LAPORAN
DIAN FIRANTI ALLISA
108102000035
DINA
HARYANTI
108102000008
PRAKTIKUM
MARIA ULFA
108102000046
RATU FENI CHAIRUNNISA
108102000024
KOSMETOL
RR. ALVIRA WIDJAYA
OGI
MOISTURIZER CREAM
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
FARMASI 6A
I.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian tentang sediaan krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60%
dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Menurut Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat,
berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara tradisional istilah krim
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi
relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak(a/m) atau minyak
dalam air (m/a).
Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel). Krim di
definisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengahpadat baik bertipe
air dalam minyak atau minyak dalam air. Istilah krim secara luas
digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. Apa yang disebut
Vanishing cream umummnya emulsi minyak dalam air, mengandung air
dalam presentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim,
air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis.
1)
8)
Page 1
pemberian lemak seperti lanolin, olive oil, dan petrolatum. Stratum korneum
ini baru menjadi lunak kembali setelah diberi air. 8)
Kosmetik pelembab tipe ini sering di sebut moisturizer atau moisturing
cream. Krim ini membentuk laoisan lemak tipis di permukaan kulit , sedikit
banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi
lembab dan lembut. 8)
kulit
untuk
mencegah
dehidrasi
kulit
yang
menyebabkan
8)
Page 2
II.
PREFORMULASI
A. Minyak kelapa
Minyak yang diperoleh dari pemerasan endosperma kering Cocos
nucifera, L.
a) Sinonim : Coconut Oil, Oleum Cocos
b) Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat, bau
khas, tidak tengik
c) Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P pada suhu 60 oC,
d)
e)
f)
g)
minyak
kelapa.
Sumber : Farmakope Indonesia III
Handbook of Phrmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 184
B. Asam stearat
a) Sinonim : Acid stearicum, ctylaceticacid, crodacid, edenor, emersol,
stereophonic acid, pearl steric.
b) Rumus Molekul : C18H36O2
c) Berat Molekul : 284.47
d) Rumus Bangun :
Page 3
inkompatibel
dengan
basa,
agen
pereduksi,
dan
agen
lemak.
Suhu lebur : 17.8oC
Khasiat : Humektan
Dosis : 30%
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni mudah
teroksidasi jika disimpan di tempat yang tidak sesuai dan akan
terdekomposisi
dengan
pemanasan
dengan
akrolein
toxic.
Page 4
Tealan,
triethylamine,
trihydoxytriethylamine,
tris
(hydroxyethyl)-amine.
b) Nama Kimia : 2,2,,2-Nitrilotriethanol
Rumus Molekul : C6H15NO3
c)
d) Berat Molekul : 149.9
e) Rumus Bangun :
Page 5
Methylis
(USPNF),
b)
c)
d)
e)
parahydroxybenzoates
hydroxybenzoic
acids
(PhEur),
methyl
Methylparaben
ester,
methyl
p-
f)
g) Pemerian : Kristal putih atau bedrupa serbuk, berbau lemah atau
hampir tidak berbau, rasa khas (kuat)
h) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam minyak mineral, 1:2 etanol, 1:3
etanol (95%), 1:6 etanol (50%), 1:10 eter, 1:60 gliserin, 1:200 minyak
Page 6
kacang, 1:5 propilenglikol, 1:400 air, 1:50 air suhu 50 oC, 1:30 air suhu
i)
j)
k)
l)
80oC.
Khasiat : Bahan antimikroba
pH: 4-8
Titik lebur : 125-128oC
Stabilitas : Larutan yang mengandung nipagin pada pH 3-6 mungkin
PROSEDUR KERJA
Cara Kerja
Stearat, Gliserin
Page 7
Uji homogenitas
Page 8
Page 9
IV.
Page 10
Page 11
V.
PEMBAHASAN
Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari 2
cairanyang tidak campur, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk
globuldalam cairan lainnya. Jika konsistensinya lebih kental biasa disebut
krim.
Stratum korneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semn yang mirip
lilin yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri
dari molekul-molekul rantai panjang yang dhubungkan satu sama lain dengan
jembatan garam atau hydrogen. Semakin sedikit jumlah air di antara rantairantai, semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas jaringan
kreatinin stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah- pecah membentuk
retak-retak mendalam miri huruf V. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan
lain-lain akan
Page 12
terjadi cela yang lebih dalamyang dapat menampung lebih banyak kotoran
dan mikroorganisme.
Secara garis besar retak-retak stratum korneum bibawah kondisi yang
kurang baik akan menimbulkan gangguan kulit yang lebih serius. Jika celahcelahberbentuk V itu berkembang dan bahan-bahan asing seperti sisa sabun,
kotoran dan mikroorganisme masuk, maka kulit yang menjadi kering dan
retak-retak itu akan menimbulkan iritasi dan peradangan atau kreatinisasi
abnormal yang juga akan melemahkan kulit. Di sinilah perlunya kosmetik
oelembab
kulit
untuk
mencegah
dehidrasi
kulit
yang
menyebabkan
mengandung air dalam presentase yang besar dan asam sterat, kemudian
setelah dioleskan air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam
stearat yang tipis bahkan terkesan menghilang.
Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari
karena memiliki keuntungan yaitu setelah pemakaian tidak menimbulkan
bekas, memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki
kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1985)
Bahan untuk pembuatan emulsi diperlukan bahan yang mencakup fase
air, fase minyak, zat pengemulsi,zat pengawet dan antioksidan.
Page 13
Bahan utama krim dan pelembab adalah lemak (lanolin, lemak wool,
fatty alcohol tinggi,lanette wax, glycerol monostearate, dan lain-lain) yang
semuanya merupakan bahan tipe pengemulsi W/O. sebagai tambahan adalah
campuran minyak seperti minyak tumbuhan, yang lebih baik dari mineral oil
karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sl stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat.
Preparat tipe emulsi O/W, misalnya bahan-bahan emulgator non ionic,
merupakan yang paling cocok dengan krim pelembab. Sabun-sabun
triethanolamine juga sering direkomendasikan sebagai pelembab. Sebagai
tambahan, krim O/W selalu berisi humectan (gliserol, sirup sorbitol, dan lainlain).
Air yang digunakan harus di destilasi atau dihilangkan garamgaramnya dengan ion-exchanger. Sisa-sisa besi dan tembaga sangat
berbahaya karena mempercepat terjadinya ketengikan. Karena kandungan
minyak tumbuhannyayang tingg, preparat pelembab ini mudah terjadi tengik.
Karena itu, penambahan antioksidan adalah esensial. Kosmetik pelembab
harus dilindungi dari mikroorganisme dan jamur dengan penambahan bahan
pengawet.
Umumnya, tanpa memperthatikan tipe emulsi a/m atau m/a, campur
zat pengemulsi yang larut ke dalam fase minyak ke dalam fase minyak, jika
perlu dengan pemanasan, dan zatzat pengemulsi yang larut dalam air ke
dalam fase air. Tambahkan fase air ke dalam fase minyak, dengan perlahanlahan dan hati-hati, suhu kedua fase diatur lebih kurang sama.
Jika dalam formula terdapat parfum atau minyak atsiri, ditambahkan ke
dalam campuran setelah suhu mencapai suhu 45o 50oC.
Jika harus ditambahkan garam asam atau garam lain, terlebih dahulu
garam itu dihaluskan atau dilarutkan, kemudian ditambahkan setelah emulsi
terbentuk dan dingin.
Pada praktikum kali ini kelompok kami membuat krim pelembab
dengan metode fusion atau pelelehan. Metode fusion dilakukan dengan
melebur fase minyak pada suhu 70 0 C, pada saat yang bersamaan fase air
dipanaskan hingga suhu 700 C. Pencampuran dilakukan pada lumpang
hangat untuk menghindari fluktuasi suhu.
Page 14
Pada waktu pembuatan emulsi yang terdiri dari dua cairan, ada dua
proses yang berjalan secara berkesinambungan. Proses pertama ialah proses
dispersi menjadi partikel halus sebagai fase dispersi diikuti proses stabilisasi
partikel yang sudah terdispersi tersebut, sehingga emulsi tersebut tidak
memisah menjadi dua.
