Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN


UJI SKORING

Disusun oleh :
Nashirotus Saadah
13/346000/PN/13136
Golongan A

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKUTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

I.

PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka
Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benarbenar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan
untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan,
kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran
subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika
et al., 1988).
Uji skoring termasuk dalam jenis uji skalar dalam evaluasi sensori. Pada uji
skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini
dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik.
Besaran skalar digambarkan dalam bentuk garis lurus berarah dengan pembagian
skala dengan jarak yang sama atau pita skalar yaitu dengan degradasi yang
mengarah. Skala numerik dinyatakan dengan angka yang menunjukkan skor dari
atribut mutu yang diuji. Dengan demikian uji skoring merupakan jenis pengujian
skalar yang dinyatakan dalam skala numerik (Susiwi, 2009).
Menurut Anonim (2006), Uji skoring dilakukan dengan menggunakan
pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut
mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk
dengan susunan meningkat atau menurun.
Uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang
dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem
skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan
meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan
penyeleksian panelis terlatih, yakni dengan uji triangle. Uji skor juga disebut
pemberian skor. Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan
nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala
hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-ungkapan skala
mutu yang sudah menjadi baku. Uji skoring merupakan pengujian dengan
menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 7 sebagai nilai
tertinggi (1-2-3-4-5-6-7). Skala angka dan spesifikasi ini dicantumkan dalam
scoresheet (Soekarto, 1985).

Bakso adalah jenis makanan yang terdiri dari bahan utama daging yang
dilumatkan,dicampur dengan bahan-bahan lainnya,dibentuk berupa bola-bola dan
selanjutnya direbus. Berbeda dengan sosis, bakso dibuat tanpa mengalami proses
pembungkusan maupun pengasapan. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah
dan mie.Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging,
bahan perekat, bumbu dan es batu/air es (Wibowo, 2009).
Bakso ikan merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan yang dibuat
dari ikan untuh atu lumatan daging ikan yang ditambahkan pati atau tepung tapioka
dam bumbu-bumbu dan direbus dalam air panas (Veranita, 2011).
B. Tujuan
1. Mengetahui prinsip pengujian skoring.
2. Mengetahui hasil pengujian skoring berdasarkan tekstur bakso.
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari, tanggal
: Senin, 25 April 2016
Waktu
: 13.30-15.00 WIB
Tempat
: Laboratorium Teknologi Ikan, Departemen Perikanan

II.

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat :
1. Lepek plastik
2. Label
3. Scoresheet
4. Alat tulis
Bahan :
1. Bakso ikan
2. Permen Fox
3. Putih telur rebus
B. Cara Kerja
1. Penyaji menyiapkan 3 macam bakso yang berbeda diletakkan dalam cup
plastik dengan kode yang berbeda dan menyiapkan sampel pembading yaitu
permen fox dan putih telur rebus.
2. Masing-masing panelis terlatih diberi scoresheet dan melakukan uji skoring.
3. Panelis diminta menentukan penilaian sampel yang terkenyal sampai terkeras
dengan skala nilai yang digunakan adalah 0 (putih telur) sampai 8 (permen
fox).
4. Analisis data menggunkan ANOVA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.

A. Hasil
Tabel Hasil Pengujian Skoring
Kode Sampel
No
Nama
Nika
Zaki
Elfira
Hanif
Isna
Nadia
lutfi
jumlah (y)
Yi
Yi
Yi
Yij = Yi +
Yj

1
2
3
4
5
6
7

ANOVA
Sumber
Ragam

119
4
5
5
6
4
4
4
32
4.57
1024
2129

467
5
5
4
5
5
3
5
32
4.57
1024

JK

Sampel

571.571

Panelis

166.048

Sesatan

12

2024.28
6

Total

20

2761.9

JK
Sampel
JK
panelis
JK total
JK
sesatan

Yj
121
121
100
144
121
64
100

Yj

771

2900

db

FK

jumlah
(y)
11
11
10
12
11
8
10

981
2
1
1
1
2
1
1
9
1.29
81

138.095
2381
571.571428
6
166.048
2761.905
2024.286

KT
285.78571
4
27.674603
2
168.69047
6
482.15079
4
FK
JK
sampel
l
JK
panelis
JK total
JK
Error

F hit

F tabel

1.694

3.885

0.164

2.599

yij2/n
ij
(yi2/nsampel)FK
(yi2/npanelis)FK
(yij2-FK
JK total - JK
panelis - JK sampel

Ho = tidak ada perbedaan nyata pada kekenyalan sampel bakso


H1 = ada perbedaan nyata pada kekenyalan sampel bakso

F hit < F tab maka Ho diterima sehingga tidak ada perbedaan nyata pada kekenyalan
sampel bakso
B. Pembahasan
Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benarbenar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan
untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan,
kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran
subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika
et al., 1988).
Uji skoring termasuk dalam jenis uji skalar dalam evaluasi sensori. Pada uji
skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini
dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik.
Besaran skalar digambarkan dalam bentuk garis lurus berarah dengan pembagian
skala dengan jarak yang sama atau pita skalar yaitu dengan degradasi yang
mengarah. Skala numerik dinyatakan dengan angka yang menunjukkan skor dari
atribut mutu yang diuji. Dengan demikian uji skoring merupakan jenis pengujian
skalar yang dinyatakan dalam skala numerik (Susiwi, 2009).
Uji ranking adalah pengujian yang bertujuan untuk mengurutkan sampel
berdasarkan intensitas sifata yang dinilai, mutu atau kesukaan konsumen dalam
rangka memilih yang terbaik atau menghilangkan yang terjelek, pengujian ini dapat
menggunakan panelis terlatih saat uji rangking perbedaan dan menggunakan panelis
terlatih saat rangking kesukaan. Dalam pengujian penjenjangan, komoditi diurutkan
atau diberi nomor urut. Urutan pertama selalu menyatakan yang paling tinggi, dan
makin kebawah nomor urut semakin besar. Angka-angka ini tidak menyatakan besar
skalar melainkan nomor urut. Dalam uji ranking, contoh pembanding tidak ada.
(Supriyatna, 2007). Sedangkan uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis
terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring
sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya
kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi
pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi
alat) (Kartika et al., 1988).
Secara umum, metode pengujian ranking memiliki beberapa persamaan
dengan metode pengujian skoring yaitu kedua metode ini sama-sama memberikan

