Oleh :
Danis andiano
DOAO14083
KELOMPOK 19
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
Oleh :
Danis andiano
DOAO14083
KELOMPOK 19
Koordinator Asisten,
Asisten Pendamping,
NIM. D1E012026
NIM. D1E012026
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
DAFTAR TABEL...........................................................................iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................vi
I. PENDAHULUAN........................................................................7
1.1. Latar Belakang....................................................................7
1.2. Tujuan..................................................................................9
1.3. waktu dan tempat...............................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................11
III. MATERI DAN CARA KERJA.....................................................21
3.1. Materi................................................................................ 21
3.1.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat bahan pakan Hijauan,
Konsentrat.........................................................................21
3.1.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................21
3.1.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik....21
3.1.4. Pembuatan Complete Feed Block, Pellet dan uji fisik.....22
3.2. Cara Kerja.........................................................................22
3.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan,
Konsentrat.........................................................................22
3.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi....................22
3.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat dan Uji Fisik.....23
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Pengenalan Alat Laboratorium dan Fungsinya............................29
2. Nomenklatur Hijauan...................................................................32
3. Nomenklatur Konsentrat..............................................................35
4. Hasil Pengamatan Silase..............................................................35
5. Hasil Pengamatan Amoniasi........................................................36
6. Hasil Hardness Tester dan Durability (Uji Gesekan)..................42
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Silase..........................................................................................36
2. Jerami Amoniasi.........................................................................37
3. Pakan Wafer...............................................................................41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS).......................................60
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat.
Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat atau sekaligus
sebagai sumber vitamin sedangkan pakan konsentrat adalah suatu bahan pakan
dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk
meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Pakan hijauan untuk ternak
ruminansia dapat berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan
atau dapat berupa limbah pertanian baik yang segar maupun yang kering
(Nuschati, 2006).Pemberian pakan hijauan rumput lapang konsentrat ternak
ruminansia di indonesia masih terkendala pada keterbatasan bahan baku pakan
sehingga pemberian hijauan - konsentrat sering berubah-ubah. Sering berubahnya
pemberian hijauan konsentrat akan mempengaruhi laju fermentasi dan
kecernaan pakan.
Pengklasifikasian dan pemberian nama untuk bahan pakan akan memudahkan
dalam penyebutan dan mempermudah juga dalam memperlajarinya. Oleh karena
itu nomenklatur atau pemberian nama bahan pakan mempunyai maksud untuk
mengoreksi ketidak tepatan dalam pemberian nama bahan pakan dan juga
menyatukan nama secara internasional. Nomenklatur juga akan berguna untuk
mengetahui secara rinci dari suatu bahan pakan. Nomenklatur dalam
pelaksanaannya memerlukan alat untuk menganalisisnya. Pengenalan alat
diperlukan untuk mendukung proses pengecekan kualitas bahan pakan ternak..
Ternak apapun jenisnya memmbutuhkan pakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, produksi dan reproduksinya. fungsi ternak bagi manusia untuk
memenuhi keutuhan protein bagi kehidupan. Tuntutan kebutuhan akan produk
baik berupa susu, daging dan telur sangat tinggi seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi
perkembangan tubuh manusia. Dalam penyediaanpakan ternak di perlukan
penyusunan ransum dan pembuatannya dalam berbagai macam bentuk yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan palatabilitas (tingkat kesukaan) teknik
produksi yang perlu dipahami karena dalam pelaksanaannya melibatkan bahan
pakan yang yang harus tersedia saat penggunaan peralatan untuk memproduksi
pakan tersebut.
Pakan dalam bentuk rumput khususnya untuk ruminansia sangat banyak di
pedesaan terutama jerami, potensi jerami yang sangat besar belum sepenuhnya
dimanfaatkan. Pemanfaatan jerami sebagaian besar dibakar 37% untuk pupuk,
dijadikan alas kandang 36% yang kemudian dijadikan kompos dan hanya sekitar
5-22% yang digunakan sebagai pakan ternak. Kendalan utama penggunaan jerami
sebagai bahan pakan ternak adalah kecernaan 45-50% dan protein 3-5% yang
rendah. Jerami yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih bear
dibandingkan jerami yang tidak diamoniasi sebab kandungan senyawa
karbohidrat yang sederhana menjadi lebih besar. Amoniasi juga sangat efektiff
untuk embebaskan jerami dari kontaminasi mikroorganisme dan menghilangkan
aflotoksin yang ada didalamnya.
Selain jerami adapula pengawetan pakan hijauan yaitu silase, silase
merupakan proses pengawetan pakan hijauan dengan memanfaatkan bakteri
anaerob. Silase yang baik memmpunyai ciri-ciri warna masih hijau atau
kecoklatan. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim
yang berada dalam bahan bakku yang tidak dikehendaki namun dapat mendorong
berkembangnya bakteri penghasil asam laktat. Faktor yang mempengaruhi
kualitas silase secara emum juga dipaparkan yaitu kematangan bahan kadar air,
beasr partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan aditif.
Pelleting merupakan salah satu metode pengolahan pakan secara mekanik
banyak diterapkan di industri pakan unggas, kususnya ayam. Apabila pakan
diberikan dalam bentuk mash yang terdeiri dari tepung dan biji-bijian ternak
unggas akna lebih memilih biji-bijian saja sehingga konsusi pakan tidak sesuai
dengan kebutuhan nutrien. Selain itu fungsi pembuatan pellet ialah untuk
engurangi jumlah pakan tercecer serta mempermudah dalam proses pengemasan.
