Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

FISIOLOGI PRODUKSI
Bioenergetika

Oleh
Kelas A
Kelompok 4
Khrisna Putra .R
Raihan Gustavian
Indriyani Rahayu
Lina Syukriyani
Intan Wulansari

200110130122
200110130147
200110130183
200110130191
200110130190

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2016
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan merupakan salah satu ciri suatu mahluk hidup, makanan yang
diperoleh mahluk hidup akan dicerna dan akan menghasilkan energi. Energi
merupakan kebutuhan dasar suatu organisme dalam menjalani kehidupannya.
Organisme hidup mengubah energi yang diperolehnya dari makanan untuk berbagai
tujuan seperti pemeliharaan sel, reproduksi dan berbagai kerja baik fisik maupun
kimia. Dalam banyak reaksi biokimia, energi dari reaktan diubah dengan sangat
efisien menjadi bentuk yang berbeda.
Bioenergetik adalah studi tentang proses bagaimana sel menggunakan,
menyimpan dan melepaskan energi. Komponen utama dalam bioenergetik adalah
transformasi energi, atau konversi energi dari suatu bentuk menjadi bentuk energi
lainnya.

Makalah ini memberikan pemahaman mengenai bioenergeka yang

mencangkup masalah yang berkaitan dengan bioenergetika.


1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bioenergetika ?
2. Bagaimana metabolisme energi pada ternak mammalian ?
3. Apa saja kebutuhan energi mamalia ?
4. Apa saja yang mengakibatkan kehilangan energi mamalia?
5. Apakah kegunaan energi dalam sel ?
6. Bagaimana proses pemanfaatan energi ?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui definisi bioenergetika.


Mengetahui metabolisme energi pada ternak mammalian.
Mengetahui kebutuhan energi mamalia.
Mengetahui kehilangan energi mamalia.
Mengetahui kegunaan energi dalam sel.
Mengetahui Proses Pemanfaatan Energi.

II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bioenergetika
Bioenergetika atau termodinamika biokimia adalah ilmu pengetahuan mengenai
perubahan energi yang menyertai reaksi biokimia. Reaksi ini diikuti oleh pelepasan
energi selama sistem reaksi bergerakdari tingkat energi yang lebih tinggi ketingkat
energi yang lebih rendah. Sebagian besar energi dilepaskan dalam bentuk panas. Pada
sistem nonbiologik dapat menggunakan energi panas untuk melangsungkan kerjanya
dan dapat diubah menjadi energi mekanik atau energi listrik. Sedangkan pada sistem
biologik bersifat isotermik dan menggunakan energi kimia untuk memberikan tenaga
bagi proses kehidupan (Mardiani, T. H. 2004).
2.2 Metabolisme energi pada ternak mamalia

Ilustrasi 1. Mekanisme Bioenergetika pada Mamalia

2.2.1 Sistem Organ Sirkulasi


Sistem sirkulasi meliputi komponen sistem kardiovaskuler seperti jantung yang
terdiri atas :
1. Atrium (atria) : menerima darah kembali ke jantung
2. Ventrikel
: memompa darah keluar jantung
3. Arteri Arteriola
4. Vena Venula
2.2.2.1 Sistem Kardiovaskuler pada Mamalia
1. Jantung beruang 4 yang terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel, dinding ventrikel
lebih tebal dari pada dinding atrium
2. Terdapat sirkuit pulmoner dan sirkuit sistemik
3. Tidak ada pencampuran darah oksi dan anoksi
4. Merupakan hewan endotermik yaitu makhluk hidup menggunakan panas
yang dibebaskan dari metabolisme untuk menghangatkan tubuh
5. Jantung beruang empat berkembang secara bebas dan merupakan evolusi
konvergen
2.2.2.2 Pemeliharaan Denyut Irama Jantung
Sel otot jantung pada mamalia bekerja tak sadar yang artinya dapat berkontraksi
tanpa sinyak dari sistem saraf. Nodus Sinoatrium (nodus SA) yang berada di daerah
jantung mempertahankan irama pemompaan jantung dengan cara menentukan laju
kontraksi semua otot jantung. Nodus SA terletak pada dinding atrium kanan dkat titik
dimana vena cava superior memasuki jantung. Nodus SA disebut pula pacu
jantung.

Ilustrasi 2. Mekanisme pompa jantung


2.2.2.3 Mekanisme Kerja Nodus SA (Pacu Jantung)
Nodus SA menetukan tempo untuk keseluruhan denyut jantung. Kerja nodus
dipengaruhi oleh :
1. Dua kelompok syaraf yaitu kelompok syaraf yang mempercepat pacu jantung
dan kelompok yang memperlambat kerjanya.
2. Kerja hormon misalnya hormon epinefrin dari kelenjar adrenal yang disebut
hormon fight or flight yang meningkatkan denyut jantung
3. Suhu tubuh, setiap kenaikan suhu 1oC akan meningkatkan denyut jantung
sekitar 10 denyut per menit. Denyut jantung akan meningkatkan dalam
keadaan demam
4. Aktivitas fisik, misalnya olahraga. Peningkatan ini merupakan suatu cara
adaptasi yang membuat sistem sirkulasi darah dapat menyediakan tambahan
oksien untuk memenuhi kenutuhan tubuh pada waktu olahraga atau bekerja
keras.
2.2.2
Sistem Organ Respirasi
2.2.2.1 Mekanisme Respirasi

Ilustrasi 3. Pertukaran Gas pada Hewan dalam Bioenergetika


Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh,
serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Pekerja-pekerja berat
termasuk atlit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding pekerja ringan.
Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya
membutuhkan oksigen lebih banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan
memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada
seorang vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan
volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat
konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya
konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun
oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang
berupa protein.

Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-kan


menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 4 Hb O2oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2),
perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke
dalam arteri demikian juga difusi CO 2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O 2 dalam
udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg,
sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di
lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri
yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara
difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O 2 nya
104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O 2 mengalir lewat arteri sistemik yang
tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O 2 nya 0 - 40 mm
hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat
vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi
dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat

arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis
CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
pada jaringan Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat
mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada
sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan
hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.
Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung
menurut reaksi kimia berikut:
1) O2 + H2O (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi
pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni
sebagai berikut.
Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh C
2) Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino
hemoglobin (23% dari seluruh CO2).
3) Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai
berikut.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3
Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala
asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan
karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam
darah maka muncul gejala alkalosis.

Energi yang dihasilkan oleh proses pernapasan akan digunakan untuk


membentuk

molekul

berenergi,

yaitu

ATP

(Adenosin

Tri

Phospate).

Selanjutnya,molekul ATP akan disimpan dalam sel dan merupakan sumber energy
utama untuk aktivitas tubuh. ATP berasal dari perombakan senyawa organik seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Gula (glukosa) dari pemecahan karbohidrat dalam
tubuh diubah terlebih dahulu menjadi senyawa fosfat yang dikatalisis oleh bantuan
enzim glukokinase. Selanjutnya senyawa fosfat diubah menjadi asam piruvat dan
akhirnya dibebaskan dalam bentuk HO dan CO sebagai hasil samping oksidasi
tersebut. Proses respirasi sel dari bahan glukosa secara garis besar, meliputi tiga
tahapan, yaitu proses glikosis, siklus Krebs, dan transfer elektron.
Pada pekerja berat atau para atlit yang beraktivitas tinggi, pembentukan energy
dapat dilakukan secara anaerobic. Hal ini disebabkan bila tubuh kekurangan suplai
oksigen maka akan terjadi proses perombakan asam piruvat menjadi asam laktat yang
akan membentuk 2 mol ATP.
2.3 Kebutuhan Energi
Energi pada makhluk hidup diperoleh dari makanan yang mengandung
karbohidrat. Karbohidrat (hidrat dari karbon atau hidrat arang) atau biasa disebut
juga sebagai sakarida (dari bahasa Yunani yang berarti gula) adalah senyawa
yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi
karbohidrat adalah

penghasil

energi di dalam

tubuh ternak

utama

sapi. 1 gram

karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses
oksidasi

(pembakaran) karbohidrat

ini

kemudian

akan digunakan untuk

menjalankan berbagai fungsi.


Setelah dicerna, karbohidrat tersebut diserap oleh darah berupa glugosa dan
langsung dioksidasikan untuk menghasilkan energi atau untuk cadangan lemak tubuh.
Yang termasuk karbohidrat ialah serat kasar, BETN (yakni bahan-bahan yang banyak
mengandung pati dan gula). Jagung dan makanan butiran lainnya juga banyak

mengandung karbohidrat. Namun, kebutuhan karbohidrat ini juga bisa dipenuhi oleh
bahan hijauan, sehingga dalam hal kebutuhan karbohidrat ini ternak tidak banyak
mengalami kesulitan.
A. Karbohidrat sederhana;
Yang termasuk Karbohidrat sederhana antara lain adalah :
1. Monosakarida; yaitu jenis karbohidrat yang terdiri dari 1 gugus cincin.
Contohnya adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
Glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, dan sayuran.
Fruktosa, dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan
rasa yang paling

manis. Fruktosa

banyak

terdapat

dalam

madu ( bersama

dengan glukosa ), dan juga pada berbagai macam buah-buahan.


Galaktosa,

adalah

karbohidrat

dari

hasil

proses

pencernaan laktosa,

oleh sebab itu tidak terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal,
monosakarida juga akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan senyawa
karbohidrat kompleks pati (starch) atau selulosa.
2. Disakarida, terbentuk dari gabungan 2 molekul monosakarida. Contohnya
adalah :
Sukrosa yang terbentuk dari gabungan molekul glukosa. dan fruktosa. Contoh
makanan yang banyak mengandung Sukrosa adalah gula pasir.
Laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan galaktosa. Contoh
makanan yang mengandung laktosa adalah susu sapi, dengan konsentrasi laktosa ratarata 6.8 gr / 100 ml susu.
B. Karbohidrat Kompleks
Karbohidrat kompleks terbentuk dari 20.000 unit molekul monosakarisa terutama
glukosa. Contohnya adalah :
Pati. Ini adalah jenis karbohidrat kompleks yang paling banyak dikonsumsi. Pati
adalah simpanan energi yang ada di dalam sel sel tumbuhan, berbentuk butiran

butiran kecil mikroskopik dengan berdiameter berkisar antara 5 50 nm. Bahan


pakan

yang

banyak mengandung Pati antara lain

gandum,

jagung,

biji-

bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di dalam
berbagai jenis umbi umbian seperti singkong, kentang atau ubi. Di dalam
pakan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa
(amylose) dan amilopektin (amylopectin). Amilosa merupakan polimer glukosa
rantai

panjang

yang

tidak

bercabang sedangkan

amilopektin

merupakan

polimer glukosa dengan susunan yang bercabang cabang. Komposisi kandungan


amilosa dan amilopektin ini bervariasi tergantung kepada jenis pakannya. Namun
semakin tinggiamilopektin, makan pakan akan semakin mudah dicerna.
Glikogen, adalah bentuk simpanan energi di dalam tubuh yang dapat dihasilkan
dari karbohidrat. Glikogen merupakan salah satu sumber energi utama yang
digunakan untuk melakukan aktifitas. Di dalam tubuh glikogen akan tersimpan di
dalam hati dan otot. Namun kapasitas penyimpanan glikogen di dalam tubuh
sangat

terbatas

yaitu

hanya sekitar 350-500 gram atau setara dengan energi

sebesar 1.200- 2.000 kkal. Sekitar 67% dari simpanan glikogen yang terdapat di
dalam tubuh akan tersimpan di dalam otot dan sisanya akan tersimpan di dalam hati.
Di

dalam

otot,

glikogen

merupakan

simpanan

energi

utama

yang

mampu membentuk hampir 2% dari total massa otot. Glikogen yang terdapat di
dalam otot hanya dapat digunakan untuk keperluan energy di dalam otot tersebut
dan tidak dapat dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa apabila
terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkannya.Berbeda dengan glikogen hati
dapat dikeluarkan apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkan. Glikogen
yang terdapat di dalam hati dapat dikonversi melalui proses glycogenolysis menjadi
glukosa dan kemudian dapat dibawa oleh aliran darah menuju bagian tubuh yang
membutuhkan seperti otak, sistem saraf, jantung, otot dan organ tubuh lainnya.

Selulosa, adalah dinding sel dari tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari kombinasi
molekusa glukosa. Zat ini masih dapat dicerna oleh ternak sapi dengan bantuan jasad
renik. Dibandingkan dengan pati dan gula,selulosa merupakan zat pakan yang
bernilai rendah sebab tidak bisa dicerna dengan sempurna dan butuh banyak energy
dalam proses pencernaannya.
Serat (Fiber) adalah karbohidrat yang tidak dapat larut. Bahan ini hanya
berfungsi sebagai pengenyang yang bisa merangsang proses pencernaan agar bisa
berlangsung lebih baik. Pada tumbuh tumbuhan, karbohidrat dibentuk dari reaksi
antara air dengan karbondioksida melalui proses fotosintesis. Sedangkan pada tubuh
hewan seperti ternak sapi, karbohidrat dibentuk melalui pakan hijauan dan biji
bijian yang dimakan.
2.4 Kehilangan Energi
Senyawa kimia berupa bahan organik yang telah diketahui banyaknya dengan
analisis proksimat mengandung energi kimia. Hewan menggunakan makanannya
tidak lain untuk memenuhi kebutuhan energinya untuk fungsi-fungsi tubuh dan untuk
melancarkan reaksi sintetis tubuh. Energi diukur dengan kalori, dimana satu gram
kalori adalah panas yang diperlukan untuk menaikkan panas 1 gram air dari 14,5
15,5oC.
Energi dapat dibebaskan untuk menghasilkan energi dalam berbagai bentuk jika
dioksidasi. Di luar tubuh, oksidasi dapat dilakukan dengan cara membakar bahan
pakan menjadi abu, Setelah masuk ke tubuh, proses pencernaan dan metabolisme
mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi
energi yang tersedia. Simpanan energi yang siap digunakan berupa Phosphat
berenergi tinggi atau disimpan dalam bentuk glikogen, lemak tubuh dan daging.
Sewaktu-waktu cadangan energi dapat dipakai untuk beraktivitas atau untuk
menghasilkan produk. Banyaknya energi kimia suatu bahan pakan dapat diketahui
melalui suatu alat yang disebut Bom Kalorimeter. Selain menggunakan bom

kalorimeter, untuk mengestimasi nilai energi bahan pakan atau ransum dari hasil
analisa proksimat dapat dilakukan dengan beberapa cara. Atwater menggunakan
faktor-faktor 4, 9 dan 4 masing-masing untuk menghitung kilokalori yang tersedia
dalam per gram protein, lemak dan karbohidrat. Faktor-faktor ini masih banyak
digunakan

untuk

menghitung

nilai

energi

makanan

manusia

dan

untuk

membandingkan nilai energi relatif dari bahan-bahan makanan yang khas.


