Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TATA LAKSANA
3.1.

Tata laksana Pelayanan Instalasi Bedah Sentral :


A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat
dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan
dapat dilihat di SPO Instalasi Bedah Sentral.
B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien
Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar
petugas, baik rawat inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak
terjadi kesalahan pasien dan kesalahan diagnosa/tindakan, maka perawat
pre operasi memeriksa kelengkapan pasien :
1. Nama pasien (bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada
keluarga pasien).
2. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai
3. Riwayat penyakit (ashma, alergi obat, dan riwayat penggunaan obat
steroid dalam tiga bulan terakhir).
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, petugas anesthesi membantu
untuk melepaskannya
5. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke
keluarga pasien.
6. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna (cutek dan
lipstick)

bila

masih

membersihkannya.
7. Dokumen pasien

ada,

petugas

(Informed

anesthesi

consent,

hasil

membantu
pemeriksaan

Laboratorium, hasil pemeriksaan Radiologi, hasil pemeriksaan fisik


terakhir).
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat
berhubungan dengan pemberian informasi yang sejelasjelasnya
mencakup manfaat dan resiko pembedahan. Beberapa hal yang perlu
perbaikan sebagai berikut :

a. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi


standart dikuatkan risalah informasi bahwa agar memudahkan dalam
pemberian karena faktor beban pelayanan yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama)
atau operasi oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada
pertemuan khusus antara tim dengan pasien dan keluarganya
sebelum operasi dilaksanakan.
D. Kerjasama antar Disiplin
1. Persiapan Operasi, Pasien diperiksa di IRJ atau IGD oleh DPJP dan
konsultasi ke KSM yang diperlukan. Setelah memenuhi standar
pelayanan anestesi, pasien dikonsulkan ke dokter anesthesi
2. Evaluasi Pra bedah, Dokter operator harus melakukan evaluasi pra
bedah untuk menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan
konsultasi KSM lain untuk membuat suatu asesmen pra bedah.
Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi
pasien, rencana tindakan, alternatif tindakan,tingkat keberhasilan,
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan
pasca bedah harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam
rekam medis pasien dan ditandatangani oleh dokter bedah yang
bersangkutan.
3. Pendaftaran operasi, Poliklinik/Ranap mendaftar ke IBS dan IBS
menentukan jadwal operasi serta mempersiapkan instrumen, alatalat, obat dan alkes yang diperlukan. Unsur yang terkait disini adalah
bagian instrumen, linen, depo farmasi, anestesi, teknisi, kebersihan,
CSSD. Jadwal rencana operasi didistribusikan ke Perawat Kontrol,
Instalasi Rawat Inap terkait, KSM terkait (dokter operator
bersangkutan, dokter anesthesi).
3.2.

Asesmen Pra-Bedah
A. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang
terdokumentasi.

Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan


kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi KSM lain untuk
membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan
pada pasien, mengenai kondisi pasien, diagnosis penyakit (indikasi
operasi/tindakan), alasan mengapa harus dilakukan operasi/tindakan, hal
yang akan terjadi bila tidak dilakukan operasi atau tindakan, apa yang
dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana tindakan, alternatif
tindakan, tingkat keberhasilan, komplikasi operasi atau tindakan yang
mungkin terjadi, alternatif terapi atau tindakan lain (bila ada),
prognosis/kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang terjadi
dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya
operasi, tidak termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi
lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani
oleh pasien atau keluarga,dokter bedah yang bersangkutan/DPJP, saksi
pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak RS. Informasi yang diberikan
dicatat dalam lembar khusus informed consent yang disertakan dalam
rekam medis pasien.
Penilaian perioperatif seringkali kurang daripada yang seharusnya, dan
terkadang adanya kurang komunikasi antara dokter bedah dan
anestesiolog.
Perhatian khusus harus diberikan pada hal-hal berikut yang ditemukan
pada anamnesa :
1. Riwayat penyakit terdahulu, operasi dan pembiusan sebelumnya.
2. Terapi obat-obatan seperti kortoikosteroid, insulin, obat anti
hipertensi, tranqualizers, antidepresan trisiklik, antikoagulan,
barbiturate, diuretic dan alergi obat.
3. Gejala-gejala yang berhubungan dengan system respirasi, seperti
batuk, sputum, bronkospasme, kemampuan untuk mengeluarkan
lender.
4. Sistem kardiovaskuler : toleransi latihan, nyeri angina, gagal jantung,
hipertensi yang tidak diterapi.