10
1.2. Tujuan
1. pengenalan alat dan bahan pakan dan nomenklatur
a. mengenal alat untuk pengamatan bahan pakan
b. mengenal bahan pakan baik konsentrat maupun hijauan
c. mengetahui cara pemberian nama serta fungsi pemberian nama
2. pembuatan tepung hijauan dan konsentrat serta uji fisik
a. mengetahui cara pembuatan tepung hijauan dan tepung konsentrat
b. mengetahui cara uji isik dari sifat suatu bahan
c. mampu mengetahui kandungan energi dalam bahan pakan
3. pembuatan silase dan pebuatan jerami amonia
a. memahami cara pembuatan jerami amoniasi dan silase
b. mengetahui fungsi dibuatannya jerami amoniasi dan silalse
4. pembuatan pellet dan complete feed block (wafer)
a. mengetahui cara kerja pembuatn pellet dan complete feed block
b. mengetahui keuntungan dari pembuatan pakan pellet dan complete feed
block
1.3. waktu dan tempat
1. pengenalan alat dan bahan pakan dan nomenklatur
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 1 April 2016, pada pukul 09.30
WIB selesai dan dilaksanakn di laboratorium ilmu bahan makanan
ternak fakutltas peternakan universitas jenderal soedirman purwokerto.
2. pembuatan tepung hijauan dan konsentrat serta uji fisik
11
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 8 April 2016, pada pukul 09.30
WIB selesai dan dilaksanakn di laboratorium ilmu bahan makanan
ternak fakutltas peternakan universitas jenderal soedirman purwokerto.
3. pembuatan silase dan pebuatan jerami amonia
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 6 Mei 2016, pada pukul 13.00
WIB selesai dan dilaksanakn di Green House fakutltas peternakan
universitas jenderal soedirman purwokerto.
4. pembuatan pellet dan complete feed block (wafer)
Praktikum dilaksanakan pada hari jumat, 13 Mei 2016, pada pukul 08.00
WIB selesai dan dilaksanakn di Green House fakutltas peternakan
universitas jenderal soedirman purwokerto.
12
13
14
15
16
N dan energi pada rumen sekitar 60 hingga 70% NH3 yang berasal dari
amoniasi. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa dilakukan
dengan penambahan asam organik, namun demikian tidak menguntungkan
karena asam organik mahal. Alternatif lain adalah menggunakan bahan
pakan sumber karbohidrat fermentable, bahan pakan tersebut diharapkan
sebagai media atau sumber energi bagi mikroba asam laktat. Salah satu jenis
bahan karbohidrat fermentable tinggi dan mudah diperoleh yaitu molases
(Bata, 2008).
Amoniasi merupakan suatu poses perombakan dari struktur keras menjadi
struktur yang lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur N
saja, prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber
amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses amoniasi
berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang
terdapat pada bahan pakan, karena lignin, selulosa, dan silika merupakan faktor
penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan (Siregar, 1996).
Salah satu cara yang cukup menjanjikan dalam usaha peningkatan nilai
nutrisi dan dayacerna limbah pertanian adalah meniru lebih jauh kondisi yang
terjadi secara holistik di dalam rumen-retikulum dengan memanfaatkan inokulum
mikroba selulolitik, lignolitik, dan Lactobacillus sp. (sumber asam), penggunaan
larutan basa (kapur), dan penggunaan urea (NH) dalam proses fermentasi
(Harfiah, 2010).
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan
pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses
amoniasi berlangsung..Manfaat amoniasi adalah merubah tekstur jerami yang
semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari kuning kecoklatan
menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak terjadinya
penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Rahardi, 2009).
Bahan pakan yang diberikan kepada ternak sangat berpengaruh terhadap
daya produksi ternak tersebut. Uji ini untuk mencegah penggunaan bahan pakan
yang berbahaya bagi ternak. Bahan pakan mempunyai sifat fisik yaitu sudut
tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas permukaaan spesifik, kerapatan
tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1999). Pengujian bahan
17
pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum.
Hal ini dikarenakan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel,
jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisis, sifat
hidroskopis dan florvabillitas (Sutardi, 2008).
Salah satu uji fisik menurut Sutardi (2008), diantaranya density dan Luas
permukaan spesifik. Density merupakan perbandingan antara masa bahan
terhadap volume dan memegang peranan penting dalam berbagai proses
pengolahan, penanganan dan penyimpanan. Density mempengaruhi kerapatan
tumpukan dengan daya imbang homogenitas dan stabilitas kecepatan. Selain itu
peran density suatu bahan yaitu menentukan kerapatan bahan, besarnya ukuran
partikel, kecepatan penaharan. Luas permukaan spesifik merupakan bahan pakan
pada suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula. Luas
permukaan spesifik adalah luas permukaan bahan pakan pada berat tertentu. Peran
luas permukaan spesifik untuk mengetahui tingkat kehalusan dan bahan pakan
tanpa diketahui distribusi ukuran kompos partikel secara keseluruhan.
Daya ambang merupakan jarak yang dapat ditempuh oleh suatu partikel
bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu. Daya
ambang berperan terhadap efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang
menggunakan alat penghisap (pneumatio conveyor), pengisian silo menggunakan
gaya gravitasi jika suatu bahan punya daya ambang berbeda akan terjadi
pemisahan partikel (Khalil, 1999). Sudut tumpukan merupakan sudut yang
dibentuk oleh bahan pakan yang diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan
merupakan criteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan
dimana semakin tinggi sudut tumpukan kebebasan bergerak suatu partikel
semakin berkurang (Khalil, 1999).