Energi bahan pakan umumnya dibagi ke dalam empat bagian, yaitu energi
bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto. Hubungan antara
berbagai nilai energi tersebut diuraikan berikut:

Ilustrasi 4. Penggunaan Fraksi Energi Bahan Pakan dalam Tubuh Ternak


Ruminansia

Partisi energi pakan dalam satuan persen yang dimanfaatkan oleh tubuh ternak
adalah sebagai berikut:

Ilustrasi 5. Persentase Partisi Energi dalam Tubuh

Energi pakan yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara: (1)
menyediakan energi untuk aktivitas; (2) dapat dikonversi menjadi panas; dan (3)
dapat disimpan sebagai jaringan tubuh. Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi
setelah terpenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya
disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang
(diekskresikan) oleh tubuh ternak. Energi disimpan di dalam karbohidrat, lemak dan
protein dari bahan makanan. Semua bahan tersebut mengandung karbon (C) dan
hidrogen (H) dalam bentuk yang bisa dioksidasi menjadi karbondioksida (CO 2) dan
air (H2O) yang menunjukan energi potensial untuk ternak. Jumlah panas yang
diproduksi ketika pakan dibakar secara sempurna dengan adanya oksigen dapat
diukur dengan alat kalorimeter bom dan disebut Energi Bruto (EB) dari pakan.
Persentase EB yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak dan digunakan untuk
mendukung proses metabolik tergantung kemampuan ternak untuk mencerna bahan
makanan. Pencernaan mencerminkan proses fisika dan kimia yang terjadi dalam
saluran pencernaan dan menyebabkan pecahnya senyawa kimia kompleks dalam
pakan menjadi molekul lebih kecil yang dapat diserap dan digunakan oleh ternak.
Energi yang diserap tersebut disebut Energi Dapat Dicerna (EDD). Pada ternak nonruminansia, kehilangan energi lebih lanjut terjadi melalui urin berupa limbah yang
mengandung nitrogen dan senyawa lain yang tidak dioksidasi oleh tubuh ternak serta
untuk ternak ruminansia selain melalui urin, kehilangan energi juga melalui
pembentukan gas methan. EDD dikurangi energi yang hilang melalui urin (nonruminansia) atau urin+methan (ruminansia) disebut Energi Metabolis (EM) pakan.
Selama metabolisme zat makanan, terjadi kehilangan energi yang disebut Heat
Increament. Sisa energi dari pakan yang tersedia bagi ternak untuk digunakan
keperluan hidup pokok (maintenance) dan produksi disebut Energi Neto (EN).
Tidak semua GE bahan pakan dapat dicerna. Sebagian akan dikeluarkan
bersama tinja (feses), karena analisa kandungan energi bahan pakan tidak berhenti

pada GE, melainkan masih dilanjutkan dengan penganalisaan kandungan energi dapat
dicerna (DE). DE merupakan perbedaan antara GE dalam bahan pakan dengan GE
dalam feses . Diperkirakan bahwa tidak semua zat-zat makanan yang dapat dicerna,
semuanya diasimilasikan dan digunakan dalam tubuh. Tetapi hal itu tidak benar
karena dalam pencernaan dan penggunaan bahan pakan terdapat tiga macam bentuk
kehilangan energi lainnya yaitu :
1. Energi yang hilang dalam urine dan sisa hasil N lainnya yang dikeluarkan
melalui urine
2. Energi yang hilang dalam bentuk gas hasil oksidasi, hasil fermentasi selulosa,
pentosan dan karbohidrat lainnya di dalam alat pencernaan terutama di dalam
rumen ternak ruminansia. Kehilangan energi dalam proses ini relatif kecil. Pada
ruminansia energi yang hilang umumnya tidak lebih dari 10%. Gas yang
dihasilkan selama proses fermentasi rumen merupakan proses yang tidak
menguntungkan bagi ternak ruminansia atau lingkungan. Produksi metan di
dalam rumen menyebabkan kehilangan energi pakan sekitar 7 sampai 8 persen.
Di samping itu, gas metan yang dihasilkan juga memberikan kontribusi terhadap
pemanasan global (global warming) akibat efek rumah kaca (green house effect)
yang ditimbulkannya.
3. Kehilangan energi pada berbagai aktivitas seperti mengunyah, mencerna dan
mengasimilasi bahan pakan. Kehilangan energi dalam bentuk seperti ini relatif
lebih besar.
Proses proses tersebut biasanya dinamakan energi pencernaan. Disamping
ke tiga hal tersebut di atas, masih ada lagi kehilangan energi dalam bentuk lain, yaitu
energi yang dikeluarkan dalam proses-proses berbentuk panas dan yang bertujuan
menghangatkan badan. Kehilangan energi dalam bentuk panas disebut energi thermis.
Energi thermis adalah jumlah tambahan panas yang dihasilkan dalam tubuh akibat
konsumsi makanan. Kehilangan energi dalam bentuk energi thermis biasanya lebih

besar pada bahan pakan yang memiliki serat kasar tinggi daripada bahan pakan yang
berbentuk butir-butiran dan berserat rendah yang sifatnya mudah dicerna. Contohnya
pada jagung 33% energi pakan yang dicerna hilang dalam bentuk energi thermis,
sedangkan pada jerami kehilangan lebih dari 60%.
Energi yang hilang dalam feses, pembakaran gas-gas dan di dalam urine yang
dikurangkan dari jumlah seluruh energi dalam makanan dan sisanya disebut energi
metabolis. Untuk ternak unggas, nilai energi metabolis dari bahan pakan lebih tepat
dan paling banyak digunakan karena aplikasinya lebih praktis, disamping itu
pengukuran energi ini tersedia untuk semua tujuan yaitu untuk hidup pokok,
pertumbuhan, penggemukan dan produksi telur. Secara umum, energi yang hilang
akibat pembakaran gas dan urine kira-kira 8%, atau 3-5% dari energi bruto bahan
pakan. Hilangnya energi pada ternak ruminansia umumnya lebih besar dibandingkan
pada ternak non ruminan.
Tabel 1. Pengukuran energi metabolis
Asal Pengukuran

