Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK

Oleh :
Danis andiano
DOAO14083
KELOMPOK 19

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
LABORATORIUM ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
PURWOKERTO
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK

Oleh :
Danis andiano
DOAO14083
KELOMPOK 19

Diterima dan disetujui


Pada tanggal :..................................

Koordinator Asisten,

Asisten Pendamping,

Akhmad Fikri As Shiddiqi

Akhmad Fikri As Shiddiqi

NIM. D1E012026

NIM. D1E012026

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
DAFTAR TABEL...........................................................................iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................vi
I. PENDAHULUAN........................................................................7
1.1. Latar Belakang....................................................................7
1.2. Tujuan..................................................................................9
1.3. waktu dan tempat...............................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................11
III. MATERI DAN CARA KERJA.....................................................21
3.1. Materi................................................................................ 21
3.1.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat bahan pakan Hijauan,
Konsentrat.........................................................................21
3.1.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................21
3.1.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik....21
3.1.4. Pembuatan Complete Feed Block, Pellet dan uji fisik.....22
3.2. Cara Kerja.........................................................................22
3.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan,
Konsentrat.........................................................................22
3.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................22
3.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat dan Uji Fisik.....23

3.2.4. Pembuatan Complete Feed Block dan Pellet..................24


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................26
4.1. Hasil..................................................................................26
4.1.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan, dan
Konsentrat.........................................................................26
4.1.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................35
4.1.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik....38
4.1.4. Pembuatan Complete Feed Block (wafer), Pellet dan uji fisik
.......................................................................................... 40
4.2. Pembahasan......................................................................42
4.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat,bahan pakan Hijauan,
Konsentrat.........................................................................42
4.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................43
4.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik....46
4.2.4. Pembuatan pellet...........................................................49
4.2.5. Pembuatan completed feed block(Wafer), dan Uji Durability Pellet
.......................................................................................... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................52
5.1. Kesimpulan........................................................................52
5.2. Saran.................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................53
LAMPIRAN................................................................................57

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman
1. Pengenalan Alat Laboratorium dan Fungsinya............................29
2. Nomenklatur Hijauan...................................................................32
3. Nomenklatur Konsentrat..............................................................35
4. Hasil Pengamatan Silase..............................................................35
5. Hasil Pengamatan Amoniasi........................................................36
6. Hasil Hardness Tester dan Durability (Uji Gesekan)..................42

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Silase..........................................................................................36
2. Jerami Amoniasi.........................................................................37
3. Pakan Wafer...............................................................................41

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Halaman
1. Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS).......................................60

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat.
Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau sekaligus
sebagai sumber vitamin sedangkan pakan konsentrat adalah suatu bahan pakan
dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk
meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Pakan hijauan untuk ternak
ruminansia dapat berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan
atau dapat berupa limbah pertanian baik yang segar maupun yang kering
(Nuschati, 2006).Pemberian pakan hijauan rumput lapang konsentrat ternak
ruminansia di indonesia masih terkendala pada keterbatasan bahan baku pakan
sehingga pemberian hijauan - konsentrat sering berubah-ubah. Sering berubahnya
pemberian hijauan konsentrat akan mempengaruhi laju fermentasi dan
kecernaan pakan.
Pengklasifikasian dan pemberian nama untuk bahan pakan akan memudahkan
dalam penyebutan dan mempermudah juga dalam memperlajarinya. Oleh karena
itu nomenklatur atau pemberian nama bahan pakan mempunyai maksud untuk
mengoreksi ketidak tepatan dalam pemberian nama bahan pakan dan juga
menyatukan nama secara internasional. Nomenklatur juga akan berguna untuk
mengetahui secara rinci dari suatu bahan pakan. Nomenklatur dalam
pelaksanaannya memerlukan alat untuk menganalisisnya. Pengenalan alat
diperlukan untuk mendukung proses pengecekan kualitas bahan pakan ternak..
Ternak apapun jenisnya memmbutuhkan pakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, produksi dan reproduksinya. fungsi ternak bagi manusia untuk
memenuhi keutuhan protein bagi kehidupan. Tuntutan kebutuhan akan produk
baik berupa susu, daging dan telur sangat tinggi seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi
perkembangan tubuh manusia. Dalam penyediaanpakan ternak di perlukan
penyusunan ransum dan pembuatannya dalam berbagai macam bentuk yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan palatabilitas (tingkat kesukaan) teknik
produksi yang perlu dipahami karena dalam pelaksanaannya melibatkan bahan

pakan yang yang harus tersedia saat penggunaan peralatan untuk memproduksi
pakan tersebut.
Pakan dalam bentuk rumput khususnya untuk ruminansia sangat banyak di
pedesaan terutama jerami, potensi jerami yang sangat besar belum sepenuhnya
dimanfaatkan. Pemanfaatan jerami sebagaian besar dibakar 37% untuk pupuk,
dijadikan alas kandang 36% yang kemudian dijadikan kompos dan hanya sekitar
5-22% yang digunakan sebagai pakan ternak. Kendalan utama penggunaan jerami
sebagai bahan pakan ternak adalah kecernaan 45-50% dan protein 3-5% yang
rendah. Jerami yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih bear
dibandingkan jerami yang tidak diamoniasi sebab kandungan senyawa
karbohidrat yang sederhana menjadi lebih besar. Amoniasi juga sangat efektiff
untuk embebaskan jerami dari kontaminasi mikroorganisme dan menghilangkan
aflotoksin yang ada didalamnya.
Selain jerami adapula pengawetan pakan hijauan yaitu silase, silase
merupakan proses pengawetan pakan hijauan dengan memanfaatkan bakteri
anaerob. Silase yang baik memmpunyai ciri-ciri warna masih hijau atau
kecoklatan. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim
yang berada dalam bahan bakku yang tidak dikehendaki namun dapat mendorong
berkembangnya bakteri penghasil asam laktat. Faktor yang mempengaruhi
kualitas silase secara emum juga dipaparkan yaitu kematangan bahan kadar air,
beasr partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan aditif.
Pelleting merupakan salah satu metode pengolahan pakan secara mekanik
banyak diterapkan di industri pakan unggas, kususnya ayam. Apabila pakan
diberikan dalam bentuk mash yang terdeiri dari tepung dan biji-bijian ternak
unggas akna lebih memilih biji-bijian saja sehingga konsusi pakan tidak sesuai
dengan kebutuhan nutrien. Selain itu fungsi pembuatan pellet ialah untuk
engurangi jumlah pakan tercecer serta mempermudah dalam proses pengemasan.

10

1.2. Tujuan
1. pengenalan alat dan bahan pakan dan nomenklatur
a. mengenal alat untuk pengamatan bahan pakan
b. mengenal bahan pakan baik konsentrat maupun hijauan
c. mengetahui cara pemberian nama serta fungsi pemberian nama
2. pembuatan tepung hijauan dan konsentrat serta uji fisik
a. mengetahui cara pembuatan tepung hijauan dan tepung konsentrat
b. mengetahui cara uji isik dari sifat suatu bahan
c. mampu mengetahui kandungan energi dalam bahan pakan
3. pembuatan silase dan pebuatan jerami amonia
a. memahami cara pembuatan jerami amoniasi dan silase
b. mengetahui fungsi dibuatannya jerami amoniasi dan silalse
4. pembuatan pellet dan complete feed block (wafer)
a. mengetahui cara kerja pembuatn pellet dan complete feed block
b. mengetahui keuntungan dari pembuatan pakan pellet dan complete feed
block
1.3. waktu dan tempat
1. pengenalan alat dan bahan pakan dan nomenklatur
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 1 April 2016, pada pukul 09.30
WIB selesai dan dilaksanakn di laboratorium ilmu bahan makanan
ternak fakutltas peternakan universitas jenderal soedirman purwokerto.
2. pembuatan tepung hijauan dan konsentrat serta uji fisik

11

Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 8 April 2016, pada pukul 09.30
WIB selesai dan dilaksanakn di laboratorium ilmu bahan makanan
ternak fakutltas peternakan universitas jenderal soedirman purwokerto.
3. pembuatan silase dan pebuatan jerami amonia
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 6 Mei 2016, pada pukul 13.00
WIB selesai dan dilaksanakn di Green House fakutltas peternakan
universitas jenderal soedirman purwokerto.
4. pembuatan pellet dan complete feed block (wafer)
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 13 Mei 2016, pada pukul 08.00
WIB selesai dan dilaksanakn di Green House fakutltas peternakan
universitas jenderal soedirman purwokerto.

12

II. TINJAUAN PUSTAKA


Bahan makanan ternak adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh
hewan dalam bentuk yang dapat dicerna seluruhnya atau sebagiandaripadanya dan
tidak mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan
( Lubis,1963). Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap yaitu
bahan bahan yang berasal dari pertanian, peternakan,maupun perikanan yang
diolah maupun tidak, yang mengandung unsur nutrisi dan atau energi, yang
tercerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan hewan yang
memakannya (Rahardjo, 2002).
Bahan pakan ternak terdiri dari hijauan dan konsentrat, serta dapat
digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan pakan konvensional dan
bahan pakan inkonvensional. Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang sangat
mutlak diperlukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sepanjang taun dalam
sistem populasi ternak ruminansia ( Abdullah, 2005 ). Menurut Murni (2008)
bahan pakan kasar selain dari hijauan segar juga dapat diperoleh dari pemanfaatan
limbah. Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan berasal dari
bagian-bagian tanaman/ hewan yang dijadikan sebagai pakan kasar, sumber
energi, sumber protein atau sumber mineral.
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan.
Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan dari
kualitas bahan pangan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya.
Pemberian nama bahan pakan secara Internasional meliputi 6 faset, yaitu : asal
mula, bagian, proses, umur/ tingkat kedewasaan, defoliasi, serta grade/ kandungan
kualitas dari pabrik ( Hartati, ddk, 2002 ).
Alat yang mendukung dari praktikum Alat yang terbuat dari gelas salah
satunya adalah labu erlenmeyer, digunakan untuk menganalisis bahan. Labu ini
hendaknya berkapasitas 50, 100 dan 250 ml, dan yang mempunyai bentuk griffin
sangatlah berguna dalam analisis kuantitatif Bom kalorimeter yang terdiri dari
beberapa bagian digunakan untuk menghitung total energi suatu bahan pakan.