Pada proses pertama terjadi kenaikan luar biasa luas permukaan atau
luas antar permukaan fase dispersi dan fase kontinyu. Sifat antarpermukaan
ini penting untuk mempermudah pembentukan dan stabilitas emulsi. Kenaikan
luas permukaan
akan
menaikkan
energi
bebas dan
ketidakstabilan
beberapa
zat
pengemulsi
dalam
penurunan
tegangan
Tegangan
Tegangan
Permukaan
Antarpermukaan
(dyne/cm)
(dyne/cm)
Polioksietilensorbitan monolaurat
36
6
Polioksietilensorbitan monooleat
41
10
Polioksietilensorbitan monostearat
43
9
Sorbitan monolaurat
28
3,5
Sorbitan monooleat
30
2,5
Sorbitan monostearat
46
11
Proses stabilisasi emulsi antara lain disebabkan pembentukan muatan
listrik dan lapisan pelindung di sekitar partikel yang terdispersi. Faktor lain
yang perlu diperhatikan ialah tegangan perdispersi. Faktor lain yang perlu
diperhatikan ialah tegangan permukaan, viskosita, elastisitas dan rigiditas
permukaan. Kestabilan emulsi merupakan pertimbanagan utama dalam
industri, proses stabilisasi sanagat dipengaruhi oleh zat pengemulsi. Zat
pengemulsi yang ideal harus memenuhi syarat berikut:
1. Dapat menurunkan teganagan permukaan menjadi lebih kurang 5
dyne/cm untuk emulsi yang dapat dibuat dengan pengadukan intensif
Page 15
dan lebih kurang 0,5 dyne/cm untuk emulsi yang akan dibuat tanpa
pengadukan intensif.
2. Harus cepat teradsorpsi pada partikel yang terdispersi sehingga
membentuk lapis tipis yang tidak lengket dan tidak mudah pecah waktu
terjadi benturan antara dua partikel, sehingga tidak terjadi koagulasi
atau koalessensi.
3. Harus mempunyai struktur molekul yang spesifik, gugus polarberada di
bagian air dan gugusan nonpolar berada di bagian minyak.
4. Larut dalam fase kontinyu sehingga mudah dijerap disekeliling partikel
5.
6.
7.
8.
9.
emulsi.
Harus cukup memberikan potensial elektrokinetik.
Dapat mempengaruhi viskosita emulsi
Dalam kadar yang relatif kecil mampu mengemulsikan
Harganya relatif murah
Tidak toksik dan aman digunakan.
Mutu emulsi tidak hanya ditentukan oleh mutu bahan, ketepatan
Page 16
bola
minyak
antara
rantai-rantai
span
80, dan
penyusunan
Page 17
Page 18
minyak. Jika terjadi proses oksidasi dalam minyak, maka minyak tersebut
dapat menjadi tengik.
+ setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin
8% + Nipagin 0,01% jika dibandingkan dengan formula 2B yang terdiri dari
minyak kelapa 15% + asam stearat 20% + setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001%
+ TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% menghasilkan
krim yang baik akan tetapi kurang homogen dari hasil pengujian homogenitas
yang menunujukan adanya gelembung dan permukaan tidak halus merata.
Formula 2A menghasilkan rasa sedikit lengket ketika dioleskan ke kulit pada
hari pertama sedangkan formula 2B tidak terlalu lengket karena menurut teori
fase minyak yang lebih sedikit seharusnya cenderung lebih meresap di
tangan dan tidak terlalu lengket saat dioleskan di permukaan kulit.
Pada formulasi ini Asam stearat, TEA (Trietanolamin), dan setil alcohol
digunakan sebagai emulgator. TEA merupakan emulgator anionic. TEA
menghasilkan emulsi stabil tetapi setelah beberapa lama cenderung menjadi
kental untuk mencegah dikombinasi dengan fatty alcohol (Oleyl Alcohol, Hexa
Decyl Alcohol) atau glycerol monostearat. Dapat juga dikombinasi dengan Na
Lauryl Sulfat atau 10 20 % minyak mineral. Emulgator akan diserap pada
batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan
tegabung
akan
terhalang.
Untuk
memberikan
stabilitas
maksimum.
Mekanisme asam stearat dengan TEA yang menyebabkan krim bersifat lunak.
Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air,
sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu. Jika
sabun stearat yang digunakan sebagai emulgator biasanya ditambahkan
kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi
dengan 8 sampai 20% asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi
menigkatakan konsistensi krim, krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap
atau berkilau selama penyimpaanan akibat adanya pembentukan kristalkristal asam stearat.
Page 19
Jika asam lemak tidak bereaksi maka krim yang dihasilkan akan keras.