Verma et al. (1995), menyatakan bahwa teknologi CCFB (Compressed
Complete Feed Blocks) mempunyai beberapa keunggulan, yaitu dapat
mengurangi sifat bulky, memudahkan penanganan, penyimpanan dan
pendistribusian. Pengolahan bahan pakan dalam bentuk pakan blok
memungkinkan penyimpanan pakan selama musim penghujan untuk digunakan
pada musim kemarau (sebagai cadangan) dengan teknologi pengolahan yang
mudah diadaptasi oleh negara-negara berkembang. Pelet dikenal sebagai bentuk
18
massa dari bahan pakan atau ransum yang dipadatkan sedemikian rupa dengan
cara menekan melalui lubang cetakan secara mekanis dengan tujuan untuk
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan
penyajian pakan. Kualitas pelet yang baik dapat dilihat dari kekerasan pelet,
sedikitnya jumlah pelet yang hancur dan kemampuan pelet untuk tetap
mempertahankan bentuknya yang utuh, baik saat pengangkutan maupun
pemberian pakan
Tujuan pembuatan pelet adalah untuk mengurangi sifat debu pakan,
meningkatkan palatabilitas pakan. mengurangi pakan yang terbuang, mengurangi
sifat voluminous pakan dan untuk mempermudah penanganan pada saat
penyimpanan dan transportasi. Pelet yang dikategorikan paling baik secara fisik
adalah mempunyai nilai stabilitas air dan densitas yang tinggi serta tahan terhadap
benturan, namun mempunyai daya serap air yang sedang dan rasio ekspansi yang
rendah (Krisnan dan Ginting, 2009).
Umumnya proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu 1) pengolahan
pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan dan penghancuran menjadi
tepung, 2) Pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan dan pengeringan, 3)
Perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Secara ringkas
tahapan pebuatan pelet sebenarnya hanya meliputi beberapa proses penting yaitu
pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan
pendinginan (cooling) (Krisnan dan Ginting, 2009).
Ketahanan pelet terhadap benturan dapat diuji dengan melalukan shatter
test, yaitu dengan cara menjatuhkan pelet yang telah diketahui beratnya ke atas
sebuah lempeng besi. Ketahanan pelet terhadap benturan dapat dirumuskan
sebagai persentase banyaknya pelet yang utuh setelah dijatuhkan ke atas sebuah
lempengan besi terhadap jumlah pelet semula sebelum dijatuhkan. Ketahanan
pelet terhadap benturan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu komponen
penyusun bahan baku dan kondisi bahan (Khalil, 1999). Kandungan bahan yang
mempengaruhi ketahanan benturan pellet adalah pati, gula, protein, serta dan
lemak (Retnani, 2010). Panas yang tinggi akibat kadar air yang tinggi, selain
merombak poilisakarida juga akan mengakibatkan peningkatan kecepatan
19
penguraian protein menjadi asam amino dan non protein nitrogen yang terlarut
(Sapienza dan Bolsen, 1993). Hasil penguraian protein akan memberikan
peluang lebih besar bagi enzim proteolisis dari bakteri terutama clostridial
pada awal fase fermentasi untuk merombak protein menghasilkan amonia.
Clostridial membutuhkan kondisi yang basah dan anaerob untuk
perkembangannya. Bakteri ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu (1)
memfermentasikan gula dan asam organik sebagaimana layaknya bakteri p
enghasil asam laktat, dan (2) yang memfermentasikan asam-asam amino bebas
menjadi hasil akhir berupa amonia, asam lemak terbang yang bernilai nutrisi
rendah (Sapienza dan Bolsen, 1993). Semakin tinggi kadar air silase, maka
organisme semakin leluasa menyerap nutrien. Pertumbuhan mikroorganisme
meningkatkan asam organik, sehingga pH menurun. Air merupakan zat mutlak
bagi setiap mahluk hidup. Mikroorganisme menyerap zat-zat anorganik dan zatzat organik dalam bentuk cair (Saenab dkk, 2010). Mikroorganisme khususnya
bakteri akan hidup pada kadar air bahan di atas 20% (Syarief dan Halid, 1993).
Fermentasi akan berjalan secara normal dengan kandungan air 55% hingga 60%
(Sapienza dan Bolsen, 1993). Semakin basah hijauan yang disilase semakin
banyak panas yang dibutuhkan dan semakin cepat kehilangan bahan kering. Kadar
air diduga dapat meningkatkan laju fermentasi, sehingga semakin tinggi kadar air
maka pH semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Lubis (1963) yang
menyimpulkan bahwa proses ensilase dengan kadar bahan kering tinggi dapat
menghambat fase fermentasi, karena terbatasnya karbohidrat yang dapat terlarut
sebagai energi bahan asam lemak melakukan fermentasi.
Nilai pH silase yang rendah mengakibatkan mikroba yang tidak diinginkan
tidak dapat berkembang biak dan bahan pakan dapat diawetkan. Namun
demikian, pH yang rendah akan berakibat ternak kurang menyukainya
(Hernaman dkk., 2007). Brotonegoro (1979), menyatakan bahwa silase yang
terlalu asam kurang disukai ternak. Evaluasi fisik silase dilakukan saat botol
dibuka seperti warna, aroma, tekstur dan pH. Pengukuran pH sebelum dan
sesudah proses pengawetan menggunakan pH meter (elektroda). Jika silase
memiliki warna yang terang yakni dari coklat hingga coklat kemerahan. Hal
ini mengindikasikan bahwa penguraian hijauan pakan oleh mikroba anaerobik
20
21
22
23
dalam praktikum Pembuatan Tepung Hijauan dan Konsentrat antara lain yaitu
daun ubi jalar dan cangkang telur itik.
