Modul 2
Oleh :
Forum Kajian KebijakanSspasial Kehutanan
P4W
2
4) klaster 4, dicirikan oleh luas areal penggunaan lain yang tinggi,
diwakili Provinsi Bali.
3
kawasan pertanian adalah perluasan industri. Perluasan
permukiman dan infrastruktur (permukiman, fasilitas sosial,
fasilitas umum, dan jaringan jalan) diasumsikan sebagai kawasan
terbuka yang juga mendesak kawasan pertanian.
4) Produksi dan harga produk tanaman pangan, perkebunan dan
kehutanan diwakili oleh komoditas yang dominan di propinsi
tersebut.
5) PDRB yang digunakan dalam perhitungan adalah PDRB riil, dan
pertumbuhan PDRB yang digunakan adalah pertumbuhan rata-
rata per tahun pengamatan.
4
perkebunan, yaitu: Skenario 1, konversi lahan hutan adalah 80 %
untuk lahan perkebunan, 20 % untuk lahan tanaman pangan dan
Skenario 2, konversi lahan hutan untuk pengembangan
perkebunan, disesuaikan dengan perancangan pembangunan
kelapa sawit seluas maksimum 1 juta Ha
5) Provinsi Sumatera Utara: Karena desakan pada kawasan hutan
adalah didominasi untuk kepentingan tanaman pangan dan
perkebunan, ditetapkan skenario proporsi konversi lahan hutan
untuk tanaman pangan dan perkebunan, yaitu: Skenario 1, konversi
lahan hutan adalah 80 % untuk lahan perkebunan, 20 % untuk
lahan tanaman pangan dan Skenario 2, seiring dengan semakin
sempitnya kawasan hutan, perlu di imbangi dengan penurunan
jumlah tebangan atau skenario pengurangan luas tebang
(penurunan AAC)
6) Provinsi Sulawesi Tengah: Karena desakan pada kawasan hutan
adalah didominasi untuk kepentingan tanaman pangan dan
perkebunan, ditetapkan skenario proporsi konversi lahan hutan
untuk tanaman pangan dan perkebunan, yaitu: Skenario 1, konversi
lahan hutan adalah 80 % untuk lahan perkebunan, 20 % untuk
lahan tanaman pangan dan Skenario 2, konversi lahan hutan adalah
60 % untuk lahan perkebunan, 40 % untuk tanaman pangan.
11. Kajian ini perlu di detailkan dengan data-data primer untuk kawasan
yang lebih mikro (skala kabupaten) sehingga dapat diketahui lebih
jelas pada pemanfaatan lahan dan keterkaitannya dengan aktivitas
setiap sektor yang memerlukan lahan. Dalam kajian ini, pola spasial
belum terlihat dengan jelas, oleh karena itu untuk melihat pola
spasialnya model yang telah dihasilkan perlu dihibritkan dengan
model spasialnya.
5
Tabel Lampiran 1. Parameter Input Model dalan Kajian Optimasi Penataan Ruang
6
Tabel 2.
Luas Kawasan Hutan dan Nilai PDRB pada Dua Skenario Penataan Ruang
7
Su b Mo del Bi ofisik
Hujan B ru to Table 1
IC Bun LuHutRa
Te rbu ka Ke bun
Lu TebHutRa
Hutan Pe rsTebHutRa Ka pin h tn
Pe rsReb oi sasi
LuTebHPH Kapin terbu ka
Pe rsTan In hutani
PersTan Perhutan i i nfil tra si Lu HP H PersTeb HPH
hujan mask RUN OFF
Kapin Ind
krg TP
~
pe rt la in
tahu n 2 ni l ai l ai n
Gambar1. Struktur Model Mekanistik dalam Kajian Penataan Ruang untuk Pemantapan Kawasan Hutan