FISIOLOGI PRODUKSI
Bioenergetika
Oleh
Kelas A
Kelompok 4
Khrisna Putra .R
Raihan Gustavian
Indriyani Rahayu
Lina Syukriyani
Intan Wulansari
200110130122
200110130147
200110130183
200110130191
200110130190
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2016
I
PENDAHULUAN
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bioenergetika
Bioenergetika atau termodinamika biokimia adalah ilmu pengetahuan mengenai
perubahan energi yang menyertai reaksi biokimia. Reaksi ini diikuti oleh pelepasan
energi selama sistem reaksi bergerakdari tingkat energi yang lebih tinggi ketingkat
energi yang lebih rendah. Sebagian besar energi dilepaskan dalam bentuk panas. Pada
sistem nonbiologik dapat menggunakan energi panas untuk melangsungkan kerjanya
dan dapat diubah menjadi energi mekanik atau energi listrik. Sedangkan pada sistem
biologik bersifat isotermik dan menggunakan energi kimia untuk memberikan tenaga
bagi proses kehidupan (Mardiani, T. H. 2004).
2.2 Metabolisme energi pada ternak mamalia
arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis
CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
pada jaringan Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat
mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada
sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan
hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung
menurut reaksi kimia berikut:
1) O2 + H2O (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi
pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni
sebagai berikut.
Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh C
2) Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3) Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai
berikut.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala
asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan
karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam
darah maka muncul gejala alkalosis.
molekul
berenergi,
yaitu
ATP
(Adenosin
Tri
Phospate).
Selanjutnya,molekul ATP akan disimpan dalam sel dan merupakan sumber energy
utama untuk aktivitas tubuh. ATP berasal dari perombakan senyawa organik seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Gula (glukosa) dari pemecahan karbohidrat dalam
tubuh diubah terlebih dahulu menjadi senyawa fosfat yang dikatalisis oleh bantuan
enzim glukokinase. Selanjutnya senyawa fosfat diubah menjadi asam piruvat dan
akhirnya dibebaskan dalam bentuk HO dan CO sebagai hasil samping oksidasi
tersebut. Proses respirasi sel dari bahan glukosa secara garis besar, meliputi tiga
tahapan, yaitu proses glikosis, siklus Krebs, dan transfer elektron.
Pada pekerja berat atau para atlit yang beraktivitas tinggi, pembentukan energy
dapat dilakukan secara anaerobic. Hal ini disebabkan bila tubuh kekurangan suplai
oksigen maka akan terjadi proses perombakan asam piruvat menjadi asam laktat yang
akan membentuk 2 mol ATP.
2.3 Kebutuhan Energi
Energi pada makhluk hidup diperoleh dari makanan yang mengandung
karbohidrat. Karbohidrat (hidrat dari karbon atau hidrat arang) atau biasa disebut
juga sebagai sakarida (dari bahasa Yunani yang berarti gula) adalah senyawa
yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi
karbohidrat adalah
penghasil
energi di dalam
tubuh ternak
utama
sapi. 1 gram
karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses
oksidasi
(pembakaran) karbohidrat
ini
kemudian
mengandung karbohidrat. Namun, kebutuhan karbohidrat ini juga bisa dipenuhi oleh
bahan hijauan, sehingga dalam hal kebutuhan karbohidrat ini ternak tidak banyak
mengalami kesulitan.
A. Karbohidrat sederhana;
Yang termasuk Karbohidrat sederhana antara lain adalah :
1. Monosakarida; yaitu jenis karbohidrat yang terdiri dari 1 gugus cincin.
Contohnya adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
Glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, dan sayuran.
Fruktosa, dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan
rasa yang paling
manis. Fruktosa
banyak
terdapat
dalam
madu ( bersama
adalah
karbohidrat
dari
hasil
proses
pencernaan laktosa,
oleh sebab itu tidak terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal,
monosakarida juga akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan senyawa
karbohidrat kompleks pati (starch) atau selulosa.
2. Disakarida, terbentuk dari gabungan 2 molekul monosakarida. Contohnya
adalah :
Sukrosa yang terbentuk dari gabungan molekul glukosa. dan fruktosa. Contoh
makanan yang banyak mengandung Sukrosa adalah gula pasir.
Laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan galaktosa. Contoh
makanan yang mengandung laktosa adalah susu sapi, dengan konsentrasi laktosa ratarata 6.8 gr / 100 ml susu.
B. Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat kompleks terbentuk dari 20.000 unit molekul monosakarisa terutama
glukosa. Contohnya adalah :
Pati. Ini adalah jenis karbohidrat kompleks yang paling banyak dikonsumsi. Pati
adalah simpanan energi yang ada di dalam sel sel tumbuhan, berbentuk butiran
yang
gandum,
jagung,
biji-
bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di dalam
berbagai jenis umbi umbian seperti singkong, kentang atau ubi. Di dalam
pakan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa
(amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa merupakan polimer glukosa
rantai
panjang
yang
tidak
bercabang sedangkan
amilopektin
merupakan
terbatas
yaitu
sebesar 1.200- 2.000 kkal. Sekitar 67% dari simpanan glikogen yang terdapat di
dalam tubuh akan tersimpan di dalam otot dan sisanya akan tersimpan di dalam hati.
Di
dalam
otot,
glikogen
merupakan
simpanan
energi
utama
yang
mampu membentuk hampir 2% dari total massa otot. Glikogen yang terdapat di
dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energy di dalam otot tersebut
dan tidak dapat dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa apabila
terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkannya.Berbeda dengan glikogen hati
dapat dikeluarkan apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkan. Glikogen
yang terdapat di dalam hati dapat dikonversi melalui proses glycogenolysis menjadi
glukosa dan kemudian dapat dibawa oleh aliran darah menuju bagian tubuh yang
membutuhkan seperti otak, sistem saraf, jantung, otot dan organ tubuh lainnya.
Selulosa, adalah dinding sel dari tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari kombinasi
molekusa glukosa. Zat ini masih dapat dicerna oleh ternak sapi dengan bantuan jasad
renik. Dibandingkan dengan pati dan gula,selulosa merupakan zat pakan yang
bernilai rendah sebab tidak bisa dicerna dengan sempurna dan butuh banyak energy
dalam proses pencernaannya.
Serat (Fiber) adalah karbohidrat yang tidak dapat larut. Bahan ini hanya
berfungsi sebagai pengenyang yang bisa merangsang proses pencernaan agar bisa
berlangsung lebih baik. Pada tumbuh tumbuhan, karbohidrat dibentuk dari reaksi
antara air dengan karbondioksida melalui proses fotosintesis. Sedangkan pada tubuh
hewan seperti ternak sapi, karbohidrat dibentuk melalui pakan hijauan dan biji
bijian yang dimakan.
2.4 Kehilangan Energi
Senyawa kimia berupa bahan organik yang telah diketahui banyaknya dengan
analisis proksimat mengandung energi kimia. Hewan menggunakan makanannya
tidak lain untuk memenuhi kebutuhan energinya untuk fungsi-fungsi tubuh dan untuk
melancarkan reaksi sintetis tubuh. Energi diukur dengan kalori, dimana satu gram
kalori adalah panas yang diperlukan untuk menaikkan panas 1 gram air dari 14,5
15,5oC.
Energi dapat dibebaskan untuk menghasilkan energi dalam berbagai bentuk jika
dioksidasi. Di luar tubuh, oksidasi dapat dilakukan dengan cara membakar bahan
pakan menjadi abu, Setelah masuk ke tubuh, proses pencernaan dan metabolisme
mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi
energi yang tersedia. Simpanan energi yang siap digunakan berupa Phosphat
berenergi tinggi atau disimpan dalam bentuk glikogen, lemak tubuh dan daging.
Sewaktu-waktu cadangan energi dapat dipakai untuk beraktivitas atau untuk
menghasilkan produk. Banyaknya energi kimia suatu bahan pakan dapat diketahui
melalui suatu alat yang disebut Bom Kalorimeter. Selain menggunakan bom
kalorimeter, untuk mengestimasi nilai energi bahan pakan atau ransum dari hasil
analisa proksimat dapat dilakukan dengan beberapa cara. Atwater menggunakan
faktor-faktor 4, 9 dan 4 masing-masing untuk menghitung kilokalori yang tersedia
dalam per gram protein, lemak dan karbohidrat. Faktor-faktor ini masih banyak
digunakan
untuk
menghitung
nilai
energi
makanan
manusia
dan
untuk
Partisi energi pakan dalam satuan persen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak
adalah sebagai berikut:
Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara: (1)
menyediakan energi untuk aktivitas; (2) dapat dikonversi menjadi panas; dan (3)
dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi
setelah terpenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya
disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang
(diekskresikan) oleh tubuh ternak. Energi disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan
protein dari bahan makanan. Semua bahan tersebut mengandung karbon (C) dan
hidrogen (H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi karbondioksida (CO 2) dan
air (H2O) yang menunjukan energi potensial untuk ternak. Jumlah panas yang
diproduksi ketika pakan dibakar secara sempurna dengan adanya oksigen dapat
diukur dengan alat kalorimeter bom dan disebut Energi Bruto (EB) dari pakan.
