Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Untuk menjadi muslim sejati alangkah baiknya kita memahami
perbedaan perbedaan yang ada diantara lingkungan kita supaya kita
mengetahui indahnya perbedaan itu. Dewasa ini muncul kaum fanatic
yang selalu menganggap apa yang dia lakukan adalah selalu benar,
dan yang berbeda dari kaum mereka dianggap kafir dan keluar dari
agama rahmatan lil alamin ini.
Kita boleh saja berbeda dalam furuiyah (cabang) dalam fiqh,
tapi kita tidak boleh berbeda dengan ushuliyah (akar/pondasi) dalam
fiqh, karena semua pendapat harus mempunyai pondasi yang kuat,
dengan mempelajari materi ushul fiqh ini, kita sama sama berharap
dan ingin lebih memahami dasar dasar peletakan hukum islam,
sehingga

kita

takkan

mudah

terombang

ambing

bahkan

terkontaminasi dengan doktrin doktrin dengan dalih agama kita,


karan kita sudah mempunyai dasarnya.
Mengenai dasar dasar fiqh (ushul fiqh) kami akan memaparkan
beberapa hukum hukum dasar yang terbagi menjadi dua tinjauan
yaitu hukum talify dan hukum wadI yang mana kedua hukum tersebut
di tinjau dalam segi / prespektif berbeda. Kami juga akan memaparkan
kategori hukum dasar yang di terima atau di beban terhadap orang
mukallaf (islam, pintar, dan baligh), Yang mana orang mukallaf
tersebut mempunyai tanggungan hukum yang harus di kerjakan dan
dilakukan dalam keadaan dan tempat manapun sesuai dengan kaidah
yang berlaku. Adapun dalam hukum wadI kami jg akan memaparkan
proses proses dalam pembentukan suatu hukum yang di tinjau
dengan aspek manapun sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang
berlaku.

Page 1 of 15

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan hukum taklify?
b. Apa saja macam hukum taklify?
c. Apa yang di maksud dengan hukum wadi?
d. Apa saja kategori hukum wadi?
3. Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengertian hukum taklify
b. Memahami macam macam hukum taklify
c. Mengetahui pengertian hukum wadi
d. Memahami kategori hukum wadi

PENGERTIAN HUKUM

Page 2 of 15

A. HUKUM TAKLIFI
Taklif secara bahasa adalah menugaskan,diamanatkan,dan mandat.
Hukum taklifi adalah hukum yang menjadi tugas atau amanat bagi orang
islam, berakal, dan baligh (mukallaf). Secara istilah hukum taklify adalah
semua tuntutan / taklif untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau
kebolehan memilih. Meskipun kebolehan memilih ini bukan taklif, tetapi
dimasukkan pula kepada hukum taklify semata mata minbab altaghlib.
Hukum taklifi ada lima macam: ijab (wajib), nadab (sunnah), tahrim
(haram), karohah (makruh) dan takhyir (boleh memilih). Pengaruhnya dalam
perbuatan ialah wujub (kewajiban), nadab (sunnah), hurmah (keharaman),
karohah (makruh) dan ibahah (mubah).
Ahli usul melihat khitob syarie (pemberitahuan hukum) dan menyelidikinya
lalu menetapkan lima macam:
Pertama tuntutan atas suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti dan
tegas yang mereka namakan ijab.
Contoh: dan sembahlah Allah


Perbuatan ini dihukumkan sebagai wajib
Kedua tuntutan atas suatu perbuatan dengan meninggalkan perbuatan
lainnya secara pasti,

mereka menamakan tahrim.

Contoh: jangan berkata cih kepada keduanya dan jangan membentak


keduanya (orang tua)






Perbuatan ini dihukumkan haram.

Page 3 of 15

Ketiga - tuntutan atas suatu perbuatan untuk melakukannya dengan


tuntutan yang tidak pasti dan ketidakpastian disimpulkan dari qorinahqorinah yang mengandung tuntutan kemudian menghilangkannya dari
pengertian wajib.
Contoh:











Artinya: bila kamu mntutelaksanakan hutang piutang hingga suatu
waktu maka hendaklah kamu menulisnya.
Mereka

menamakan

hukum

ini

sunnah

dan

menamakan

sifat

perbuatan yang merupakan pengaruh khitob juga sunnah.


Keempat tuntutan atas

suatu perbuatan agar jangan dilakukan dengan

tuntutan yang tidak pasti. Ketidakpastian itu juga disimpulkan dari qorinahqorinah

yang

mengandung

tuntutan

kemudian

mengalihkannya

dari

pengertian haramnya.
Contoh:










Artinya: bila kamu dipanggil untuk melakukan sholat jumat maka
bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Permintaan ini sama dengan larangan menjual dan telah dialihkan dari
pengertian haram karena larangan itu hanya untuk perkara di luar perbuatan
yang dilarang dan mereka menamakan ini karohah. Demikian pula mereka
menamakan sifat perbuatan yang merupakan pengaruh khitob itu.
Kelima perbuatan yang disuruh pilih oleh As-Syari untuk melakukannya
atau tidak. Mereka menamakan khitob ini ibahah (kebolehan) dan demikian
pula sifat perbuatan itu.
Page 4 of 15





Contoh:

Artinya: bacalah ayat yang mudah dar Al-Quran.1


1.Wajib dan bagian-bagiannya:








Wajib ialah perbuatan yang menimbulkan hukuman bila ditinggalkan.
Definisi ialah definisi dari imam Al-Ghazali dan inilah yang terbaik.yang
dimaksud dengan perkataan asy-ara dalam definisi ini bisa diketahui
dengan dalalah dari khitob yang jelas atau qorinah atau makna yang
disimpulkan atas perbuatan atau isyarat. Hal itu berarti bahwa ia adalah
sebab

bagi

siksaan

di

akhirat

dan

kebolehan

memaafkan

tidaklah

menghalangi sababiyah, karena pemaafan dianggap menghalangi pengaruh


sebab, sedang syarat pengaruhnya ialah ketiadaan halangan.
a. Wajib yang pertama
Wajib adakalanya Mutlak dan Muaqqat (wajib yang dibatasi
waktu). Mutlak adalah sesuatu yang masa berlakunya tidak dibatasi
oleh rentang waktu tertentu oleh Allah. Seperti: kaffarat. Sementara
Muaqqat adalah sesuatu yang masa berlakunya dibatasi oleh Allah
dengan waktu tertentu, seperti shalat dan puasa Ramadhan.
Waktu yang tertentu untuk melakukan sesuatu yang wajib ada tiga
macam, yaitu: Muwassa (lapang), Mudhayyaq (sempit), Dzu Syibhain
(di antara keduanya).
Muwassa yang oleh Ulama Hanafi disebut dengan zharf adalah
waktu yang lebih dari ukuran yang wajib dan diluaskan atas mukallaf
untuk melakukan kewajiban itu pada saat kapan saja ia menghendaki,
seperti ketentuan shalat lima waktu. Mudhayyaq adalah waktu yang
bertepatan dengan kewajiban, Ulama Hanafi menamakannya dengan
1 Zaid.H.alhamadi, terjemahan usul fiqih.h.44-47
Page 5 of 15

Miyar (standar), contoh: Ramadhan telah ditentukan oleh Allah, Sang


SyarI untuk menunaikan kefardluan puasa, maka pada bulan itu tidak
boleh digunakan untuk berpuasa kecuali sebagaimana yang ditetapkan
syarI, dan ukuran ini disepakati para ulama. Dzu Syibhiain, yaitu waktu
haji. Waktu haji menyerupai waktu mudhayyaq dari sisi bahwa satu
tahun tidak mencakup kecuali hanya untuk sekali ibadah haji
menyerupai waktu muwassa dari sisi bahwa bulan-bulan di mana haji
dilakukan tidak seluruhnya dihabiskan untuk amalan-amalan haji.