Penambahan TEA dimaksudkan untuk penetral yang akan beraksi dengan
gugus asam. Adanya gugus COOH dan OH dapat menyebabkan asam
sterat dan TEA dapat berekasi menjadi garam
Mekanisme Asam stearat dan TEA :
+
Asam stearat
TEA
basis krim
Page 20
setil alcohol 0,5% + BHT 0,001% + TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8%
+ Nipagin 0,01% jika dibandingkan dengan formula 3B yang terdiri dari
minyak kelapa 15% + asam stearat 20% + setil alcohol 0,5 % + BHT 0,001%
+ TEA 1,2% + NaOH 0,01 % + Glyserin 8% + Nipagin 0,01% menghasilkan
krim dengan formula 3A lebih homogen jika dilhat dari pengujian
homogenitas. Uji Homogenitas merupakan perataan fase terdispersi dalam
bahan pendispersi, tidak adanya agregasi partikel sekunder, distribusi yang
merata dan teratur dari fase terdispersi serta penghalusan parikel primer yang
besar. Ukuran partikel menentukan tingkat homogenitas zat aktif, tingkat kerja
optimal dan bebas pengganggu ( Voigt, 1984 ). Formula 3A dan 3B pada
dasarnya memilki konsistensi yang baik. Formula 3A menghasilkan krim yang
paling stabil dianatar formula yang lain.
Pada saat uji homogenitas formula 3B masih ada granul yang masih
kasar pada kaca objek kemungkinan hal itu disebabkan oleh kristal dari
boraks atau nipagin belum larut sempurna dalam air panas. Padahal jika
dilihat dari monografi (FI ed.3) kedua bahan ini termasuk bahan yang mudah
larut dalam air panas. Kedua bahan menjadi tidak larut juga bisa disebabkan
oleh prosedur pengerjaannya saat di lab kurang sempurna. Saat proses
pelarutan dan penggerusan bahan tersebut mungkin kuat, sehingga
menjadikan bahan ini tidak larut. Bila bahan yang belum larut sempurna ini
dicampurkan begitu saja ke dalam fase minyak, maka sediaan krim akan
terasa kasar saat dipakai, terasa seperti ada butiran-butiran partikel.
Ukuran partikel fase dispersi berkisar antara 0,1 10 m. Sistem
emulsi secara termodinamika tidak stabil. Partikel fase dispersi secara terus
menerus akan cenderung membentuk aglomurat, lama kelamaan akan
membentuk
masa
terpisah
sebagai
fasa
kontinyu
kedua.
Untuk
Page 21
Page 22
Penampilan
Putih
Putih Biru
Opalesens, semitransparan
Transparan
Page 23
Kriming
Adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh
= viskositas
jika sd lebih besar dari sc maka partikel dispersi akan mengambang ke
permukaan, walaupun ada pengaruh gravitasi.
Inversi fase
Adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi sekonyong-konyong karena
perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya.
Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fasa antara
lain adalah:
1. Konsentrasi volume kedua zat
2. Sifat serta jumlah zat pengemulsi
Jika kadar fase dispersi naik, tetapi faktor lain masih tetap, tidak terjadi
inversi fase. Inversi fase terjadi jika kadar mencapai 75% atau jika PFD 74%
Sifat dan jumlah zat pengemulsi, suhu dan kondisi dinamik pada waktu
proses emulsifikasi akan mempengaruhi inversi fase emulsi
De-emulsifikasi
Adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing
komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam 2 tahap yaitu:
1. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan,
membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok
perlahan-lahan akan terdispersi sempurna.
2. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok
partikel
dispersi
Page 24
kontinyu
emulsi seperti
kelarutan,
Page 25
VI.
KESIMPULAN
Formula 3A (Kelompok 5) dari hari pertama pembuatan sampai hari
terakhir pengujian menghasilkan karakteristik yang sama baik dari warna,
bau, homogenitas, pengolesan pada kulit serta konsesitensi yang sama.
Sehingga dapat dikatakan formula 3A stabil pada saat proses pembuatan
sampai penyimpanan.
Sarannya perlu ditambahkan anti oksidan yang sesuai dalam formulasi,
agar tidak terjadi proses oksidasi pada minyak yang terkandung dalam
krim. Karena minyak mudah sekali mengalami ketengikan akibat proses
oksidasi.
Antioksidan yang ditambahakn dapat berupa BHT 0,02% atau tokoferol
0,05%.
Karena sediaan krim moisturizer yang digunakan digunakan secara
topikal pada kulit penambahan tokoferol pada sediaan juga dapat memiliki
fungsi lebih yaitu merupakan sumber vitamin E yang baik untuk kulit.
VII.
Page 26
VIII.
1)
DAFTAR PUSTAKA
2)
3)
4)
5)
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri 2 Edisi ke-3. Jakarta : UI
Press.
6)
7)
8)
Tranggono, Retno Iswari, DR. SpKK dan Latifah, Fatimah, Dra. Apt. 2007. Buku
Pegangan Ilmu Pengeahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
9)
Page 27