3.1.4. Pembuatan Complete Feed Block, Pellet dan uji fisik
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Complete Feed Block
dan Pellet antara lain yaitu cetakan complete feed block, cetakan pellet, dan
pisau atau alat pemotong pellet. Bahan yang digunakan dalam praktikum
Pembuatan Complete Feed Block dan Pellet antara lain yaitu tepung hijauan,
tepung konsentrat, dan air.
Alat yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Wafer, Hardness
Tester, dan Uji Durability Pellet antara lain yaitu alat press untuk membuat
wafer, nampan, alat hardness tester, saringan,dan penggiling pellet. Bahan yang
digunakan dalam praktikum Pembuatan Wafer, Hardness Tester, dan Uji
Durability Pellet antara lain yaitu konsentrat, silase, jerami amoniasi, air, dan
pellet.
3.2. Cara Kerja
3.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat, bahan pakan Hijauan, Konsentrat
Persiapkan alat dan bahan
Mengetahui nama alat dan fungsinya untuk analisis kimia bahan pakan
Mengidentifikasi masing-masing bahan makanan ternak dengan pedoman 1-6
faset
Foto alat dan bahan tersebut
3.2.2. Pembuatan Silase, Amoniasi, dan Evaluasi
3.2.2.1. Pembuatan Silase
Rumput/hijauan yang telah dicacah dan dilayukan, dicampurkan dengan
molases 3 % dari bobot hijauan
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam toples dan dipadatkan
Tutup toples dan lapisi toples dengan lakban agar kedap udara
Simpan selama 14 21 hari
24
25
26
27
Nama Alat
Fungsi
1.
Tabung Reaksi
2.
3.
Erlenmeyer
4.
Becker Glass
5.
Gelas Ukur
6.
Cawan Porselin
7.
Labu Seukuran
8.
Gambar
28
9.
Labu Kjehdhal
10.
Penjepit
11.
Cawan Petri
12.
Corong
13.
Pengaduk
14.
Spatula
15.
Pipet Tetes
16.
Pipet Seukuran
17.
Filler
29
18.
Inkubator
19.
Oven
20.
Water Bath
21.
Condenser
22.
Hot Plate
23.
Statif
24.
Buret
25.
Autoclave
26.
Desikator
27.
perkembangbiakan media.
30
28.
Timbangan Ohaus
29.
Destruktor
Seperangkat Alat
30.
Destilasi
31.
Soxhlet
32.
Pompa Vakum
33.
Bath)
34.
Tanur
Asal
Mula
Rumput
Bagian
Proses
Aerial
Segar
Tingkat
Kedewasaan
Dewasa
Defoliasi
Sumber
Grade
35 40
Energi
PK =
Benggala
atau
(Panicu
dilayuka
&
SK =
maximu
hari
10,9%
32,9%
Gambar
31
m)
Jerami
2.
Padi
(Oryza
sativa)
Jerami
3.
Jagung
(Zea
mays)
Setaria
PK =
Aerial
(Setaria
dan
Energi
Aerial
Segar
Dewasa
90 hari
Energi
atau
dilayuka
Dewasa
35 40
Aerial
(Setaria
atau
dilayuka
hari
Energi
17
Dewasa
35 40
hari
Energi
tum
Aerial
atau
dilayuka
9%
Dewasa
45 60
hari
Energi
purpureu
m)
SK =
11%
Gajah
tum
&
10
des)
Rumput
(Pennise
&
SK = 7
Segar
purpuroi
7.
19%
12%
PK = 7
Raja
(Pennise
&
33,7%
PK =
Rumput
6.
SK =
SK =
splendid)
8,7% &
10,3%
Segar
Lampun
SK =
7,1%
PK =
Setaria
4,2% &
32,5%
PK =
Segar
a)
90 hari
batang
spacelat
5.
Dewasa
Daun
Ancep
4.
Amonias
Segar
Aerial
atau
dilayuka
n
PK =
Dewasa
45 60
hari
Energi
8,7% &
SK =
32,3%
32
8.
Daun
Segar
Pepaya
atau
(Carica
Daun
dilayuka
papaya)
PK =
23,5%
Dewasa
Energi
&
SK =
11,3%
Daun
Singkon
9.
PK =
Daun
(Maniho
dan
ranting
Dilayuka
n
24,1%
Dewasa
Energi
&
SK =
kutilisim
22,1%
a)
PK = 4
Daun
Segar
Pisang
10.
(Musa
Daun
parasidi
atau
dilayuka
5%
Dewasa
Energi
aca)
11%
PK =
Waru
Daun
(Hisbisc
dan
us
ranting
tiliaceus)
Daun
12.
Dadap
Daun
(Eritrina
dan
litosper
ranting
5% &
Dewasa
Energi
SK =
16
Segar
atau
dilayuka
PK =
Dewasa
Energi
12% &
SK =
13%
PK =
Daun
Murbei
Daun
(Morus
dan
indica
ranting
L.)
Dilayuka
17%
mae)
13.
SK =
10
Daun
11.
&
Segar
atau
dilayuka
n
18,3%
Dewasa
Energi
&
SK =
12
14%
33
Daun
Segar
Rami
14.
