Anda di halaman 1dari 16

BAB II

ASPEK KIMIA DAN PREFORMULASI

2.1.
Tinjauan Umum Zat Aktif dan Aspek Kimia
2.1.1. Deskripsi Umum
a.

Nama Obat

: Isosorbid dinitrat

b.

Sinonim

: Dinitrato de isosorbida; ISDN; Isosorbid dinitrt;


Isosorbiddinitrat; Isosorbide, dinitrate d; Isosorbidi
dinitras;

Isosorbididinitraatti;

Izosorbid

Dinitrat;

Izosorbido dinitratas; Izosorbidu diazotan; Izoszorbiddinitrt; Sorbide Nitrate (Sweetman, 2009, hal 1317).
c.

Nama
IUPAC

d.

Rumus

: 1,4:3,6-Dianhidro-D-glusitol

dinitrat

(Depkes

RI,

2014; hal. 569)


: C6H8N2O8 (Depkes RI, 2014; hal. 569)

Molekul
e.

Berat

: 236,14 (Depkes RI, 2014; hal. 569)

Molekul
g.

Pemerian

: Serbuk; putih gading; tidak berbau (Depkes RI, 2014;


hal. 569).

Isosorbide dinitrate (diluted) merupakan campuran kering dari Isosorbide


dinitrate dengan Laktosa monohidrat atau Mannitol untuk penanganan yang aman.
Mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % C6H8N2O8.

Isosorbide dinitrate murni mudah meledak dengan perkusi atau panas yang
berlebihan.
2.1.2. Sifat-Sifat Fisikokimia
a.

Struktur

(USP 32-NF27, hal 2712)


b.

Kelarutan

: Sedikit larut dalam air; bebas larut dalam aseton,


etanol dan kloroform; larut dalam metanol.

c.

Titik Lebur

: 700C (Moffat et. al., 2011; hal 1533)

d.

Susut

: Tidak lebih dari 1,0%; lakukan pengeringan dalam

Pengeringan

hampa udara diatas kalsium klorida P pada suhu kamar


selama 6 jam (Depkes RI, 1995, hal 474)

e.

Stabilitas

: - Dalam bentuk padat stabil pada suhu 45 o C selama 12


bulan dan pada suhu kamar selama 60 bulan (Lund,
1994, Hal 932)
- Dalam kondisi asam terhidrolisis membentuk produk
antara yaitu isosorbit-2-mononitrat dan isosorbit-5mononitrat yang selanjutnya terhidrolisis membentuk
isosorbid dan nitrat anorganik (Lund, 1994, H al 932)
- Isosorbid dinitrat stabil dalam larutan air pada pH

1,2-10 pada suhu 37o selama 48 jam tetapi tidak stabil


diatas pH 12 (Lund, 1994, H al 932)
- Isosorbit dinitrat mengalami hidrolisis dalam asam
klorida 0,1 M dan natrium hidroksida 0,1 M pada suhu
100oC yang mengikuti kinetika reaksi orde pertama
(Lund, 1994, Hal 932)
2.2.

Analisis Bahan Baku


Isosorbide dinitrate memiliki beberapa gugus fungsi yang spesifik dalam

struktrunya sehingga dapat dianalisis menggunakan metode spetroskopi


inframerah. Gugus fungsi tersebut antara lain C-X (sekitar 1300 cm-1) dimana X
berupa atom yang memiliki elektronegativitas tinggi seperti O & halogen (Cl),
benzene (pada 1650 & 1700 cm-1), dan terdapat puncak C-C=H (sekitar 900 cm-1).
Isosorbide dinitrate mengandung senyawa nitrogen sehingga dapat diidentifikasi
melalui kromatografi lapis tipis dengan penampak bercak ninhidrin (British
Pharmacopoeia, 2009; hal 1886-1888). Golongan kimia dari senyawa Isosorbid
Dinitrat adalah nitrat organik. Jenis ikatan yang terdapat pada struktur isosorbid
dinitrat adalah ikatan kovalen. (Mcevoy et al, 2010, Hal 1794)
2.2.1. Analisis Zat Aktif
a. Instrumen
Spektroskopi Inframerah
Tujuan

: Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam zat.