Persentase EB yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak dan digunakan untuk
mendukung proses metabolik tergantung kemampuan ternak untuk mencerna bahan
makanan. Pencernaan mencerminkan proses fisika dan kimia yang terjadi dalam
saluran pencernaan dan menyebabkan pecahnya senyawa kimia kompleks dalam
pakan menjadi molekul lebih kecil yang dapat diserap dan digunakan oleh ternak.
Energi yang diserap tersebut disebut Energi Dapat Dicerna (EDD). Pada ternak nonruminansia, kehilangan energi lebih lanjut terjadi melalui urin berupa limbah yang
mengandung nitrogen dan senyawa lain yang tidak dioksidasi oleh tubuh ternak serta
untuk ternak ruminansia selain melalui urin, kehilangan energi juga melalui
pembentukan gas methan. EDD dikurangi energi yang hilang melalui urin (nonruminansia) atau urin+methan (ruminansia) disebut Energi Metabolis (EM) pakan.
Selama metabolisme zat makanan, terjadi kehilangan energi yang disebut Heat
Increament. Sisa energi dari pakan yang tersedia bagi ternak untuk digunakan
keperluan hidup pokok (maintenance) dan produksi disebut Energi Neto (EN).
Tidak semua GE bahan pakan dapat dicerna. Sebagian akan dikeluarkan
bersama tinja (feses), karena analisa kandungan energi bahan pakan tidak berhenti
pada GE, melainkan masih dilanjutkan dengan penganalisaan kandungan energi dapat
dicerna (DE). DE merupakan perbedaan antara GE dalam bahan pakan dengan GE
dalam feses . Diperkirakan bahwa tidak semua zat-zat makanan yang dapat dicerna,
semuanya diasimilasikan dan digunakan dalam tubuh. Tetapi hal itu tidak benar
karena dalam pencernaan dan penggunaan bahan pakan terdapat tiga macam bentuk
kehilangan energi lainnya yaitu :
1. Energi yang hilang dalam urine dan sisa hasil N lainnya yang dikeluarkan
melalui urine
2. Energi yang hilang dalam bentuk gas hasil oksidasi, hasil fermentasi selulosa,
pentosan dan karbohidrat lainnya di dalam alat pencernaan terutama di dalam
rumen ternak ruminansia. Kehilangan energi dalam proses ini relatif kecil. Pada
ruminansia energi yang hilang umumnya tidak lebih dari 10%. Gas yang
dihasilkan selama proses fermentasi rumen merupakan proses yang tidak
menguntungkan bagi ternak ruminansia atau lingkungan. Produksi metan di
dalam rumen menyebabkan kehilangan energi pakan sekitar 7 sampai 8 persen.
Di samping itu, gas metan yang dihasilkan juga memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global (global warming) akibat efek rumah kaca (green house effect)
yang ditimbulkannya.
3. Kehilangan energi pada berbagai aktivitas seperti mengunyah, mencerna dan
mengasimilasi bahan pakan. Kehilangan energi dalam bentuk seperti ini relatif
lebih besar.
Proses proses tersebut biasanya dinamakan energi pencernaan. Disamping
ke tiga hal tersebut di atas, masih ada lagi kehilangan energi dalam bentuk lain, yaitu
energi yang dikeluarkan dalam proses-proses berbentuk panas dan yang bertujuan
menghangatkan badan. Kehilangan energi dalam bentuk panas disebut energi thermis.
