Dokumen - Tips Risperidon Sebagai Pengobatan Dari Gejala Gangguan Tingkah Laku Pada Anak Dengan
Dokumen - Tips Risperidon Sebagai Pengobatan Dari Gejala Gangguan Tingkah Laku Pada Anak Dengan
statistik ( risperidon sebesar 2,7 kg dan placebo meningkat sebesar 1,0 kg), denyut nadi,
dan tekanan darah sistolik. Skor Gejala ekstrapiramidal dibandingkan antar kelompok.
Kesimpulan. Risperidon dapat ditoleransi dan mempunyai efikasi yang lebih
baik dalam penanganan gejala gangguan kebiasaan yang berkaitan dengan PDD pada
anak.
Kelainan perkembangan pervasif (Pervasive Developmental Disorders/PDD)
merupakan suatu kelompok kelainan neuropsikiatrik yang meliputi kelainan autistik,
kelainan Asperger, kelainan disintregatif masa kanak-kanak, kelainan Rett, dan PDD
lainnya yang tidak spesifik. Kelainan-kelainan ini ditandai dengan perkembangan social
yang tidak khas, komunikasi, dan tingkah laku. Onsetnya muncul biasanya dalam usia 5
tahun kehidupan. Angka prevalensinya sebesar 63 per 10000 anak telah tercatat.
Walaupun secara umum berkaitan dengan retardasi mental, perkembangan dan
gambaran gejala kebiasaan dari PDD itu berbeda dan tidak menggambarkan tingkat
perkembangan.
PDD ditandai dengan deficit yang berat dan pervasive pada beberapa area
perkembangan. Meliputi keterampilan interaksi social timbal balik, keterampilan
berkomunikasi, atau adanya gerakan stereotype, ketertarikan, dan aktivitas. Anak
dengan PDD mungkin didapatkan kebiasaan yang sulit termasuk agresi, hiperaktivitas,
tidak perhatian atau sulit konsentrasi, impulsiv, stereotype, berteriak, dan kebiasaan
melukai diri sendiri. Kebiasaan-kebiasaan ini dapat mengganggu baik di lingkungan
sekolah maupun di dalam keluarga; di samping itu, dapat mempengaruhi perkembangan
anak dan kesejahteraan anak dan pengasuhnya.
Akan tetapi, belum ada intervensi farmakologis yang memiliki target secara
spesifik pada deficit PDD. Namun, beberapa penelitian telah dibuat untuk memperbaiki
gejala kebiasaan yang berkaitan dengan PDD. Sejumlah penelitian, yang dikeluarkan
sejak 1960an, telah menunjukkan bahwa perbaikan gejala gangguan kebiasaan dapat
diperoleh dengan menggunakan neuroleptik konvensional, seperti antagonis reseptor
dopamine haloperidol. Namun karena frekuensi terjadinya diskinesia dan efek samping
ekstrapiramidal lainnya lebih besar membuat penggunaannya dibatasi. Sebagai data
awal keamanan dan efikasi atipikal antipsikosis yang baru tersedia di akhir tahun
1980an dan awal tahun 1990an, membuat kecenderungan pemakaian obat tersebut
semakin meningkat.
Risperidon merupakan suatu antagonis reseptor dopamine (D2) dan serotonin
(5HT2A dan lainnya). Secara khusus penggunaan pada dosis yang lebih rendah,
risperidon sangat kecil menyebabkan gejala ekstrapiramidal (Extrapyramidal
symptoms/EPSs) dibanding pada penggunaan obat-obat konvensional. Sejumlah
penelitian dilakukan untuk mengetahui kegunaan risperidon pada anak dengan PDD.
Bukti awal dari penelitian ini menunjukkan bahwa risperidon aman dan efektif dalam
menurunkan gejala gangguan kebiasaan pada anak dalam populasi ini. Namun, untuk
penelitian yang lebih baik, desain penelitian dibutuhkan untuk mengkonfirmasi
penemuan-penemuan ini. Pada saat penelitian ini dilakukan, tidak ada uji control yang
dilaporkan. Penelitian ini memerlukan evaluasi kritis mengenai efikasi dan keamanan
risperidon untuk pengobatan gejala gangguan kebiasaan pada anak dengan PDD.