b. Wajib yang kedua


Aku Wajib, ada kalanya Wajib Ain dan adakalanya Wajib Kifayah,
Wajib Ain ialah perbuatan yang berlaku bagi siapapun,artinya setiap
mukallaf dituntut menunaikannya. Sedangkan Wajib Kifayah adalah
perbuatan

yang

dituntut

untuk

dilakukan

tanpa

memandang

pelakunya.
Kewajiban yang ditetapkan oleh Allah, Sang SyarI terkadang
harus dilaksanakan oleh masing-masing orang sesuai kriterianya,
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lainnya. Kewajiban ini
disebut wajib ainiyah. Para ahli fiqh sepakat bahwa wajib kifayah
adalah ketika ada salah seorang dari masing-masing penerima khitbah
Allah telah menunaikannya, maka apa yang dituntut dianggap telah
sempurna dan gugurlah dosa mereka semua. Dan ketika yang
diperintahkan tersebut diabaikan serta tidak ada seorangpun dari
mereka yang menunaikannya, maka mereka semua berdosa.
c. Wajib yang ketiga
Wajib

terbagi

menjadi

muhaddad

(terbatas)

dan

ghairu

muhaddad ( tak terbatas). Muhaddad adalah ketentuan kewajiban

Page 6 of 15

yang ukurannya ditentukan Allah, sementara ghairu muhaddad


ukurannya tidak ditentukan oleh Allah.
d. Wajib yang keempat
Wajib terbagi menjadi muaayyan (tertentu) dan mukhayyar
(pilihan). Wajib muayyan adalah sesuatu yang dituntut oleh syari
secara tertentu dan wajib mukhayyar adalah sesuatu yang dituntut
oleh syarI secara samar dalam salah satu dari hal-hal yang telah
ditentukan seperti salah satu bentuk kafarah. Dari hal-hal tersebut
terbentuk kaidah-kaidah sebagai berikut:

Artinya: sesuatu yang tergantung padanya suatu kewajiban padahal


ia mampu dilakukan oleh mukallaf, maka sesuatu itupun menjadi
wajib
Kami batasi kewajiban itu dengan yang mampu dilakukan
mukallaf, untuk mengeluarkan yang selain itu,seperti tangan mampu
menulis dan kaki mampu berjalan. Pada hakekatnya, ini adalah syarat
pembebanan (taklif) yang telah dikemukakan bahwa .
2. Mandub (Sunnah)
Mandub adalah sesuatu yang dituntut oleh Allah agar dikerjakan
dengan tuntutan yang tidak pasti. Artinya bahwa mandub oleh syari dituntut
untuk dikerjakan dan diberi pahala, akan tetapi tidak berdosa dalam
meninggalkannya, dan barangkali orang yang meninggalkannya berhak
mendapat teguran, karena semata-mata ia tidak mengindahkan tujuan
syari.
Para ulama membagi sunnah menjadi tiga macam:
a) Sunnah

Huda,

yaitu:

pelaksanaannya

dimaksudkan

sebagai

penyempurna atau pelengkap kewajiban agama, seperti adzan dan


shalat berjamaah.

Page 7 of 15

b) Sunnah Zaidah (sunnah tambahan), yaitu: hal-hal yang dikerjakan oleh


Nabi SAW, berupa hal-hal yang bersifat akhlak seperti etika makan,
minum, tidur dan memakai baju.
c) Nafal, yaitu yang ditetapkan sebagai tambahan atas fardlu, wajib dan
sunnah,

seperti

shalat

tathawwu

(sunnah).

Seseorang

yang

melakukanya akan mendapatkan pahala dan tak ada hukuman dan


teguran bagi yang meninggalkannya.
Imam SyafiI mengatakan: berdasarkan hal ini, maka bang siapa
mengerjakan kemudian merusaknya, maka tidak wajib mengqadha, karena
perbuatan itu tidak diwajibkan secara pasti pada permulaannya dan
demikian pula seterusnya.
Ulama Hanafi mengatakan: ia wajib mengqadha. Mereka beralasan
bahwa takhyir pada permulaan tidak mengharuskan seterusnya, baik secara
akal atau syara. Adapun setelah dikerjakan, maka boleh terjadi perbedaan
pendapat. Perbedaan itu terjadi karena ada dalil, yakni tentang larangan
membatalkan amal:

Artinya: Janganlah kamu membatalkan amal-amalanmu

Larangan ini berarti adanya kewajiban menyempurnakan amal, maka


seharusnya terjadi qadha bila dirusak.2

3. Haram
Pengertian haram menurut bahasa berarti yang dilarang. Menurut istilah
ahli syara haram ialah: pekerjaan yang pasti mendapat siksaan karena
mengerjakanya. Sedaangkan secara terminologi ushul fiqh kata haram
berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya,dimana orang yang
melanggarnya dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang

2 Syaikh Muhammad al-khudhari biek,Ushuk Fikih.h. 66-96


Page 8 of 15

meninggalkannya karena menaati Allah, diberi pahala. Misalnya larangan


berzina dalam firman Allah:


Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(QS.Al-isra:32)
Dalam kajian ushul fiqh dijelaskan bahwa, sesuatu tidak akan dilarang
atau diharamkan kecualikarena sesuatu itu mengandung bahaya bagi
kehidupan

manusia.