5. Kecenderungan untuk muntah. Pilihan obat dan tindakan anestesi


untuk mengurangi mual muntah pasca bedah.
6. Riwayat kehamilan dan menstruasi
7. kebiasaan pasien ; merokok, minum alcohol dan adiksi obat.
Pada pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan klinis yang lengkap,
terutama:
1. Tanda-tanda penyakit pernafasan : pola dan karakter pernafasan
seperti dispneu, adanya suara tambahan pada auskultasi, jari tabuh,
sianosis.
Gejala-gejala tambahan yang perlu didiskusikan lagi pada kondisikondisi tertentu, seperti :
a. Nyeri tulang atau kelemahan otot pada keganasan
b. Kelemahan umum, demam atau kehilangan berat badan pada TBC
c. Semua pasien harus ditanyakan mengenai kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan :
a.

Warna dan kualitas suara harus dicatat

b.

Mengi yang terdengar harus bisa dikoreksi

c.

Dispneu

d.

Perhatian secara khusus harus diberikan pada pola, ekskursi


dan simetrisitas dari gerakan pernafasan

e.

Adanya suara tambahan pada pasien yang tidak memiliki


penyakit pernafasan (ronki) memberikan peringatan bahwa
kaliber bronkus abnormal.

f.

Rales atau crackers disebabkan oleh penutupan mendadak atau


kolaps dari jalan nafas. Keadaan ini terjadi di awal inspirasi pada
pasien dengan obstruksi jalan nafas dan pada akhir pernafasan
jika berhubungan dengan penyakit paru restriktif.

g.

Beberapa manifestasi penyakit paru dapat dideteksi, seperti


penggunaan otot-otot tambahan dan tracheal tug adalah
manifestasi dispneu berat, kecemasan dan kegelisahan dapat
disebsbkan oleh hipoksia, hipertensi, berkeringat, vasodilatasi

perifer dan kebingungan dapat terjadi pada pasien dengan retensi


CO2 akut.
2. Tanda-tanda penyakit jantung
Penyakit jantung yang serius hampir selalu berhubungan dengan
gejala dan tanda yang jelas seperti nyeri dada sewaktu aktivitas,
dispneu, hemoptisis, sinkop, palpitasi dan edema. Tetapi iskemik
miokardium akut dapat terjadi tanpa gejala yang jelas.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan :
a. Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit akibat adanya
desaturasi hemoglobin pada pembuluh darah kapiler.
b. Sianosis perifer berhubungan dengan peningkatan ekstraksi
oksigen pada jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah kapiler pada kulit.hal ini terjadi saat curah jantung
menurun; pada pasien yang normal ; berhubungan vasokotriksi
perifer saat terpapar dingin. Pada sianosis sentral, kulit tetap
hangat dan perubahan warna juga terlihat pada lidah akibat
tercampurnya darah yang mengalami desaturasi dan yang
mengalami oksigenasi pada jantung, pembuluh darah besar atau
paru-paru.
c. Frekuensi nadi dan irama dapat dinilai dari palpasi arteri radialis,
akan tetapi volume dan karakter gelombang nadi hanya dapat
dinilai secara akurat melalui arteri karotis.
d. Impuls jantung (apeks jantung) secara normal ditemukan pada
ruangan interkostal 5 sesuai dengan linea midklavikularis.
Posisinya mungkin dapat berubah akibat pemebasaran jantung
atau factor ekstrakardiak lainya. Penyebab apapun pergeseran
tersebut lebih penting disbanding dengan mencari lokasi yang
pasti dari impuls tersebut.
e. Langkah penting pada auskultasi adalah identifikasi secara benar
dari suara jantung pertama dan kedua. Pulsasi arteri karotis
harusnya diraba selama auskultasi.