penilaian berupa angka terhadap sampel yang diuji. Menurut Soekarto (1985) uji
penjenjangan (ranking) jauh berbeda dengan uji skor. Dalam uji perjenjangan
komoditi diurutkan atau diberi nomor urutan, urutan pertama selalu menyatakan
yang paling tinggi. Data penjenjangan tidak dapat diperlakukan sebagai nilai besaran,
sehingga tidak dapat dianalisa statistik lebih lanjut, tetapi masih mungkin dibuat
reratanya. Metode skoring prinsipnya hanya memberikan skor (nilai) berdasarkan
intensitas parameter yang diujikan sebagai contoh tekstur, rasa dan sebagainya,
sehingga dapat dianalisa statistik lebih lanjut.
Cara kerja praktikum uji skoring pertama yaitu menyiapkan 3 sampel bakso
ikan yang dibuat dari perlakuan berbeda. Ketiga bakso tersebut diberi kode yang
terdiri dari tiga digit angka yaitu 119, 467 dan 981. Panelis berasal dari praktikan
golongan A yang sebelumnya sudah melakukan uji triangle yang dinyatakan lolos
dan menjadi panelis terlatih. Panelis tersebut diminta untuk memberi penilaian
terhadap tekstur ketiga sampel bakso ikan.
Parameter yang diujikan yaitu berdasarkan tekstur kekenyalan bakso ikan
yang dinili pada scoresheet . Skala nilai yang digunakan adalah 0 sampai 7. Nilai 1
untuk tekstur yang paling kenyal dan lembut yang digunakan sampel putih telur
rebus sedangkan nilai 7 menunjukkan tekstur yang paling keras dengan
menggunakan sampel permen fox. Menurut Aini et al. (2012), tiap nilai yang
diberikan oleh panelis dalam pengujian skoring melambangkan tingkat nilai. Nilai
dalam uji skoring mempunyai analogi dengan nilai ujian, tiap angka melambangkan
atau menyatakan tingkat mutu.
Sampel yang dgunakan yaitu bakso ikan dengan perlakuan yang berbeda.
Bakso ikan merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari
ikan untuh atu lumatan daging ikan yang ditambahkan pati atau tepung tapioka dam
bumbu-bumbu dan direbus dalam air panas (Veranita, 2011). Sampel laninnya yaitu
permen fox yang dijadikan indikator paling keras teksturnya dan puth telur rebus
sebagai indikator paling lembut dan kenyal teksturnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan analisis data menggunakan
ANOVA. Analisis ANOVA untuk mengetahui apakah perlakuan memberikan beda
nyata atau tidak pada tekstur bakso ikan. Analisis data dengan ANOVA memiliki
hipotesis Ho : tidak ada perbedaan nyata pada kekenyalan sampel bakso 119, 467 dan
981 serta hipotesis H1 : ada perbedaan nyata pada kekenyalan sampel bakso 119, 467

dan 981. Hasil yang diperoleh dari perhitungan ANOVA secara berurutan nilai JK
sampel, JK panelis, JK sesatan, JK total dan FK adalah 571,571; 166,048; 2024,286;
2761,9; dan 138,095. Nilai KT dapat diperoleh dengan JK/db dengan db adalah n-1
sehingga JK sampel, JK panelis dan JK total adalah 285,785; 27,674; dan 482,150.
Analisis menggunakan ANOVA diperoleh F tabel hitung panelis adalah 3,885
sedangkan F hitungnya 1,694 dan F tabel hitung sampel adalah 2,599 sedangkan F
hitungnya 0,164. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan F
tabel dan F hitung yaitu jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan jika F hitung <
F tabel maka Ho diterima. Diperoleh nilai F hitung < F tabel maka Ho diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada beda nyata tingkat kekenyalan antara
ketiga sampel yang diujikan yaitu 119, 467 dan 981 sehingga tidak diperlukan uji
lanjutan untuk menentukan adanya perbedaan antara ketiga sampel bakso ikan.

IV.

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Uji skoring artinya menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya
kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari
korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran
obyektif

2. Berdasarkan hasil perhitungan Anova diperoleh F hitung sampel dan panelis


< F tabel maka tidak ada beda nyata tingkat kekenyalan antara ketiga sampel
yang diujikan yaitu 119, 467 dan 981 sehingga tidak diperlukan uji lanjutan
untuk menentukan adanya perbedaan antara ketiga sampel bakso ikan.
B. Saran
Secara kesuluruhan prakrikum acara uji skoring sudah cukup baik dan jelas,
sebaiknya untuk sampel divariasikan lagi dengan sampel berupa makanan komersial.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) Dalam Industri Pangan.
Ebookpangan.com.
Kartika, B., B. Hastuti., W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
PAU Pangan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik. PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Supriyatna, E. 2007. Analisis Organoleptik. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri
Departemen Perindustrian RI. Bogor.
Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Veranita, D. 2011. Strategi pengembangan usaha bakso ikan tuna surimi dan
campuran (Studi Kasus pada CV. Bening Jati Anugerah, Bogor). Sekolah
Pascasarjana. Institur Pertanian Bogor. Tesis.
Wibowo, S. 2009. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai