekayaan Khilafah
Harta kekayaan dalam negara Khilafah bersumber dari hal-hal berikut :
a. Anfal, ghanimah, fai dan khumus.
b. Kharaj.
c. Jizyah.
d. Bermacam-macam harta milik umum.
e. Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya.
f. Harta usyur.
g. Harta tidak sah para penguasa dan pengawai negara, harta hasil kerja yang tidak diijinkan
syara, serta harta yangdiperoleh dari hasil tindakan curang lainnya.
h. Khumus, barang temuan dan barang tambang.
i. Harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris.
j. Harta orang-orang murtad.
k. Pajak (dlaribah).
l. Harta zakat.10
2.3 Konsep al Amwal al Bathinah dan al Amwal al Dhohiroh Menurut Tinjauan Hukum
Islam
Secara Bahasa pengertian dari al Amwal ad Dhohiroh adalah Harta yang nampak /
kekayaan nyata, sedangkan al Amwal al Bathinah adalah harta yang tidak nampak / kekayaan
tersembunyi.
Harta yang dizakati dibagi dalam dua kategori, yaitu amwal dhohiroh (harta benda yang
dapat diketahui jumlah atau nilainya oleh pengamat, seperti kekayaan yang berbentuk binatang
atau tumbuhan) dan amwal bathinah (harta yang tidak dapat diketahui kecuali oleh pemiliknya
sendiri). Pada masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat menyerahkan amwal bathinah itu
8

Abdul Qodim Zalum, al Amwal fi Daulah al Khilafah,Hizbut Tahrir Press, 2009, Ringkasan hal
29-32.
9
Ibid, Ringkasan hal 35-38.
10
Ibid, Ringkasan hal 39.

5 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

kepada beliau untuk memudahkan beliau serahkan kepada para amil agar dibagikan sesuai
dengan petunjuk agama. Tetapi pada masa Utsman, karena harta kekayaan telah sedemikian
melimpah, demi kemaslahatan umum, beliau mengalihkan wewenang pembagian kepada
pemilik harta secara langsung. Pengalihan ini tidak mencabut wewenang imam untuk maksud
tersebut.11
Hak pemerintah untuk menggunakan kekuasaan politiknya terbatas pada bentuk-bentuk
harta benda yang tampak. Abu Ubaid mengemukakan bahwa hak ini hanya berlaku atas amwal
dhohiroh (kekayaan nyata) yang berbeda dari amwal bathinah (kekayaan tersembunyi).12
al-Mawardi dan Abu Ya'la al-Farra' dalam karya-karya terkemuka mereka yang sama-sama
menyandang judul al-Ahkam al-Sultaniyyah menyatakan :
Kekayaan yang dikenai zakat terdiri dari dua jenis: yang nyata (dhohiroh) dan yang
tersembunyi (bathinah). Kekayaan yang nyata adalah yang tidak dapat disembunyikan seperti
tanaman, buah, dan hewan ternak. Kekayaan yang tersembunyi adalah yang dapat
disembunyikan seperti emas, perak, dan keuntungan dagang. Pengurus zakat (wali al-sadaqat)
dilarang menarik zakat dari kekayaan tersembunyi, karena pemilik kekayaan jenis ini lebih
berkuasa atasnya daripada pengurus zakat. Pengurus zakat hanya boleh menerima zakat tersebut
jika si pemilik memberikannya secara sukarela. Dalam hal ini pengurus zakat sebenarnya hanya
membantu menyalurkan zakat tersebut. Penarikan zakat hanya berlaku atas kekayaan nyata.13
2.4 Konsep Keuangan Publik Menurut Tinjauan Hukum Islam
2.4.1 Pengertian Keuangan Publik
Keuangan publik adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas finansial
pemerintah. Yang termasuk pemerintah disini adalah seluruh unit pemerintah dan institusi atau
organisasi pemegang otoritas publik lainnya yang dikendalikan dan didanai oleh pemerintah.
Keuangan publik.
Didalam kitab al-Amwal nya Abu Ubayd. Beliau menganggap bahwa pendapatan publik
dalam Islam adalah hasil derivasi dari pendapatan Nabi yang terdiri dari fay, safi, dan khumus
al -khumus . Fai, yaitu berupa harta benda dan tanah yang mereka (non muslim) serahkan tanpa
melalui peperangan. Yang menjadi landasan adalah firman Allah dalam surah al-Hasyr: 6, yang
artinya:
Dan apa saja harta rampasan perang (Fai) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan
seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan
kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya.
Pendapatan Nabi selanjutnya adalah Safi, yaitu sesuatu yang dipilih oleh Nabi dari harta
rampasan (pasukan) Muslim sebelum ia dibagi, kemudian berkembang menjadi sawafi; tanah
yang dipilih oleh pemimpin negara. Dalam konteks keuangan publik, ini diartikan sebagai
bagian harta publik yang dikelola oleh otoritas publik untuk kemanfaatan masyarakat.