13

Bahan pakan konvensional adalah bahan pakan yang lazim digunakan


sebagai bahan akan ternak, seperti hijauan, leguminosa, butiran, dan feed
additive. Sedangkan bahan pakan inkonvensional adalah bahan pakan yang tidak
lazim diberikan pada ternak, seperti limbah industri kue dan roti, bulu, darah, dan
kulit nanas. Penampilan produksi ternak yang masih sangat rendah terutama
disebabkan oleh kuantitas dan kualitas hijauan yang kurang memadai pada musim
kemarau, maka salah satu alternatif sumber pakan lokal antara lain pemanfaatan
limbah pertanian sebagai pakan substitusi (Prasetyo, 2006).
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan.
Setiap pemberian tatanama bahan pakan atas enam faset. Cara pokok dalam
perlakuan umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil
analisa yang benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat
laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji, 1997).
Alat yang terbuat dari gelas salah satunya adalah labu erlenmeyer,
digunakan untuk menganalisis bahan. Labu ini hendaknya berkapasitas 50, 100
dan 250 ml, dan yang mempunyai bentuk griffin sangatlah berguna dalam analisis
kuantitatif. Bom kalorimeter merupakan alat untuk mengukur besarnya energi
yang terdapat dalam bahan pakan, bom kalorimeter memiliki bagian-bagian
seperti bom, statif, adigator, bucket, jucket dan lubang oksigen (Jacob, 1962).
Peralatan tersebut mempunyai fungsi masing-masing antara lain bomb
kalorimeter yang terdiri dari beberapa bagian pembentuk bomb kalorimeter
tersebut berfungsi untuk menguji total energi suatu bahan pakan. Alat untuk
penetapan kadar lemak antara lain oven, waterbath, soxhlet dan labu penampung.
Sampel tidak boleh melebihi batas bagian bawahnya. Analisis serat kasar
menggunakan kondensor, kertas saring, corong buchner dan alat destilasi
(Hendrayono, 1994).
Cara penggunaan alat harus diketahui sebelum digunakan agar lebih mudah
dalam penggunaannya dan mencegah akibat yang diinginkan. Sebagian besar alat
praktikum analisis bahan pakan terbuat dari porselin, gelas, besi, dan karet.
Pemeliharaan bukan berarti alat disimpan dengan baik sehingga alatnya selalu
utuh, akan tetapi alat tetap dipergunakan dan agar tahan lama, tentunya perlu
dilakukan perawatan sehingga alat-alat tersebut tahan lama atau awet. Jadi yang

14

dimaksud dengan penelitian atau perawatan alat-alat adalah menyimpan pada


tempat yang aman, perawatan termasuk menjaga kebersihan, penyusunan
penyimpanan alat-alat yang berbentuk set, dan menghindari pengaruh luar
(lingkungan terhadap alat) (Anwar, 1996).
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat
dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan
lain-lain, dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam
suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob akan
menggunakan gula pada bah an material dan akan terjadi proses fermentasi
dengan memproduksi asam-asam lemak terbang terutama asam laktat dan sedikit
asam asetat, propionat, dan butirat (Salim dkk., 2002). Selama ensilase, sebagian
protein bahan akan mengalami fermentasi menjadi asam-asam amino, non
protein nitrogen, dan amonia (Hernaman dkk., 2007).
Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang
banyak menghasilkan asam laktat. Mikroba yang paling dominan adalah dari
golongan bakteri asam laktat homofermentatif yang manpu melakukan
fermenasi dalam keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan
selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat
menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Rendahnya kandungan
bahan kering dan WSC (waler soluble carbohydrate) hijauan makanan ternak
tropis yang dipotong segar manyebabkan rendahnya kualitas fermentasi.
Kondisi iklim lingkungan saat pelayuan sangat mempengaruhi agar dapat
memberikan efek positif pada pola fermentasi silase (Ridwan dkk., 2005).
Bakteri asam laktat secara alami ada ditanaman sehingga dapat secara
otomatis berperan pada saat fermentasi, tetapi untuk mengoptimumkan fase
ensilase dianjurkan untuk melakukan penambahan aditif seperti inokulum
bakteri asam laktat dan aditif lainnya untuk menjamin berlangsungnya
fermentasi asam lakat yang sempuma. Inokulum bakteri asam laktat
merupakan aditif yang populer di antara aditif lainnya seperti asam enzim
dan sumber karbohidrat (Bolsen dkk.,1995 dalam Ridwan dkk., 2005).
Bakteri asam laktat yang digunakan sebaiknya bersifat homofermentatif
sehingga hanya menghasilkan asam lakat selama proses ensilase. Aditif dari

15

sumber karbohidrat yang dapat dimanfaatkan diantaranya adalah dedak padi,


molases sumber pati, bungkil kelapa. Dalam pembuatan silase perlu diperhatikan
kadar air bahan. Pembuatan silase pada hijauan hams mengandung kadar air
sekitar 60 hingga 75%. Bila kadar air tersebut melebihi ketentuan tersebut
akan menghasilkan silase yang terlalu asam sehingga kurang disukai ternak
(Brotonegoro dkk., 1979). Semakin basah bahan atau hijauan yang diensilase
semakin banyak panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu silase dan
semakin banyak kecepatan kehilangan bahan kering (Hernaman dkk., 2007).
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak mengalami beberapa kendala
antara lain, nilai nutrisinya yang rendah dibandingkan dengan rumput segar
terutama dalam kandungan protein kasar dan mineral serta kecernaannya
(Soejono, 1987). Sutrisno (2006) menyatakan bahwa kandungan protein kasar
jerami padi rendah (3-5%), serat kasarnya tinggi (>34%), kekurangan mineral,
ikatan lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah.
Nilai selulosa, silika dan lignin pada jerami padi tinggi, sedangkan nilai
protein kasarnya sangat rendah yaitu antara 4,2% sampai 7,72% serta memiliki
nilai koefisien cerna bahan kering dan bahan organik yang rendah. Rendahnya
kandungan nutrisi dan kecernaan menyebabkan penggunaan jerami padi dalam
ransum ternak ruminansia terbatas, hal ini disebabkan oleh susunan dinding sel
jerami padi yang sebagian besar terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa yang
tinggi, serta memiliki ikatan senyawa komplek lignoselulosa dan
lignohemiselulosa (Yuliana, 2008).
Teknik amoniasi termasuk perlakuan alkali yang dapat meningkatkan daya
cerna jerami padi. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk melemahkan
ikatan lignoselulosa dan silika yang menjadi faktor penyebab rendahnya daya
cerna jerami padi. Nitrogen yang berasal dari urea yang meresap dalam jerami
mampu meningkatkan kadar amonia di dalam rumen sehingga tersedia substrat
untuk memperbaiki tingkat dan efisiensi sintesis protein oleh mikroba
(Trisnadewi dkk., 2011).
Penggunaan urea pada jerami padi akan meningkatkan pH jerami
amoniasi dan peningkatan ini tidak hanya menyebabkan Nitrogen (N) lepas
ke lingkungan tetapi juga menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan

16

N dan energi pada rumen sekitar 60 hingga 70% NH3 yang berasal dari
amoniasi. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa dilakukan
dengan penambahan asam organik, namun demikian tidak menguntungkan
karena asam organik mahal. Alternatif lain adalah menggunakan bahan
pakan sumber karbohidrat fermentable, bahan pakan tersebut diharapkan
sebagai media atau sumber energi bagi mikroba asam laktat. Salah satu jenis
bahan karbohidrat fermentable tinggi dan mudah diperoleh yaitu molases
(Bata, 2008).
Amoniasi merupakan suatu poses perombakan dari struktur keras menjadi
struktur yang lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N
saja, prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber
amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses amoniasi
berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang
terdapat pada bahan pakan, karena lignin, selulosa, dan silika merupakan faktor
penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan (Siregar, 1996).
Salah satu cara yang cukup menjanjikan dalam usaha peningkatan nilai
nutrisi dan dayacerna limbah pertanian adalah meniru lebih jauh kondisi yang
terjadi secara holistik di dalam rumen-retikulum dengan memanfaatkan inokulum
mikroba selulolitik, lignolitik, dan Lactobacillus sp. (sumber asam), penggunaan
larutan basa (kapur), dan penggunaan urea (NH) dalam proses fermentasi
(Harfiah, 2010).
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan
pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses
amoniasi berlangsung..Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur jerami yang
semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari kuning kecoklatan
menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak terjadinya
penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Rahardi, 2009).
Bahan pakan yang diberikan kepada ternak sangat berpengaruh terhadap
daya produksi ternak tersebut. Uji ini untuk mencegah penggunaan bahan pakan
yang berbahaya bagi ternak. Bahan pakan mempunyai sifat fisik yaitu sudut
tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas permukaaan spesifik, kerapatan
tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1999). Pengujian bahan

17

pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum.
Hal ini dikarenakan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel,
jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisis, sifat
hidroskopis dan florvabillitas (Sutardi, 2008).
Salah satu uji fisik menurut Sutardi (2008), diantaranya density dan Luas
permukaan spesifik. Density merupakan perbandingan antara masa bahan
terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai proses
pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Density mempengaruhi kerapatan
tumpukan dengan daya imbang homogenitas dan stabilitas kecepatan. Selain itu
peran density suatu bahan yaitu menentukan kerapatan bahan, besarnya ukuran
partikel, kecepatan penaharan. Luas permukaan spesifik merupakan bahan pakan
pada suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula. Luas
permukaan spesifik adalah luas permukaan bahan pakan pada berat tertentu. Peran
luas permukaan spesifik untuk mengetahui tingkat kehalusan dan bahan pakan
tanpa diketahui distribusi ukuran kompos partikel secara keseluruhan.
Daya ambang merupakan jarak yang dapat ditempuh oleh suatu partikel
bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu. Daya
ambang berperan terhadap efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang
menggunakan alat penghisap (pneumatio conveyor), pengisian silo menggunakan
gaya gravitasi jika suatu bahan punya daya ambang berbeda akan terjadi
pemisahan partikel (Khalil, 1999). Sudut tumpukan merupakan sudut yang
dibentuk oleh bahan pakan yang diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan
merupakan criteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan
dimana semakin tinggi sudut tumpukan kebebasan bergerak suatu partikel
semakin berkurang (Khalil, 1999).
Verma et al. (1995), menyatakan bahwa teknologi CCFB (Compressed
Complete Feed Blocks) mempunyai beberapa keunggulan, yaitu dapat
mengurangi sifat bulky, memudahkan penanganan, penyimpanan dan
pendistribusian. Pengolahan bahan pakan dalam bentuk pakan blok
memungkinkan penyimpanan pakan selama musim penghujan untuk digunakan
pada musim kemarau (sebagai cadangan) dengan teknologi pengolahan yang
mudah diadaptasi oleh negara-negara berkembang. Pelet dikenal sebagai bentuk

