Anda di halaman 1dari 10

Membangun Peradaban Modern Melalui Fiqih Muamalah

Oleh: Risyan M Taufik, Lc.


A. Pendahuluan
Jika berbicara mengenai peradaban, maka Islam sebagai sebuah agama tidak dapat
dipisahkan dari munculnya peradaban modern dunia. Jika kita sederhanakan,
peradaban modern adalah peradaban yang sudah lebih maju sesuai dengan tuntutan
zaman dan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan manusia. Sejarah telah
mencatat Islam sebagai sebuah agama telah membuktikan mampu menandingi
peradaban dunia. Pada abad ke-8 hingga abad ke-12, wilayah yang peradabannya
dianggap paling maju adalah wilayah Timur Tengah, dengan Baghdad sebagai ibu
kotanya. Baghdad yang saat itu dikuasai oleh kekhalifahan Abbasiyah adalah model era
keemasan peradaban.
Kemajuan peradaban muncul seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
implementasi nilai moral dalam kehidupan. Sehingga barometer suatu peradaban
dapat terukur dari sejauh mana kemajuan ilmu pengetahuan dan moral di suatu
wilayah. Sebagai contoh, kita melihat di daerah Makkah pada masa pra kenabian
Muhammad Saw., saat itu terkenal dengan masa jahiliyah (bodoh). Keterbelakangan
penduduknya dalam ilmu pengetahuan membawa pada peradaban yang terpuruk.
Bukan hanya karena kebodohan para penduduknya saja, tetapi nilai moral, akhlak dan
sikap terpuji juga telah memudar bahkan hilang dalam diri mereka. Sehingga tidak
muncul adanya interaksi sosial yang sehat dan saling sinergi.
Begitu pula di daratan Eropa pada abad ke-16, otoritas gereja begitu membelenggu
para ilmuwan dalam berpendapat dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Terjadi
pengekangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dengan dogma dan doktrin
yang dilakukan oleh gereja. Hal tersebut memicu munculnya the dark age di wilayah
Eropa yang membawa kepada keterpurukan peradaban. Tetapi di masa kekhalifahan
Abbasiyah membuktikan bahwa Islam mampu membangun peradaban maju di dunia.
Pada sebuah kerajaan yang menjadikan Islam sebagai dasar pemerintahannya.
Islam merupakan agama yang universal dan menyeluruh. Agama yang berisikan
ajaran mengenai pola kehidupan manusia baik dalam tataran fungsi ukhrawi maupun
duniawi. Agama yang bukan hanya mengatur pola hubungan manusia dengan
tuhannya tetapi mengatur pula hubungan antar sesama manusia dan seluruh alam
semesta. Islam merupakan agama yang selalu mengajak umatnya agar selalu proaktif
terhadap fenomena kehidupan yang terjadi. Menganjurkan kepada pemeluknya agar
selalu menginisiatif dan memberikan kemaslahatan bersama. Sehingga, tak salah jika
Islam merupakan agama peradaban.
Islam memberikan keleluasaan kepada para ilmuwan dan ulama untuk mempelajari
seluruh fenomena kehidupan. Bukan hanya itu, Islam memberikan keutamaan kepada
siapa pun yang senantiasa mempelajari ilmu. Ditambah lagi semangat mengamalkan
hadits Rasul Saw. yang menyebutkan bahwa seorang terbaik adalah yang paling
banyak memberikan manfaat bagi bersama. Sabda Rasulullah Saw:

(‫س )رواه الطبرني‬


ِ ‫م ِللّنا‬
ْ ‫ه‬
ُ ‫ع‬ َ ْ ‫س أ َن‬
َ ‫ف‬ ِ ‫خي ُْر الّنا‬
َ
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada
orang lain”. (HR. Ath-Thabrani)
Sehingga para ilmuwan dan ulama pun berlomba-lomba menghadirkan manfaat dan
kemaslahatan bagi bersama. Mereka mengkaji dan menulis berbagai bidang ilmu yang
di dasari dari pemahaman mereka terhadap ajaran Islam. Diantara bidang ilmu dalam
Islam, fiqih muamalah yang lebih banyak membahas tentang kehidupan dan interaksi