METODE
Desain Penelitian dan Tujuan
Dalam 8 minggu ini, secara random, double-blind, kelompok pararel, orang
Kanada, desain penelitian multisenter untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan
risperidon versus placebo dalam pengobatan gejala gangguan kebiasaan pada anak
dengan PDD. Subjek mengunjungi klinik selama 7 kali : pada kunjungan skrining/awal
dan pada akhir pengobatan minggu 1, 2, 3, 5, 7, dan 8. Penelitian dilaksanakan sesuai
dengan Deklarasi Helsinki yang direvisi pada tahun 1996 dan dibuktikan oleh Badan
Review Institusional pada tiap-tiap pusat penelitian. Orang tua anak/pengasuh/wali yang
sah diminta untuk menandatangani inform konsen. Pendekatan yang mendukung
tersebut biasanya untuk mendapatkan persetujuan anak apabila memungkinkan. Orang
yang bertanggung jawab diperlukan untuk menemani subjek penelitian saat kunjungan
ke klinik, menyediakan keterangan yang jelas, dan memberikan pengobatan.
Subyek
Pasien yang secara fisik sehat baik laki-laki maupun perempuan dengan usia 512 tahun yang dimasukkan dalam penelitian ini dengan criteria inklusi yang didiagnosis
axis I PDD menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi
keempat dengan skor total 30 atau lebih pada skala angka autis pada masa kanak-kanak
(Childhood Autism Rating Scale/CARS), dengan atau tanpa retardasi mental. Subjek
dengan skizofrenia, abnormalitas laboratorium yang secara klinik signifikan, atau
kejang bagi mereka yang mendapat >1 antikonvulsan atau jika mereka telah mengalami
kejang selama 3 bulan tidak dimasukkan kriteria. Subjek yang memiliki riwayat
hipersensitivitas neuroleptik, tardive diskinesia, sindrom malignan neuroleptik,
penyalahgunaan obat atau alkohol, atau infeksi virus HIV tidak dimasukkan criteria.
Subjek juga dieksklusi apabila mendapat risperidon pada 3 bulan terakhir, yang
sebelumnya terbukti tidak berespon terhadap risperidon, atau yang menggunakan obatobatan yang dilarang.
Penelitian dan Pengobatan lainnya
Setelah skrining pada kunjungan awal, subjek yang terseleksi dipilih secara acak
(1:1) untuk mendapatkan risperidon atau placebo larutan per oral 1,0 mg/mL diberikan
sehari sekali di pagi hari pada 0,01 mg/kg/hari pada pengobatan di hari ke-1 dan 2 dan
ditingkatkan menjadi 0,02 mg/kg/hari pada hari ke 3. Tergantung dari respon terapi pada
hari ke 8, dosis dapat dinaikkan maksimal 0,02 mg/kg/hari. Sesudah itu, dosis dapat
disesuaikan
oleh
kebijakan
peneliti
dengan
rentang
mingguan
dimana
Analisis Statistik
Populasi awal untuk penilaian keamanan merupakan populasi yang berkeinginan
untuk berobat (intention to treat/ITT), terbatas pada subjek yang mendapat minimal 1
dosis pengobatan. Populasi awal untuk penilaian efikasi merupakan populasi efikasi
ITT,semua subyek yang diacak yang mendapat minimal 1 dosis penelitian dan bagi
yang mendapat minimal 1 kali penilaian efikasi. Parameter efikasi primer adalah
perubahan iritabilitas dari awal penelitian hingga akhir (ie, pengamatan terakhir)
sebagaimana terukur pada subskala iritabilitas dari ABC. Ini terdapat 15 item subskala
yang meliputi item seperti melukai diri sendiri, agresif terhadap pasien lainnya dan
petugas, temper tantrum, mudah tersinggung, mood yang menurun, dan menangis
dan berteriak tidak jelas. Parameter efikasi sekunder meliputi perubahan dari awal
hingga akhir penelitian dalam 4 subskala dari ABC, 6 subskala dari N-CBRF dan dalam
VAS dianalisis dengan analisis kovarians dengan menggunakan model jenis pengobatan,
pusat, dan skor dasar. Suatu analisis responder juga dilakukan, yang mana
responder merupakan mereka yang mendapat 50% atau lebih penurunan dari skor
awal pada minimal 2 atau 5 subskala ABC dengan tidak ada satupun subskala yang
mendapat peningkatan 10% atau lebih. Tes Cochran-Mantel-Haenszel, mengontrol sisi
penelitian, digunakan untuk membandingkan angka respon antara kelompok risperidon
dan placebo; ini juga digunakan untuk membandingkan skor GCI-C. kejadian/efek
lanjutan ditabulasikan dengan tipe dan kejadiannya. Denyut jantung, tekanan darah
sistolik dan diastolic, dan berat badan dianalisis menggunakan analisis varians.