f. Murmur adalh bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi aliran


darah pada titik tertentu pada sirkulasi dan secara normal terjadi
pada tempat tempat tertentu. Diastolik murmur merupakan bukti
yang jelas adanya penyakit jantung. Murumur sistolik dengan
tanpa adanya interval dengan bunyi jantung kedua biasanya
berhubungan dengan penyakit organick.
g. Adanya thrill mengidinkasikan adanya penyakit jantung organic.
3. Status gizi :obesitas atau malnutrisi
4. Warna kulit, terutama pucat, sianosis, kuning atau pigmentasi.
5. Status psikologis pasien, derajat kecemasan.
B. Penandaan lokasi operasi
Penandaan Lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang perawatan
atau di ruang persiapan operasi dengan tanda garis menggunakan spidol
permanen. Penandaan dilakukan pada semua kasus-kasus yang
memungkinkan untuk dilakukan penandaan, sebagai contoh pengecualian
pada kasus pembedahan mata, syaraf, THT, gigi dan mulut, persalinan,
hemoroid.
C. Kunjungan Pre-Anesthesi
Pasien yang akan menjalani operasi dan anestesi wajib dikunjungi oleh
seorang anestesiolog. Hal-hal yang harus dilakukan adalah:
1.
2.
3.
4.

Riwayat anaesthesia
Melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai
Melakukan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium
Anestesiolog sebaiknya membiarkan pasien untuk mengajukan

pertanyaan
5. Mencatat kegelisahan pasien
6. Menginformasikan rencana pembiusan
D. Perioperatif pada usia lanjut
Seseorang yang berumur 65-79 tahundisebut usia lanjut, begitu juga usia
80-90 tahun mereka juga termasuk usia lanjut. Secara fisiologis dmiana
pengelompokkan umur sangat bervariasi, sebab semakin bertambah umur
semakin rentan terhadap penyakit. Variasi pengelompokkan umur ini

dinyatakan oleh American society of Anesthesiologists physical status


classification.
Ini diperkirakan lebih dari 100000 orang yang berumur lebih dari 65
tahun meniggal setelah operasi dalam tiap tahunnya.Untuk itu dokter
anestesi harus memperhatikan dan mencari informasi sebanyak mungkin
informasi tentang kesehatan pasien sebelum operasi untuk dapat memilih
obat yang tepat untuk digunakan sebagai obat anestesi, serta
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengariuhi kerja obat
sebagai upaya pembuktian sesudah operasi tentang kebenaran prosedur
operasi yang telah dilakukan.
1. Pemeriksaan Persiapan Operasi
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah:
a.

Anamnesis

b.

Pemeriksaan fisis

c.

Pemeriksaan penunjang

d.

Laboratorium: gula darah, fungsi ginjal,


fungsi hati, darah perifer lengkap, hemostasis dan urin.

e.

Foto dada

f.

Elektrokardiogram

g.

Bila perlu ekokardiogram untuk melihat


fungsi jantung

h.

Spirometri untuk menilai fungsi paru

i.

EEG bila perlu.

Pemeriksaan tambahan pada pasien geriatri adalah:


a.

Activity Daily Living (ADL) scoring.


Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan derajat kemandirian
seorang usila.

b.

Pemeriksaan mental pasien. Disini dapat


ditentukan tingkat kejernihan pikiran pasien, apakah sudah
menderita demensia ataupun pra- demensia.

Penilaian Pemeriksaan Organik :


Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan ditambah dengan pemeriksaan penunjang tadi, diagnosis dapat ditentukan demikian pula
keadaan fungsional organ-organ dan selanjutnya dapat ditentukan
apakah laik operasi atau tidak. Misalnya, jantung dalam keadaan
terkompensasi, tidak nyata ada kelainan koroner, fungsi paru menurut
hasil spirometri masih sesuai untuk batas umurnya, pada gambaran
foto dada tidak ada infiltrat ataupun emfisema yang nyata, fungsi hati
dan fungsi ginjal masih baik, begitu juga tak ada kelainan pada
hemostasis, maka pada pasien usila ini secara organis dapat dilakukan
operasi.
Namun demikian, risiko operasi pada usila tetap lebih tinggi daripada
usia muda, karena secara fisiologi sudah terjadi proses menua.
Menurut skoring Goldman, usia lebih dari 70 tahun memiliki risiko
lebih tinggi.
Proses Menua Organ-organ
Perubahan fisiologis ketuaan dapat mempengaruhi hasil operasi tetapi
penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor risiko.
Secara umum pada usila terjadi penurunan cairan tubuh total dan lean
body mass dan juga menurunnya respons regulasi termal, dengan
akibat mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi
hipotermia.
Pada kulit: terjadi reepitelisasi yang melambat dan juga vaskularisasi
berkurang sehingga penyembuhan luka lebih lama.
Sistem kardiovaskular: pada jantung terjadi proses degeneratif pada
sistem hantaran, sehingga dapat menyebabkan gangguan irama
jantung. Katup mitral menebal, compliance ventrikel berkurang,
relaksasi isovolemik memanjang, sehingga menyebabkan gangguan
pengisian ventrikel pada fase diastolik dini, mengakibatkan terjadinya
hipotensi bila terjadi dehidrasi, takiaritmia atau vasodilatasi.
Compliance arteri berkurang, se-hingga mudah terjadi hipertensi