Ternak berlambung

Energi

tunggal/sederhana
2-40

(herbivora)
10-70

10-60

Gas

0.5

3-7

5-12

Urin

1-3

3-5

3-5

5-30

10-35

10-40

25-50

15-50

10-35

Feses

Panas reaksi (heat


increament )
Net use
Sumber : Benerjee (1978)

Non ruminan

Ruminansia

Selain proses metabolisme dalam tubuh dan jenis ternak, pakan berkualitas
rendah menyebabkan heat increment yang lebih tinggi, dan mengakibatkan efisiensi
pakan yang lebih rendah. Heat increment adalah energi yang dikeluarkan ternak
untuk proses pencernaan pakan di dalam saluran cerna. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebutuhan energi untuk hidup pokok (maintenance) ternak di daerah tropis

sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan di daerah subtropis (Haryanto, 2012).


Perbedaan kemampuan mikroba rumen dalam mencerna pakan turut menentukan
efisiensi pemanfaatan energi yang ada di dalam pakan. Sebagai contoh, ternak kerbau
mempunyai mikroba rumen dengan kemampuan mencerna pakan berserat yang lebih
tinggi dibandingkan domba atau sapi. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya ragam
mikroba yang berlainan antar spesies ternak. Pakan berkualitas rendah dengan nilai
kecernaan rendah cenderung menghasilkan gas metana yang lebih tinggi. Hal ini juga
menunjukkan bahwa sebagian energi yang terkandung di dalam pakan akan terbuang
sebagai energi gas metana yang jumlahnya dapat bervariasi dari 2 15% dari energi
yang ada di dalam pakan (Haryanto dan Thalib, 2009).
Energi yang terdapat dalam bahan pakan dipandang sebagai potensial, sampai
energi tersebut dimanfaatkan. Semua energi potensial dalam bahan pakan seperti
yang diperoleh dengan membakar bahan pakan dalam kalorimeter tidak dapat
digunakan oleh ternak.
Nilai energi metabolis dipengaruhi oleh penggunaan asam-asam amino dalam
tubuh, misalnya untuk sintesis protein sebagai sumber energi. Jadi nilau ME biasanya
dikoreksi dengan keseimbangan nitrogen dengan menggunakan beberapa factor
koreksi sebagai berikut: Untuk tiap g nitrogen disimpan dalam tubuh, ada
pengurangan 6,77 kkal untuk babi, 7,45 kkal untuk ruminansia dan 8,22 kkal untuk
unggas. Akibatnya bila ternak dalam keadaan keseimbangan negatif, nilai ME harus
ditambahkan pada koreksinya.
Selain menggunakan sistem ME untuk menyatakan nilai energi suatu bahan
pakan atau ransum, masih ada sistem lain yang umum digunakan yaitu system TDN
(Total digestible nutrient). Sistem ini berdasarkan analisis proksimat yang memberi
nilai DE (Digestible energy) pada lemak dapat dicerna dan protein dapat dicerna yang
lebih tinggi dibanding MP. Sistem TDN dipandang sebagai kompromi antara DE dan
ME (0.45 kg TDN setara dengan 2000 kkal DE atau 1600 kkal ME).

Sistem TDN yang disebutkan di atas sebenarnya merupakan upaya untuk


mengukur DE dengan menggunakan sebagai unit. Dimana 1 kg TDN setara dengan
4,4 Mkal DE (Schneider dan Flatt, 1975). Keuntungan dari system ini adalah mudah
mengukurnya, tetapi tidak memberi penjelasan tentang semua energi yang hilang
disebabkan oleh proses pencernaan dan proses metabolisme zat-zat bahan pakan.
Kelemahan utama dari system DE adalah bila digunakan sebagai dasar system
pemberian makanan maka akan terjadi overestimasi energi yang tersedia untuk bahan
pakan yang sukar dicerna (misalnya hijauan) relatif terhadap bahan-bahan pakan yang
mudah dicerna seperti biji-bijian. Oleh karena itu masih ada system lain yang
digunakan yaitu NE (net energy).
Nilai energi netto (NE) diperoleh dengan mengurangi energi (ME) makanan atau
ransum dengan panas reaksi. Energi netto adalah bagian energi yang tinggal dalam
tubuh untuk tujuan yang bermanfaat seperti pertumbuhan, produksi lemak tubuh,
produksi susu, telur dan pekerjaan otot. Bila digunakan untuk hidup pokok, energi
netto diubah menjadi energi mekanik yang digunakan untuk kerja, akan keluar dari
tubuh ternak sebagai panas. Bila panas semacam ini diperlukan untuk kehangatan
tubuh akan digunakan sebagai pelengkap aksi energi kimia yang sebenarnya
digunakan untuk produksi. Namun bila tidak digunakan akan terbuang dan
dikeluarkan dari tubuh.
Penggunaan NE sebagai dasar untuk sistem evaluasi bahan pakan merupakan
sesuatu yang kompleks, karena ME yang tersedia dari bahan pakan yang digunakan
ternak untuk berbagai status fisiologis dari hewan tersebut masing-masing
efisiensinya berbeda. Sedangkan keuntungan dari penggunaan sistem NE antara lain :
1. Kebutuhan energi dari ternak yang dinyatakan dengan NE tidak lagi tergantung
pada bahan pakan, artinya tidak ada lagi penyesuaian yang perlu dilakukan bila
ternak diberi berbagai rasio hijauan : konsentrat.