Perubahan pada skor ESRS dianalisis menggunakan tes Cochran-Mantel-Haenszel yang
dimodifikasi skor ridit (tes Van Elterens). Statistic deskriptif
digunakan untuk
melaporkan hasil tingkat keamanan lainnya. Semua tes diinterpretasikan pada 5% level
signifikan (2-tailed) tanpa penyesuian untuk tes yang mulitipel.
HASIL
Subyek
Total 80 subjek penelitian pada 7 tempat penelitian memenuhi criteria yang telah
ditentukan dan ikut ke dalam penelitian. Dari jumlah ini, 41 orang terpilih secara acak
untuk mendapat risperidon dan 39 orang terpilih secara acak untuk mendapat placebo.
Seorang subjek yang terpilih secara acak mendapat risperidon tidak mengikuti
penelitian dan tidak mendapat pengukuran awal. Jadi, 79 subjek (40 orang kelompok
risperidon, 39 kelompok placebo) termasuk ke dalam populasi ITT, populasi penilaian
keamanan primer. Di samping itu, karena 1 subjek pada masing-masing kelompok tidak
memiliki data efikasi akhir, 77 subjek (39 risperidon, 38 plasebo) termasuk ke dalam
populasi efikasi ITT, populasi penilaian tingkat efikasi primer.
Dalam populasi ITT, subjek yang mendapat risperidon maupun placebo, sama
dalam data awal dan demografisnya (tabel 1). Rata-rata umur responden 7,5 tahun, dan
lebih dari nya adalah laki-laki. Sebagian besar (88,6%) tinggal bersama orang tua.
Semua subjek memiliki skor CARS 30 atau lebih, yang merupakan indikasi autism.
Lebih dari separuh (55,7%) dari seluruh peserta merupakan kategori autis yang berat
yang ditentukan berdasarkan CARS. Sedang berdasarkan Manual Diagnostik dan
Statistik Kelainan Mental, Edisi ke-4, sebelum CARS, merupakan system diagnosis
yang kurang inklusif., 69% subjek terdiagnosis dengan kelainan autistic. Dua puluh tiga
dari 40 subjek yang mendapat risperidon dan 25 dari 39 subjek yang mendapat placebo
mengikuti tes IQ standar; 15 (65,2%) pada kelompok sebelumnya dan 12 (48,0%) pada
kelompok berikutnya memiliki retadarsi mental yang ringan dan sedang. Tujuh belas
subjek (8 pada kelompok risperidon, 9 pada kelompok placebo), yang memiliki
kemampuan intelektual menggunakan tes IQ standar
Risperidone (n=40)
Placebo (n=39)
7,62,3
7,0(5-12)
7,32,3
7,0(5-12)
29(72,5)
11(27,5)
32(82,1)
7(17,9)
6(15,0)
27(67,5)
7(17,5)
31,214,5
46,613,1
6(15,4)
28(71,8)
5(12,8)
27,68,6
52,219,8
27(67,5)
5(12,5)
1(2,5)
28(71,8)
7(17,9)
0(0)
0(0)
7(17,5)
38,95,3
0(0)
17(42,5)
23(57,5)
31(77,5)
0(0)
4(10,3)
39,16,7
0(0)
18(46,2)
21(53,8)
35(87,9)
3(9,7)
6(19,4)
12(38,7)
10(32,3)
11(31,4)
4(11,4)
8(22,9)
12(34,3)
VAB (Vineland Adaptive Behaviour ), DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders, edisi
