Anda di halaman 1dari 3

TUANKU RAO ( 1782.

- 1830)
-SAN-

Tuanku Rao adalah seorang di antara murid Tuanku Imam yang terkenal
bergelar Pakih Muhammad. Ia seorang pemuda yang berasal dari Padang
Mattinggi, Rao Ayahnya berasal dari Huta na Godang. Dalam tradisi Batak,
Tuanku Rao adalah kemenakan dari Singamaraja X yang menguasai daerah
Bangkara Toba. Nama kecilnya Pongki na Ngolngolan.
Tuanku Rao mula-mula mengaji di Koto Tuo sampai bergelar Pakih
Muhammad. Kemudian menyelesaikan pengajiannya di Bonjol. Atas permintaan
Pakih Muhammad Ia minta diiringkan oleh Tuanku Nan Barampek berangkat ke
Rao. Kedatangan rombongan mulanya disambut dengan perang. Kemudian orang
Rao dapat dikejar sampai ke Langsek Kodok. Dalam peperangan ini Rajo
Dubalang Rao kena tembak, sehingga mereka berdamai.
Yang Pituan Padang Unang berjanji kepada Tuanku Imam akan menjalankan
hukum syarak di nagari Rao dan menanam imam dan khatib. Tuanku nan
Barampek dijemput Datuk Manjunjung Alam dari Padang Mattinggi untuk
meresmikan Pakih Muhammad menjadi Imam Besar di nagari Rao dan bergelar
Tuanku Rao. Pengakatan ini disetujui Yang Dipertuan Padang Nunang dan
penghulu Nan Lima Belas di nagari Rao. Semenjak itu Pakih Muhammad lebih
dikenal sebagai Tuanku Rao. Ia dibantu kemenakannya, Bagindo Suman, sebagai
kepala hulubalang.
Selama Perang Agama (1807 -1812) di Bonjol, Tuanku Rao ikut membantu
Tuanku Imam Bonjol bersama Tuanku Mudo dan hulubalang meluaskan
pembaruan ke daerah sekitarnya Rao sampai ke Rambah Kapanuhan dan Rokan,
sehingga jalan dagang terbuka melalui Sosa dan Barumum, di pantai timur.

Gerakan pembaruan ke utara, kawasan Mandahiling Julu dan Mandahiling


Godang semenjak tahun 1820 dapat diawasi Tuanku Rao dibantu oleh Raja Alam
Pakantan dan Tuanku Natal. Daerah ini menghasilkan emas dan penduduknya
berdagang melalui pelabuhan Natal. Gerakan pembaruan ke timur menuju Rokan
dilanjutkan oleh Tuanku Tambusai sampai ke Barumun, Rambah Kapanuhan,
Kota Pinang dan Tanah Tumbuh. Kawasan Batang Barumun dan Sosa, daerah
penghasil emas dan jalur perdagang ke Kota Pinang dan Pedir, diawasi oleh
Tuanku Tambusai, seorang perantau dari Minangkabau.
Tuanku Rao bersama hulubalang Tuanku Imam meluaskan pembaruan ke
negeri Mahek, Kuok,Bangkinang sampai Salo dan Air Tiris. Di tempat itu disusun
pemerintahan agama seperti menanam imam, khatib dan kadhi.

Belanda berusaha menguasai pelabuhan-pelabuhan di pantai barat, seperti


Naras, Tiagan dan Air Bangis. Dengan menguasai ketiga pelabuhan itu, Belanda
beranggapan akan dapat menguasai komoditi Sumatera Barat yang sangat
menguntungkannya. Usaha itu terlihat dari beberapa kegiatan pasukan Belanda
untuk menguasai pelabuhan Naras, kunci jalan dagang dari Agam melalui
Malalak. Tiagan dan Sasak, di utara Tiku, suatu pelabuhan yang dilindungi bukit-
bukit sebagai saluran komoditi dari daerah Kinali dan Bonjol. Air Bangis, pintu
perdagangan dari Rao dan sekitarnya yang kaya dengan komoditi emas.

Pada tahun 1830, pasukan Belanda dapat menguasai benteng Tiagan setelah
mengorbankan 10 orang serdadu tewas dan 50 orang luka-luka. Pasukan Bonjol
mengundurkan diri dengan menyelamatkan dua pucuk meriam ke luar benteng.
Barang-barang beberapa bal kain besar, 100 pikul beras, besi batangan, peti uang
yang dikosongkan, kopi, dan kulit manis diangkut Belanda ke kapal. Peto Magek,
menantu Tuanku Alam Sasak, dianggap Belanda sebagai seorang penyeludup
besar, karena banyaknya barang temuan itu.

Pada tahun 1830, Tuanku Imam mengumpulkan semua pangkal tuo (kepala
dubalang) sebagai persiapan untuk menyerang kedudukan Belanda di Air Bangis.
Dari laporan Tuanku Bujang dari Aceh, menyatakan kapal dagang yang lewat di
sana harus membayar pajak ke loji Belanda. Jika tidak, ditembak oleh Belanda.
Benteng Belanda itu terletak di tanah gosong yang dilindungi oleh beberpa pohon
kelapa. Pasukan Tuanku Imam dan pasukan Tuanku Rao menyerang gosong Air
Bangis. Semua pasukan Belanda mati dalam penyerangan ini.

Pergantian penguasa laut, Belanda bertindak sangat keras di pelabuhan Natal


yang dibangun Inggeris. Dua orang utusan Tuanku Natal, Tuanku Di Danau Air
dan Tuanku Diukur melaporkannya kepada Tuanku Imam Bonjol. Untuk
menghadapinya, Tuanku Imam menugaskan Tuanku Rao dan Bagindo Suman membantu
Tuanku Natal menyerang kedudukan Belanda. Pertempuran ini mendapat bantuan kapal-kapal
Trumon dari Aceh.. Pelabuhan Natal dikepung 10.000 orang pasukan Rao Mandahiling selama
12 hari. Pasukan Rao dipimpinan Bagindo Suman menarik diri setelah perahu Saidi Marah kena
tembakan kapal Nakhoda Langkap, sekutu Belanda.

Ketika serangan ke Air Bangis, Tuanku Rao meninggal dunia


(1831).Semenjak itu pula terbuka jalan ke Rao, sehingga Belanda dapat membuat
benteng Amerongan di Rao. Benteng ini kemudian dapat direbut kembali pada
serangan serentak di Minangkabau (11 Januari 1833) dengan bantuan Tuanku
Tambusai

Setelah perundingan dengan Belanda di Padang Mattinggi, Tuanku Tambusai


berangkat ke Dalu-Dalu.

Sumber: Drs. Sjafnir Aboe Nain, Tuanku Imam Bonjol, Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau
(1784-1832), Penerbit ESA, Padang 1988
-------, Naskah Fagih Saghir, alih tulis, tt
---------, alih tulis Naskah Tuanku Imam Bonjol oleh Naali Sulthan Caniago, Pemda
Sumatra
Barat, 1989

Anda mungkin juga menyukai