2. Kebutuhan hidup pokok diperkirakan secara terpisah dari bahan pakan yang
dibutuhkan untuk fungsi produksi. Dengan system NE didapatkan satu angka
kebutuhan, non multiple, karena tepat mengevaluasi energi hijauan untuk hidup
pokok.
3. Karena NE sudah memperhitungkan energi yang hilang melalui feses, urin dan
produksi panas, maka tidak akan ada lagi bias yang akan ditemui dalam respon
ternak. Walaupun system NE dianggap sudah sebagai standar untuk menjelaskan
nilai energi bahan pakan maupun untuk kebutuhan sapi pedaging, namun masih
memiliki kelemahan, yaitu :
a) Linieritas hubungan antara Log Produksi panas dan konsumsi ME ; beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hasilnya relatif tidak linier, tetapi sedikit
banyak sigmoid.
b) Tidak semua NE bahan pakan tersedia, sehingga nilai NE bahan pakan masih
diestimasi dari nilai DE.
c) Penggunaan komputer dengan multiple NE tidak akurat dan tidak mudah.
Inkonversi antara DE, ME dan NE dapat dilakukan setelah beberapa peneliti
mendapatkan persamaan sebagai berikut :
ME = 0.82 DE (NRC-AS, 1976)
NEm = 1.37 ME 0.138 ME2 + 0.0105ME2 1.12 (Garret, 1980)
NEg = 1.42 ME - 0.174 ME2 + 0.01222ME3 1.65 (Garret, 1980)
2.5 Kegunaan energi dalam sel
Semua makhluk hidup tumbuhan dan hewan, membutuhkan pasokan energi
terus-menerus agar dapat berfungsi. Hewan memperoleh energi dengan oksidasi
makanan, tanaman melakukannya dengan menangkap sinar matahari menggunakan
klorofil. Namun, sebelum energi dapat digunakan, pertama-tama diubah menjadi
bentuk yang dapat ditangani dengan mudah oleh organisme. Pembawa khusus energi
ini adalah molekul adenosin trifosfat, atau ATP.

Molekul ATP terdiri dari tiga komponen. Di pusat adalah molekul gula, ribosa
(gula yang sama yang membentuk dasar dari RNA). Kemudian Adenin melekat pada
satu sisi yang merupakan dasar (kelompok yang terdiri dari cincin menghubungkan
atom karbon dan nitrogen). Sisi lain dari molekul gula yang melekat yaitu rangkaian
gugus fosfat. Fosfat ini adalah kunci untuk aktivitas ATP.

Ilustrasi 6. Struktur molekul ATP


ATP bekerja dengan kehilangan gugus fosfat yang paling akhir ketika
diperintahkan untuk melakukannya oleh enzim. Reaksi ini melepaskan banyak energi,
kemudian organisme dapat menggunakan untuk membangun protein dll. Produk
reaksi adalah adenosin difosfat (ADP), dan kelompok fosfat baik berakhir sebagai
ortofosfat (HPO4) atau melekat pada molekul lain (misalnya alkohol). Bahkan lebih
banyak energi dapat diekstraksi dengan menghilangkan gugus fosfat kedua untuk
menghasilkan adenosin monofosfat (AMP).
ATP + H2O ADP + HPO4
Ketika organisme beristirahat dan energi tidak segera diperlukan, reaksi balik
berlangsung dan kelompok fosfat disambungkan dengan menggunakan energi
molekul yang diperoleh dari makanan atau sinar matahari. Sehingga molekul ATP
berperan dalam menyimpan energi ketika tidak diperlukan, tetapi bisa melepaskannya
langsung ketika organisme membutuhkan itu.

2.5.1 Fungsi ATP


ATP digunakan untuk banyak fungsi sel termasuk kerja transportasi zat bergerak
melintasi membran sel. Hal ini juga digunakan untuk kerja mekanik, menyediakan
energi yang diperlukan untuk kontraksi otot. Penyediaan energi ini tidak hanya untuk
otot jantung (untuk sirkulasi darah) dan otot rangka (seperti gerakan tubuh), tetapi
juga untuk kromosom dan flagella untuk memungkinkan melaksanakan banyak
fungsi. Peran utama dari ATP adalah dalam kerja kimia, menyediakan energi yang
diperlukan untuk mensintesis sejuta jenis makromolekul sehingga sel perlu ada.
ATP juga digunakan sebagai pengatur aktif-tidaknya untuk mengontrol reaksi
kimia dan untuk mengirim pesan. Bentuk rantai protein menghasilkan struktur
senyawa yang penting untuk kehidupan, sebagian besar ditentukan oleh ikatan kimia
yang lemah yang mudah rusak dan dibuat ulang. Rantai ini dapat mempersingkat,
memperpanjang, dan berubah bentuk dalam menanggapi masukan atau penarikan
energi. Perubahan dalam rantai mengubah bentuk protein dan juga dapat mengubah
fungsi atau menyebabkan protein menjadi aktif atau tidak aktif.
Molekul ATP dapat mengikat dengan salah satu bagian dari molekul protein,
menyebabkan bagian lain dari molekul yang sama untuk bergerak sedikit yang
menyebabkan untuk mengubah bentuk, menonaktifkan molekul. Selanjutnya
pemindahan ATP menyebabkan protein untuk kembali ke bentuk aslinya, dengan
demikian protein dapat berfungsi kembali. Siklus dapat diulang sampai molekul
didaur ulang, secara efektif melayani sebagai pengatur aktif dan tidaknya protein
(Hoagland dan Dodson, 1995, p.104). Menambahkan fosfor (fosforilasi) dan
menghilangkan fosfor dari protein (defosforilasi) dapat berfungsi sebagai pengatur
aktif atau tidaknya protein.
2.6 Proses Pemanfaatan Energi
Metabolisme merupakan rangkaian proses reaksi biokimia yang terjadi di dalam
makhluk hidup. Proses yang lengkap dan sangat terkoordinatif melibatkan banyak