keempat)
Pada uji akhir penelitian, subjek dengan terapi resperidone juga menunjukkan
perubahan yang lebih besar, yang bermakna secara statistik pada setiap 4 subskala
lainnya dari ABC ( P 0,005, Tabel 2 ). Perbedaan terbesar ditemukan pada subskala
hiperaktivitas / ketidakpatuhan dimana subjek dengan terapi resperidone menurun 14,9
pada nilai rerata dan subjek dengan plasebo menurun 7,4 ( P 0,001). Dibandingkan
dengan 15 subjek ( 39,5 % ) pada kelompok plasebo, 27 subjek ( 69,2 % ) dari
kelompok risperidon ditemukan seorang responder( P = 0.01 ).
Subjek dengan terapi risperidon menunjukkan perbaikkan yang lebih besar pada
subskala masalah tingkah laku dari versi orang tua yang terdapat pada N-CBRF : rerata
menurun pada akhir penelitian pada kelompok risperidon 10,4 dengan 6,6 untuk
kelompok dengan plasebo ( P 0,01, tabel 2 ). Kelompok dengan terapi resperidone
juga menunjukkan penurunan rerata yang lebih signifikan secara statistik pada subskala
perasaan tidak aman/ kecemasan (P = 0,039), hiperaktif ( P = 0,035 ), dan sensitivitas
berlebihan ( P = 0,038 ). Penurunan rerata yang lebih besar terlihat pada subskala
menyakiti diri sendiri / stereotipik dan mengisolasi diri/ritualistik, bagaimanapun
perbedaan antara kedua terapi tersebut tidak bermakna secara statistik.
Untuk semua subjek, gejala yang paling menyulitkan adalah agresivitas ( 23,4 %
), diikuti dengan kemarahan / mood negatif ( 18,2 % ), seperti yang dinilai dengan VAS.
Pada uji akhir penelitian, rerata VAS dari gejala yang paling menyusahkan, menurun
dengan rerata dari kelompok terapi risperidon sebesar 38,4 dan rerata kelompok plasebo
26,2 ( Tabel 2 ). Dengan 5 subskala ABC dan masalah tingkah laku, subskala perasaan
tidak aman / kecemasan, hiperaktivitas, dan sensitifitas berlebihan dari N-CBRF,
peningkatan rerata dari peringkat VAS lebih bermakna pada kelompok terapi risperidon.
Lebih dari dua kali jumlah subjek dengan terapi risperidon menunjukkan peningkatan
secara klinis sebesar 34(87,2), seperti saat dinilai CGI-C, dibandingkan dengan subjek
yang diberi placebo sebesar 15 (39,5%). Dari tiga kali penilaian pada subjek dengan
terapi risperidone juga pada subjek yang diberi plasebo, terdapat peningkatan yang
bermakna pada kelompok risperidon sebesar : 21 ( 54% ) sedang pada kelompok
placebo sebesar 7 ( 18 % ) dengan ( P 0,001 ). Perbedaan yang bermakna secara
statistik pada CGI-C diantara subjek dengan terapi risperidone dan yang diberi plasebo,
terbukti pada setiap kunjungan (P 0,05).