1
antar sesama. Sehingga wajiar jika fiqih muamalah juga memberikan kontribusi dalam
membangun peradaban Islam.
Lalu bagaimana fiqih muamalah mampu memberikan andil terhadap pemahaman
yang utuh dalam menjadikan peradaban yang modern dan maju. Sejarah sudah
membuktikannya betapa Islam mampu menjadikan peradaban maju. Tetapi realita
Islam saat ini yang sudah sangat jauh dari kondisi pada abad ke-12 silam. Kondisi ini
pula memperlemah keyakinan umat Islam sendiri terhadap ajarannya.
B. Fiqih Muamalah Sebagai Salah Satu Pilar Keunggulan Peradaban Islam
Sebelum lebih jauh membahas tentang fiqih muamalah, kita mesti mengetahui
terlebih dahulu apa itu fiqih muamalah. Fiqih secara bahasa berarti memahami
sesuatu. Sedangkan secara istilah berarti suatu ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang
berkaitan dengan perbuatan dan ilmu itu bersumber dari dalil-dalil terperinci.
(Salamah, 2004: 3)
Adapun muamalah dalam bahasa arab diambil dari kata ‘amala yang artinya
berbuat atau bertindak. Sedangkan pengertian muamalah secara ringkas disebutkan
dalam Ensiklopedia Hukum Islam, yaitu hubungan kepentingan antar sesama manusia
yang di dalam Al-Quran disebut dengan hablun minan naas. (Ensiklopedia Hukum
Islam, 1997: 356)
Dengan kata lain fiqih muamalah adalah konsep atau ilmu yang bersumber dari Al-
Quran dan Al-Sunnah yang mengatur hubungan interaksi antar sesama manusia.
Konsep yang berisikan hukum-hukum syar’i mengenai pola hubungan interaksi antar
sesama manusia dengan tujuan meraih manfaat dan kemaslahatan bersama.
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian fiqih hukum Islam, ulama Mazhab
Hanafi membagi kepada tiga, yaitu fiqih ibadah, fiqih muamalah dan fiqih jinayah.
Sedangkan ulama Mazhab Syafi’i membaginya kepada empat, yaitu fiqih ibadah, fiqih
muamalah, fiqih munakahah dan fiqih ‘uqubah. Walaupun demikian para ulama
sepakat jika secara pokok fiqih hukum Islam terbagi menjadi wilayah ibadah dan
wilayah muamalah. Wilayah ibadah lebih kepada aturan tentang kehidupan secara
individu dengan tuhannya sedangkan wilayah muamalah mengatur hubungan interaksi
antar sesama manusia.
Adanya pembagian hukum Islam secara pokok kepada wilayah ibadah dan wilayah
muamalah menunjukan kesempurnaan Islam. Kesempurnaan sebuah agama yang
mengatur hidup dan kehidupan seluruh makhluk Allah Swt. Aturan Islam akan
memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta, rahmatan lil ’alamin. Firman Allah
Swt.:
َ
(107 :‫ن )النبياء‬ ِ َ ‫عال‬
َ ‫مي‬ َ ْ ‫ة ل ِل‬
ً ‫م‬
َ ‫ح‬ َ ‫سل َْنا‬
ْ ‫ك ِإلّ َر‬ َ ‫ما أْر‬
َ ‫و‬
َ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”. (Al-Anbiya [21]: 107).
Kehadiran Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. yang menjadi
rahmat bagi seluruh alam semesta. Beliau menyampaikan ajaran yang telah terangkum
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Dengan ajaran ini Rasulullah Saw. mampu mengubah
negara Arab yang jahiliyah menjadi sebuah peradaban yang disegani dunia. Dimulai
dari pembentukan aqidah dan keyakinan kemudian membentuk masyarakat sosio
religi. Pembentukan masyarakat sosial religi dengan dasar Islam membawa kepada
persoalan baru. Persoalan-persoalan ini kemudian membawa adanya tuntunan-
tuntunan yang terangkum dalam kajian fiqih muamalah.
Berbeda dengan fiqih ibadah yang lebih kepada doktrin, sehingga dalam tata
caranya tidak boleh ada kreasi baru (bid’ah). Sementara dalam fiqih muamalah, para