Prosedur

: Masukkan sejumlah zat uji setara dengan lebih kurang 50 mg

isosorbid dinitrat ke dalam penyaring kaca masir berpori sedang, alirkan aseton P,

tiga kali, tiap kali sejumlah 5 ml. Uapkan kumpulan ekstrak pada suhu tidak lebih
dari 35, dengan mengalirkan udara secara hati-hati dan keringkan residu dalam
hampa

udara di atas kalsium

klorida P pada suhu ruang

selama 16 jam:

spektrum serapan infra merah larutan residu dalam kloroform P (1 dalam 40),
menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama seperti
larutan residu dari Isosorbid Dinitrat Encer BPFI. (Depkes RI, 2014; Hal 569).
Berikut adalah spectrum IR dari Isosorbide dinitrat:

Berdasarkan

hasil

IR

Isosorbide

dari

dinitrat,

spektrum

diperoleh

puncak utama pada bilangan gelombang 1062, 1618, 862, 1266, 1653, 1089 cm-1
(Moffat et. al., 2011)
Spektrofotometri UV
Berikut adalah spektrum UV dari isosorbid dinitrat:

Tidak ada absorpsi yang signifikan, 260 nm hingga 360 nm. (Moffat et. al., 2011)
Spektoskopi Massa
Berikut adalah spektrum massa dari isosorbid dinitrat :

Ion utama berada pada m/z 43, 31, 29, 61, 60, 85,73, dan 44 (Moffat et. al., 2011)
b. Penetapan Kadar Zat Aktif
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Dapar asetat Larutkan 15,4 g amonium asetat P dalam air, tambahkan


11,5 ml asam asetat glasial P, encerkan dengan air hingga 1000 ml dan
campur. Larutan mempunyai pH lebih kurang 4,7.

Fase gerak Buat campuran air-Dapar asetat-metanol P (350:100:550).


Dinginkan hingga suhu ruang, encerkan dengan air hingga 1000 ml,
campur, saring dan awaudarakan.

Larutan baku internal Masukkan sejumlah nitrogliserin encer ke dalam


labu tentukur yang sesuai, tambahkan metanol P hingga 60% dari volume
labu tentukur, sonikasi selama 5 menit, kocok 30 menit. Encerkan dengan
metanol P sampai tanda hingga diperoleh kadar nitrogliserin lebih kurang

3 mg per ml. Biarkan mengendap, saring, masukkan filtrat dalam wadah


kedap udara.

Larutan baku [Catatan Buat larutan

pada

saat akan digunakan]

Timbang saksama lebih kurang 125 mg Isosorbid Dinitrat Encer BPFI,


masukkan ke dalam labu tentukur 50-ml, tambahkan lebih kurang 30 ml
Fase gerak, kocok selama 30 menit, encerkan dengan Fase gerak sampai
tanda. Pipet 10 ml larutan ke dalam labu tentukur 25ml, tambahkan 4,0
ml Larutan baku internal dan 4 ml enceran Dapar asetat (1 dalam 10).
Dinginkan hingga suhu ruang, encerkan dengan Fase gerak sampai tanda
(mengandung isosorbid dinitrat 0,25 mg per ml berdasarkan pada jumlah
Isosorbid dinitrat encer BPFI yang ditimbang dan yang tertera pada
etiket). Saring melalui penyaring berpori 0,45 m.

Larutan uji Timbang

saksama sejumlah zat yang baru dibuat setara

dengan 30 mg isosorbid dinitrat, masukkan ke dalam labu tentukur 50ml.