Tabel 2. Perubahan data dasar menggunakan ABC, N-CBRF (mnrt org tua) dan VAS pada akhir
penelitian
Ukuran efikasi
Risperidone
Awal*
Subskala ABC
Iritabilitas
18,98,8
Hiperaktif
27,39,7
Bicara tdk sesuai
4,63,4
Letargi/penarikan diri dr
social
13,77,0
Tingkah laku stereotipik 7,95,0
Subskala N-CBRF(mnrt
ortu)
Masalah tingkah laku
16,89,4
Hiperaktif
17,25,8
Menarik diri
7,54,1
Kecemasan
8,78,1
Hipersensitivitas
6,93,4
Menyakiti diri sendiri
4,24,2
VAS (gejala yg plg
menyulitkan)
81,013,3
*Mean SD
rata-rata perubahan dari awal SD
P .001 vs placebo
P .05 vs placebo
P .01 vs placebo
akhir
Placebo
Awal*
-12,15,8
-14,96,7
-2,62,6
21,29,7
30,98,8
4,83,7
-6,58,4
-7,49,7
-1,63,0
-8,65,9
-4,33,8
14,38,2
8,15,6
-5,76,9
-2,44,0
-10,47,4
-8,14,6
-4,83,9
-4,66,5
-3,82,8
-2,63,3
23,312,0
18,95,3
8,24,5
10,67,6
7,43,5
3,54,2
-6,69,5
-5,66,6
-3,64,6
-3,55,5
-2,73,2
-1,32,8
-38,428,9
84,814,1
-26,229,2
akhir
Gbr 1. Subskala iritabilitas dari ABC dibanding waktu penelitian, *P.05 perubahan kedua kelompok dari data awal,
P<.01 perubahan kedua kelompok dari data awal, P< .001 perubahan kedua kelompok dari data awal
Tabel 3. Insiden efek samping obat yang dilaporkan > 10% dari kelompok risperidone
Kejadian, n(%)
Risperidone (n=40)
Placebo(n=39)
Setiap kejadian
40(100)
31 (79,5)
Somnolen
29(72,5)
3(7,7)
ISPA atas
15(37,5)
6(15,4)
Rhinitis
11(27,5)
4(10,3)
Peningkatan nafsu makan
9(22,5)
4(10,3)
Nyeri abdomen
8(20,0)
3(7,7)
Demam
8(20,0)
7(17,9)
Imsonia
6(15,0)
6(15,4)
Muntah
6(15,0)
6(15,4)
Batuk
6(15,0)
4(10,3)
Nyeri kepala
5(12,5)
2(5,1)
Konstipasi
5(12,5)
1(2,6)
Apatis
5(12,5)
0(0,0)
Takikardi
5(12,5)
0(0,0)
Influenza like symptom
4(10,0)
2(5,1)
Anoreksia
4(10,0)
1(2,6)
Fatigue
4(10,0)
1(2,6)
Hipersalivasi
4(10,0)
1(2,6)
Peningkatan BB
4(10,0)
1(2,6)
Tremor
4(10,0)
0(0,0)
Pada akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidon denyut jantung meningkat
dengan rerata 8,9 kali/menit dibandingkan dengan kelompok placebo denyut nadi
menurun 0,6 kali/menit. Lima kasus dari takikardi yang ringan hingga berat pada
kelompok risperidon dilaporkan pada akhir penelitian (table 3).
Perubahan pada rekaman elektrokardiogram dianggap penting secara klinis
untuk satu subjek pada kelompok risperidon, perubahan ini termasuk takikardi dan
kemungkinan kelainan konduksi ringan. Pada akhir penelitian, tekanan darah sistolik
meningkat dengan rerata 4,0 mmHg pada subjek dengan terapi risperidon dibandingkan
dengan penurunan rerata 0,7 mmHg pada subjek yang diberi plasebo. Tidak satu pun
dari kasus peningkatan tekanan darah sistolik yang dianggap bermakna secara klinis
oleh peneliti. Pada akhir penelitian, subjek dengan terapi risperidon menunjukkan rerata
peningkatan berat badan sebesar 2,7 kg dibandingkan dengan peningkatan pada subjek
dengan plasebo yang hanya sebesar 1 kg ( P 0,001 ).