2
pemikir (fuqaha) dibolehkan memberikan solusi baru yang tidak bertentangan dengan
dasar dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Seperti ketika ada seorang sahabat yang
menanyakan tentang masalah penanaman benih kurma, Rasulullah Saw. menjawab:
َ ُ ْ َ‫م أ‬ َ
ّ َ ‫ففإ ِل‬
‫ي )رواه‬ ْ ‫ر ِدين ِك ُف‬
َ ‫م‬ ِ ‫مف‬
ْ ‫نأ‬ْ ‫مف‬ َ ‫ما ك َففا‬
ِ ‫ن‬ َ ‫ف‬ ْ ُ ‫ر دُن َْياك‬
َ ‫م‬ ِ ‫مو‬ ُ َ ‫عل‬
ُ ‫م ب ِأ‬ ْ ُ ‫أن ْت‬
(‫مسلم‬
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian. Sedangkan apa yang terkait
dengan urusan agama kalian, maka itu kepadaku”. (HR. Muslim).
Sepeninggal Rasulullah Saw. seiring perkembangan zaman munculah fuqaha dan
para ilmuwan yang lebih banyak mengembangkan solusi-solusi dari permasalahan
yang lebih rumit. Para Fuqaha membuat interpretasi terhadap ayat-ayat Al-Quran untuk
memberikan jawaban terhadap masalah yang ada. Di bidang fiqih muamalah-lah
permasalahan ini dibahas yang kemudian menjadi kajian interpretasi terhadap sumber
Al-Quran dan Al-Sunnah.
Konsep utama dalam fiqih muamalah adalah kemaslahatan bersama. Islam sangat
memperhatikan kemaslahatan bersama, tidak melihat strata sosial, gender, tingkat
pendidikan bahkan terhadap makhluk selain manusia pun sangat diperhatikan oleh
Islam. Dengan keharusan mengacu kepada kemaslahatan bersama, kemudian muncul
adanya maqashid syar’i (tujuan hukum islam) yang menjadi acuan para fuqaha dalam
mengambil ijtihad (pendapat).
Inilah keunggulan fiqih muamalah, bahwa tidak ada agama lain yang memiliki
tuntunan dalam seluruh aspek kehidupan seperti Islam. Dari semenjak bangun tidur, ke
kamar mandi, seluruh aktifitas hingga hendak tidur kembali Islam memiliki
tuntunannya. Bahkan Islam memiliki tuntunan tentang pemerintahan, politik, ekonomi,
sosial dan budaya. Sekali lagi tuntunan tersebut ada bertujuan untuk kemaslahatan
bersama, karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
Imam Asy-Syathibi dalam Al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syari’ah¸menyebutkan bahwa
kemaslahatan bagi manusia adalah tujuan dari syariah yang disebut maqashid
syari’ah. Maqashid syari’ah tidak keluar dari tiga pokok perkara, yaitu dharuriyat
(sangat penting/primer), hajiyat (kebutuhan/skunder) dan tahsinat (hiasan/tersier).
(Asy-Syathibi: 202)
Dharuriyat adalah sesuatu yang mesti ada demi kemaslahatan dunia dan agama.
Apabila perkara dharuri ini tidak ada, maka tidak ada keberlangsungan kemaslahatan
dunia dan agama, bahkan mengarah kepada kematian. Ada 5 (lima) hal yang termasuk
perkara dharuriyat ini, yaitu memelihara keberagamaan, jiwa, keturunan, harta dan
akal.
Hajiyat adalah sesuatu yang dibutuhkan demi kemaslahatan manusia. Apabila
perkara hajiyat ini tidak terpenuhi, maka akan terjadi kesusahan dan kepayahan saja
tetapi tidak sampai kehilangan nyawa. Diantara perkara hajiyat ini adalah adanya
tuntunan rukhshah (keringanan) dalam menjalankan ibadah, seperti boleh berbuka
shaum bagi yang sakit. Dalam muamalah seperti adanya tuntunan pinjam meminjam
(qiradh) dan lain sebagainya.
Tahsinat adalah sesuatu yang menjadikan lebih layak dan lebih bagus dan
menghindarkan sesuatu yang membuat jelek dan kotor. Termasuk perkara tahsinat ini
adalah budi pekerti dan akhlak terpuji, seperti sopan santun, adab-adab, tidak boleh
membunuh perempuan dan anak kecil ketika berperang dan lain sebagainya.
Inilah keunggulan Islam, terkhusus dalam fiqih muamalah. Islam memberikan
kesempatan yang luas kepada fuqaha dan para ilmuwan untuk mengembangkan ilmu
yang berkaitan dengan interaksi sosial, tetapi yang perlu mendasarinya adalah Al-