Energi thermis adalah jumlah tambahan panas yang dihasilkan dalam tubuh akibat
konsumsi makanan. Kehilangan energi dalam bentuk energi thermis biasanya lebih
besar pada bahan pakan yang memiliki serat kasar tinggi daripada bahan pakan yang
berbentuk butir-butiran dan berserat rendah yang sifatnya mudah dicerna. Contohnya
pada jagung 33% energi pakan yang dicerna hilang dalam bentuk energi thermis,
sedangkan pada jerami kehilangan lebih dari 60%.
Energi yang hilang dalam feses, pembakaran gas-gas dan di dalam urine yang
dikurangkan dari jumlah seluruh energi dalam makanan dan sisanya disebut energi
metabolis. Untuk ternak unggas, nilai energi metabolis dari bahan pakan lebih tepat
dan paling banyak digunakan karena aplikasinya lebih praktis, disamping itu
pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan yaitu untuk hidup pokok,
pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur. Secara umum, energi yang hilang
akibat pembakaran gas dan urine kira-kira 8%, atau 3-5% dari energi bruto bahan
pakan. Hilangnya energi pada ternak ruminansia umumnya lebih besar dibandingkan
pada ternak non ruminan.
Tabel 1. Pengukuran energi metabolis
Asal Pengukuran
Ternak berlambung
Energi
tunggal/sederhana
2-40
(herbivora)
10-70
10-60
Gas
0.5
3-7
5-12
Urin
1-3
3-5
3-5
5-30
10-35
10-40
25-50
15-50
10-35
Feses
Non ruminan
Ruminansia
Selain proses metabolisme dalam tubuh dan jenis ternak, pakan berkualitas
rendah menyebabkan heat increment yang lebih tinggi, dan mengakibatkan efisiensi
pakan yang lebih rendah. Heat increment adalah energi yang dikeluarkan ternak
untuk proses pencernaan pakan di dalam saluran cerna. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebutuhan energi untuk hidup pokok (maintenance) ternak di daerah tropis
2. Kebutuhan hidup pokok diperkirakan secara terpisah dari bahan pakan yang
dibutuhkan untuk fungsi produksi. Dengan system NE didapatkan satu angka
kebutuhan, non multiple, karena tepat mengevaluasi energi hijauan untuk hidup
pokok.
3. Karena NE sudah memperhitungkan energi yang hilang melalui feses, urin dan
produksi panas, maka tidak akan ada lagi bias yang akan ditemui dalam respon
ternak. Walaupun system NE dianggap sudah sebagai standar untuk menjelaskan
nilai energi bahan pakan maupun untuk kebutuhan sapi pedaging, namun masih
memiliki kelemahan, yaitu :
a) Linieritas hubungan antara Log Produksi panas dan konsumsi ME ; beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hasilnya relatif tidak linier, tetapi sedikit
banyak sigmoid.
b) Tidak semua NE bahan pakan tersedia, sehingga nilai NE bahan pakan masih
diestimasi dari nilai DE.
c) Penggunaan komputer dengan multiple NE tidak akurat dan tidak mudah.
Inkonversi antara DE, ME dan NE dapat dilakukan setelah beberapa peneliti
mendapatkan persamaan sebagai berikut :
ME = 0.82 DE (NRC-AS, 1976)
NEm = 1.37 ME 0.138 ME2 + 0.0105ME2 1.12 (Garret, 1980)
NEg = 1.42 ME - 0.174 ME2 + 0.01222ME3 1.65 (Garret, 1980)
2.5 Kegunaan energi dalam sel
Semua makhluk hidup tumbuhan dan hewan, membutuhkan pasokan energi
terus-menerus agar dapat berfungsi. Hewan memperoleh energi dengan oksidasi
makanan, tanaman melakukannya dengan menangkap sinar matahari menggunakan
klorofil. Namun, sebelum energi dapat digunakan, pertama-tama diubah menjadi
bentuk yang dapat ditangani dengan mudah oleh organisme. Pembawa khusus energi
ini adalah molekul adenosin trifosfat, atau ATP.
Molekul ATP terdiri dari tiga komponen. Di pusat adalah molekul gula, ribosa
(gula yang sama yang membentuk dasar dari RNA). Kemudian Adenin melekat pada
satu sisi yang merupakan dasar (kelompok yang terdiri dari cincin menghubungkan
atom karbon dan nitrogen). Sisi lain dari molekul gula yang melekat yaitu rangkaian
gugus fosfat. Fosfat ini adalah kunci untuk aktivitas ATP.
enzim di dalamnya, sehingga terjadi pertukaran bahan dan energi sedangkan, Glukosa
darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam
makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Fever, 2007).