Kromatograf cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 220 nm dan


kolom 4 mm x 25 cm berisi bahan pengisi L1. Laju alir lebih kurang 1 ml
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur:
resolusi, R, antara puncak isosorbid dinitrat dan nitrogliserin tidak kurang
dari 2,0 dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih
dari 2%.

Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang


20 l) Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram dan ukur respons puncak utama. Waktu retensi relatif
isosorbid dinitrat dan nitrogliserin masing-masing adalah lebih kurang
0,75 dan 1,0. Jika terdapat isosorbid dinitrat, waktu retensi relatif adalah
0,38. Hitung jumlah dalam mg isosorbid dinitrat,C6H8N2O8 dalam zat
yang digunakan dengan rumus: 125C(RU / RS)

C adalah kadar Isosorbid Dinitrat BPFI dalam mg per ml Larutan baku;


RU dan RS berturut-turut adalah perbandingan respons puncak isosorbid
dinitrat terhadap baku internal dalam Larutan uji dan Larutan baku.
(USP 32-NF27, hal 2712)

2.2.2. Analisis Eksipien


a

Carbomer
Dispersi 1 % dengan hint timol LP dan merah kresol LP adalah kuning.
Atur dispersi 1% b/v dengan natrium hidroksida P hingga pH 7,5; terjadi
gel kental (Depkes RI, 1995)
b Etanol 95%
Identifikasi:

Campur 5 tetes dalam gelas kimia kecil dengan 1 ml larutan kalium


permanganat dan 5 tetes asam sulfat encer, tutup segera dengan kertas
saring yang dibasahi dengan larutan segar yang dibuat dengan
melarutkan 100 mg natrium nitroprusida dan 500 mg piperazina hidrat
dalam 5 ml air; terjadi warna biru intensif pada kertas saring yang
setelah beberapa saat menjadi lebih pucat.

Pada 5 ml larutan 0,5 % b/v, tampahkan 1 ml larutan NaOH 0,1 N,


kemudian tambahkan perlahan-lahan 2 ml larutan iodium, tercium bau
iodoform dan terbentuk endapan kuning (Depkes RI, 1979).

Propilenglikol
Keasaman: tambahkan 1 mL fenolftalein ke dalam 50 mL air, kemudian
tambahkan NaOH 0,1 N hingga larutan menjadi warna pink selama 30
detik. Kemudian tambahkan 10 mL propilenglikol, titrasi dengan NaOH
0,1 N hingga warna pink kembali selama 30 detik; tidak lebih dari 0,2 mL
NaOH 0,1 N yang dibutuhkan (The United State Pharmacopeial
Convention, 2006).

2.3.

Validasi Metode Analisis Bahan Baku dan Sediaan


Validasi adalah bentuk konfirmasi terhadap suatu metode dengan melakukan

pengujian dan penyediaan bukti objektif bahwa persyaratan tertentu telah


terpenuhi. Persyaratan yang harus terpenuhi tersebut adalah : linearitas, presisi,
akurasi, spesifisitas, sensitifitas, LOD, LOQ dan Robustness.
Untuk metode analisis bahan baku dan obat jadi Isosorbid dinitrate, tidak
diperlukan proses validasi, hal ini dikarenakan metode analisa telah tercantum
didalam kompendia (farmakope). Metode yang telah tercantum di farmakope
hanya memerlukan proses verifikasi. Verifikasi adalah konfirmasi melalui
penyediaan bukti otentik bahwa persyaratan tertentu telah terpenuhi, yaitu presisi
dan akurasi ( BPOM, 2012).
Akurasi