3
Quran dan Al-Sunnah. Kesimpulan dari dasar itu adalah kemaslahatan bersama, bukan
individualis seperti faham yang ada di barat diwakili dengan hedonisme, liberalisme
dan matrealisme.
Dalam sejarah tercatat bahwa permulaan peradaban Islam dibangun ketika
hijarahnya Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Berbeda dengan ketika periode Makkah
yang menekankan masalah aqidah dan penanaman keyakinan. Periode Madinah
disebut juga periode syari’ah karena di Madinah banyak turun ayat dan aturan tentang
syari’ah termasuk syari’ah muamalah. Disinilah kita bisa melihat bagaimana syari’ah
muamalah yang kemudian dikaji lebih mendalam melalui fiqih muamalah menjadi salah
satu pilar utama dalam membangun peradaban Islam. Dan yang luar biasa, bahwa
dasar fiqih muamalah itu adalah kemaslahatan bersama. Membangun peradaban maju
dan modern tentu didasari adanya sinergi yang positif di dalam umat dan hal tersebut
terbangun ketika ada tuntunan yang mengarah kepada kemaslahatan bagi umat itu
sendiri.
C. Cakupan dan Ruang Lingkup Muamalah di Zaman Modern
Sebagaimana telah dibahas, pengertian fiqih muamalah adalah ilmu yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah yang mengatur hubungan interaksi antar
sesama manusia demi terciptanya kemaslahatan bersama. Jika melihat hal tersebut,
kajian dalam interaksi sosial tentu memiliki cakupan yang luas. Sehingga wajar jika
fiqih muamalah memiliki andil besar dalam membangun peradaban Islam.
Adapun cakupan dari fiqih muamalah terdiri dari hukum keluarga (al-ahwal al-
syakhsiyah), hukum privat/perdata/sipil (al-qanun al-madani), hukum pidana (al-qanun
al-jaza`i), hukum politik (siyasah syar’iyyah) dan hukum internasional (al-qanun al-
dauli). (Ensiklopedi Hukum Islam, 1997: 357)
1. Al-Ahwal al-Syakhsiyah
Dalam al-ahwal al-syakhsiyah dibahas mengenai tuntunan membina keluarga.
Tuntunan tentang bagaimana meminang (khitbah), menikah, bercerai (thalaq) dan
hubungan diantara suami dengan istri dan keluarganya. Saat ini hukum tentang
keluarga ini dibahas dalam fiqih munakahat. Termasuk al-ahwal al-syakhsiyah
meliputi masalah waris dan wasiat.
2. Al-Qanun al-Madani
Al-qanun al-madani yaitu hukum yang menyangkut kebendaan, seperti jual beli,
sewa menyewa, pinjam meminjam, syarikat (kongsi perusahaan). Termasuk di
dalamnya dibahas tentang hak dan syarat pelakunya. Masalah inilah yang lebih
banyak dibahas dalam fiqih muamalah.
3. Al-qanun al-jaza`i
Al-qanun al-jaza`i yaitu hukum pidana yang mengatur cara melindungi dan menjaga
keselamatan hak dan kepentingan masyarakat terhadap yang lainnya dari
perbuatan yang tidak dibenarkan hukum. Para ulama membahas masalah ini lebih
dalam pada fiqih jinayah atau hudud, seperti aturan tentang qishas, zina, pencurian
dan membuat kekacauan.
4. Siyasah syar’iyyah
Siyasah syar’iyyah membahas masalah politik atau mengatur hubungan antara
negara dan pemerintahan dengan warganya yang meliputi pemimpin negara,
menegakkan pemerintahan dan syarat dan kewajiban dalam negara dan
pemerintahan.
5. Al-qanun al-dauli