18

massa dari bahan pakan atau ransum yang dipadatkan sedemikian rupa dengan
cara menekan melalui lubang cetakan secara mekanis dengan tujuan untuk
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan
penyajian pakan. Kualitas pelet yang baik dapat dilihat dari kekerasan pelet,
sedikitnya jumlah pelet yang hancur dan kemampuan pelet untuk tetap
mempertahankan bentuknya yang utuh, baik saat pengangkutan maupun
pemberian pakan
Tujuan pembuatan pelet adalah untuk mengurangi sifat debu pakan,
meningkatkan palatabilitas pakan. mengurangi pakan yang terbuang, mengurangi
sifat voluminous pakan dan untuk mempermudah penanganan pada saat
penyimpanan dan transportasi. Pelet yang dikategorikan paling baik secara fisik
adalah mempunyai nilai stabilitas air dan densitas yang tinggi serta tahan terhadap
benturan, namun mempunyai daya serap air yang sedang dan rasio ekspansi yang
rendah (Krisnan dan Ginting, 2009).
Umumnya proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu 1) pengolahan
pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan dan penghancuran menjadi
tepung, 2) Pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan dan pengeringan, 3)
Perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Secara ringkas
tahapan pebuatan pelet sebenarnya hanya meliputi beberapa proses penting yaitu
pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan
pendinginan (cooling) (Krisnan dan Ginting, 2009).
Ketahanan pelet terhadap benturan dapat diuji dengan melalukan shatter
test, yaitu dengan cara menjatuhkan pelet yang telah diketahui beratnya ke atas
sebuah lempeng besi. Ketahanan pelet terhadap benturan dapat dirumuskan
sebagai persentase banyaknya pelet yang utuh setelah dijatuhkan ke atas sebuah
lempengan besi terhadap jumlah pelet semula sebelum dijatuhkan. Ketahanan
pelet terhadap benturan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu komponen
penyusun bahan baku dan kondisi bahan (Khalil, 1999). Kandungan bahan yang
mempengaruhi ketahanan benturan pellet adalah pati, gula, protein, serta dan
lemak (Retnani, 2010). Panas yang tinggi akibat kadar air yang tinggi, selain
merombak poilisakarida juga akan mengakibatkan peningkatan kecepatan

19

penguraian protein menjadi asam amino dan non protein nitrogen yang terlarut
(Sapienza dan Bolsen, 1993). Hasil penguraian protein akan memberikan
peluang lebih besar bagi enzim proteolisis dari bakteri terutama clostridial
pada awal fase fermentasi untuk merombak protein menghasilkan amonia.
Clostridial membutuhkan kondisi yang basah dan anaerob untuk
perkembangannya. Bakteri ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
memfermentasikan gula dan asam organik sebagaimana layaknya bakteri p
enghasil asam laktat, dan (2) yang memfermentasikan asam-asam amino bebas
menjadi hasil akhir berupa amonia, asam lemak terbang yang bernilai nutrisi
rendah (Sapienza dan Bolsen, 1993). Semakin tinggi kadar air silase, maka
organisme semakin leluasa menyerap nutrien. Pertumbuhan mikroorganisme
meningkatkan asam organik, sehingga pH menurun. Air merupakan zat mutlak
bagi setiap mahluk hidup. Mikroorganisme menyerap zat-zat anorganik dan zatzat organik dalam bentuk cair (Saenab dkk, 2010). Mikroorganisme khususnya
bakteri akan hidup pada kadar air bahan di atas 20% (Syarief dan Halid, 1993).
Fermentasi akan berjalan secara normal dengan kandungan air 55% hingga 60%
(Sapienza dan Bolsen, 1993). Semakin basah hijauan yang disilase semakin
banyak panas yang dibutuhkan dan semakin cepat kehilangan bahan kering. Kadar
air diduga dapat meningkatkan laju fermentasi, sehingga semakin tinggi kadar air
maka pH semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Lubis (1963) yang
menyimpulkan bahwa proses ensilase dengan kadar bahan kering tinggi dapat
menghambat fase fermentasi, karena terbatasnya karbohidrat yang dapat terlarut
sebagai energi bahan asam lemak melakukan fermentasi.
Nilai pH silase yang rendah mengakibatkan mikroba yang tidak diinginkan
tidak dapat berkembang biak dan bahan pakan dapat diawetkan. Namun
demikian, pH yang rendah akan berakibat ternak kurang menyukainya
(Hernaman dkk., 2007). Brotonegoro (1979), menyatakan bahwa silase yang
terlalu asam kurang disukai ternak. Evaluasi fisik silase dilakukan saat botol
dibuka seperti warna, aroma, tekstur dan pH. Pengukuran pH sebelum dan
sesudah proses pengawetan menggunakan pH meter (elektroda). Jika silase
memiliki warna yang terang yakni dari coklat hingga coklat kemerahan. Hal
ini mengindikasikan bahwa penguraian hijauan pakan oleh mikroba anaerobik

20

berlangsung optimal. Jika silase berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa


penguraian dalam proses pengawetan oleh mikroba anaerobik tidak optimal
karena keterbatasan unsur nutrien pada bahan silase (Munier, 2011). Bau
harum keasaman seperti bau tape merupakan ciri khas silase yang baik. Bau silase
berasal dari asam yang dihasilkan selama ensilase (Lado, 2007).
Lado (2007) menyatakan penambahan karbohidrat mudah larut yang
menyebabkan penurunan pH dan menghambat pertumbuhan jamur yang
menyebabkan tekstur menjadi padat, tidak berlendir. Lama ensilase 21 hari
menghasilkan silase yang bertekstur padat (P<0,01) dibanding dengan lama
ensilase 28 hari. Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas
amonia, berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi
lebih lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya,
tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8
(Sumarsih, 2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relative mahal,
selain harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan
tinggi minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan
antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih murah dan
mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup efektif untuk menghilangkan
aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan kandungan protein kasar dan
tidak menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar, 1995).
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai
NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses fermentasi,
sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi pakan melainkan
berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Zaman dan Sutrisno,
2010).Wafer ransum komplit adalah suatu produk pengolahan pakan ternak yang
terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan konsentrat dengan komposisi
yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak dan dalam proses
pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu
tertentu selama waktu tertentu (Noviagama, 2002). Prinsip pembuatan wafer
mengikuti pembuatan papan partikel. Sifat fisik wafer terdiri dari kadar air,
kerapatan, daya serap air, pengembangan tebal, pengembangan volume dan
kekerasan tekstur (Yuliana, 2008).

21

Kerapatan wafer merupakan salah satu sifat fisik yang sangat


mempengaruhi penampilan wafer, penanganan transportasi dan mengefisienkan
ruang penyimpanan. Nilai kerapatan menunjukkan kepadatan wafer ransum
komplit dan juga menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang
dihasilkan (Lalitya, 2004). Menurut Furqaanida (2004), kerapatan wafer ransum
komplit juga dapat mempengaruhi palatabilitas ternak terhadap wafer. Pada
umumnya ternak tidak terlalu menyukai pakan yang terlalu keras (wafer dengan
kerapatan tinggi) karena akan menyebabkan sulitnya ternak dalam mengkonsumsi
wafer secara langsung. Kekerasan tekstur merupakan indikator kekompakan dan
kekuatan wafer ransum komplit (Prabowo, 2003). Kekerasan tekstur juga
merupakan pengujian terhadap kemampuan untuk mempertahankan kekuatan
wafer ransum komplit setelah dilakukan penekanan dengan beban tertentu.
Keadaan ini penting untuk mengetahui apakah wafer ransum komplit ini kuat atau
mudah hancur karena adanya benturan fisik. Menurut Noviagama (2002),
kekerasan tekstur dapat digunakan untuk mengetahui kerenyahan wafer ransum
komplit.
Faktor yang mempengaruhi kekerasan tekstur yaitu kadar air, kandungan
karbohidrat (pati) dan kerapatan. Menurut Prabowo (2003), semakin tinggi kadar
air, kandungan pati dan kerapatan dari wafer ransum komplit maka kekerasan
teksturnya akan semakin besar. Pada bahan yang kerapatannya tinggi maka
diperlukan energi yang lebih besar untuk memecahkan atau meretakkan bahan
tersebut. Pada wafer ransum komplit untuk pakan ternak diduga kekerasan
teksturnya akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kadar bahan
sumber karbohidrat dalam ransum

22

III. MATERI DAN CARA KERJA


3.1. Materi
3.1.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat bahan pakan Hijauan, Konsentrat
Alat yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Alat, Nomenklatur
Hijauan, dan Konsentrat antara lain yaitu tabung reaksi, rak tabung reaksi,
erlenmeyer, becker glass, gelas ukur, cawan porselin, labu seukuran, labu didih
dan soxhlet, labu kjehdhal, penjepit, cawan petri, corong, pengaduk, scapula, pipet
tetes, pipet seukuran, filler, inkubator, oven, water bath, condenser, hot plate,
statif, buret, autoclave, desikator, bomb calori meter, timbangan ohaus, destructor,
seperangkat alat destilasi, soxhlet, pompa vakum, SWB (Shaker Water Bath), dan
tanur.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Alat, Nomenklatur
Hijauan, dan Konsentrat antara lain yaitu rumput benggala, jerami padi, jerami
jagung, setaria ancep, setaria lampung, rumput raja, rumput gajah, daun papaya,
daun singkong, daun pisang, daun gamal, lamtoro, kaliandra, daun waru, daun
dadap, daun murbei, daun rami, tepung udang, tepung ikan, bungkil kelapa, CGM
(Corn Gluten Meal), CGF (Corn Gluten Feed), bungkil kedelai, dedak, onggok,
millet, tepung jagung, tepung limbah soun, pollard, molases, tepung cangkang
udang, tepung cangkang telur, tepung kepala udang, tepung kapur, urea, dan vita
chick.
3.1.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Silase, Amoniasi, dan
Evaluasi antara lain yaitu timbangan, kantong plastik, tali pengikat, toples,
lakban, dan pH meter.Bahan yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Silase,
Amoniasi, dan Evaluasi antara lain yaitu jerami padi, rumput atau hijauan yang
telah dicacah, urea 4 %, molases 3 %, air, dan onggok hasil silase yang telah
disimpan kedap udara, dan hasil jerami amoniasi yang telah disimpan selama 21
hari.
3.1.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Tepung Hijauan dan
Konsentrat antara lain yaitu timbangan, oven atau pemanas buatan, kertas
millimeter block, penggaris, stopwatch, dan kalkulator. Bahan yang digunakan