11

Yusuf Qardhawi, Fiqh Al-Zakat, Muassasah Al-Risalah, Dar Al-Qalam, Beirut, Cet.VI, Jilid II.
H.576,758.
12
Abu `Ubayd, 540, no. 1259; Cf. Ibn Zanjawayh, 972, no. 1761.
13
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyyah, 145. (wa laysa li wali al-sadaqat nazar fi Zakat al-mal
al-batin, wa arbabuhu ahaqqu bi ikhraj Zakatihi minhu);Cf. Abu Ya'la al-Farra', al-Ahkam alSultaniyyah, 115.

6 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

Kategori terakhir dari pendapatan Nabi menurut Abu Ubayd adalah khumus al-khums , Harta
1/5 dari ghanimah yang telah dibagi. Menurut hadits yang diriwayatkan dari Abi Aliyah, ia
berkata:
Rasulullah saw mengumpulkan ghanimah dan beliau dibagi, ketika ada sesuatu yang
jatuh Nabi menempatkannya bagian untuk Kabah, bagian untuk Baitullah, kemudian
membagi sisa 1/5, untuk Nabi satu bagian, ahli kerabat satu bagian, anak yatim satu
bagian, orang miskin satu bagian dan ibnu sabil satu bagian. Abi Aliyah berkata yang
Nabi jadikan satu bagian untuk Kabah adalah bagian Allah.14
Setelah wafatnya Nabi, bagian khumus al -khums disalurkan untuk pendapatan publik.
Pendapatan publik lainnya menurut Abu Ubayd adalah Zakat
Zakat sebagai satu sumber pendapatan publik dan salah satu jalan pembiayaan publik
memainkan peran khas dalam keuangan publik. Khas karena hanya diwajibkan bagi muslim dan
juga didistribusikan hanya kepada Muslim. Zakat memiliki karakter politis dan karakterritual.
Sifat khusus zakat lainnya adalah bahwa penerima zakat terbatas pada kelompokkelompok
yang disebutkan dalam al-Qur'an. Dengan demikian pemerintah tidak berhak menambahkan
kelompok lainnya. Adapun penerimaan zakat disimpan terpisah dari fay atau kharaj itu
merupakan pembahasan terpisah.15 Lebih jauh lagi, zakat dibedakan dari pendapatan publik atau
fai berdasarkan sifat fai yang murni politis, sedangkan pembayar zakat memandangnya
memiliki karakter politis dan religius sekaligus.16 Di samping itu, walaupun zakat sudah ada
sejak masa Rasulullah SAW, sifat khususnya tersebut lagi-lagi terlihat dari fakta bahwa
Rasulullah SAW dan keluarganya tidak mengambil bagian dari dana tersebut.17
Dalam Islam, gagasan pendapatan publik secara umum direpresentasikan oleh fai yang
kemudian berkembang menjadi konsep perpajakan dalam Islam, sementara pendapatan publik
dalam pengertian khusus direpresentasikan oleh zakat. Sifat khusus zakat terletak pada fakta
bahwa ia terus memiliki fungsi distributif keuangan publik sekalipun pemerintah tidak ada di
sana.18
2.5 Konsep ri'yah syu'n
2.5.1 Pengertian ri'yah syu'n
Secara bahasa ri'yah syu'n (arab : ) artinya mengurusi urusan. Pembahasan ini
bila dikaitkan dengan suatu Negara bisa bermakna mengurusi urusan umat/rakyat (
14

Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, Kitab al-Amwal, Beirut , 1989, hal. 19
Abu Ubaid, 423, no. 841; Ibn Zanjawayh, 723, no. 1239: Cf. Abu Yusuf , 80. Kalimat ini
berbunyi (fainna mal al-sadaqah la yanbaghi an yadkhula fi mal al-Kharaj); A. Ben Shemesh,
Taxation in Islam (Leiden: E. J. Brill, 1969), 3: 136.
16
Istilah "karakter politis " dan "karakter religius " digunakan dalam lingkup terbatas, karena
Islam adalah agama yang tidak memisahkan kedua hal tersebut. Bagaimanapun, beberapa
pembahasan Islam bahkan menggunakan istilah din dalam lingkup yang terbatas. Lima
kebutuhan dasar dari daruriyyat dalam pembahasan tentang maslahah (kepentingan publik),
mencakup "hifz al-din" (melindungi agama) dan istilah "din" (agama) digunakan di sini dalam
lingkup terbatas.
17
Abu Ubaid, 425, no. 843. Kalimat ini berbunyi (inna hadhihi al-sadaqah innama hiya awsakhu
al-nas wa innaha la tahillu li Muhammad wa la li ali Muhammad); Cf. Ibn Zanjawayh, 726, no.
1241.
18
Ali Rama : Resensi Buku dari Buku karangan Ugi Suharto, Keuangan Publik Islam :
Reinterpretasi Zakat dan Pajak, Pusat Studi Zakat (PSZ) Islamic Business School STIS
Yogyakarta, 2004, 300 hal.
15

