Anda di halaman 1dari 4

Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Islam

IBNU SINA BUKITTINGGI


Menghidupkan Amal, Membentengi Aqidah
Memelihara Kerukunan Beragama
Oleh : H. Mas’oed Abidin
Memelihara daerah dari bahaya gerakan Salibiyah berarti menjaga
keutuhan nilai-nilai adat di Ranah Minang, yaitu adat bersendi syara' dan
syara' bersendi Kitabullah.
Memelihara keutuhan ukhuwah dimungkinkan dengan menghidupkan
kembali nilai-nilai "tungku tigo sajarangan". Melibatkan unsur-unsur alim
ulama, ninik mamak dan para cendekiawan, dalam pemerintahan atau di
perguruan tinggi. Usaha kearah pemeliharaan hubungan ini menjadi sangat
penting. Peran kegotongroyongan adalah buah dari ajaran ta'awun, dan inti
dari aqidah tauhid.
Amal nyata yang diprogramkan oleh Pak Natsir ditahun 1968, ketika
berkunjung ke Sumatera Barat atas undangan Prof.Harun Zain dan Kolonel
Maritim Achirul Yahya, merupakan program yang amat monumental.
Ada lima program pokok yakni:
1. Gerakkan kembali tangan umat melalui penguasaan keterampilan di
desa-desa sebagai usaha membina kesejahteraan bersama, artinya
menghidupkan kembali ekonomi umat di desa-desa. Desa adalah benteng kota
dalam artian perkembangan ekonomi yang sesungguhnya.
2. Hidupkan kembali lembaga puro. Yakni kebiasaan menabung dan berhemat
dalam satu simpanan bernama puro. Juga menghidupkan kebiasaan berinfaq,
bersedekah dan berzakat sebagai suatu usaha pelaksanaan syariat Islam,
menghimpun dana dari umat yang berada untuk dikembalikan kepada umat
yang lemah (dhu'afak).
3. Hidupkan kembali Madrasah- madrasah yang sudah lesu darah, karena
kehabisan tenaga pada masa pergolakkan. Hidupkan masjid bina jama'ah dan
tumbuhkan minat seluruh masyarakat untuk menghormati ilmu dan memiliki
kekuatan Iman dan Tauhid, terutama memulainya dari kalangan generasi
muda.
4. Perhatikan kesehatan umat dengan mendirikan Rumah Sakit Islam. Bila kita
terlambat memikirkan kesehatan umat maka orang lain akan mendahuluinya,
bisa-bisa terjadi nantinya jalan dialih orang lalu. Membangun Rumah Sakit
Islam adalah ibadah karena ada suruhan untuk berobat bagi setiap orang yang
sakit (hamba Allah). Gerakan ini bisa berarti juga memfungsikan para ahli di
bidangnya yang keislamannya sama bahkan tidak diragukan.
5. Perhatikan nasib pembangunan masyarakat di Mentawai. Mentawai itu
adalah daerah kita dan semestinya kitalah yang amat berkepentingan dalam
membangunnya. Bila orang bisa berkata bahwa Mentawai ketinggalan
sebenarnya yang disebut ketinggalan adalah kita yang tak mau memperhatikan
mereka di Mentawai itu.

Kelima program mestinya dilaksanakan tanpa harus menunggu waktu.