23

dalam praktikum Pembuatan Tepung Hijauan dan Konsentrat antara lain yaitu
daun ubi jalar dan cangkang telur itik.
3.1.4. Pembuatan Complete Feed Block, Pellet dan uji fisik
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Complete Feed Block
dan Pellet antara lain yaitu cetakan complete feed block, cetakan pellet, dan
pisau atau alat pemotong pellet. Bahan yang digunakan dalam praktikum
Pembuatan Complete Feed Block dan Pellet antara lain yaitu tepung hijauan,
tepung konsentrat, dan air.
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Wafer, Hardness
Tester, dan Uji Durability Pellet antara lain yaitu alat press untuk membuat
wafer, nampan, alat hardness tester, saringan,dan penggiling pellet. Bahan yang
digunakan dalam praktikum Pembuatan Wafer, Hardness Tester, dan Uji
Durability Pellet antara lain yaitu konsentrat, silase, jerami amoniasi, air, dan
pellet.
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan, Konsentrat
Persiapkan alat dan bahan
Mengetahui nama alat dan fungsinya untuk analisis kimia bahan pakan
Mengidentifikasi masing-masing bahan makanan ternak dengan pedoman 1-6
faset
Foto alat dan bahan tersebut
3.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi
3.2.2.1. Pembuatan Silase
Rumput/hijauan yang telah dicacah dan dilayukan, dicampurkan dengan
molases 3 % dari bobot hijauan
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam toples dan dipadatkan
Tutup toples dan lapisi toples dengan lakban agar kedap udara
Simpan selama 14 21 hari

24

3.2.2.2. Pembuatan Amoniasi


Jerami padi yang telah ditimbang, dicampur dengan urea 4 % dari bobot jerami
tersebut
Urea tersebut dicampurkan dengan air secukupnya, kemudian campuran
tersebut dicipratkan ke jerami padi secara merata
Simpan jerami tersebut ke dalam plastik, lalu ikat dan simpan selama 3 minggu
3.2.2.3. Evaluasi Silase dan Amoniasi
Siapkan hasil silase yang telah disimpan kedap udara, dan hasil jerami
amoniasi yang telah disimpan selama 21 hari
Lakukan evaluasi secara fisik/ visual dengan panca indera (berkaitan dengan
warna, bau, tekstur, keberadaan jamur, dan pH)
3.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat dan Uji Fisik
3.2.3.1. Pembuatan Tepung Hijauan dan Konsentrat
siapkan bahan baik daun ubi jalar dan cangkang telur itik
Ditimbang bobotnya

Kering anginkan selama 3 -4 jam, dan timbang bobot kering anginnya


Keringkan pada oven (suhu 60 0C) selama 20 menit, dan timbang bobot kering
ovennya
Giling hingga menjadi tepung
3.2.3.2. Uji Fisik
a) Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Sampel 1 gram diletakan di atas kertas millimeter block
Ratakan dan gambar
Hitung Kotak dan masukkan ke rumus LPS

25

b) Uji Daya Ambang


Sampel dijatuhkan dari ketinggian 1 meter
Hitung dan catat waktunya
c) Uji Sudut Tumpukan
Sample dimasukkan dan dikeluarkan dari sebuah corong besar
Hitung diameter dan tinggi sampel yang dikeluarkan dari corong tersebut
d) Uji Berat Jenis (BJ)
Timbang gelas ukur (100 mL)
Timbang sampel dan catat
3.2.4. Pembuatan Complete Feed Block dan Pellet
Siapkan formulasi pakan
Bahan pakan ditimbang sesuai formulasi
Campur hingga rata

Campuran pakan di-steam selama 30 menit sampai keluar gel


Masukkan ke dalam cetekan feed block (untuk membuat complete feed block) dan
cetakan pellet (untuk membuat pellet), kemudian dikeringkan

26

3.2.5. Pembuatan Wafer


Konsentrat ditambahkan air 300 mL (secukupnya)
Konsentrat di-steam selama 30 menit sampai keluar gel
Susun tumpukan konsentrat silase konsentrat sampai bahannya habis,
kemudian di-press
Keringkan
3.2.5.3. Durability (Uji Gesekan)
Pellet digiling selama 5 menit, kemudian saring hasil gilingan
Hitung bobot pellet yang masih kasar dan hitung Durability

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
4.1.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan, dan
Konsentrat
4.1.1.1. Pengenalan Alat
No.

Nama Alat

Fungsi

1.

Tabung Reaksi

Tempat menaruh larutan sampel.

2.

Rak Tabung Reaksi

Tempat menaruh tabung reaksi.

3.

Erlenmeyer

Tempat menaruh sampel.

4.

Becker Glass

Tempat menaruh sampel.

5.

Gelas Ukur

Untuk mengukur larutan.

6.

Cawan Porselin

Untuk menaruh sample sebelum


dioven.
Untuk mengukur larutan dengan

7.

Labu Seukuran

ukuran yang telah ditentukan


(sudah ada ukurannya).

8.

Labu Didih dan


Soxhlet

Untuk uji lemak kasar.

Gambar

28

Untuk digunakan saat destruksi

9.

Labu Kjehdhal

10.

Penjepit

Untuk menjepit tabung reaksi.

11.

Cawan Petri

Untuk menaruh sampel.

12.

Corong

13.

Pengaduk

Untuk mengaduk sampel.

14.

Spatula

Untuk mengaduk sampel.

15.

Pipet Tetes

pada uji protein kasar.

Untuk mengalirkan larutan ke


dalam wadah yang mulutnya kecil.

Untuk meneteskan larutan dalam


jumlah kecil.
Untuk memindahkan larutan dari

16.

Pipet Seukuran

suatu wadah ke wadah lain dengan


ukuran yang telah ditentukan
(sudah ada ukurannya).

17.

Filler

Untuk menyedot larutan.

29

Untuk fermentasi dan

18.

Inkubator

19.

Oven

20.

Water Bath

Untuk memanaskan sampel.

21.

Condenser

Untuk menahan uap air.

22.

Hot Plate

Untuk memanaskan sampel.

23.

Statif

24.

Buret

Untuk proses titrasi.

25.

Autoclave

Untuk sterilisasi alat.

26.

Desikator

Untuk menstabilkan suhu.

27.

Bomb Calori Meter

perkembangbiakan media.

Untuk mengeringkan alat dan


sampel.

Untuk menegakkan buret agar


tidak bergerak.

Untuk menghitung gross energy


atau energi bruto.

30

28.

Untuk menimbang sampel,

Timbangan Ohaus

ketelitiannya 0,1 gram.


Untuk pemanas dan analisis

29.

Destruktor

protein kasar atau untuk


mendestruksi.
Untuk memisahkan larutan

Seperangkat Alat

30.

berdasarkan titik didihnya dan

Destilasi

digunakan pada uji protein kasar.


Seperangkat alat yang digunakan

31.

untuk mengekstrak suatu bahan

Soxhlet

dengan pelarut yang berulangulang dengan pelarut yang sesuai.

32.

Pompa Vakum

Sebagai pompa penghisap.

SWB (Shaker Water

33.

Bath)

34.

Alat tiruan rumen ruminansia.

Untuk pengujian abu

Tanur

(temperaturnya 1000 0C)

Tabel 1. Pengenalan Alat Laboratorium dan Fungsinya


4.1.1.2 Nomenklatur Hijauan
No.
1.

Asal
Mula
Rumput

Bagian

Proses

Aerial

Segar

Tingkat
Kedewasaan
Dewasa

Defoliasi

Sumber

Grade

35 40

Energi

PK =

Benggala

atau

(Panicu

dilayuka

&

SK =

maximu

hari

10,9%

32,9%

Gambar

31

m)
Jerami
2.

Padi
(Oryza
sativa)
Jerami

3.

Jagung
(Zea
mays)
Setaria

PK =
Aerial

(Setaria

dan

Energi

Aerial

Segar

Dewasa

90 hari

Energi

atau
dilayuka

Dewasa

35 40

Aerial

(Setaria

atau
dilayuka

hari

Energi

17
Dewasa

35 40
hari

Energi

tum

Aerial

atau
dilayuka

9%
Dewasa

45 60
hari

Energi

purpureu
m)

SK =
11%

Gajah
tum

&
10

des)
Rumput
(Pennise

&
SK = 7

Segar

purpuroi

7.

19%

12%
PK = 7

Raja
(Pennise

&
33,7%
PK =

Rumput

6.

SK =

SK =

splendid)

8,7% &

10,3%

Segar

Lampun

SK =

7,1%
PK =

Setaria

4,2% &
32,5%
PK =

Segar

a)

90 hari

batang

spacelat

5.

Dewasa

Daun

Ancep
4.

Amonias

Segar
Aerial

atau
dilayuka
n

PK =
Dewasa

45 60
hari

Energi

8,7% &
SK =
32,3%

32

8.

Daun

Segar

Pepaya

atau

(Carica

Daun

dilayuka

papaya)

PK =
23,5%
Dewasa

Energi

&
SK =

11,3%

Daun
Singkon
9.

PK =

Daun

(Maniho

dan

ranting

Dilayuka
n

24,1%
Dewasa

Energi

&
SK =

kutilisim

22,1%

a)
PK = 4

Daun

Segar

Pisang
10.

(Musa

Daun

parasidi

atau
dilayuka

5%
Dewasa

Energi

aca)

11%
PK =

Waru

Daun

(Hisbisc

dan

us

ranting

tiliaceus)
Daun
12.

Dadap

Daun

(Eritrina

dan

litosper

ranting

5% &
Dewasa

Energi

SK =
16

Segar
atau
dilayuka

PK =
Dewasa

Energi

12% &
SK =
13%
PK =

Daun
Murbei

Daun

(Morus

dan

indica

ranting

L.)

Dilayuka

17%

mae)

13.

SK =
10

Daun
11.

&

Segar
atau
dilayuka
n

18,3%
Dewasa

Energi

&
SK =
12
14%

33

Daun

Segar

Rami
14.

(Boehme

Daun

ria

15.

(Glisirid
a
maculate

dilayuka

Dewasa

Energi

16.

(Leucau
na
glauca)

Daun
dan
ranting

Segar
atau
dilayuka

12
Dewasa

17.