Haram

disebut

juga

muharram

(sesuatu

yang

diharamkan). Haram terbagi menjadi dua:


a) haram yang menurut asalnya sendiri adalah haram. Artinya bahwa hukum
syara telah mengharamkan keharaman itu sejak dari permulaan, seperti
zina,mencuri,shalat tanpa bersuci,mengawini salah satu muhrimnya
dengan mengetahui keharamannya
b) haram karena sesuatu yang baru. Artinya suatu perbuatan itu pada
awalnya ditetapkan sebagai kewajiban, kesunnahan, kebolehan, tetapi
bersamaan dengan sesuatu yang baru yang menjadikannya haram:
seperti sholat yang memakai baju gosob,jual beli yang mengandung
unsur menipu, thalaq bidi (talaq yang dijatuhkan pada saat istri sedang
haid)
4. Makruh
Secara bahasa kata makruh berarti sesuatu yang dibenci.dalam
istilah ushul fiqh kata makruh,menurut mayoritas ulama ushul fiqhnb,
berarti

sesuatu

yang

dianjurkan

syariat

untuk

ditinggalkan

akan

mendapat pujian dan apabila dilanggar tidak berdosa. Seperti halnya


berkumur dan memasukkan air ke hidung secara berlebihan di siang hari
pada saat berpuasa karena dikhawatirkan air akan masuk kerongga
kerokongan dan tertelan.


3

3 ( : ). .
Page 9 of 15

Makruh tanzih ialah yang dituntut untuk tidak dilakukan dengan tidak
adanya sanksi apabila dilakukan. Ini adalah lawan dari sunnah.
Disamping itu ada pula yang memberi definisi makruh dengan perbuatanperbuatan diaman pelakunya tidak dicela dan diberi pahala yang
meninggalkannya.
Fungsi makruh terhadap haram sama dengan fungsi sunnah terhadap
wajib, yaitu:
a) Makruh merupakan persiapan psikologis agar menjauhi yang haram
b) Oleh karena makruh terdiri dari perbuatan-perbuatan yang secara
moral diharapkan supaya dijauhi, maka makruh juga menjaga
manusia untuk tidak jatuh kepada yang haram.4
5. Mubah
Secara bahasa berartisesuatu yang diperbolehkan atau diijinkan,
menurut para ahli ushul adalah sesuatu yang diberikan kepada mukalaf
untuk memilih antara melakukan atau meninggalkannya. Misalnya, ketika
didalam

rumah

tangga

terjadi

cekcok

yang

berkepanjangan

dan

dikhawatirkan tidak dapatlagi hidup bersama maka boleh (mubah)bagi


seorang istri membayar sejumlah uang kepada suami agar suaminya itu
menceraikannya,sesuai dengan QS.Al-Baqarah:229). Dan juga termasuk
mudah bila syari memerintahkan suatu perbuatan dan terdapat alasan
yang emnunjukkan bahwa perintah itu berarti mubah.
Abu Ishaq al-Syathibi dalam kitabnya al-muwafaqat membagi mubah
kepada tiga macam:
a) Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang pada sesuatu hal
yang wajib dilakukan. Misalnya makan dan minum hukumnya mubah,
namun