Prioritaskan mana yang mungkin didahulukan. Walau sebenarnya kelimanya

1
merupakan pekerjaan yang amat integral.
Modal utama mengangkat program ini adalah kesepakatan semua pihak.
Dan didorongan mencari ridha Allah. Begitulah Pak Natsir mengingatkan
kepada pemimpin umat ketika itu. Dorongan taushiah pada mulanya akhirnya
membuahkan hasil nyata.
Pada tanggal 30 Oktober 1969 Balai Kesehatan Ibnu Sina (cikal bakal
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina) diresmikan. Awalnya memakai tempat di rumah
Dr. Yusuf dan rumah keluarga Dr. Muhammad Jamil di Bukittinggi.
Peresmiannya oleh Wakil Presiden Pertama dan Proklamator Republik
Indonesia, Bapak. DR. Mohammad Hatta.
Satu sejarah baru telah dimulai. Membangun balai kesehatan sebagai
rangkaian dari suatu ibadah dan gerak dakwah. Keberadaan Balai Kesehatan
ini disambut oleh seluruh lapisan masyarakat dari desa-desa hingga ke kota.
Semua pihak berpartisipasi. Mulai dari pegawai sampai petani, ulama dan
pejabat, hingga pedagang dan perantau.
Kaum ibu, bundo kanduang, yang dimotori oleh Rangkayo Ratna Sari,
Kahdijah Idrus, Syarifah, Noerma Tajab, Mihramah Daud, Isnaniyah,
Darnis, Naemah Djambek, Rasimah Ilyas, Asma Malim, Ratna Hasyim Ning
dan hingga ke Malaysia seperti Datin Sakinah, ikut serta. Seluruh pihak
membuka puro (persediaan harta), dan menyalurkannya secara ikhlas untuk
bisa berdirinya Balai Kesehatan Islam di Bukittinggi.
Akhirnya Rumah Sakit Islam Ibnu Sina menyebar ke Padang Panjang,
Padang, Payakumbuh, Kapar (Pasaman Barat), Simpang Empat dan Panti,
dalam waktu yang sangat pendek, hanya berjarak tiga tahun setelah
peresmiannya. Balai kesehatan itulah yang kemudian menjadi Rumah Sakit
Islam Ibnu Sina.
Gerakan Misi Baptis waktu itu, yang berakibat pecahnya umat, dan
timbulnya saling mencurigai antara tentara dan rakyat, dijawab oleh umat Islam
di daerah Sumatera Barat, dengan suatu amal nyata. Melaksanakan dakwah
komprehensif dalam kerangka dakwah illa Allah dibidang kesehatan.
Menggarap bidang pendidikan dan mendorong umat supaya terampil, memiliki
skill dan ilmu pengetahuan.
Mengiringi dakwah kesehatan, maka masalah pendidikan perlu hidup.
Tuntutan agar menyiapkan tenaga terampil berwatak karimah, memiliki
landasan iman, berdisiplin serta menguasai ilmu kesehatan.
Perhatian mesti diarahkan penuh menjaga kelangsungan lembaga
pendidikan agama Islam yang sudah ada, seperti Thawalib Parabek, Thawalib
Padang Panjang, Diniyah Padang Panjang dan banyak lagi yang lain. Kondisi
pendidikan waktu itu, tengah mengalami lesu darah. Karena itu, disamping
memelihara madrasah yang sudah ada, dihidupkan pula madrasah baru seperti
Aqabah di Bukittinggi dan madrasah-madrasah Islam yang sudah tumbuh dari
masyarakat di desa-desa, seperti di Tanah Datar, Luhak Limo Puluah, dan
selingkar tiga gunung Merapi, Singgalang dan Sago.
Masalah keterampilan, pertanian dan peternakan terpadu di Tanah Mati
Payakumbuh dan pemanfaatan lahan-lahan wakaf umat di Rambah Kinali,
menjadi perhatian utama dalam kunjungan Pak Natsir ke Sumatera Barat waktu
itu. Kerja kecil yang selama ini mungkin terabaikan, semestinya menjadi
garapan sepenuh hati.Tujuan utama tidak sekedar mendatangkan hasil secara

2
ekonomis, namun lebih jauh dari itu. Diharapkan tumbuh wadah pembinaan
dan pelatihan generasi muda. Mengutamakan terbentuk semangat inovasi di
lapangan yang kreatif.
Berdirilah YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SUMATERA BARAT
Sampai Bapak Ezzeddin, SH di Sumatera Barat, dan hasil konsultasi
dengan Lembaga Kesehatan Dakwah di Bukittnggi, maka rintisan selanjutnya
adalah berusaha mewujudkan Yayasan Rumah Sakit Islam di Padang.
Perundingan pertama dengan Badan Kontak Perjuangan Umat Islam
(BKPUI) Sumatera Barat, yang menghimpun segenap organisasi Islam
Sumatera Barat yang diketuai oleh Mayor Hasnawai Karim. Pertemuan
keinginan mendirikan Rumah Sakit Islam dirakit menjadi cita-cita bersama.
Diusahakan secara bersama pula. Keterpaduan dengan pemerintah daerah
terutama dengan Gubernur Sumatera Barat Prof. Harun Zain dan Muspida
serta Jawatan Kesehatan (IKES Propinsi Sumatera Barat) yang dipimpin oleh
Dr. Basyaruddin), serta terpeliharanya hubungan pengusaha didaerah dengan
rantau, menjadi pendukung utama wujudnya cita-cita ini.
Keberhasilan usaha pendekatan melahirkan kesepakatan mendirikan
Yayasan Rumah Sakit Islam Sumatera Barat disingkat dengan YARSI
SUMATERA BARAT. Diaktakan pengesahannya dihadapan Wakil Notaris
Hasan Qalbi di Padang pada tanggal 31 Januari 1969.
Dalam proses mendirikan Yayasan Rumah Sakit Islam ini, Bapak
Ezzeddin, SH selalu berkonsultasi dengan Bapak DR. Mohamad Natsir,
selaku ketua Dewan Dakwah Isalmiyah Pusat dengan Bapak Dr. Ali Akbar
Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam di Jakarta yang mengelola Sekolah Tinggi
Kedokteran (STK Yarsi). Menyambut berdirinya Yarsi Sumatera Barat, dan
peresmian Balai Kesehatan Ibnu Sina di Bukittinggi diterbitkan Brosur yang
ditulis Dr. H. Ali Akbar, dan disebarkan ke seluruh Indonesia. Sehingga usaha
mendirikan Rumah Sakit Islam di Bukittinggi diketahui dan didukung para
perantau diseluruh Indonesia.
Usaha pengumpulan dana oleh Yarsi Sumatera Barat dan Panitia
Pembangunan RSI Ibnu Sina yang diketuai oleh Bapak M. Natsir, dan Ibu-Ibu
Badan Penyantun mendapat sambutan menggembirakan dan menggugah
pemuka Islam didaerah lain, untuk mendirikan usaha yang sama pula.
Kemudian hari, berdirilah Yarsi di Surakarta, Palembang, Pekanbaru, Lampung
dan lain-lain.
Penilaian Terhadap Balai Kesehatan Ibnu Sina
Penilaian terhadap Balai Kesehatan Ibnu Sina dan fungsinya ditengah
masyarakat timbal balik, rencana konkrit dan praktis pengembangannya telah
tertuang diwaktu peresmiannya tanggal 30 Oktober 1969.
Sambutan para Pemimpin umat yang hadir, memuat gambaran itu. Dr. H.
Ali Akbar Ketua YARSI dari Jakarta, mengatakan, “Usaha kesehatan ini
adalah usaha masyarakat Islam, berarti harus dipikul bersama. Sesuatu
fardhu kifayah”. Dalam abad ini pengobatan tidak hanya untuk pribadi yang
sakit. Lapangan pekerjaannya jauh lebih besar. Meliputi pencegahan penyakit,
perbaikan pengertian kesehatan, perbaikan makanan, perumahan, tempat
mandi, kehidupan keluarga dan lain-lain. Mendirikan satu lembaga kesehatan,
rumah sakit, poliklinik, barulah sebagian kecil dari usaha kesehatan