Terbukti tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada
skor total ESRS. Rerata skor total ESRS pada akhir bervariasi mulai dari 0,2 sampai 0,9
pada kelompok risperidon dan dari 0,3 sampai 1,1 pada kelompok plasebo. EPSs
dilaporkan sebagai efek samping pada 11 subjek ( 27,5 % ) dengan terapi risperidon
dan 5 subjek ( 12,8 % ) dengan plasebo. Pada subjek dengan terapi risperidon, tremor
( 4 kasus ), kelainan ekstrapiramidal, dan hipokinesia ( 2 kasus ) adalah EPSs yang
paling sering. Enam kejadian EPSs ini dilaporkan terjadi pada 5 subjek dengan plasebo
termasuk adanya 1 pada masing-masing dari diskinesia tardive, cara berjalan yang
abnormal, ataxia, diskinesia, hipertonia, dan kontraksi otot involunter. Kebanyakan
kejadian ini bersifat ringan dan sementara dan tidak membutuhkan intervensi. Dua
subjek pada kelompok dengan risperidon dan 1 pada kelompok pasebo menerima obat
anti EPS, pada semua kasus, EPS membaik pada akhir penelitian. Akhirnya, semua
pasien memiliki parameter hematologi, biokimiawi, dan urinalisis dalam batas normal.
Tidak ada perbedaan pada nilai laboratorium yang perlu diperhatikan diantara kedua
kelompok.
Tabel 4. Perubahan tanda vital dan berat badan
Variabel keamanan
Risperidone (n=40)
Placebo(n=38)
Awal*
akhir
Awal*
akhir
Nadi(permenit)
90,212,0
8,913,9
95,013,7
-0,613,1
Diastolik(mmHg)
68,19,8
0,79,1
67,810,3
-0,78,8
Sistolik(mmHg)
100,49,6
4,010,4
100,410,5
-0,710,7
31,214,2
2,72,0
27,58,7
1,01,6
*mean SD
rata-rata perubahan dari awal SD
P .01 vs placebo
P .001 vs placebo
DISKUSI
Penelitian plasebo-kontrol, 8 minggu, random, multisenter, double-blind ini,
menyatakan penemuan yang dilaporkan dari sejumlah penelitian kecil, open-label, dan
dari penelitian double-blind yang baru-baru ini diadakan oleh Research Unit on
Pediatric Psychopharmacology ( RUPP ) Autism Network. Dinyatakan bahwa
risperidone terbukti sebagai obat yang secara konsisten efektif untuk mengurangi
banyak gejala tingkah laku berkaitan dengan PDD pada anak-anak. Seperti diukur
dengan ABC, N-CBRF, dan VAS, risperidon secara bermakna lebih efektif
dibandingkan
plasebo
pada
semua
pengurangan
iritabilitas,
hiperaktifitas
Terapi dengan risperidon secara umum ditoleransi dengan baik : hanya 1 subjek
dengan terapi risperidon yang ditarik dari penelitian karena efek samping, efek samping
ini disebabkan overdosis yang tidak disengaja pada uji obat, dan telah mengalami
perbaikan. Somnolen dilaporkan sebagai efek yang paling besar padakelompok
risperidon (86%). Somnolen membaik dengan sendirinya atau yang ditangani secara
efektif dengan menurunkan dosis menjadi dua kali setiap hari atau menjadi malam saja.
Hal ini sangat menarik untuk diperhatikan bahwa adanya somnolen tidak mempengaruhi
peningkatan pada iritabilitas,yang merupakan parameter primer efikasi.
Selama 8 mniggu perjalanan, denyut nadi meningkat pada subjek dengan terapi
risperidon, dengan takikardi ringan sampai sedang, telah dilaporkan sebagai efek
samping pada 5 subjek. Takikardia membaik pada 1 subjek. Sebagai tambahan, 1 subjek
pada kelompok risperidon dilaporkan memiliki kemungkinan abnormalitas ringan pada
konduksi ( pada lead 1) yang dianggap relevan secara klinis. Disana juga ada
peningkatan kecil tetapi signifikan secara statistik pada tekanan darah sistol kelompok
risperidon, meskipun tidak satu pun dari kasus yang diangap bermakna secara klinis.
