Anda di halaman 1dari 4

Bab 4

Hukum Syara' dan Pembagiannya

Dibuat Oleh ( Kelompok 7) :


-Erzety
-Risma Septyani
-Savero Mohammed Eleazar
-Tifani Maghfi
A. Al-Hakim

Al-Hakim dalam hukum syara’ memiliki definisi sebagai “Pencipta Hukum” yang mengacu pada Allah sebagai
sumber segala hukum dalam agama Islam. Hukum-hukum syariat berasal dari Allah melalui firman yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW atau ilham yang diberikan kepada para ulama mujtahid dalam
memahami dalil Al-Qur’an dan hadis dengan mendalam.

Ayat yang mencerminkan makna Al-Hakim adalah Surah Al-An’am ayat 57:

“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (kebenarannya, yaitu Al-Qur’an)
dari Tuhanku, sedangkan kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang
kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan
kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.’”

Dalam pembagian hukum syara’, Al-Hakim terbagi menjadi dua:

1. Al-Hakim al-Mutlaq: Hukum-hukum yang ditetapkan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Hadis
Rasulullah SAW. Hukum-hukum ini bersifat mutlak dan tidak dapat diubah atau ditambah oleh manusia.

2. Al-Hakim al-Muqayyad: Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah berdasarkan nash-nash tertentu dalam Al-
Qur’an dan Hadis, namun mengizinkan adanya interpretasi atau penyesuaian tergantung pada konteks dan
kondisi zaman.

Para ulama dan pakar fikih menggunakan kedua sumber hukum ini untuk mengeluarkan fatwa dan
memberikan panduan kepada umat Muslim dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
sesuai dengan hikmah dan tujuan-Nya. Sebagai “Yang Maha Bijaksana,” Allah menetapkan hukum-hukum yang
adil dan seimbang untuk mengatur kehidupan manusia.

B. Al-Hukmu

Al-hukmu adalah menetapkan sesuatu terhadap sesuatu. Al-hukmu dibagi menjadi dua sebagai berikut.

1. Hukum Taklifi

Hukum taklifi adalah ketentuan hukum yang dapat berupa perintah, larangan, atau memberi pilihan terhadap
mukalaf untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan secara bebas. Hukum taklifi ditetapkan hanya
kepada mukalaf. Arti mukalaf merupakan orang yang dibebankan hukum taklifi. Hukum taklifi dikelompokkan
menjadi lima sebagai berikut.

a. Ijab (wajib), yaitu hukum yang mengandung perintah untuk dikerjakan, apabila dikerjakan
mendapat pahala dan ditinggalkan akan mendapat dosa. Contohnya, perintah mengerjakan
salat dan zakat. Hukum wajib dibagi menjadi empat bagian.

1) Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya

a) Wajib mutlaq, yaitu perintah yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya.

Contohnya, ibadah haji bagi yang sudah mampu.


b) Wajib muaqqat, yaitu perintah yang ditentukan waktu pelaksanaannya.

Contohnya, puasa Ramadhan dan salat fardu.

2) Ditinjau dari segi orang yang dibebani hukum

a) Wajib ain, yaitu perbuatan yang harus dilakukan oleh masing-masing mukalaf dan tidak bisa diwakilkan oleh
mukalaf lain.

Contohnya, salat fardu dan puasa Ramadhan.

b) Wajib kifayah, yaitu perbuatan yang dapat dilaksanakan secara kolektif apabila sebagian dari mereka telah
melaksanakan maka gugurlah tuntutan terhadap yang lain.

Contohnya, salat jenazah.

3) Ditinjau dari segi kuantitasnya

a) Wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang ditentukan jumlahnya.

Contohnya, jumlah zakat yang harus dikeluarkan dan jumlah rakaat salat.

b) Wajib gairu muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan batas bilangannya.

Contohnya, membelanjakan harta di jalan Allah.

4) Ditinjau dari segi kandungan perintahnya

a) Wajib mu’ayyan, yaitu suatu kewajiban yang objeknya telah ditentukan tanpa ada pilihan lain, seperti
membayar utang.

b) Wajib mukhayyar, yaitu kewajiban yang objeknya dapat dipilih dari alternatif yang ada. Contohnya,
seseorang yang melanggar sumpah memiliki tiga pilihan, yaitu memberi makan 10 orang miskin, memberi
pakaian untuk 10 orang miskin, atau memerdekakan hamba sahaya.

b. Nadb (sunah), yaitu hukum yang mengandung perintah yang tidak harus dikerjakan, misalnya puasa Arafah
dan salat Duha. Berikut ini macam-macam sunah.

1) Sunah muakadah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dijalankan oleh Rasulullah saw, secara rutin, tetapi beliau
menjelaskan bahwa hal tersebut bukan fardu yang harus dilaksanakan. Contohnya, salat Witir dan salat Fajar.2)
Sunah gairu muakadah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw, tetapi frekuensi
perbuatan tersebut tidak bersifat rutin dan hanya sesekali dilakukan sehingga bukan merupakan kebiasaan
beliau.