mengantarkan

seseorangsampai

ia

mampu

mengerjakan

kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya seperti sholat dan


mencari rizki. Mubah yang seperti ini bukan berarti dianggap mubah

4 Prof,Drs.H.A.Djazuli,Ushul Fiqh.h.39
Page 10 of 15

dalam hal memilih makan atau tidak makan, karena meninggalkan


makan sama sekali dalam hal ini akan membahayakan dirinya.
b) Sesuatu baru dianggap mudah bilamana dilakukan sekali-sakali, tetapi
haram hukumnya bila dilakukan setiap waktu. Misalnya bermain,
mendengankan musik.
c) Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai
sesuatu yang mubah pula. Misalnya membeli perabot rumah untuk untuk
kepentingan kesenangan. Hidup senang itu hukumnya mubah dan untuk
mencapai kesenangan itu memerlukan seperangkat persyaratan yang
menurut esensinya harus bersifat mubah pula, karena untuk mencapai
sesuatu yang mubah tidak layak denag menggunakan sesuatu yang
dilarang.5
B. HUKUM WADLI
khitab allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf adakalanya berupa
tuntutan

atau

suruhan

memilih,

yaitu

khitab

taklif

(pembebanan)

sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Adakalanya ia menjadikan


sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang, yaitu khitab tentang
keadaanya (wadhi).
al amudi telah memasukkan dalam kitab wadhI semua khitab yang
berkaitan dengan sesuatu sebagai sah atau batal, sebagai azimah atau
rukhshah, sah atau rusak. Karena itu kami akan menjelaskan dalam kitab ini
sebagai berikut :
1. Sebab
Terkadang syari menetapkan sesuatu sebagai tanda (alamat) atas adanya
tuntutan pada tanggungan mukallaf,seperti firman Allah :

5 Prof.Dr.H.Satria Efendi,M.zein,M.A, Ushul Fiqh.h.58


Page 11 of 15

Syari telah menjadikan tergilincirnya matahari sebagai tanda (waktu) atas


pelaksanaan tuntutan shalat kepada mukallaf , sebagai tanda tetap atau
hilangnya kepemilikan , atau penetapan sanksi hukum.
2. Syarat
Syarat adalah sesuatu yang

tidak adanya mengharuskan tidak adanya

hukum. Hal itu karena suatu hikmah, yakni jika syarat tidak ada, maka tidak
ada hukum atau sebab.

3. al maani (penghalang)
allah menetapkan suatu sifat untuk menghalangi hukum atau sebab, ulama
hanfiyah membagi halangan menjadi 5 macam :
a. suatu penghalang yang mencegah terjadinya sebab,seperti penjualan
orang merdeka. Maani-nya adalah bukan pada tempatnya karena tidak
ada harta.
b. Halangan yang mencegah kesempurnaan sebab pada hak selain orang
yang melakukan akad, seperti menjual milik orang lain. Sebab itu
sudah sempurna pada hak yang melakukan akad sehingga kekuasaan
pembatalannya tidak berpindah dan tidak sempurna pada hak
sipemilik, karena tidak adanya penguasaan orang yang melakukan
akad sehingga akad itu di bolehkan dengan izinnya dan batal dengan
pembatalannya.
c. Halangan yang mencegah permulaan hukum, seperti khiyar syarat
bagi penjual, mencegah kepemilikan barang meskipun jual beli antara
keduanya telah berjalan secara sempurna.
d. Halangan yang mencegah kesempurnaan hukum, seperti khiyar ruyat
(melihat). Yang tidak mencegah kepemilikan, akan tetapi tidak
sempurna dengan penguasaan tanpa melihat dan memungkinkan bagi
yang

melakukan

khiyar

untuk

melakukan

fasakh

transaksi) tanpa peradilan maupun kerelaan (sepihak)


Page 12 of 15

(pembatalan

e. Halangan mencegah terjadinya hukum seperti khiyar aib yang


menetapkan

hukum

secara

sempurna

sehingga

ia

mempunyai

kekuasaan bertindak atas barang, akan tetapi tidak memungkinkan


fasakh sesudah dikuasai kecuali atas dasar kerelaan atau peradilan.
4. rukhshah dan azimah
a. Hukum Rukhshah
Al-Syatibi berpendapat hukum rukhshah adalah ibahah
(boleh)secara mutlak karena ia adalah keringanan berdasarkan
dalil
Artinya:






Tetapi

barang

siapa

dalam

keadaan

terpaksa

(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak


(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (QS.alBaqarah: 173)

b. Hukum Azimah
Azimah adalah hukum yang diundangkan secara umum pada
permualaannya.