Menurut Frandson (1992), hasil pencernaan karbohidrat pada ternak ruminansia
di dalam retikulo rumen adalah asam lemak mudah terbang (VFA volatile fatty acid),
terutama asam asetat, propionat, dan butirat yang akan diserap sebelum mencapai
usus. Volatile fatty acid kemudian akan diabsorbsi masuk peredaran darah menuju
hati, dan di dalam hati VFA akan diubah menjadi glukosa, maupun hasil-hasil lain
yang dibutuhkan oleh tubuh (Tillman dkk., 1991). Glukosa pada ruminansia selain
sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh
terutama darah dan otot (Parakkasi, 1999).
Dalam usus halus, proses pencernaan sisa-sisa mikroba yang mati merupakan
sumber dari sebagian protein yang dibutuhkan induk semang. Hal yang lebih
kompleks yaitu berkaitan dengan protein dalam pakan. Sebagai contoh, jika protein
dalam pakan memiliki kelarutan yang tinggi, maka melalui proses yang sama dengan
fermentasi karbohidrat, protein tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan
menghasilkan VFA dan amonia. Di lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki
tingkat kelarutan rendah, maka protein tersebut relatif tidak mengalami perubahan
ketika melalui rumen dan memasuki bagian saluran pencernaan selanjutnya, sampai
kemudian memasuki usus halus dimana proses penguraian enzimatis oleh enzimenzim yang dihasilkan oleh ternak sendiri. Protein yang yang bergerak sampai di
bagian usus halus dan terhindar dari fermentasi rumen dikenal sebagai by pass
protein, dan ketika dihidrolisa dalam usus halus menjadi asam-asam amino yang
tersedia bagi ternak.
Selanjutnya, melalui proses absorbsi (sistem transport aktif), asam-asam amino
tersebut menjadi tersedia untuk sintesa protein tubuh. Pakan bagi ternak ruminansia
hendaknya mempertimbangkan kehadiran 2 sistem yang membutuhkan zat-zat gizi
dan harus diberikan pada saat yang sama. Kedua sistem tersebut yaitu sistem mikroba
yang tinggal dalam rumen-retikulum dan yang mencerna zat-zat gizi dalam material
pakan pencernaan fermentasi dan sistem ternaknya sendiri, yang menggantungkan
sebagian besar kebutuhan hidupnya pada produk pencernaan fermentasi dan zat-zat
gizi yang by pass dari proses fermentasi (Rahardja, 2008).
Berkaitan dengan kebutuhan glukosa pada ternak ruminansia. Hasil-hasil
penelitian para ahli menunjukkan bukti bahwa ternak ruminansia memerlukan
glukosa dalam seluruh pase kehidupannya dan kebutuhannya itu menunjukkan trend
yang sama dengan kebutuhan protein (Preston, 1995). Sebagai konsekuensi sistem
pencernaan, ternak ruminansia tidak mengabsorbsi glukosa dan harus mensintesanya
dalam jaringan tubuh (terutama hati) untuk kebutuhan yang mutlak dipenuhi
(Rahardja, 2008).
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa
pada masa itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan fetus dan persiapan kelahiran,
sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan
laktosa (gula susu) dan lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang
maka secara fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara
glukoneogenesis yang biasanya dengan membongkar asamlemak dalam hati. Efek
samping dari pembongkaran asam lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa
akan meningkatkan juga hasil samping yang disebut benda2 keton (acetone,
acetoacetate, -hydroxybutyrate (BHB)) dalam darah.
Kadar gula darah normal pada ternak ruminansia bervariasi antara 46 60
mg/dL (Rahardja, 2008). dan Chalimi dkk., (2008) yang mendapatkan kadar glukosa
darah sapi PO yang diberi pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi berkisar
antara 58,90 60,00 mg/dL.
Hasil Penelitian Syarifuddin dan Wahdi, (2011) mendapatkan rata-rata kadar
glukosa darah pada kondisi awal kelompok sapi induk yang diberi pakan suplemen
multinutrient block plus medicated (MBPM) lebih rendah dari pada sapi induk
kelompok kontrol yaitu 38,8 mg/dL Vs 42,9 mg/dL, namun kadar glukosa darah
tersebut masih dalam batas normal, sehingga sapi-sapi induk tersebut mempunyai
status energi yang normal keadaan ini menunjukkan bahwa, sapi-sapi induk yang
digunakan tidak kekurangan energi.