7 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

). Ri'yah syu'n berkaitan dengan politik sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Prof.
Dr. Rowwas Al-Qalaji, politik adalah :

Pemeliharaan terhadap urusan umat baik di dalam negeri maupun di luar negeri sesuai
dengan syariah Islam.19
Sedangkan menurut Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam Afkar Siyaasiyah beliau
mendefinisikan politik sebagai ;
, ,

Politik ialah memelihara (mengatur) urusan umat, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Dan politik itu dijalankan oleh negara dan umat. Negara menjalankannya secara
praktis, sedangkan umat melaksanakannya dengan mengoreksi negara.
Abu Hamid al-Ghazali, dalam kitabnya al-Iqtishad fi al-Itiqad yang mengambarkan
hubungan antara Islam dengan Negara sebagai berikut:


Agama itu bagaikan pondasi, sementara kekuasaan (imamah/khilafah) itu
merupakan penjaga. Sesuatu (bangunan) yang tidak ada pondasinya, pastilah roboh,
sementara sesuatu (bangunan dan pondasi) yang tidak ada penjaganya, pasti akan
hilang.20
Al-Quran menjelaskannya didalam surat Ali-Imran ayat 104;

Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang mengajak kepada
kebajikan dan menyeru kepada kemakrufan serta mencegah dari kemungkaran. Merekalah
orang-orang yang beruntung.
Imam Ath-Thabari, seorang faqih dalam dalam tafsir dan fiqh , berkata dalam kitabnya
Jami Al-bayan, tentang arti ayat itu yakni :
Hendaknya ada diantaramu jamaah yang mengajak pada hukum-hukum Islam.
Berdasarkan definisi-definisi dan pendapat para ulama diatas, penulis menyimpulkan bahwa
demi terwujudnya menciptakan suatu Negara yang baldatun thayyibathun serta sejahtera maka
perlu adanya di dalam suatu Negara pemegang seluruh kebijakan adalah pemimpin muslim,
supaya perundang-undangan dan kebijakan bisa menghantarkan kepada kemashlahatan, bukan
banyak yang merugikan rakyat. Harta kekayaan milik rakyat bisa dinikmati oleh rakyat itu
senditiri, bukan segelintir orang dan banyak diserahkan kepada asing. Sebagaimana yang
disebutkan didalam qoidah yang dibuat oleh Imam SyafiI :

Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyat / umatnya itu harus didasarkan pada
kemaslahatan21
2.5.2 Prinsip-prinsip Politik Kenegaraan dalam Al-Quran
Menurut Yusdani, Prinsip-prinsip kenegaraan yang terdapat dalam al-Quran antara lain 22
bahwa:
a. Kekuasaan sebagai Amanah
19

Muhammad Qalaji, Mujamu Lughatil Fuqaha, juz I hal 253.


Hujjat al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali, al-Iqtishad fi al-Itiqad, Maktabah al-Hilal, Juz 1 hal. 76.
21
Al Imam Jalaluddin Abdul Rohman Abi Bakr as Suyuthi, al Asybah wa Nadhair, PT. Toha
Semarang Indonesia, 83.
22
Yusdani, Fiqh Politik Muslim: Doktrin, Sejarah dan Pemikiran, Cet. 1 (Yogyakarta: Amara
Books, 2011), hlm. 64.
20

8 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

b.
c.
d.
e.
f.

Musyawarah sebagai Dasar Pengambilan Kekuasaan


Keadilan Harus ditegakkan
Adanya Prinsip Persamaan
Pengakuan Terhadap HAM
Perdamaian

9 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara khilafah adalah Negara yang menggunakan sistem pemerintahan Islams secara
menyeluruh. Dalam sumber-sumber kekayaan / pemasukan Negara khilafah diantaranya adalah
harta-harta yang menjadi sumber pemasukan bagi Baitul Maal yakni institusi yang dimiliki oleh
Negara khilafah, Salah satu diantara sumber pemasukan Baitul Maal adalah zakat, didalam
kajian fiqh zakat ada 2 macam harta kekayaan yang harus dizakati yakni al Amwal al Dhohiroh
dan al Amwal al Bathinah, beberapa ulama berbeda pendapat terkait tentang harta mana saja
yang menjadi kewenangan pemerintah didalam mengelolanya.
Secara bahasa Riayah Syuun bermakna Mengurusi perkara, menurut penulis berdasarkan
pendapat beberapa ulama Riayah Syuun adalah suatu bentuk konsep yang pada intinya
membahas tentang sistem terbaik yang harus digunakan oleh suatu Negara supaya didalam setiap
kebijakan pemerintahan di Negara tersebut bisa selalu menghasilkan kemaslahatan bagi para
rakyat-rakyatnya. Diantaranya adalah pemimpin Negara tersebut adalah muslim, adil.

10 | al-Amwal fi Daulah al-Khilafah

Anda mungkin juga menyukai