Tujuan :Menyatakan kedekatan antara nilai sesungguhnya atau nilai baku,


dengan nilai yang ditentukan
Prosedur :Diperoleh dari minimal sembilan penetapan pada rentang tertentu,
dilakukan pada tiga konsentrasi dan masing-masing konsentrasi diulang
tiga kali
Kriteria penerimaan:
Rentang kadar 70, 100, 130% atau 80, 100, 120% dengan galat mutlak 2% dan
recovery 98-102% (Ermer and Miller, 2005; ICH Topic Q2 (R1)).
Presisi
Tujuan :Menyatakan kedekatan antara nilai-nilai yang diperoleh melalui
beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dengan kondisi
tertentu.
Prosedur :Diperlukan sembilan penetapan pada rentang kadar tertentu (tiga
penetapan untuk tiga level konsentrasi (70, 100, 130%)), atau enam
penetapan pada konsentrasi zat uji 100%.
Kriteria penerimaan:
Relative standard deviation (RSD) 2.0% (Ermer and Miller, 2005; ICH Topic
Q2 (R1))

2.4.

Metode Analisis Sediaan


a. Identifikasi Isosorbit Dinitrat
Utama : Spektrofotometri IR

Alasan : dapat memberikan informasi mengenai gugus fungsi yang ada


pada

senyawa,

dan

metode

ini

lebih

spesifik

dalam

mengidentifikasi senyawa dibandingkan dengan metode lain


karena adanya daerah sidik jari (dibandingkan terhadap standar).
b. Penetapan kadar Isosorbit Dinitrat
Utama
: KCKT
Alasan
: Metode KCKT memiliki selektivitas, akurasi,serta presisi
yang tinggi.
Prosedur
:
1. Untuk patch 10 cm2, siapkan sel 11 mL untuk digunakan, Untuk patch
20 cm2, siapkan sel 22 mL
2. Isikan sel ekstraksi dengan pasir bersih, tuangkan pasir dari sel ke
dalam wadah untuk menimbang
3. Buka sisi penutup patch dan simpan dengan posisi bagian lengket
menghadap ke bawah mengarah pada pasir. Bagian lengket harus
sepenuhnya tertutup oleh pasir. Ambil lapisan yang tertutup pasir
dengan menggunakan penjepit, buka penutup yang tersisa (timbang
kedua penutup) dan tempatkan seluruh patch, dengan sisi lengket
menghadap ke pasir.
4. Angkat patch dari pasir, gulung patch ke dalam silinder kemudian
letakkan ke dalam sel ekstraksi dengan sisi lengket yang tertutup pasir
menghadap ke bawah
5. Tuangkan sisa pasir yang telah ditimbang ke dalam sel, untuk mengisi
volume void sel ekstraksi pada kedua sisi, pastikan patch terisi di
bagian tengahnya
6. Tutup sel, masukan ke dalam wadah ekstraksi dan lakukan ekstraksi
dipercepat

7. Setelah ekstraksi selesai hasilnya diencerkan menjadi 50 mL untuk


patch 10 cm2 dan 100 ml untuk patch 20 cm2
8. Analisis Isosorbit Dinitrat larutan hasil

ekstraksi

dilakukan

menggunakan HPLC
Kolom
Fase gerak

Kondisi HPLC
4 mm x 25 cm packing C18 L1
air-dapar asetat-metanol P (350:100:550

Deteksi
Suhu
Laju eluen
Volume injeksi

v/v)
UV 220 nm
Ambient
1,0 mL/menit
20 l
(British Pharmacopoeia, 2009).

Syarat keseragaman kadar pada sediaan transdermal yaitu bila rata-rata dari
10 unit dosis berada di antara 90% - 110% dari kadar total yang tertera pada
kemasan atau jika masing-masing unit dosis berada di antara 75-125% dari kadar
rata-rata (European Pharmacopoeia, 2005)
Pengujian lain yang dilakukan :
a. Uji kompatibilitas drug-exipient
Uji ini dilakukan dengan basis studi cyrstallization. Studi cyrstallization
dilakukan pada berbagai variasi konsentrasi zat aktif obat, permeation
enhancer, dan acrylic adhesive.
Prosedur : Transdermal film yang megandung larutan zat aktif obat,
permeation enhancer, dan acrylic adhesive disiapkan dalam cawan petri
dan disimpan pada suhu 500C dengan RH 80% selama 1 bulan. Kemudian,
bentuk kristal obat pada sediaan transdermal patch tersebut diobservasi
menggunakan elektron mikroskop dan scanning elektron mikroskop.
Pertimbangan kriteria penerimaan: Kristalisasi obat pada matrix sediaan
mempengaruhi efikasi dan kualitas dari transdermal drug delivery sistem