(Caliand
ra
caloticus

13%

Protein

&
SK = 8
10%
PK =

Daun
dan
ranting

Dilayuka
n

24,2%
Dewasa

Protein

&
SK =
21,5%

Kaliandr
a

23%

PK =

)
Lamtoro

SK =

nivea)
Daun
Gamal

atau

PK =
Daun
dan
ranting

Dilayuka
n

22,4%
Dewasa

Protein

&
SK =
9,87%

)
Tabel 2. Nomenklatur Hijauan
4.1.1.3. Nomenklatur Konsentrat
No

Nama

Bahan

Asal Mula

Bagian

Proses

Tepung

Crustaceae

Seluruh tubuh

Dikeringkan,

Udang

sp.

udang

digiling

Sumber

Protein

Grade
PK = 60
%

Gambar

34

PK =
Tepung
Ikan

Fish meal

Seluruh tubuh

Dikeringkan,

ikan

digiling

Protein

Cocus

Daging buah

pembuatan

Kelapa

nucivera

kelapa

minyak

21,3%
Protein

(Corn
Gluten

Zea mays

Meal)
CGF
(Corn
Gluten

Zea mays

Feed)

Biji jagung
tanpa lembaga

14,2%
PK =

Sisa
pengolahan

Protein

bio etanol

Biji jagung

Sisa

dengan

pengolahan

lembaga

bio etanol

Kedelai

Glicine max

Biji

pengolahan
minyak

Protein

Kulit

penggilingan

PK =
46,9%
Protein

Onggok

5,9%
PK = 6%
Energi

Millet

kutilisima
Pennisetum
glaucum

pembuatan

Energi

tapioca
Biji

Dikeringkan

&
SK =
84%
PK =

Sisa
Umbi

&
SK =

padi

Manihot

22% &
SK = 9%

Sisa
Oryza sativa

SK =

PK =

kedelai

Dedak

42% &
4,5%

Sisa
Bungkil

&
SK =

kelapa
CGM

SK =
5,7%
PK =

Sisa
Bungkil

49% &

Energi

1,9% &
SK =
8,9%
PK =
10,6%
&
SK = 11

35

15%
PK = 11
10.

Tepung
Jagung

Zea mays

Biji

Dikeringkan,
digiling

25%
Energi

&
SK = 17
20%
PK =

Tepung
11.

Limbah
Soun

Triticum
sativum

Sisa
Biji

pengolahan

<18%
Energi

soun

&
SK = 10
20%
PK =

12.

13.

Pollard

Molases

Tepung
14.

Cangkan
g Udang

Triticum
sativum

Saccharum
oficinale

Crustaceae
sp.

Cangkan

Gallus sp.

g Telur
Tepung
16.

Kepala
Udang

Kulit

Penggilinga

18,5%
Energi

n gandum

SK =
9,78%
PK =

Sisa
Batang tebu

pembuatan

Energi

gula

Cangkang

Dikeringkan,
digiling

&

3,9% &
SK =
0,4%
Ca =

Mineral

43% &
P=
17,6%

Tepung
15.

Sisa

Cangkang

Dikeringkan,

telur

digiling

Mineral

Ca =
7,6%
Ca =

Crustaceae
sp.

Kepala

Dikeringkan,
digiling

Mineral

16% &
P=
11,4%

36

Ca =
Tepung

17.

CaCO3

Kapur

Dikeringkan,

Batu

digiling

12,7%
Mineral

&
P=
0,95%

18.

Urea

Urea

Vita

19.

Chick

Tabel 3. Nomenklatur Konsentrat


4.1.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi
4.1.2.1. Pembuatan Silase
Hijauan yang digunakan dalam pembuatan silase yaitu 1000 gram. Hijauan
yang telah dicacah tersebut dicampur dengan 3 % molases dari bobot hijauan.
4.1.2.2. Pembuatan Amoniasi
Jerami padi yang digunakan dalam pembuatan amoniasi yaitu 1000 gram.
Jerami padi tersebut dicampur dengan 4 % urea dari bobot jerami padi..
4.1.2.3. Evaluasi
a) Evaluasi Silase
Pengamata

Nilai (Hasil) Kelompok

n
1

Bau

Warna
Tekstur

3
2

3
2

3
2

2
3

2
3

3
2

2
3

Ph

Dedak
9

Molases

1 1.-

1. 2

0
2.4 %

%
2. 2

3.5 %
4.4 %

%
3. 4. 1

5.2 %

%
5. 2
%

37

Keberadaan
Jamur
Total

6.-

11

11

10

11

11

11

11

7.-

6. 2
%
7. 4
%

Pengamata

Nilai (Hasil) Kelompok

n
11

12 13 14 15 16 17

Dedak

2 8.-

8. 2

0
9.4 %

%
9. 2

10. 5 %
11. 4 %

%
10. 11. 1

12. 2 %

%
12. 2

Bau

9
3

Warna
Tekstur

3
2

3
2

3
2

2
3

2
3

3
2

2
3

2
3

Ph

Keberadaan

6
3

Jamur
Total

11

11 10 11

11

11

11

Molases

13. -

16

14. -

%
13. 2
%
14. 4
%

Tabel 4. Hasil Pengamatan Silase


Penilaian hasil silase ini berdasarkan beberapa indikator yaitu warna (poin
1 = coklat/hitam, poin 2 = hijau gelap/kuning kecoklatan, dan poin 3 = hijau
alami/hijau kekuningan), bau (poin 1 = busuk, poin 2 = tidak asam/tidak busuk,
dan poin 3 = asam tetapi segar), tekstur (poin 1 = lembek, poin 2 = agak lembek,
dan poin 3 = padat), keberadaan jamur (poin 1 = banyak, poin 2 = cukup, dan poin
3 = tidak ada/sedikit), dan pH (poin baik sekali = 3 4,2, poin baik = 4,2 4,5,
dan poin sedang = 4,5 4,8).
Gambar 1. Silase
b) Evaluasi Amoniasi
Pengamatan
Bau

Hasil Jerami Amoniasi


Busuk (bau amonia)

38

Warna
Hijau kecoklatan
Tekstur
Masih remah
pH
5
Keberadaan Jamur
Tidak ada
Tabel 5. Hasil Pengamatan Amoniasi
Penilaian jerami amoniasi yang baik dari pengamatan organoleptik/visual
yaitu bau amonia yang pekat, warna coklat tua merata, tekstur lebih lembut dan
lunak, dan tidak berjamur. Keberhasilan pembuatan jerami amoniasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu ketersediaan air, suhu dan tekanan, dan ketersediaan
enzim urase.

39

4.1.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik


4.1.3.1. Pembuatan Tepung Hijauan dan Konsentrat
Bahan-bahan yang digunakan oleh kelompok 19 untuk membuat tepung
hijauan dan konsertrat yaitu daun ubi jalar, cangkang telur itik. Beberapa bahan
pakan dapat dijadikan tepung dengan cara pemanasan bertingkat. Proses
pembuatan tepung untuk pakan ternak dimulai dengan menimbang bobot awal
bahan pakan. Kemudian bahan tersebut dikering anginkan dan ditimbang bobot
kering anginnya. Lalu dioven dan ditimbang bobotnya. Tahap terakhir yaitu bahan
pakan tersebut digiling. Hasil penimbangan bahan pakan yang dijadikan tepung
yaiutu cangkang telur itik (bobot awal = 1,1 kg, bobot kering angin = 1 kg, dan
bobot tepung = 1 kg), daun ubi jalar (bobot awal = 4 kg, bobot kering angin =
1,25 kg, dan bobot tepung = 1 kg).
4.1.3.2. Uji Fisik
a

Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS)


Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS) berfungsi untuk mengetahui tingkat

kehalusan bahan pakan. Bobot sampel yang digunakan dalam uji ini sebanyak 1
gram. Sampel tersebut diratakan di atas kertas millimeter block. Kemudian, tandai
hasil cetakan sampel di atas kertas terseebut. Hitung banyaknya kotak yang
ditandai tersebut. Luas permukaan sampel limbah pasar (sayuran) dan rumput
raja yaitu 58 cm2.

LPS=

luas permukaan sampel


bobot sampel

LPS cangkang telur itik =

21,5 cm
1gram

LPS daun ubi jalar

40cm
1 gram

= 21,5 cm2/gram

= 40 cm2/gram

b Uji Daya Ambang


Uji daya ambang berperan untuk mengetahui efisiensi waktu pencurahan
bahan pakan. Sampel bahan pakan dijatuhkan dari jarak tertentu. Jarak yang
digunakan dalam uji ini yaitu 1 meter. Kemudian menghitung waktu yang

40

ditempuh sampel sampai ke dasar lantai. Waktu yang ditempuh limbah pasar
(sayuran) dan rumput raja yaitu 3,85 sekon dan 1,45 sekon.

Daya Ambang=

jarak
waktu

Daya ambang cangkang telur itik

1m
0,25s

= 4 m/s

Daya ambang daun ubi jalar

1m
0,44s

= 2,27 m/s

Uji Sudut Tumpukan


Uji sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan sampel dari

sebuah corong. Kemudian menghitung diameter dan tinggi dari sampel tersebut.
Diameter yang terbentuk pada sampel cangkang telur itik dan daun ubi jalar yaitu
19 cm dan 13 cm. Sedangkan tinggi daun ubi jalar dan cangkang telur itik
terbentuk yaitu 7 cm dan 4,5 cm. Setelah itu, langkah selanjutnya mencari susut
yang terbentuk.

tan =

2 t
d

Daun ubi jalar

: tan =

27
19
tan = 0,763

=0

cangkang telur itik

: tan =

2 4,5
13

tan = 0,692

=0
d Uji Berat Jenis (BJ)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji Berat Jenis (BJ) yaitu
menimbang bobot gelas ukur (100 mL ) kosong, kemudian mengukur gelas ukur
(100 mL) berisi sampel menggunakan timbangan digital. Bobot gelas ukur kosong

41

yaitu 111 gram, sedangkan masing-masing bobot gelas ukur yang berisi sampel
daun ubi jalar 148 gr dan cangkang telur itik 222,5 gram. Jadi, nilai BJ daun ubi
jalar dan cangkang telur itik adalah 0,37 gram/mL dan 1,112 gr/mL. Fungsi dari
uji Berat Jenis (BJ) bahan pakan yaitu mengetahui kecernaan suatu bahan pakan.
Apabila BJ < 1, maka kecernaan bahan pakan tersebut rendah. Hal tersebut
dikarenakan BJ cairan rumen = 1, jadi butuh waktu yang cukup lama bagi ternak
untuk mencerna bahan pakan.