Kadar glukosa dalam darah merefleksikan sumber energi dalam tubuh dan sapi
akan menjadi lemah bila energi tidak mencukupi dalam darah atau hipoglikemia yang
dapat terjadi pada sapi yang kurang pakan kadar glukosa dalam darah adalah yang
merefleksikan sumber energi dalam tubuh. Sapi akan menjadi lemah bila energi tidak
mencukupi dalam darah. Pada ruminansia yang baru lahir, konsentrasi glukosa
menyerupai hewan monogastrik dan secara gradual menurun dengan meningkatnya
umur. Glukosa bukan komponen yang esensial, karena dapat disintesa dalam tubuh.
Akan tetapi, glukosa adalah esensial karena mutlak diperlukan untuk metabolisme
seluler dan juga karena kecukupan prekursor dan kehadiran mekanisme kontrol
mutlak diperlukan untuk sintesisnya. Kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi sematamata hanya oleh asam lemak.
Glukosa diperlukan paling tidak untuk 5 jaringan tubuh, 1) jaringan syaraf, 2)
otot, 3) sintesis lemak, 4) fetus dan 5) kelenjar ambing dan dalam jumlah yang lebih
sedikit diperlukan untuk metabolisme dalam testis, ovarium, sel telur, sintesis steroid
dan eritrosit (Rahardja, 2008). Glukosa dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh
ternak ruminansia untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh dan
pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan (plasenta, ambing) dan produksi susu.
Kebutuhan minimum glukosa yaitu untuk hidup pokok dan jika kandungan prekursor
glukosa dalam pakan rendah dibandingkan kandungan zat-zat gizi lain (seperti jerami
padi), maka ternak akanmenggunakan keseluruhan zat-zat gizi secara tidak efesien
baik untuk kepentingan produksi maupun hidup pokok. Sebagai konsekuensi, ternak
akan tetap mempertahankan konsumsi pakannya dan membakar kelebihan intake
energi atau mengurangi intake pakan seperti yang terjadi di musim kemarau.
Pembakaran kelebihan intake energi bermanfaat ketika ternak menghadapi cekaman
suhu rendah atau musim dingin di daerah subtropis (Rahardja, 2008).
III
KESIMPULAN
1. Bioenergetika merupakan perubahan energi yang menyertai reaksi biokimia.
2. Metabolisme energi pada ternak terdapat dari sistem sirkulasi dan sistem respirasi.
3. Kebutuhan energi didapatkan dari karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks.
4. Kehilangan energi merupakan energi yang berada pada urin, feses, gas, dan
pengeluaran panas.
5. Kegunaan energi dalam sel salah satunya adalah sebagai pembangun protein.
6. Proses pemanfaatan energi bergantung pada VFA dan penyerapannya.
DAFTAR PUSTAKA
Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBM Pub. Co Calcutta.
Experiment. University of Georgia Press, Athens-USA.
Chalimi, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan
Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi.
Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Egivet.
2014.
Kebutuhan
Nutrisi
Ternak
Ruminansia.
Sumber
:
www.egivet10uh.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul
15.21 WIB
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosed.
Haryanto, B. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Haryanto, B. dan A. Thalib. 2009. Emisi metana dari fermentasi enterik:
kontribusinya secara nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
ternak. Wartazoa. 19(4): 157 165.
http://www.creationresearch.org/crsq/articles/36/36_1/atp.html (Diakses 25 Maret
2016 Pukul 19:14 WIB).
http://www.chm.bris.ac.uk/motm/atp/atp1.htm (Diakses 25 maret 2016 Pukul 19:20
WIB).
Joyce le Fever. 2007 Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic, Joyce le
Fever Kee : alih bahasa, Sari Kurnianingsih ( et al ); editor edisi Bahasa
Indonesia, Ramona P. Kapoh Ed.6 Jakarta: EGC.
Junqueira, C Louise; Carneiro, Jose; diterjemahkan oleh
1982. Histologi Dasar. Jakarta Utara: EGC Kelapa Muda
Dearma, Adji.