secara signifikan. Adanya obat yang terkristalisasi pada lapisan patch


dapat menganggu proses pelepasan obat dan patch performance. Sehingga,
pengendalian dan pengurangan kristalisasi obat pada patch menjadi hal
penting dalam pengembangan transdermal delivery system yang efektif.
b. Percent moisture absorption
Uji Percent moisture absorption dilakukan untuk mengetahui kestabilan
fisika dan integritas dari patch pada kondisi sangat lembab. Prosedur:
Patch ditempatkan pada desikator yang berisi larutan jenuh alumunium
klorida, dengan kondisi RH terjaga 80%. Setalah 3 hari, patch diambil dan
ditimbang persentase kelembababan yang terabsorpsi berdasarkan berat
awal dan berat akhir dari patch.
% Moisture absorption = Final weight - Initial weight

x 100 %

Initial weight
Pertimbangan kriteria penerimaan: Moisture absorption adalah hal
penting dalam proses difusi obat ke kulit karena menunjukan seberapa
banyak air yang terserap ke dalam patch dari jaringan tubuh dan
lingkungan selama proses penggunaan patch oleh pengguna. Moisture
abosorption juga menunjukan integritas mekanik dari patch.Batas
peneriman moisture absorption yaitu dibawah 13% pada RH 80% (Das, et
al., 2006).
c. Keseragaman ketebalan
Prosedur: Ketebalan dari 12 patch diukur pada 3 sisi berbeda dari suatu
patch menggunakan alat screw gauge kemudian dihitung rata-ratanya.

Pertimbangan kriteria penerimaan: Simpangan deviasi tidak lebih dari


0.0033%. Hasil evaluasi keseragaman ketebalan menunjukkan proses
produksi dapat memberikan hasil yang reprodusibel.
d. Keseragaman bobot
Prosedur: Bobot dari 12 patch diukur kemudian dihitung rata-rata dan
simpangan deviasi.
Pertimbangan kriteria penerimaan: Bobot dalam mg/10cm2 memiliki
simpangan devisi tidak lebih dari 2,8. Hasil evaluasi keseragaman bobot
menunjukkan proses produksi dapat memberikan hasil yang reprodusibel.
e. Tensile strength and persen elongasi
Tensile strength adalah tekanan maksimum yang dapat diaplikasikan untuk
membuat patch film robek. Elongasi adalah kemampuan patch untuk
membentuk deform sebelum terjadi kerusakan. Tensile strength and persen
elongasi dari patch diukur menggunakan tensile strength testing
apparatus.
Prosedur: Diambil 5 sampel patch dari tiap batch kemudian rectangular
patch berukuran 25.4mm 50mm ditempatkan pada instrumen.
instrumen. Beban pada strip ditingkatkan secara bertahap dengan
kecepatan maksimum 50mm/menit. Perubahan panjang yang terjadi diukur
sesuai tingkat tekanan yang diberikan.
Pertimbangan kriteria penerimaan: Tensile strength and persen elongasi
dipengaruhi oleh sifat adhesive dan enhancer dari patch. Nilai tensile
strength and persen elongasi

harus identik dengan produk inovator

(Prabhakara, et al., 2010).


f. Folding endurance
Folding endurance diukur secara manual.hasil menunjukkan jumlah
lipatan yang bisa dipalikasikan pada patch yang dapat membuat film rusak
atau berpotensi menyebabkan kerusakan.

Prosedur: Folding endurance dari patch ditentukan dengan melipat 12


strip film berukuran (2x2cm) pada temat yang sama sampai film robek.
Pertimbangan kriteria penerimaan: Nilai folding enduranceharus lebih
bedari dari 250 kali pada semua batch. Hal ini untuk mengevaluasi bahwa
patch memiliki kapabilitas untuk tahan terhadap tekanan mekanik dan
mempunyai fleksibilitas tinggi.
g. In vitro drug permeation study
Prosedur: Sampel kulit diperoleh dari abdomen cacahan jenazah manusia
(human cadaver) dalam 2 jam setelah kematian. Sampel kulit dimasukkan
ke dalam air panas kemudiakn diangkat dan disimpan pada suhu -300C
sampai digunakan. Sampel kulit yang akan digunakan direndam pada
larutan saline selama 30 menit.

Kemudian, sampel kulit diposisikan

dengan menggunakan Franz diffusion cell. Medium difusi yang digunakan


yaitu

larutan phosphate buffer saline pH 7.4.

Jumlah obat yang

dipermeasikan ke dalam reseptor ditentukan dengan mengambil 1ml dari


sampel pada interval jam ke 1,2,3,4,6,8,10,12,14,16,18 dan 24 selama 24
jam.
Pertimbangan kriteria penerimaan: Untuk mencapai bioavailabilitas
maksimum, profil pelepasan obat in vitro yang tinggi harus dapat dicapai.
Paramter profil pelepasan obat harus sesuai dengan produk inovatornya
(Duraivel, et.al., 2014).

DAFTAR PUSTAKA (BAB II)

BPOM. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : BPOM RI.
British Pharmacopoeia Comission. 2009. British Pharmacopoeia.The Stationery
Office behalf of the Medicine and Healthcare Products Regulatory Agency
(MHRA).
Council of Europe. 2005. European Pharmacopoeia 5th Edition. Conseil de
lEurope.
Das, M K., Bhattacharya, A., Ghosal, S K. 2006. Transdermal delivery

of

trazodone hydrochloride from acrylic films prepared from aqueous


latex. Indian. J. Pharm. Sci.
Departemen Keseehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi
Ketiga. Departemen Kesehatan republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Keseehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
Keempat. Departemen Kesehatan republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Keseehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia Edisi
Kelima. Departemen Kesehatan republik Indonesia. Jakarta
Duraivel, S., Rajalakhsmi, A.N., Debjit, B. 2014. Formulation and evaluation of
captopril Transdermal Patches. Elixir Pharmacy 76 (2014) 28209-28213.
Ermer, J. and J. H. McB. Miller. 2005. Method Validation in Pharmaceutical
Analysis. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaA
ICH Harmonised Tripartite Guideline. 2005. Validation of Analytical Procedures:
Text and Methodology Q2 (R1). ICH Expert Working Group

Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex. The Pharmaceutical Press.


London
McEvoy, G.K., E. K. Snow, J.Miller. 2010. AHFS Drug Information. American
Society of Health-System Pharmacists. Bethesda
Moffat, A.C., M.D. Osselton, B. Widdop, dan L.Y. Galichet. 2011. Clarkes
Analysis of Drugs and Poisons 4th edition. Pharmaceutical Press. London
Prabhakara, P., Koland, M., Vijaynarayana, Harish, N.M., Shankar, G., Ahmed,
M.G., Charyulu, N., Satyanarayana, D. 2010. Preparation and Evaluation of
Transdermal Patches of Papaverine Hydrochloride. Int. J. Res. Pharm. Sci.
Vol.1 Issue 3, 259-266.
Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug References, 36th Edition.
The Pharmaceutical Press. USA
The United State Pharmacopeial Convention. 2006. The United States
Pharmacopeia (USP). 30th Edition. United States
The United States Pharmacopeial Convention. 2009. The United States
Pharmacopeia

National

Formulary,

Pharmacopeial Convention Inc. Rookville


.

32th

edition.

United

States

Anda mungkin juga menyukai