Azimah

merupakan

hukum

yang

tidak

di

khususkan pada sebagian mukallaf dari sisi kedudukan mereka


sebagai

orang

yang

terkena

beban hukum

dan tidak

di

khususkan pada sebagian keadaan. Yang dimaksud dengan


diundangkan pada permulaannya adalah bahwa tujuan syari
ialah membuat hukum-hukum taklifi bagi manusia atas sesuatu
maka

ia

tidak

didahului

oleh

hukum

syara

sebelumnya.

Sedangkan hukum yang kedua bersifat nasikh (menyalin) maka


ia menjadi seperti hukum ibtidai (permulaan).
5. Sah dan Batal
Kata sihah (sah) mempunyai dua makna:
a. terwujudnya tujuan dari perbuatan di dunia sebagaimana kita
katakan

bahwa

ibadah

itu

shahih

dengan

arti

memenuhi,membebaskan tanggung jawab dan menggugurkan


qadha bilamana ditetapkan keharusannya. Hal itu terjadi karena
ibadah yang dilakukan sesuai dengan perintah syari, yakni
Page 13 of 15

dengan memenuhi ketentuan ketentuannya. Juga sebagaimana


kita katakan dalam muamalat bahwa perbuatan itu shahih
dengan arti bahwa ia menghasilkan pemilikan dan kehalalan
secara syara.
b. Terwujudnya atsar (akibat) dari amal perbuatan (di dunia) kelak
di akhirat, seperti terwujudnya pahala. Jika dikatakan bahwa
amal ini shahih, artinya bahwa perbuatan itu diharapkan
pahalanya di akhirat, baik berupa ibadah atau kebiasaan. Ini
adalah urusan ulama akhlak, bukan urusan ahli ushul.
Kata buthlan (batal) juga mempunyai dua arti:
a. Tidak

terwujudnya

akibat

suatu

perbuatan

di

dunia,

sebagaimana kita katakan dalam ibadah bahwa ibadah itu batal,


dengan arti bahwa ia tidak memenuhi, tidak membebaskan
tanggung jawab serta tidak menggugurkan qadha.
b. Tidak terwujudnya akibat suatu perbuatan di akhirat, yakni
pahala.6

PENUTUP
A. Simpulan
Taklif secara bahasa adalah menugaskan,diamanatkan,dan mandat. Hukum
taklifi adalah hukum yang menjadi tugas atau amanat bagi orang islam,
berakal, dan baligh (mukallaf). Secara istilah hukum taklify adalah semua
tuntutan / taklif untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau
kebolehan memilih. Meskipun kebolehan memilih ini bukan taklif, tetapi
dimasukkan pula kepada hukum taklify semata mata minbab altaghlib.
Hukum taklifi ada lima macam: ijab (wajib), nadab (sunnah), tahrim
(haram), karohah (makruh) dan takhyir (boleh memilih). Pengaruhnya dalam
6 Syaikh Muhammad al-khudhari biek,Ushul Fikih.h. 109-150
Page 14 of 15

perbuatan ialah wujub (kewajiban), nadab (sunnah), hurmah (keharaman),


karohah (makruh) dan ibahah (mubah).
khitab allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf adakalanya
berupa tuntutan atau suruhan memilih, yaitu khitab taklif (pembebanan)
sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Adakalanya ia menjadikan
sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang, yaitu khitab tentang
keadaanya (wadhi).
B. Saran
Karena banyaknya umat islam saat ini yang melakukan fanatisme
golongan yaitu terlalu mempermasalahkan bagian furuiyah tanpa
mengindahkan dasar atau ushulnya,dan bahkan ada yang taqlid yaitu
mengikuti sesuatu tanpa mengetahui landasannya maka ada baiknya
bagi kita untuk mempelajarkannya kepada orang-orang awam dan
memperbaiki lagi hubungan antar golongan

DAFTAR PUSTAKA
Al-khudhari,

Biek

Muhammad,Ushul

Fikih,(Jakarta:

Pustaka

Amani,2007)
Dzajuli,Ahmad dan Nurul Aen,Ushul Fiqh,(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2000)
Alhamadi,Zaid H,Terjemahan Ushul Fiqih,(Pasuruan: Raja Murni,1982)
Efendi Santria,M.Zein,Ushul Fiqh,(Jakarta: Kencana,2000)

( : ). .
Page 15 of 15

Anda mungkin juga menyukai