enzim di dalamnya, sehingga terjadi pertukaran bahan dan energi sedangkan, Glukosa
darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam
makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Fever, 2007).
Menurut Frandson (1992), hasil pencernaan karbohidrat pada ternak ruminansia
di dalam retikulo rumen adalah asam lemak mudah terbang (VFA volatile fatty acid),
terutama asam asetat, propionat, dan butirat yang akan diserap sebelum mencapai
usus. Volatile fatty acid kemudian akan diabsorbsi masuk peredaran darah menuju
hati, dan di dalam hati VFA akan diubah menjadi glukosa, maupun hasil-hasil lain
yang dibutuhkan oleh tubuh (Tillman dkk., 1991). Glukosa pada ruminansia selain
sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh
terutama darah dan otot (Parakkasi, 1999).
Dalam usus halus, proses pencernaan sisa-sisa mikroba yang mati merupakan
sumber dari sebagian protein yang dibutuhkan induk semang. Hal yang lebih
kompleks yaitu berkaitan dengan protein dalam pakan. Sebagai contoh, jika protein
dalam pakan memiliki kelarutan yang tinggi, maka melalui proses yang sama dengan
fermentasi karbohidrat, protein tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan
menghasilkan VFA dan amonia. Di lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki
tingkat kelarutan rendah, maka protein tersebut relatif tidak mengalami perubahan
ketika melalui rumen dan memasuki bagian saluran pencernaan selanjutnya, sampai
kemudian memasuki usus halus dimana proses penguraian enzimatis oleh enzimenzim yang dihasilkan oleh ternak sendiri. Protein yang yang bergerak sampai di
bagian usus halus dan terhindar dari fermentasi rumen dikenal sebagai by pass
protein, dan ketika dihidrolisa dalam usus halus menjadi asam-asam amino yang
tersedia bagi ternak.
Selanjutnya, melalui proses absorbsi (sistem transport aktif), asam-asam amino
tersebut menjadi tersedia untuk sintesa protein tubuh. Pakan bagi ternak ruminansia
hendaknya mempertimbangkan kehadiran 2 sistem yang membutuhkan zat-zat gizi

dan harus diberikan pada saat yang sama. Kedua sistem tersebut yaitu sistem mikroba
yang tinggal dalam rumen-retikulum dan yang mencerna zat-zat gizi dalam material
pakan pencernaan fermentasi dan sistem ternaknya sendiri, yang menggantungkan
sebagian besar kebutuhan hidupnya pada produk pencernaan fermentasi dan zat-zat
gizi yang by pass dari proses fermentasi (Rahardja, 2008).
Berkaitan dengan kebutuhan glukosa pada ternak ruminansia. Hasil-hasil
penelitian para ahli menunjukkan bukti bahwa ternak ruminansia memerlukan
glukosa dalam seluruh pase kehidupannya dan kebutuhannya itu menunjukkan trend
yang sama dengan kebutuhan protein (Preston, 1995). Sebagai konsekuensi sistem
pencernaan, ternak ruminansia tidak mengabsorbsi glukosa dan harus mensintesanya
dalam jaringan tubuh (terutama hati) untuk kebutuhan yang mutlak dipenuhi
(Rahardja, 2008).
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa
pada masa itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan fetus dan persiapan kelahiran,
sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan
laktosa (gula susu) dan lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang
maka secara fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara
glukoneogenesis yang biasanya dengan membongkar asamlemak dalam hati. Efek
samping dari pembongkaran asam lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa
akan meningkatkan juga hasil samping yang disebut benda2 keton (acetone,
acetoacetate, -hydroxybutyrate (BHB)) dalam darah.
Kadar gula darah normal pada ternak ruminansia bervariasi antara 46 60
mg/dL (Rahardja, 2008). dan Chalimi dkk., (2008) yang mendapatkan kadar glukosa
darah sapi PO yang diberi pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi berkisar
antara 58,90 60,00 mg/dL.
Hasil Penelitian Syarifuddin dan Wahdi, (2011) mendapatkan rata-rata kadar
glukosa darah pada kondisi awal kelompok sapi induk yang diberi pakan suplemen