Peningkatan kecil pada denyut jantung dan tekanan darah pada subjek dengan terapi
risperidon dibanding subjek dengan plasebo tidak terlihat pada percobaan kontrol yang
dilaporkan akhir-akhir ini, pada anak dengan gangguan autis dan hubungan yang
relevan diantara kedua juga tidak diketahui.
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada total skor mingguan ESRS antara
kelompok risperidon dan placebo baik pada penelitian ini maupun penelitian 8 minggu
RUPP yang berisi anak-anak dengan gangguan autis. Meskipun lebih banyak subjek
dengan terapi risperidon dibandingkan subjek dengan plasebo mengalami setidaknya 1
EPS, kebanyakan gejalanya dinilai bersifat ringan dan sementara dan tidak
membutuhkan intervensi. Pada subjek yang menerima terapi, kejadian ini diatur dengan
efektif. Tidak ada kasus diskinesia tadive yang dilaporkan pada subjek dengan terapi
risperidon. Diperlukan penelitian yang lebih panjang untuk memantau EPSs dan hasil
keamanan lainnya.
Akhirnya, subjek dengan terapi risperidon mengalami peningkatan berat badan
2,7 kg dibandingkan dengan kenaikan yang dialami subjek dengan plasebo sebesar 1,0
kg. Derajat serupa dari peningkatan berat badan ditemukan pada penelitian RUPP.
Penelitian dengan durasi yang panjang pada penggunaan risperidon pada anak-anak
selama 1 tahun menunjukkan bahwa derajat peningkatan berat badan lebih berat selama
1 bulan pertama terapi. Meskipun begitu sebagai langkah awal untuk mencegah atau
menurunkan kenaikan berat badan yang mungkin terjadi, anak yang memiliki PDD dan
diberi resep risperidon seharusnya didorong untuk membuat aturan diet dan rencana
aktivitas fisik.
Seperti pada beberapa kasus pada antipsikotik lainnya, hiperglikemia dan
eksaserbasi dari diabetes yang telah ada sebelumnya, telah dilaporkan sebagai kejadian
aneh pada penggunaan risperidon; hal ini tidak ditemukan pada penelitian ini maupun
penelitian RUPP. Diabetes ketoasidosis juga pernah dilaporkan. Pemantauan klinis
dengan tepat dianjurkan pada pasien diabetes dan mereka yang memiliki faktor risiko
diabetes melitus.
Sebagai kesimpulan, larutan risperidon ( rerata dosis : 0,04 mg/kg/hari ; 1,17
mg/day ) memiliki efikasi dan ditoleransi baik dalam terapi gejala-gejala berkaitan
kepribadian., termasuk agresifitas, pada anak usia 5-12 tahun dengan PDD, seperti yang
dinilai dengan subskala-subskala ABC ( irritabilitas, hiperaktifitas / ketidakpatuhan,
pembicaraan yang tidak sesuai, letargi / menarik diri, kepribadian stereotipik ) dan
subkala-subskala N-CBRF dari masalah-masalah tingah laku, hiperaktifitas, perasaan
tidak aman / ketakutan, dan kepribadian yang terlalu sensitif. Kebanyakan efek samping
akan hilang dengan sendirinya atau siap diatur dengan memodifikasi dosis. Hasil efikasi
yang menggembirakan didapatkan, dimana agen ini menawarkan harapan baru untuk
memenejemen gejala kepribadian yang ditunjukan anak-anak dengan PDD.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didukung oleh Janssen-Ortho Inc, Canada, dan Johnson & Johnson
Pharmaceutical Research and Development.
RIS-CAN-23 Study Group: A. Carroll, W. Fleisher, S. Shea, M. Steele, K.
Streilein, A. Turgay, dan H. White.
Kami mengucapkan terimakasih pada Margaret Light, PhD dan Colleen Duncan,
MSc (Janssen-Ortho Inc.)