sistolik. Sensitivitas baroreseptor berkurang sehingaa menurunkan


respons heart rate terhadap stres dan menurunnya kadar renin,
angiotensin, aldosteron sehingga mudah terjadi hipotensi.
Paru dan sistem pernafasan: elastisitas jaringan paru berkurang,
kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidak serasian
antara ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme
ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan
paru, meningkatnya pernafasan dia-fragma, jalan nafas menyempit
dan terjadilah hipoksemia. Menurunnya respons terhadap hiperkapnia,
sehingga dapat terjadi gagal nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk,
pembersihan mucociliary berkurang, sehingga berisiko terjadi infeksi
dan aspirasi.
Ginjal: jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi glomerulus
(LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat.
Respons terhadap kekurangan Na menurun, sehingga berisiko terjadi
dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat
terjadi overload cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia.
Ambang rangsang glukosuria meninggi, sehingga glukosa urin tidak
dapat dipercaya. Produksi kreatinin menurun karena berkurangnya
massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum normal, tetapi LFG
telah menurun.
Saluran pencernaan: asam lambung sudah berkurang. Motilitas usus
berkurang.
Hati: aliran darah dan oksidasi mikrosomal berkurang, sehingga
fungsi metabolisme obat juga menurun.
Sistem imun: fungsi sel T terganggu dan terjadi involusi kelenjar
timus, dengan akibat risiko infeksi.
Otak: semakin tua terjadi atrofi serebri.
Prostat : Hipertrofi prostat menyebabkan retensi urin.
Pada penilaian prabedah perlu memperhatikan keadaan organ-organ
yang sudah mengalami proses menua ini. Misalnya terapi cairan harus

diperhitungkan lebih teliti mengingat fungsi jantung dan fungsi ginjal


yang sudah menurun dan pada usila harus diingat juga bahwa volume
cairan tubuh sudah berkurang sehingga mudah terjadi dehidrasi.
Penyakit-penyakit penyerta pada usila harus diperhatikan, karena
pasien geriatri umumnya sudah mengidap beberapa penyakit yang
berhubungan dengan usia, yaitu: penyakit jantung kronis, hipertensi,
penyakit paru obstruktif kronik/menahun, diabetes melitus dan lainlain. Pada autopsi, 75% dari subyek yang berusia 60 tahun terdapat
minimal satu stenosis koroner signifikan dan hanya setengah dari
kasus-kasus ini yang bermanifestasi klinis. Begitu juga dari penelitian
Framingham, ternyata hampir seperempat dari infark miokard adalah
silent. Sedangkan penyakit-penyakit paru merupakan komplikasi
utama dan penyebab kematian pasca bedah, seperti pneumonia,
aspirasi, emboli paru dan salah satu faktornya adalah rokok dan
penyakit paru sebelumnya terutama PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronik). Semua penyakit penyerta ini hendaknya diobati atau
ditenangkan lebih dahulu dan selama operasi harus juga ikut
dimonitor dan diatasi. Penanganan selama operasi ataupun
pascabedah, harus memperhatikan kondisi organ-organ yang sudah
menua ini, misalnya pemberian Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
per oral dapat mengakibatkan pendarahan lambung, walaupun
operasinya berjalan sukses.
2.