(Boehme
Daun
ria
15.
(Glisirid
a
maculate
dilayuka
Dewasa
Energi
16.
(Leucau
na
glauca)
Daun
dan
ranting
Segar
atau
dilayuka
12
Dewasa
17.
(Caliand
ra
caloticus
13%
Protein
&
SK = 8
10%
PK =
Daun
dan
ranting
Dilayuka
n
24,2%
Dewasa
Protein
&
SK =
21,5%
Kaliandr
a
23%
PK =
)
Lamtoro
SK =
nivea)
Daun
Gamal
atau
PK =
Daun
dan
ranting
Dilayuka
n
22,4%
Dewasa
Protein
&
SK =
9,87%
)
Tabel 2. Nomenklatur Hijauan
4.1.1.3. Nomenklatur Konsentrat
No
Nama
Bahan
Asal Mula
Bagian
Proses
Tepung
Crustaceae
Seluruh tubuh
Dikeringkan,
Udang
sp.
udang
digiling
Sumber
Protein
Grade
PK = 60
%
Gambar
34
PK =
Tepung
Ikan
Fish meal
Seluruh tubuh
Dikeringkan,
ikan
digiling
Protein
Cocus
Daging buah
pembuatan
Kelapa
nucivera
kelapa
minyak
21,3%
Protein
(Corn
Gluten
Zea mays
Meal)
CGF
(Corn
Gluten
Zea mays
Feed)
Biji jagung
tanpa lembaga
14,2%
PK =
Sisa
pengolahan
Protein
bio etanol
Biji jagung
Sisa
dengan
pengolahan
lembaga
bio etanol
Kedelai
Glicine max
Biji
pengolahan
minyak
Protein
Kulit
penggilingan
PK =
46,9%
Protein
Onggok
5,9%
PK = 6%
Energi
Millet
kutilisima
Pennisetum
glaucum
pembuatan
Energi
tapioca
Biji
Dikeringkan
&
SK =
84%
PK =
Sisa
Umbi
&
SK =
padi
Manihot
22% &
SK = 9%
Sisa
Oryza sativa
SK =
PK =
kedelai
Dedak
42% &
4,5%
Sisa
Bungkil
&
SK =
kelapa
CGM
SK =
5,7%
PK =
Sisa
Bungkil
49% &
Energi
1,9% &
SK =
8,9%
PK =
10,6%
&
SK = 11
35
15%
PK = 11
10.
Tepung
Jagung
Zea mays
Biji
Dikeringkan,
digiling
25%
Energi
&
SK = 17
20%
PK =
Tepung
11.
Limbah
Soun
Triticum
sativum
Sisa
Biji
pengolahan
<18%
Energi
soun
&
SK = 10
20%
PK =
12.
13.
Pollard
Molases
Tepung
14.
Cangkan
g Udang
Triticum
sativum
Saccharum
oficinale
Crustaceae
sp.
Cangkan
Gallus sp.
g Telur
Tepung
16.
Kepala
Udang
Kulit
Penggilinga
18,5%
Energi
n gandum
SK =
9,78%
PK =
Sisa
Batang tebu
pembuatan
Energi
gula
Cangkang
Dikeringkan,
digiling
&
3,9% &
SK =
0,4%
Ca =
Mineral
43% &
P=
17,6%
Tepung
15.
Sisa
Cangkang
Dikeringkan,
telur
digiling
Mineral
Ca =
7,6%
Ca =
Crustaceae
sp.
Kepala
Dikeringkan,
digiling
Mineral
16% &
P=
11,4%
36
Ca =
Tepung
17.
CaCO3
Kapur
Dikeringkan,
Batu
digiling
12,7%
Mineral
&
P=
0,95%
18.
Urea
Urea
Vita
19.
Chick
n
1
Bau
Warna
Tekstur
3
2
3
2
3
2
2
3
2
3
3
2
2
3
Ph
Dedak
9
Molases
1 1.-
1. 2
0
2.4 %
%
2. 2
3.5 %
4.4 %
%
3. 4. 1
5.2 %
%
5. 2
%
37
Keberadaan
Jamur
Total
6.-
11
11
10
11
11
11
11
7.-
6. 2
%
7. 4
%
Pengamata
n
11
12 13 14 15 16 17
Dedak
2 8.-
8. 2
0
9.4 %
%
9. 2
10. 5 %
11. 4 %
%
10. 11. 1
12. 2 %
%
12. 2
Bau
9
3
Warna
Tekstur
3
2
3
2
3
2
2
3
2
3
3
2
2
3
2
3
Ph
Keberadaan
6
3
Jamur
Total
11
11 10 11
11
11
11
Molases
13. -
16
14. -
%
13. 2
%
14. 4
%
38
Warna
Hijau kecoklatan
Tekstur
Masih remah
pH
5
Keberadaan Jamur
Tidak ada
Tabel 5. Hasil Pengamatan Amoniasi
Penilaian jerami amoniasi yang baik dari pengamatan organoleptik/visual
yaitu bau amonia yang pekat, warna coklat tua merata, tekstur lebih lembut dan
lunak, dan tidak berjamur. Keberhasilan pembuatan jerami amoniasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu ketersediaan air, suhu dan tekanan, dan ketersediaan
enzim urase.
39
kehalusan bahan pakan. Bobot sampel yang digunakan dalam uji ini sebanyak 1
gram. Sampel tersebut diratakan di atas kertas millimeter block. Kemudian, tandai
hasil cetakan sampel di atas kertas terseebut. Hitung banyaknya kotak yang
ditandai tersebut. Luas permukaan sampel limbah pasar (sayuran) dan rumput
raja yaitu 58 cm2.
LPS=
21,5 cm
1gram
40cm
1 gram
= 21,5 cm2/gram
= 40 cm2/gram
40
ditempuh sampel sampai ke dasar lantai. Waktu yang ditempuh limbah pasar
(sayuran) dan rumput raja yaitu 3,85 sekon dan 1,45 sekon.
Daya Ambang=
jarak
waktu
1m
0,25s
= 4 m/s
1m
0,44s
= 2,27 m/s
sebuah corong. Kemudian menghitung diameter dan tinggi dari sampel tersebut.
Diameter yang terbentuk pada sampel cangkang telur itik dan daun ubi jalar yaitu
19 cm dan 13 cm. Sedangkan tinggi daun ubi jalar dan cangkang telur itik
terbentuk yaitu 7 cm dan 4,5 cm. Setelah itu, langkah selanjutnya mencari susut
yang terbentuk.
tan =
2 t
d
: tan =
27
19
tan = 0,763
=0
: tan =
2 4,5
13
tan = 0,692
=0
d Uji Berat Jenis (BJ)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji Berat Jenis (BJ) yaitu
menimbang bobot gelas ukur (100 mL ) kosong, kemudian mengukur gelas ukur
(100 mL) berisi sampel menggunakan timbangan digital. Bobot gelas ukur kosong
41
yaitu 111 gram, sedangkan masing-masing bobot gelas ukur yang berisi sampel
daun ubi jalar 148 gr dan cangkang telur itik 222,5 gram. Jadi, nilai BJ daun ubi
jalar dan cangkang telur itik adalah 0,37 gram/mL dan 1,112 gr/mL. Fungsi dari
uji Berat Jenis (BJ) bahan pakan yaitu mengetahui kecernaan suatu bahan pakan.
Apabila BJ < 1, maka kecernaan bahan pakan tersebut rendah. Hal tersebut
dikarenakan BJ cairan rumen = 1, jadi butuh waktu yang cukup lama bagi ternak
untuk mencerna bahan pakan.
BJ =
=
=
=
=
4.1.4. Pembuatan Complete Feed Block (wafer), Pellet dan uji fisik
4.1.4.1. pembuatan pellet
Langkah-langkah pembuatan complete feed block dan pellet pada intinya
sama saja. Hal yang membedakannya yaitu alat cetak yang digunakan saja.
Sebelum membuat complete feed block dan pellet, harus menyiapkan formulasi
pakan ransumnya terlebih dahulu. Kemudian, bahan pakan ditimbang sesuai
formulasinya. Campur bahan-bahan tersebut hingga rata, dan tambahkan air
secukupnya. Steam campuran tersebut selama 30 menit sampai keluar gel.
Kemudian masukan ke dalam cetakan, lalu keringkan. Hasil complete feed block
dan pellet yang dibuat oleh kelompok 6 tidak memuaskan. Campuran bahan pakan
dalam pembuatan pakan pellet kurang melekat satu sama lain, sehingga hasil
cetakannya pecah-pecah. Hal tersebut mungkin dikarenakan oleh human error,
kualitas bahan baku yang kurang bagus, kurangnya binder atau sumber perekat,
atau adanya kesalahan saat proses steam (karena kompor yang digunakan sempat
mati sebentar).
42
Formulasi pakan :
Dedak
200 gram
300 gram
200 gram
100 gram
150 gram
25 gram
Molases
25 gram
Durability=
bobot sisautuh
100
bobot awal
Durability=
197 gram
100
300 gram
43
= 65,6 %
pakan
rendemen
Durability (%)
Pellet
58,6
65,6
wafer
86,9
Tabel 6. Hasil rendemen dan Durability (Uji Gesekan).
44
4.2. Pembahasan
4.2.1. Nomenklatur dan Pengenalan Alat,bahan pakan Hijauan, Konsentrat
Pemberian nama (nomenklatur) bahan pakan Internasional dimaksudkan
untuk menanggulangi ketidaktetapan dalam pemberian nama bahan pakan.
Nomenklatur bahan makanan Internasional memuat peraturan-peraturan untuk
dapat digunakan oleh pemberi nama (perseorarangan atau hukum) dalam
memberikan istilah atau nama bahan. Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan
dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang
dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Ciri atau nama internasional dari
suatu bahan makanan ditentukan dengan menggunakan pendoman perincian dari
keenam faset seperti yang dikemukakan oleh (Sutardi, 2008), sebagai berikut:
1. Asal mula, meliputi nama ilmiah, nama umum dan rumus kima yang benar
2. Bagian, sesuatu yang diberikan kepada ternak sebagaimana proses yang dialami
3. Proses atau perlakuan, cara penanganan yang dilakukan pada bahan pakan
untuk diberikan kepada ternak
4. Umur, pada saat kapan bahan pakan tersebut bisa diberikan kepada ternak
5. Defolasi, tingkat kedewasaan ( khusus pada hijauan)
6. Grade, kadar gizi yang terkandung dalam suatu bahan pakan.
Pengenalan bahan pakan sangat penting dilakukan agar kita mengerti berapa
komposisinya dan tahu ada zat-zat yang berperan atau bahkan hancur yang
terdapat didalam bahan pakan tersebut. Komposisi sangatlah penting diketahui
agar kita dalam menyusun ransum dapat berjalan dengan baik dan juga benarbenar dibutuhkan oleh ternak, selain itu juga dapat menghemat biaya. Zat-zat
beracun sangat merugikan bagi ternak bila dalam bahan pakan yang diberikan
mengandung zat-zat beracun. zat-zat tersebut bereaksi bila dipotong, dikunyah,
dicerna dan sebagainya. Beberapa cara pengolahan untuk mengurangi zat-zat
beracun antara lain dioven, dimasak, dan pengeringan menggunakan sinar
matahari (Raharjo, 2001).
45
Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan dari Hartati dkk ( 2002 ),
pemberian nama bahan makanan secara Internasional meliputi 6 faset yaitu : asal
mula, bagian, proses, umur/tingkat kedewasaan, defoliasi serta grade/ kandungan
kualitas dari pabrik.Konsentrat dalam ransum unggas dapat mencapai 95%
sedangkan 5% lainnya terdiri dari vitamin, mineral dan obat. Perubahan kualitas
bahan pakan disebabkan oleh rusaknya bahan atau tercemarnya bahan akibatnya
terhadap kualitas ransum yang disusunnya kurang baik (Hidayat, 1987).
Penggunaan alat-alat laboratorium sebagai alat penimbangan, pengukuran
volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran dan pengabuan serta
penyaringan. Menurut Hartati (2002), Penimbangan menggunakan timbangan,
penyaringan menggunakan kertas saring, dan corong, pengaturan volume cairan
menggunakan gelas ukur, pipet ukur, pipet volume, labu ukur dan buret.
Pemijaran menggunakan tanur dan cara sederhana pengeringan menggunakan
oven.
Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang sangat mutlak diperlukan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif sepanjang taun dalam sistem produksi
ternak ruminansia (Anwar, 1996). Secara garis besar bahan pakan hijauan
digolongkan ke dalam empat kelompok bahan pakan yaitu :
1.
2.
3.
4.
gramineae (rumput-rumputan,
leguminosa (kacang-kacangan),
browse (ramban) dan
limbah pertanian.
46
47
rasa, aroma dan tekstur. Warna silase yang baik yaitu hijau kekuningan atau coklat
terang. Hasil silase yang sudah dibuat pada saat praktikum menunjukan warna
yang baik yaitu hijau kekuningan. silase memiliki warna yang terang yakni dari
coklat hingga coklat kemerahan. Hal ini mengindikasikan bahwa penguraian
hijauan pakan oleh mikroba anaerobik berlangsung optimal. Jika silase
berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa penguraian dalam proses
pengawetan oleh mikroba anaerobik tidak optimal karena keterbatasan unsur
nutrien pada bahan silase. Namun, apabila silase kehitaman atau bahkan
membusuk hal ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan mengakibatkan
peningkatan temperatur di dalam silo (Munier 2011).
Tekstur silase yang baik adalah sedikit basah dan remah. Pada saat
pembuatan silase, ada penambahan karbohidrat seperti molases. Hal ini bertujuan
untuk memberikan asupan makanan bagi bakteri anaerob berkembang. Hasil
silase yang dibuat pada saat praktikum terdapat jamur. Padahal menurut Lado
(2007), penambahan karbohidrat mudah larut yang menyebabkan penurunan pH
dan menghambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan tekstur menjadi padat,
tidak berlendir. Adanya jamur ini bisa saja disebabkan karena saat proses
pemadatan hijauan tidak sempurna, sehingga ada udara yang masuk kedalam
drum/toples dan menyebabkan terganggunya proses ensilase.
Keberhasilan proses urea amoniasi setelah proses tersebut selesai (paling
cepat 14 hari) dapat diamati secara fisik, kimia maupun biologis. Secara
fisik keberhasilan proses urea amoniasi dapat dilihat berdasarkan :
a. Bau,
Ciri khas proses urea amoniasi yang baik adalah timbulnya bau amonia yang
kuat pada saat tempat pemeraman (silo) dibuka. Pada saat praktikum, bau jerami
amoniasinya adalah bau amonia yang sangat kuat. Menurut Marjuki (2010), bau
amonia yang kuat menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara
maksimal menjadi amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh
jerami padi dan bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami
padi. Bau amonia yang kurang kuat/lemah menunjukkan bahwa proses
amoniasi tidak berlangsung dengan baik, tidak efisien atau bahkan gagal.
48
Menurut Rahardi (2003), penyebab hal tersebut antara lain : 1) jumlah urea
yang digunakan terlalu sedikit, 2) silo tidak tertutup rapat sehingga sebagian besar
amonia yang terbentuk menguap dan tidak terikat oleh jerami padi, 3) urea belum
atau tidak terhidrolisis secara sempurna, 4) kurangnya jumlah air yang digunakan
atau kelembaban dalam silo, 5) kurangnya bakteri ureolitik atau sumber
urease dalam jerami padi yang digunakan. Bau amonia yang kurang kuat atau
lemah biasanya diikuti dengan bau tidak enak (busuk) dan tumbuhnya jamur.
b. Warna
Warna jerami padi yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari
coklat muda kekuningan menjadi coklat tua dan merata. Warna coklat yang
kurang kuat pada jerami padi amoniasi menunjukkan bahwa proses amoniasi
tidak berlangsung dengan baik. Jerami amoniasi hasil praktikum menunjukan
warna cokelat merata namun, bukan cokelat kehitaman.
c. Tekstur
Hasil jerami amoniasi yang telah dibuat pada saat praktikum memiliki
tekstur yang lembut, remah dan lunak. Tekstur jerami padi yang tidak diamoniasi
keras dan kaku. Semakin lama pemeraman maka tekstur jerami padi amoniasi
akan semakin lembut dan lunak.
d. Tidak berjamur
Amonia dalam proses urea amoniasi dapat mencegah tumbuhnya
jamur, sehingga tidak terdapat jamur pada jerami padi amoniasi walaupun
diperam dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sangat berbeda jika jerami
disimpan tanpa proses amoniasi yang akan timbul jamur atau bau busuk adanya
jamur.