BJ =

bobot gelasisibobot gelas kosong


100mL

BJ daun ubi jalar

=
=

BJ cangkang telur itik

=
=

1488 gram111 gram


100 mL
0,37 gram/mL

222,5 gram111 gram


100mL
0,1,112 gram/mL

4.1.4. Pembuatan Complete Feed Block (wafer), Pellet dan uji fisik
4.1.4.1. pembuatan pellet
Langkah-langkah pembuatan complete feed block dan pellet pada intinya
sama saja. Hal yang membedakannya yaitu alat cetak yang digunakan saja.
Sebelum membuat complete feed block dan pellet, harus menyiapkan formulasi
pakan ransumnya terlebih dahulu. Kemudian, bahan pakan ditimbang sesuai
formulasinya. Campur bahan-bahan tersebut hingga rata, dan tambahkan air
secukupnya. Steam campuran tersebut selama 30 menit sampai keluar gel.
Kemudian masukan ke dalam cetakan, lalu keringkan. Hasil complete feed block
dan pellet yang dibuat oleh kelompok 6 tidak memuaskan. Campuran bahan pakan
dalam pembuatan pakan pellet kurang melekat satu sama lain, sehingga hasil
cetakannya pecah-pecah. Hal tersebut mungkin dikarenakan oleh human error,
kualitas bahan baku yang kurang bagus, kurangnya binder atau sumber perekat,
atau adanya kesalahan saat proses steam (karena kompor yang digunakan sempat
mati sebentar).

42

Formulasi pakan :
Dedak

200 gram

Tepung jerami padi

300 gram

Tepung jerami kedelai

200 gram

Tepung roti afkir

100 gram

Tepung viscera ikan

150 gram

Tepung tulang ikan

25 gram

Molases

25 gram

4.1.4.2. Pembuatan Wafer


Proses pembuatan wafer pakan ternak dimulai dengan menambahkan air
300 ml ke dalam 700 gram konsentrat. Kemudian, konsentrat yang sudah
ditambahkan air tersebut di-steam selama 30 menit hingga mengeluarkan gel.
Setelah itu, susun tumpukan di alat press dengan susunan susun tumpukan
konsentrat silase konsentrat hingga bahan-bahannya habis. Lalu, press susunan
tersebut menggunakan alat press pembuat wafer pakan ternak. Kemudian,
keluarkan dan jemur wafer yang telah tercetak.
Gambar 2. Pakan Wafer
4.1.5.3.Durability (Uji Gesekan)
Durability (uji gesekan) dimulai dengan menggiling complete feed block
atau pellet 300 gram selama 5 menit. Kemudian menyaring hasil gilingan tersebut.
Lalu, timbang bobot sisa utuhnya (yang masih kasar). Bobot sisa utuh yang
dihasilkan dari penggilingan 300 gram complete feed block oleh kelompok 6 yaitu
49,8 gram. Setelah itu, hitung durability-nya. Nilai durabilitas pellet yang dibuat
oleh kelompok 6 yaitu 16,6 %. Angka tersebut lebih rendah dari standar.

Durability=

bobot sisautuh
100
bobot awal

Durability=

197 gram
100
300 gram

43

= 65,6 %

pakan
rendemen
Durability (%)
Pellet
58,6
65,6
wafer
86,9
Tabel 6. Hasil rendemen dan Durability (Uji Gesekan).

44

4.2. Pembahasan
4.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat,bahan pakan Hijauan, Konsentrat
Pemberian nama (nomenklatur) bahan pakan Internasional dimaksudkan
untuk menanggulangi ketidaktetapan dalam pemberian nama bahan pakan.
Nomenklatur bahan makanan Internasional memuat peraturan-peraturan untuk
dapat digunakan oleh pemberi nama (perseorarangan atau hukum) dalam
memberikan istilah atau nama bahan. Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan
dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang
dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Ciri atau nama internasional dari
suatu bahan makanan ditentukan dengan menggunakan pendoman perincian dari
keenam faset seperti yang dikemukakan oleh (Sutardi, 2008), sebagai berikut:
1. Asal mula, meliputi nama ilmiah, nama umum dan rumus kima yang benar
2. Bagian, sesuatu yang diberikan kepada ternak sebagaimana proses yang dialami
3. Proses atau perlakuan, cara penanganan yang dilakukan pada bahan pakan
untuk diberikan kepada ternak
4. Umur, pada saat kapan bahan pakan tersebut bisa diberikan kepada ternak
5. Defolasi, tingkat kedewasaan ( khusus pada hijauan)
6. Grade, kadar gizi yang terkandung dalam suatu bahan pakan.
Pengenalan bahan pakan sangat penting dilakukan agar kita mengerti berapa
komposisinya dan tahu ada zat-zat yang berperan atau bahkan hancur yang
terdapat didalam bahan pakan tersebut. Komposisi sangatlah penting diketahui
agar kita dalam menyusun ransum dapat berjalan dengan baik dan juga benarbenar dibutuhkan oleh ternak, selain itu juga dapat menghemat biaya. Zat-zat
beracun sangat merugikan bagi ternak bila dalam bahan pakan yang diberikan
mengandung zat-zat beracun. zat-zat tersebut bereaksi bila dipotong, dikunyah,
dicerna dan sebagainya. Beberapa cara pengolahan untuk mengurangi zat-zat
beracun antara lain dioven, dimasak, dan pengeringan menggunakan sinar
matahari (Raharjo, 2001).

45

Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan dari Hartati dkk ( 2002 ),
pemberian nama bahan makanan secara Internasional meliputi 6 faset yaitu : asal
mula, bagian, proses, umur/tingkat kedewasaan, defoliasi serta grade/ kandungan
kualitas dari pabrik.Konsentrat dalam ransum unggas dapat mencapai 95%
sedangkan 5% lainnya terdiri dari vitamin, mineral dan obat. Perubahan kualitas
bahan pakan disebabkan oleh rusaknya bahan atau tercemarnya bahan akibatnya
terhadap kualitas ransum yang disusunnya kurang baik (Hidayat, 1987).
Penggunaan alat-alat laboratorium sebagai alat penimbangan, pengukuran
volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran dan pengabuan serta
penyaringan. Menurut Hartati (2002), Penimbangan menggunakan timbangan,
penyaringan menggunakan kertas saring, dan corong, pengaturan volume cairan
menggunakan gelas ukur, pipet ukur, pipet volume, labu ukur dan buret.
Pemijaran menggunakan tanur dan cara sederhana pengeringan menggunakan
oven.
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang sangat mutlak diperlukan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif sepanjang taun dalam sistem produksi
ternak ruminansia (Anwar, 1996). Secara garis besar bahan pakan hijauan
digolongkan ke dalam empat kelompok bahan pakan yaitu :
1.
2.
3.
4.

gramineae (rumput-rumputan,
leguminosa (kacang-kacangan),
browse (ramban) dan
limbah pertanian.

4.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi


Amoniasi jerami merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai
nutrisi yang ada pada jerami. Spserti yang dikatakan oleh Marjuki (2010) bahwa,
perlakuan urea amoniasi pada jerami padi bertujuan untuk meningkatkan nilai
nutrisi jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia yang meliputi
peningkatan kandungan protein, konsumsi dan daya cerna sehingga dapat
lebih efisien dimanfaatkan oleh ternak dan dapat memasok zat makanan
khususnya energi lebih banyak pada ternak.

46

Pemberian urea pada saat praktikum yaitu 4 % BK jerami padi. Pengolahan


pertamakali sebelum dilakukan amoniasi yaitu pengeringan jerami padi dengan
bantuan matahari. Sebab, jerami pada yang baru dipanen memiliki kadar air yang
cukup tinggi. Sehingga apabila langsung dilakukan proses amoniasi
dikhawatirkan akan terjadi pembusukan.
Selain pembuatan jerami amoniasi juga di lakukan Pembuatan silase hijauan
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi hijauan. kurangnya ketersediaan
hijauan dan rendahnya kualitas jerami padi melatarbelakangi peningkatan
ketersediaan dan kualitas dengan cara pembuatan silase dan amoniasi jerami.
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari
tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lainlain, dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu
tempat yang kedap udara (Salim, 2002).
Bahan yang digunakan dalam pembuatan silaseyaitu rumput gajah. Sebelum
diproses menjadi silase, rumput gajah terlebih dahulu di potong dengan ukuran 10
cm dan di lakukan pengeringan. Proses pengeringan ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air yang ada dalam rumput gajah tersebut. Sebab, tingginya
kadar air pada bahan pakan akan menyebabkan adanya proses pemanasan didalam
silo sehingga menyebabkan silase beraroma sangat asam. Hal ini juga
diungkapkan oleh Brotonegoro (1978), pembuatan silase pada hijauan harus
mengandung kadar air sekitar 60% hingga 75%. Bila kadar air tersebut
melebihi ketentuan tersebut akan menghasilkan silase yang terlalu asam
sehingga kurang disukai ternak.
Proses pembuatan silase pada praktikum kali ini menggunakan formulasi:
molasses 3 %. Penambahan molases dan onggok ini bertujuan sebagai sumber
makanan bakteri asam laktat yang akan bekerja pada saat proses ensilase. Molases
ini merupakan salah satu bahan karbohidrat fermentable yang dapat digunakan
pada saat pembuatan silase dengan biaya yang murah. Bata (2008)
mengungkapkan bahwa, salah satu jenis bahan karbohidrat fermentable tinggi
dan mudah diperoleh yaitu molases.
Evaluasi silase bertujuan untuk menilai kualitas silase yang sudah dibuat.
Pada evaluasi tersebut ada beberapa aspek yang dinilai, diantaranya: warna, bau,

47

rasa, aroma dan tekstur. Warna silase yang baik yaitu hijau kekuningan atau coklat
terang. Hasil silase yang sudah dibuat pada saat praktikum menunjukan warna
yang baik yaitu hijau kekuningan. silase memiliki warna yang terang yakni dari
coklat hingga coklat kemerahan. Hal ini mengindikasikan bahwa penguraian
hijauan pakan oleh mikroba anaerobik berlangsung optimal. Jika silase
berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa penguraian dalam proses
pengawetan oleh mikroba anaerobik tidak optimal karena keterbatasan unsur
nutrien pada bahan silase. Namun, apabila silase kehitaman atau bahkan
membusuk hal ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan mengakibatkan
peningkatan temperatur di dalam silo (Munier 2011).
Tekstur silase yang baik adalah sedikit basah dan remah. Pada saat
pembuatan silase, ada penambahan karbohidrat seperti molases. Hal ini bertujuan
untuk memberikan asupan makanan bagi bakteri anaerob berkembang. Hasil
silase yang dibuat pada saat praktikum terdapat jamur. Padahal menurut Lado
(2007), penambahan karbohidrat mudah larut yang menyebabkan penurunan pH
dan menghambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan tekstur menjadi padat,
tidak berlendir. Adanya jamur ini bisa saja disebabkan karena saat proses
pemadatan hijauan tidak sempurna, sehingga ada udara yang masuk kedalam
drum/toples dan menyebabkan terganggunya proses ensilase.
Keberhasilan proses urea amoniasi setelah proses tersebut selesai (paling
cepat 14 hari) dapat diamati secara fisik, kimia maupun biologis. Secara
fisik keberhasilan proses urea amoniasi dapat dilihat berdasarkan :
a. Bau,
Ciri khas proses urea amoniasi yang baik adalah timbulnya bau amonia yang
kuat pada saat tempat pemeraman (silo) dibuka. Pada saat praktikum, bau jerami
amoniasinya adalah bau amonia yang sangat kuat. Menurut Marjuki (2010), bau
amonia yang kuat menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara
maksimal menjadi amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh
jerami padi dan bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami
padi. Bau amonia yang kurang kuat/lemah menunjukkan bahwa proses
amoniasi tidak berlangsung dengan baik, tidak efisien atau bahkan gagal.