Contohnya, salat sunah empat rakaat sebelum Asar.

C.Tahrim (haram), yaitu perbuatan yang mengandung larangan. Maksudnya, apabila dikerjakan akan mendapat
siksa dari Allah Swt.. Menurut ulama ushul fikih, haram ada dua.

1) Haram li dzatihi, yaitu perbuatan yang telah ditetapkan keharamannya sejak semula karena
mengandung kerusakan, seperti berzina, dan mencuri. 2) Haram li gairi dzati/ardihi, yaitu haram yang
pada awalnya tidak diharamkan kemudian ditetapkan menjadi haram karena alasan tertentu, misalnya
jual beli pada saat azan salat Jumat telah diserukan.

d. Ibahah (mubah), yaitu perbuatan yang dibebaskan oleh Allah Swt. Untuk dilakukan ataupun ditinggalkan.
Hukum mubah tidak ada kaitan dengan dosa dan pahala. Contohnya, menaiki kendaraan ketika berangkat
bekerja dan makan ketika lapar.

E.Karahah (makruh), yaitu hukum yang menunjukkan larangan, tetapi bukan suatu keharusan. Dampak
melakukan perbuatan makruh adalah dibenci, maka lebih baik ditinggalkan. Contoh karahah tidur sebelum
salat Isya. Karahah ada tiga macam sebagai berikut.
1) Makruh tanzih, yaitu perbuatan yang lebih baik ditinggalkan daripada dilakukan. Con- tohnya, makan dan
minum menggunakan tangan kiri.

2) Makruh tahrim, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat dengan larangan pasti dengan dasar hukum yang
praduga, misalnya tidak melamar wanita yang dilamar saudaranya sesama muslim.

3) Tarkul-aula, yaitu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang amat dianjurkan,

Misalnya meninggalkan salat Witir, salat Duha, dan salat Tahajud.

2. Hukum Wadh’i

Hukum wadh’i adalah aturan yang menetapkan ketentuan bahwa sesuatu dapat menjadi penghalang untuk
sesuatu yang lain, sesuatu dapat menjadi syarat atau penghalang baginya. Hukum wadh’i dibagi beberapa
macam sebagai berikut.

A.Sebab, yaitu kalam Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab ada dan tidak adanya suatu hukum.
Contohnya, kematian sebagai sebab adanya hukum waris.

b. Syarat, yaitu adanya sesuatu mengakibatkan adanya hukum dan tidak adanya sesuatu mengakibatkan tidak
ada pula hukum. Misalnya, syarat mengeluarkan zakat adalah telah mencapai nisab dan haul, syarat salat
adalah melakukan wudu. Syarat ada dua macam sebagai berikut.

1) Syarat syar’i, yaitu syarat yang datang langsung dari syariat sendiri.

1) Syarat ja’li, yaitu syarat yang datang dari kemauan orang mukalaf itu sendiri.

C. Mani’, yaitu sesuatu yang ditetapkan sebagai penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi
berfungsinya suatu sebab. Misalnya, kafir menjadi penghalang mendapat harta waris seorang muslim, begitu
pula sebaliknya. Para ahli ushul fikih membagi mani’ menjadi dua, yaitu mani’ al-hukm dan mani’ as-sabab.
Mani’ al-Hukm adalah salah satu prinsip dalam hukum Islam yang berarti menghalangi atau mencegah
penerapan hukum. Dalam konteks ini, “mani’” berarti penghalang atau penyebab terhentinya pelaksanaan
hukum. Sedangkan, Mani’ as-Sabab adalah prinsip hukum Islam yang berarti menghalangi sebab dari terjadinya
hukum. Dalam konteks ini, “mani’” berarti penghalang atau penyebab terhentinya suatu sebab yang
menyebabkan hukum tertentu diterapkan

D. Shihhah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh mukalaf dengan memenuhi syarat dan rukunnya.

Contoh salat dan haji yang syarat dan rukunnya terpenuhi.

e. Batal, yaitu terlepasnya hukum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak ada akibat hukum yang
ditimbulkannya. Misalnya, memperjualbelikan minuman keras karena minuman keras tidak bernilai harta
dalam pandangan syara’. F.’Azimah, yaitu hukum syara’ yang pokok dan berlaku untuk seluruh mukalaf dalam
semua keadaan dan waktu serta seluruh mukalaf wajib mengikutinya. Contoh, salat fardu lima waktu sehari
semalam. “Azimah-nya adalah lima waktu sehari semalamg. Rukhsah, yaitu sesuatu yang dalam kondisi
tertentu disyariatkan dalam rangka memberikan keringanan kepada mukalaf. Contoh, musafir laki-laki
diperbolehkan meninggalkan salat Jumat, namun tetap wajib melaksanakan salat Zuhur.

Anda mungkin juga menyukai