3
menyeluruh. Pelayanan keserhatan termasuk mendatangi rumah-rumah,
berbicara dengan keluarga, memberi bimbingan untuk mencapai hidup sehat.
DR. Mohammad Natsir Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
mengatakan : “Hanya dengan amal positif yang tidak kendor-kendornya
umat Islam dapat menjaga supaya shibghah atau indentitasnya tidak
terbawa hanyut oleh arus”. Kepada para Dokter dan para Petugas Balai
Kesehatan Ibnu Sina “….yang akan menentukan apakah roh Islamiyah itu
akan ada dalam wisma ini atau tidak. Kalau suntikan, dimanapun serupa.
Alat-alatnya sama dari pabrik itu juga. Tetapi yang memberi corak, yang
memberi iklim, yang memberi semangat dan roh dari pada perbuatan
menolong orang sakit itu bukanlah alat penyuntik dan obatnya. Akan
tetapi cara melayani orang yang sedang menderita sakit……..”
Bapak DR. Mohammad Hatta Proklamator dan bekas Wakil Presiden
R.I Pertama, mengamanatkan “Di Jakarta, begitu pula disini, saya harap
agar pengertian mendirikan Rumah Sakit Islam ini berkembang dimana-
mana. Kewajiban kita sebagai Umat Islam ialah memelihara manusia. Oleh
karena itu kalau ada satu usaha yang dibuka untuk membantu kesehatan
rakyat, wajib bagi kita menolongnya. Saya harapkan benar dari rakyat
Sumatera Barat ini, sejak mulai berdirinya Rumah Sakit Islam ini disini,
ambillah sebagai tugas Saudara-saudara sendiri, untuk membina rumah
sakit ini supaya berkembang, tidak saja di Bukittinggi melainkan
ditempat-tempat lain juga”.
Prof. Drs. Harun Zain, Gubernur KDH Propinsi Sumatera Barat
mengatakan pula :”Dengan usah pembukaan Balai Kesehatan Ibnu Sina dar
Yayasan Rumah Sakit Islam Sumatera Barat ini, .. Berbenar-benarlah
dengan sudah mulai terwujudnya usaha seperti ini. Jangan melihat siapa
yang akan melaksanakan. Keraguan yang mungkin timbul disebabkan
bukan dari golongan “saya”, bukan usaha dari “partai saya”, itu semua
kita hilangkan. Lebih-lebih di Sumatera Barat ini”.
Bila disimak kearifan pemimpin Sumatera Barat adalah pandai
batenggang di nan rumik ini, telah mampu menjawab tantangan zaman
dimasanya, tanpa harus bergembar gembor, tetapi dengan amal nyata.
Kearifan ini pula, yang mesti dimiliki sepanjang masa, termasuk dimasa
pemerintahan Gus Dur sekarang ini. Mari berbuat untuk kampung halaman.
Padang, 29 Oktober 1999.

Anda mungkin juga menyukai