48

Menurut Rahardi (2003), penyebab hal tersebut antara lain : 1) jumlah urea
yang digunakan terlalu sedikit, 2) silo tidak tertutup rapat sehingga sebagian besar
amonia yang terbentuk menguap dan tidak terikat oleh jerami padi, 3) urea belum
atau tidak terhidrolisis secara sempurna, 4) kurangnya jumlah air yang digunakan
atau kelembaban dalam silo, 5) kurangnya bakteri ureolitik atau sumber
urease dalam jerami padi yang digunakan. Bau amonia yang kurang kuat atau
lemah biasanya diikuti dengan bau tidak enak (busuk) dan tumbuhnya jamur.
b. Warna
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari
coklat muda kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Warna coklat yang
kurang kuat pada jerami padi amoniasi menunjukkan bahwa proses amoniasi
tidak berlangsung dengan baik. Jerami amoniasi hasil praktikum menunjukan
warna cokelat merata namun, bukan cokelat kehitaman.
c. Tekstur
Hasil jerami amoniasi yang telah dibuat pada saat praktikum memiliki
tekstur yang lembut, remah dan lunak. Tekstur jerami padi yang tidak diamoniasi
keras dan kaku. Semakin lama pemeraman maka tekstur jerami padi amoniasi
akan semakin lembut dan lunak.
d. Tidak berjamur
Amonia dalam proses urea amoniasi dapat mencegah tumbuhnya
jamur, sehingga tidak terdapat jamur pada jerami padi amoniasi walaupun
diperam dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sangat berbeda jika jerami
disimpan tanpa proses amoniasi yang akan timbul jamur atau bau busuk adanya
jamur.
Beberapa penilaian diatas telah sesuai dengan hasil amoniasi jerami yang
dibuat pada saat praktikum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jerami amoniasi
yang dihasilkan pada saat praktikum memiliki kualitas yang baik. Hal ini bisa saja
disebabkan oleh tepatnya presentase pemberian antara jerami:urea:air.
4.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, langkah-langkah dalam
pembuatan tepung hijauan yaitu siapkan daun dari hijauan pakan, pisahkan
dengan tangkai daun, timbang untuk mengetahui bobot segar, kering anginkan

49

selama 3-4 jam, timbang untuk mengetahui bobot kering angin, keringkan di oven
atau pemanas buatan pada suhu 60oC selama 20 menit, timbang untuk mengetahui
bobot kering oven, hijauan siap untuk digiling.
Konsentrat merupakan bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang
dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan gizi dari
keseluruhan pakan yang disatukan dan dicampur menjadi satu sebagai pelengkap.
Konsentrat dalam klasifikasi bahan pakan dapat berasal dari hewani (Laconi,
1997). Pada ternak, konsentrat merupakan sumber protein, mineral, energi, dan
nitrogen. Konsentrat yang termasuk dalam sumber protein meliputi: tepung ikan,
tepung darah ayam, tepung kulit udang, tepung kepala udang, tepung udang, dan
tepung tulang ikan. Untuk konsentrat sumber mineral meliputi, phospat alam,
premix, mineral, tulang sapi, tulang kambing, tulang ayam, tepung kerabang telur
itik, tepung kerabang telur ayam, kapur, dan tepung kerang (Pujaningsih, 2011).
Uji fisik bahan pakan dilakukan untuk mengetahui kondisi bahan pakan
karena bahan pakan mempunyai kondisi fisik kimia yang berbeda sehingga dalam
pengelolaan maupun penyimpanan memerlukan perlakuan yang berbeda. Dari
hasil analisis yang menggunakan bahan dari tepung cangkang telur itik dan daun
ubi jalar diperoleh data sebagai berikut : sudut tumpukan= o dan o, berat jenis =
1,112 gr/ml dan 0,37 gr/ml, daya ambang = 4 m/s dan 2,27 m/s, dan luas
permukaan spesifik = 21,5 cm2/gr dan 40 cm2/gr.
Daya ambang menurut Khalil (1999), merupakan jarak yang dapat ditempuh
oleh suatu partikel bahan tertentu. Daya ambang berperan dalam efisiensi
pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap. Praktikum
dengan sampel sebesar 1 gram, kemudian bahan tersebut dijatuhkan dari
ketinggian 1 meter dan dicatat waktunya. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil
daya ambang 0,259 m/s dan 0,689 m/s. Daya ambang yang terlalu lama akan
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih
lama (Jaelani, 2007).
Alamsyah (2005), menyatakan bahwa pengamatan fisik sebaiknya
ditunjukan pada aspek warna, bau, keasaman, benda asing dan lainnya. Sebaiknya
pengamatan parameter tersebut mendapatkan hasil yang normal atau bahan baku
tidak menunjukan penyimpangan warna, bau, rasa dan keasaman. Khalil (1999),

50

menyatakan bahwa sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu


partikel pakan dalam tumpukan, dimana tinggi sudut tumpukan dalam praktikum
menggunakan corong, dengan cara sampel dimasukan dalam corong dan
dibiarkan jatuh bebas, kemudian diukur diameter dan hitung waktunya.
Sedangkan Sudut tumpukan menurut Thompson (1993), merupakan kriteria
kebebasan bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi
tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan.
Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity, yaitu
kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan
secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan
tumpukan.
Diduga perbedaan nilai sudut tumpukan pada tiap perlakuan menunjukkan
bahwa pakan yang mengalami penyimpanan akan dipengaruhi oleh kadar air
akibat dari perubahan suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan. Selain itu
sudut tumpukan juga dipengaruhi oleh berat jenis dan kerapatan tumpukan pakan.
Hasil sudut tumpukan pada sampel tepung limbah pasar dan tepung rumput raja
34,249o dan 31,122o. Hal ini didukung oleh pendapat Syarief dan Halid (1993)
begitu juga dengan hasil penelitian Khalil (1999), keduanya mengatakan bahwa
selain ukuran partikel (bentuk) pakan, kadar air turut berpengaruh nyata terhadap
nilai rataan sudut tumpukan pakan, yaitu semakin tinggi kadar air maka semakin
tinggi sudut tumpukan. Lebih lanjut Khalil (1999) mengatakan bahwa besarnya
sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, berat jenis, kerapatan
tumpukan dan kandungan air (kadar air) serta sudut tumpukan berpengaruh pada
proses penakaran.
Sutardi (2008), menyatakan bahwa luas permukaan spesifik (LPS)
merupakan bahan pakan pada suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan
tertentu pula yang berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari bahan pakan
tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Khalil (1999), luas permukaan spesifik adalah luas
permukaan bahan pakan pada berat tertentu. Luas permukaan spesifik dari sampel
tepung limbah pasar dan tepung rumput raja 58 cm2/gr dan 58 cm2/gr.

51

Syarief dan Nugroho (1992) menyatakan bahwa tujuan reduksi ukuran


dalam pengolahan hasil pertanian yaitu untuk menghancurkan bahan sampai
ukuran tertentu, reduksi ukuran mengakibatkan peningkatan luas permukaan
spesifik bahan sehingga dapat mempermudah proses pencampuran, meningkatkan
palatabilitas pakan, meningkatkan daya cerna ternak, menghilangkan benda-benda
asing dan memperkecil resiko adanya bahan-bahan yang terbuang percuma.
Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap
volumenya, satuanya adalah gr/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan
hukum Archimedes. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Perbedaan niali berat jenis
pada masing-masing kelompok dipengaruhi oleh karakteristik permukaan partikel
dan pemasukan sampel pada gelas ukur yang kurang teliti, distribusi permukaan
partikel dan karakteristik permukaan partikel.Menurut Axe (1995), apabila bahan
mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah
setelah mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke
bawah melewati partikel lama yang lebih halus atau ringan.
Hasil penghitungan berat jenis yang diperoleh 1,112 gr/ml dan daun ubi jalar
0,37 gr/ml. Persamaan ini disebabkan karena ukuran partikel yang agak sedikit
berbeda seperti yang dinyatakan Askar (1985), semakin besar ukuran partikel
maka berat jenisnya semakin besar.
Uji bulk density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui
kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran) bahan
(Agus, 2007). Bulk density bahan pakan memberikan petunjuk untuk kapasitas
tampung dari suatu bahan pakan. Syarief dan Halid (1993) yang menyatakan
bahwa kondisi fluktuasi suhu dan kelembaban akan membantu kelancaran proses
penyerapan dan penguapan uap air dari bahan yang disimpan, karena pengecilan
ukuran partikel oleh suhu dan kelembaban, akan memperluas permukaan bahan
yang disimpan.
4.2.4. Pembuatan pellet
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan dari bahan konsentrat
atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Menurut
Patrick dan Schaible (1980), keuntungan pakan bentuk pellet adalah

52

meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi


metabolis pakan, menumbuhkan bakteri patogen dan menurunkan jumlah pakan
yang tercecer. Selain itu keuntungan pakan pellet yaitu memperpanjang lama
penyimpanan dan menjamin terjaganya keseimbangan zat-zat nutrisi pakan.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan baku untuk pembuatan pakan
bentuk pellet yaitu dedak 200 gram, tepung jerami padi 300 gram, tepung jerami
kedelai 200 gram, tepung roti afkir 100 gram tepung viscera ikan 150 gram,
tepung tulang ikan 25 gram, molases 25 gram dan air secukupnya. Bahan baku
yang digunakan untuk perekat adalah molases. Menurut Maryati (2008), molases
digunakan sebagai bahan pakan yang mengandung karbohidrat sebagai sumber
energi dan mineral. Molases memiliki kandungan protein kasar 3,1%, serat kasar
0,6%, BETN 83,5%, lemak kasar 0,9%, dan abu 11,9%.
4.2.5. Pembuatan completed feed block(Wafer), dan Uji Durability Pellet
Complete feed block adalah teknologi sederhana pengolahan pakan komplit
dalam bentuk awetan yang telah difermentasi terlebih dahulu. Complete feed
adalah pakan yang disusun dari berbagai macam bahan pakan sehingga
mempunyai kandungan nutrien sesuai dengan kebutuhan ternak. Pada dasarnya,
pembuatan complete feed fermentasi hampir sama dengan fermentasi jerami.
Hanya saja bahan baku yang digunakan berbeda, complete feed dibuat dari bahan
baku yang lebih lengkap dari hijauan dan konsentrat (Unadi & Ermi, 2007).
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan yang berisi nutrisi yang lengkap.
Menurut Noviagama (2002), wafer ransum komplit adalah suatu produk
pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan
konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak
dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan
pemanasan dalam suhu tertentu selama waktu tertentu.
Pembuatan wafer saat praktikum memiliki formulasi tertentu. Formulasi
tersebut terdiri atas konsentrat 300 gram dan silase hijauan 200 gram. Tujuan dari
pembuatan wafer ini yaitu untuk memudahkan dalam distribusi pakan kepda
ternak maupun saat pengangkutan pakan, mengurangi kadar air yang terkandung
didalam bahan pakan, dan meningkatkan palatabilitas. Wafer yang dibuat pada
saat praktikum memiliki tekstur yang kompak dan sangat mudah hancur.