multinutrient block plus medicated (MBPM) lebih rendah dari pada sapi induk
kelompok kontrol yaitu 38,8 mg/dL Vs 42,9 mg/dL, namun kadar glukosa darah
tersebut masih dalam batas normal, sehingga sapi-sapi induk tersebut mempunyai
status energi yang normal keadaan ini menunjukkan bahwa, sapi-sapi induk yang
digunakan tidak kekurangan energi.
Kadar glukosa dalam darah merefleksikan sumber energi dalam tubuh dan sapi
akan menjadi lemah bila energi tidak mencukupi dalam darah atau hipoglikemia yang
dapat terjadi pada sapi yang kurang pakan kadar glukosa dalam darah adalah yang
merefleksikan sumber energi dalam tubuh. Sapi akan menjadi lemah bila energi tidak
mencukupi dalam darah. Pada ruminansia yang baru lahir, konsentrasi glukosa
menyerupai hewan monogastrik dan secara gradual menurun dengan meningkatnya
umur. Glukosa bukan komponen yang esensial, karena dapat disintesa dalam tubuh.
Akan tetapi, glukosa adalah esensial karena mutlak diperlukan untuk metabolisme
seluler dan juga karena kecukupan prekursor dan kehadiran mekanisme kontrol
mutlak diperlukan untuk sintesisnya. Kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi sematamata hanya oleh asam lemak.
Glukosa diperlukan paling tidak untuk 5 jaringan tubuh, 1) jaringan syaraf, 2)
otot, 3) sintesis lemak, 4) fetus dan 5) kelenjar ambing dan dalam jumlah yang lebih
sedikit diperlukan untuk metabolisme dalam testis, ovarium, sel telur, sintesis steroid
dan eritrosit (Rahardja, 2008). Glukosa dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh
ternak ruminansia untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan tubuh dan
pertumbuhan fetus, pertumbuhan jaringan (plasenta, ambing) dan produksi susu.
Kebutuhan minimum glukosa yaitu untuk hidup pokok dan jika kandungan prekursor
glukosa dalam pakan rendah dibandingkan kandungan zat-zat gizi lain (seperti jerami
padi), maka ternak akanmenggunakan keseluruhan zat-zat gizi secara tidak efesien
baik untuk kepentingan produksi maupun hidup pokok. Sebagai konsekuensi, ternak
akan tetap mempertahankan konsumsi pakannya dan membakar kelebihan intake

energi atau mengurangi intake pakan seperti yang terjadi di musim kemarau.
Pembakaran kelebihan intake energi bermanfaat ketika ternak menghadapi cekaman
suhu rendah atau musim dingin di daerah subtropis (Rahardja, 2008).

III
KESIMPULAN
1. Bioenergetika merupakan perubahan energi yang menyertai reaksi biokimia.
2. Metabolisme energi pada ternak terdapat dari sistem sirkulasi dan sistem respirasi.
3. Kebutuhan energi didapatkan dari karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks.
4. Kehilangan energi merupakan energi yang berada pada urin, feses, gas, dan
pengeluaran panas.
5. Kegunaan energi dalam sel salah satunya adalah sebagai pembangun protein.
6. Proses pemanfaatan energi bergantung pada VFA dan penyerapannya.

DAFTAR PUSTAKA
Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBM Pub. Co Calcutta.
Experiment. University of Georgia Press, Athens-USA.
Chalimi, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan
Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi.
Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Egivet.

2014.
Kebutuhan
Nutrisi
Ternak
Ruminansia.
Sumber
:
www.egivet10uh.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul
15.21 WIB

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: Srigandono, B. dan K. Praseno.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosed.
Haryanto, B. 2012. Perkembangan Penelitian Nutrisi Ruminansia. Balai Penelitian
Ternak, Bogor.
Haryanto, B. dan A. Thalib. 2009. Emisi metana dari fermentasi enterik:
kontribusinya secara nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
ternak. Wartazoa. 19(4): 157 165.
http://www.creationresearch.org/crsq/articles/36/36_1/atp.html (Diakses 25 Maret
2016 Pukul 19:14 WIB).
http://www.chm.bris.ac.uk/motm/atp/atp1.htm (Diakses 25 maret 2016 Pukul 19:20
WIB).
Joyce le Fever. 2007 Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostic, Joyce le
Fever Kee : alih bahasa, Sari Kurnianingsih ( et al ); editor edisi Bahasa
Indonesia, Ramona P. Kapoh Ed.6 Jakarta: EGC.
Junqueira, C Louise; Carneiro, Jose; diterjemahkan oleh
1982. Histologi Dasar. Jakarta Utara: EGC Kelapa Muda

Dearma, Adji.

Mardiani, T. H. 2004. Bioenergetika Dan FosforilasiOksidatif. Nasional. Vol.4(1):1-9


National Research Council (NRC), 1976. Nutrient Requirement of Beef Cattle 5th
Rev. ed. National Academy of Science, Washington D. C. USA.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan MakananTernak Ruminan. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.
Preston, T.R. 1995. Tropical Animal Feeding, A manual for research worker. FAO,
United Nation, paper 126. Rome.
Rahardja, D.P., 2008. Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi)
Untuk Produksi Ternak Ruminansia. Dinas Peternakan Makassar.
Schneider, B.H. and W.P. Flatt. 1975. The Evaluation of Feeds Through Digestibility
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo.1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Wilson, W.O. and Vohra, P., Poultry Management, in : H.H. Cole W.N. Garret
(ed). 1980. Animal Agriculture. W.H. Freeman and Company, San
Fransisco.
Yatim, Wildan Dr. 1990. Biologi Modern Histologi. Bandung: PT Tarsito

Anda mungkin juga menyukai