Beberapa penilaian diatas telah sesuai dengan hasil amoniasi jerami yang
dibuat pada saat praktikum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jerami amoniasi
yang dihasilkan pada saat praktikum memiliki kualitas yang baik. Hal ini bisa saja
disebabkan oleh tepatnya presentase pemberian antara jerami:urea:air.
4.2.3. Pembuatan Tepung Hijauan, Konsentrat, dan Uji Fisik
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, langkah-langkah dalam
pembuatan tepung hijauan yaitu siapkan daun dari hijauan pakan, pisahkan
dengan tangkai daun, timbang untuk mengetahui bobot segar, kering anginkan
49
selama 3-4 jam, timbang untuk mengetahui bobot kering angin, keringkan di oven
atau pemanas buatan pada suhu 60oC selama 20 menit, timbang untuk mengetahui
bobot kering oven, hijauan siap untuk digiling.
Konsentrat merupakan bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang
dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan gizi dari
keseluruhan pakan yang disatukan dan dicampur menjadi satu sebagai pelengkap.
Konsentrat dalam klasifikasi bahan pakan dapat berasal dari hewani (Laconi,
1997). Pada ternak, konsentrat merupakan sumber protein, mineral, energi, dan
nitrogen. Konsentrat yang termasuk dalam sumber protein meliputi: tepung ikan,
tepung darah ayam, tepung kulit udang, tepung kepala udang, tepung udang, dan
tepung tulang ikan. Untuk konsentrat sumber mineral meliputi, phospat alam,
premix, mineral, tulang sapi, tulang kambing, tulang ayam, tepung kerabang telur
itik, tepung kerabang telur ayam, kapur, dan tepung kerang (Pujaningsih, 2011).
Uji fisik bahan pakan dilakukan untuk mengetahui kondisi bahan pakan
karena bahan pakan mempunyai kondisi fisik kimia yang berbeda sehingga dalam
pengelolaan maupun penyimpanan memerlukan perlakuan yang berbeda. Dari
hasil analisis yang menggunakan bahan dari tepung cangkang telur itik dan daun
ubi jalar diperoleh data sebagai berikut : sudut tumpukan= o dan o, berat jenis =
1,112 gr/ml dan 0,37 gr/ml, daya ambang = 4 m/s dan 2,27 m/s, dan luas
permukaan spesifik = 21,5 cm2/gr dan 40 cm2/gr.
Daya ambang menurut Khalil (1999), merupakan jarak yang dapat ditempuh
oleh suatu partikel bahan tertentu. Daya ambang berperan dalam efisiensi
pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap. Praktikum
dengan sampel sebesar 1 gram, kemudian bahan tersebut dijatuhkan dari
ketinggian 1 meter dan dicatat waktunya. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil
daya ambang 0,259 m/s dan 0,689 m/s. Daya ambang yang terlalu lama akan
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih
lama (Jaelani, 2007).
Alamsyah (2005), menyatakan bahwa pengamatan fisik sebaiknya
ditunjukan pada aspek warna, bau, keasaman, benda asing dan lainnya. Sebaiknya
pengamatan parameter tersebut mendapatkan hasil yang normal atau bahan baku
tidak menunjukan penyimpangan warna, bau, rasa dan keasaman. Khalil (1999),
50
51
52
53
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Luki dkk. 2005. Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas
Peternakan.Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.
Agus, A. 2007. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Informasi
Teknologi Veteriner. Jakarta.
Alamsyah, R. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Anwar, Chairil, Hadi, M., Fadhilah, Risnawan, E. 1996. Pengantar Praktikum
Kimia Organik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. DIKTI. Jakarta.
Askar. 1985. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral dan hijauan
pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Axe, D. E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed
Ingredients. Mundelain.
Bata, Muhammad. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi
Menggunakan Urea Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
In Vitro. Jurnal Agribisnis Peternakan. Vol 8.No. 2.
Bolsen, ICK, Ashbell, G, & J.M. Wilkinnson, 1995. SilageAditifs in
Biotechnolory in Animal Feeds and Animal Feeding. R.J.Wallace& A.
Chesson (Eds.). VCH. Weinheim.
Brotonegoro, S., E. Yusuf dan H. Sukiman. 1979. Pengawetan Bahan Makanan
Ternak Secara Fermentasi Asam Laktat. Seminar Penelitian dan
Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Biologi Nasional-LIPI
Bogor.
Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat
ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk
domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harfiah. 2010. Optimalisasi Pakan Berserat Tinggi Melalui Sistem Perenggangan
Ikatan Lignoselulosa dalam Meningkatkan Kualitas Limbah Pertanian
Sebagai Pakan Ruminansia. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner
Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Hendrayono. 1994. Teknologi dan kontrol kualitas pengolahan pakan di PT
Charoen Pokphand Sidoarjo Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapangan.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
56
57
58
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Luas Permukaan Spesifik (LPS)