53

Uji gesekan atau durability dilakukan dengan memasukan 300gram pelet


kedalam durability tester selama 1menit. Alat tersebut bekerja dengan
memutarbalikan pelet selama 5 menit. Setelah waktu tersebut selesai, maka pelet
yang utuh di saring dan dipisahkan dari pelet yang hancur. Untuk mengetahui
seberapa besar % durability pelet tersebut, maka banyaknya pelet yang utuh
dibandingkan dengan berat pelet awal kemudian dikalikan 100%. Data hasil uji
durability pada saat praktikum sebesar 65,6 %.

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
1. Masing-masing bahan pakan baik hijauan maupun kosnsentrat memiliki
kandungan nutrisi dan penamaan yang berbeda
2. Alat-alat yang ada didalam laboratorium memiliki fungsinya masing-masing
sehingga memiliki bentuk, nama, dan spesifikasi yang berbeda
3. Silse hijauan dan amoniasi jerami terbukti dapat meningkatkan kualitas
nutrisi bahan pakan
4. Pembuatan silase memiliki beberapa tahapan, yaitu pengeringan bahan pakan,
penimbangan, formulasi bahan pakan dan pencampuran
5. Hasil silase hijauan dan amoniasi jerami pada pada saat praktikum masih
memiliki beberapa kekurangan
6. Proses pembuatan pelet mengalami beberapa proses, yaitu pencampuran
(mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan
pendinginan (cooling)
7. Wafer complete feed yang dibuat pada saat praktikum memiliki tekstur yang
mudah hancur dan masih memiliki kadar air yang tinggi. Sehingga, berakibat
pada daya simpan wafer yang semakin singkat
5.2. Saran
Terimakasih atas ilmu yang diberikan selama praktikum kepada asisten,
saran saya kelengkepan sarana untuk praktikum tolong lebih diperhatikan jujur
saja kami sebagai praktikan mengalami kendala terutama dalam pembuatan
tepung hijauan dan konsentrat dimana kita kesulitan dalam melakukan
pengeringan bahan dan penggilingan bahan dimana saat kita praktikum saat
musim hujan dan penggilingan hanya menerima bahan tertentu saja padahal
setahu kami sebagai praktikan di fakultas peternakan UNSOED tersedia sarana
dan prasarana yang memadai untuk praktikum. Jika memang sarana dan prasarana
tidak memadai tolong bantu kami beri kami solusi terimakasih.

55

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Luki dkk. 2005. Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas
Peternakan.Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.
Agus, A. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Informasi
Teknologi Veteriner. Jakarta.
Alamsyah, R. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Anwar, Chairil, Hadi, M., Fadhilah, Risnawan, E. 1996. Pengantar Praktikum
Kimia Organik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. DIKTI. Jakarta.
Askar. 1985. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral dan hijauan
pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Axe, D. E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed
Ingredients. Mundelain.
Bata, Muhammad. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi
Menggunakan Urea Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
In Vitro. Jurnal Agribisnis Peternakan. Vol 8.No. 2.
Bolsen, ICK, Ashbell, G, & J.M. Wilkinnson, 1995. SilageAditifs in
Biotechnolory in Animal Feeds and Animal Feeding. R.J.Wallace& A.
Chesson (Eds.). VCH. Weinheim.
Brotonegoro, S., E. Yusuf dan H. Sukiman. 1979. Pengawetan Bahan Makanan
Ternak Secara Fermentasi Asam Laktat. Seminar Penelitian dan
Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Bogor.
Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat
ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk
domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harfiah. 2010. Optimalisasi Pakan Berserat Tinggi Melalui Sistem Perenggangan
Ikatan Lignoselulosa dalam Meningkatkan Kualitas Limbah Pertanian
Sebagai Pakan Ruminansia. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner
Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Hendrayono. 1994. Teknologi dan kontrol kualitas pengolahan pakan di PT
Charoen Pokphand Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapangan.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

56

Hernaman, Budiman dan Rusmana. 2005. Pembuatan Silase Campuran Ampas


Tahu Dan Onggok Serta Pengaruhnya Terhadap Fermentabilitas Dan ZatZat Makanan Indonesia. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta.
Hernaman, Iman. Atun. B. Rumasmana. 2007. Pembuatan Silase Campuran
Ampas Tahu dan Onggok Serta Pengaruhnya Terhadap Fermentabilitas dan
Zat-Zat Makanan. Jurnal Bionatura, Vol. 9, No. 2, 3uli 2007 : 172 -183
Jacobs,M. 1962. The Chemical Analisis Food And Food Product, 3rd edition. D
van nustrend company mc. New York.
Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi
Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil
(CPO). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Islam
Kalimantan. Kalimantan.
Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik
Pakan Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan
Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor
Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 11.
Krisnan, Rantan dan Ginting,.S.P. 2009. Penggunaan Solid E Decanter Sebagai
Perekat Pembuatan Pakan Komplit Berbentuk Pelet: Evaluasi Fisik Pakan
Komplit Berbentuk Pelet. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner.
Lado. L . 2007. Evaluasi Kualitas Silase Rumput Sudan (Sorghum Sudanense)
Pada penambahan Berbagai Macam Aditif Karbohidrat Mudah Larut. Tesis.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Lalitya, D. 2004. Pemanfaatan serabut kelapa sawit dalam wafer ransum komplit
domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, D.A. 1963. Ilmu Makanan Ternak Umum Cetakan ke-2. Pembangunan.
Jakarta
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Bogor
Marjuki. 2010. Peningkatan Kualitas Jerami Padi Melalui Perlakuan Urea
Amoniasi. Jurnal. Vol. 2
Maryati, B. A. 2008. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Munier,.F.F,. 2011. Evaluasi Karakteristik Silase Campuran Kulit Jagung dan
Daun Lamtoro (Leucaena Leucochepala) tanpa dan dengan Molases.
Murni, dkk. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk
Pakan. Fakultas Peternakan Jambi. Jambi

57

Noviagama, V.R. 2002. Penggunaan tepung gaplek sebagai bahan perekat


alternatif dalam pembuatan wafer ransum komplit. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Nurhidayah, A.S. 2005. Pemanfaatan Daun Kelapa Sawit dalam Bentuk
Wafer Ransum Komplit Domba. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Patrick and Schaible. 1980. Silase Technology, A trainer Manual. PODF for The
Asia and The Pacific. Inc. 15-24
Prabowo, F.D. 2003. Performans sapi batina Brahman Cross yang diberi wafer
ransum komplit berbahan baku jerami padi. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prasetyo. 2006. Studi tentang stabilitas protein daging dan dendeng selama
penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang.
Rahardi,Muhammad. 2003. Uji kualitas Amoniasi Jerami Padi. Jurnal Agribisnis
Peternakan
Rahardjo, T. 2002. Ilmu Teknologi Bahan Pakan. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Retnani. 2010. Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang
Ditambahkan Perekat Onggok Melalui Proses Penyemprotan Air. Jurnal
Agribisnis Peternakan, Vol 10.No 1
Ridwan. 2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus
planlarum lBL2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum
Purpureum). Institut Pertanian Bogor.
Saenab, Andi., Laconi, Erika, B., Retnani, Yuni., Masud, Sayuti,.M. 2010.
Evaluasi Kualitas Pelet Ransum Komplit yang Mengandung Produk
Samping Udang. Jurnal Informasi Teknologi Veteriner Vol. 15 No. 1
Salim, R., B. Irawan, Amirudin, H. Hendrawan, dan M. Nakatani. 2002. Produksi
dan Pemanfaatan Hijauan. Penerbit Dairy Technology Improvement Project
in Indonesia. Jakarta.
Sapienza, DA dan K.K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase: penanaman, pembuatan
dan pemberian pada ternak.
Siregar, M.E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soejono, M. 1987. Pengaruh lama peram pada amoniasi jerami padi terhadap
kecernaan in vivo. Prosiding Limbah Pertanian Sebagai Pakan dan
Manfaat Lainnya. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Sudarmadji. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.

58

Sumarsih, S Dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea dan Lama


Pemeraman yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi.
Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301
Sutardi. 2008.Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Sutrisno, C. I., Sulistyanto, Widyati S., Nurwantoro., Mukodiningsih, S.,
Surahmanto, dan Tristiarti. 2006. Peningkatan Kualitas Jerami sebagai
Pakan. Jurnal Peternakan. Vol 26
Syarief, A. M dan E. A. Nugroho. 1992. Teknik Reduksi Ukuran Bahan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Thomson, F. M. 1993. Hand Bookof PowdersScience and Technology 391, 393,
eds, M. E. Fayed and L. Otten. New York.
Trisnadewi, A. 2011. Peningkatan Kualitas Jerami Padi Melalui Penerapan
Teknologi Amoniasi Urea Sebagai Pakan Sapi Berkualitas di Desa
Bebalang Kabupaten Bangli.
Trisyulianti, E, Suryahadi dan V.N. Rahkma 2003. Pengaruh penggunaan molases
dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum
komplit. Media Peternakan. 26 (2) : 35-39.
Verma, A.K., U.R. Mehra, R.S. Dass, dan A. Singh. 1996. Nutritional utilization
by murrah buffaloes (Bubalus bubalis) from compressed complete feed
blocks. Animal Feed Science and Technology. 59:255-263.
Yuliana, Siti. 2008. Uji Kualitas Fisik Ransum Komplit Dalam Bentuk Wafer
Berbahan Baku Jerami Padi Produk Fermentasi Trichoderma Viride. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zaman, B. dan E., Sutrisno. 2006. Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok
Terhadap Amoniak dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur dan
Lama Kontak. Universitas Diponegoro. Semarang.

59

LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS)

Anda mungkin juga menyukai