Penilaian Prabedah Kasus Geriatri


Setelah lolos dari penilaian klinis dan penilaian pemeriksaan
penunjang terhadap organ-organ tadi, berikut dengan perhatian khusus
terhadap kondisi proses menua dan penyakit-penyakit penyertanya,
maka sekarang perlu dilakukan penelitian terhadap pemeriksaan
khusus geriatri berupa skor ADL dan tes mental, dan juga penelusuran
kehidupan di rumah.
Di sini dipertimbangkan :
a.

Kejelasan indikasi operasi dan tujuannya.

b.

Progresivitas penyakit dan keterbatasan


yang diakibatkannya.

c.

Risiko operasi

d.

Kemungkinan timbul penyakit baru atau


penyulit

e.

Apakah perbaikan kualitas hidup akan benar


tercapai setelah operasi

f.

Kebutuhan pasien untuk mempertahankan


secara maksimal aktivitas dan produktivitasnya

g.

Dana yang juga ikut berperan bagi sebagian


besar masyarakat kita.

Penilaian-penilaian ini tidak saja berlaku untuk operasi elektif, tetapi


juga untuk operasi darurat. Tentu saja untuk operasi darurat perlu
penilaian segera, walaupun berisiko besar operasi tetap dilaksanakan
demi untuk menyelamatkan jiwa.
E. Tata laksana
Persiapan Operasi
1.

ANAMNESA.

2.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran,
anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan
frekuensi pernafasan.
b. Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan
kesulitan intubasi

3.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a. Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu


pembekuan dan perdarahan
b. Urine : protein, reduksi, sedimen
c. Foto thorak : terutama untuk bedah mayor
d. EKG : rutin untuk umur > 40 tahun
e. Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )
f. Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal:
a. EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda
penyakit kardiovaskuler.
b. Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya
gangguan fungsi hati.
c. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan
fungsi ginjal.

PERSIAPAN DI HARI OPERASI


1.

Pengosongan lambung, penting untuk mencegah


aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa
dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam.

2.

Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti


defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi
(dewasa) atau 3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan
rincian :

* 1 jam I

: 50%

* 1 jam II

: 25%

* 1 jam II

: 25 %

3.

Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab


dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu.

4.

Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus


sebab akan mengganggu pemantauan selama operasi.

5.

Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian


khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas

6.

Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya

Penatalaksanaan :
1.

Sudah terpasang jalur / akses intravena menggunakan iv catheter


ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih
ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.

2.

Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2

3.

Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan


tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka
pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.

4.

Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi :


a. Midazolam dosis 0,07 0,1mg/kgBB iv

b. Pada anak SA 0,010,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB +


ketamin 3 5mg/kgBB im atau secara intra vena SA 0,01
mg/kgBB + midazolam 0,07 mg/kgBB
5.

Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan


masker (pre oksigenasi) selama 5 menit.

6.

7.

Obat induksi yang digunakan secara intravena :


a.

Ketamin ( dosis 1 2 mg/kgBB )

b.

Penthotal (dosis 4 5 mg/kgBB )

c.

Propofol ( dosis 1 2mg/kgBB )

Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena,
induksi dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak
iritasi atau merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane.

8.

Selama induksi dilakukan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi


maupun saturasi oksigen)

9.

Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas,


dilakukan intubasi endotracheal tube.

10. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias


anestesia (balance anaesthesia) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi
11. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile (halothane,
enflurane, maupun isoflurane) atau TIVA (Total Intravena Anestesia)
dengan menggunakan ketamin atau propofol.
12. Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan
pemeliharaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.

13. Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar.


14. Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda
vital secara ketat di ruang pemulihan.
15. Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah
memenuhi kriteria (Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau
Stewart Score > 5 untuk penderita bayi / anak)
16. Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara
ketat maka dilakukan di ruang yang lebih intensif (HCU).

3.3.

Operasi Darurat (CITO-Emergency)


A. Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang
tersedia waktu.
B. Dilakukan

pemeriksaan

laboratorium

standard

atau

pemeriksaan

penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.


C. Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu
sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan
cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa
nasogastrik.
D. Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan
suksinil kolin dengan dosis 1 2 mg /kgBB.
E. Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai
dengan operasi elektif.

Anda mungkin juga menyukai