4
Al-qanun al-dauli ini meliputi pengaturan masalah hukum privat dan hukum publik
internasional. Di dalamnya juga dibahas masalah penggolongan non-muslim kepada
al-harb (musuh yang boleh diperangi), zimmi (non muslim yang boleh tinggal di
negara Islam) dan musta`min (non muslim yang berada di negara Islam karena ada
kepentingan). Termasuk di sini pula dibahas hubungan dan suasana perang (jihad).
Demikanlah cakupan secara umum dari fiqih muamalah. Sangat lengkap dan begitu
terperinci pembahasannya. Sehingga sangat wajar jika dengan syariah mampu
membangun peradaban. Hanya kembali lagi kepada umat Islam itu sendiri sebagai
pelaku.
D. Tantangan Fiqih Muamalah Dalam Zaman Modern
Jika melihat kelengkapan fiqih muamalah Islam, kita meyakini bahwa solusi dari
semua permasalahan adalah Islam. Mengapa tidak, Islam yang memiliki tuntunan yang
begitu luas dan menyeluruh pasti akan sangat tepat jika kita aplikasikan dan
implementasikan. Kita yakin Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, sehingga kita
yakin jika Islam akan menyelamatkan umat dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Dengan berislam kita akan terjaga dan terpelihara dari segala yang dapat merugikan
diri. Islamlah ajaran yang terbaik dan termulia jika dibandingkan dengan segala ajaran
yang ada di dunia ini. Sabda Rasulullah Saw.:

(‫قطِْني‬
ُ ‫داَر‬
ّ ‫ه ال‬
ُ ‫ج‬ ْ َ ‫ه )أ‬
َ ‫خَر‬ ِ ْ ‫عل َي‬
َ ‫عَلى‬ َ ‫عُلو‬
ْ ُ ‫ول َ ي‬ ْ ِ ‫ا َل‬
ُ َ ‫سل‬
ْ َ‫م ي‬
“Islam itu tinggi/mulia tidak ada yang menandingi ketinggiannya”. (HR. Al-
Daruquthni)
Tetapi sayang umat Islam sendiri belum secara maksimal berupaya implementasi
dari ketinggian dan kemulian Islam ini. Mayoritas umat Islam belum menemukan
hakikat dan makna di balik kalimat indah rahmatan lil ‘alamin dan ya’lu wa la yu’la.
Sehingga dalam kenyataan kedudukan Islam tidak lebih baik, tidak lebih tinggi bahkan
tidak lebih mulia dari ajaran atau tuntunan yang lainnya. Bahkan jika kita melihat
keberadaan umat Islam dan negara Islam terbalik pencitraannya sebagai agama yang
agung dan mulia.
Sinyalemen ini pernah disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh, ia berkata:

‫ن‬
َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫ب ِبال‬
ْ ‫م‬ ٌ ‫و‬
ْ ‫ج‬
ُ ‫ح‬
ْ ‫م‬ ُ َ ‫سل‬
َ ‫م‬ ْ ِ ‫َال‬
“Islam itu terhalang oleh (perilaku) kaum muslimin itu sendiri”.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan H. Rahardjo Tjakraningrat (2005),
bahwa dari segi tampilan umat Islam amat terbalik dari pencitraan ajarannya yang
indah dan mulia. Ini sebagai akibat kelemahan dan kesalahan umat Islam dalam
menerapkan ajaran-ajaran Allah ‘Azza wa Jalla di muka bumi.
Selain itu, salah satu ciri majunya peradaban Islam adalah perhatiannya terhadap
ilmu pengetahuan. Ada garis lurus antara peradaban dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Sementara saat ini umat Islam sedang mengalami kemunduran prestasi
dalam bidang ilmu pengetahuan. Umat Islam kehilangan semangat mencari ilmu
pengetahuan. Terlebih dengan adanya dikhotomi ilmu pengetahuan, umat Islam
semakin terpecah dan tidak merasa jika itu adalah bagian dari ibadah. Umat Islam kini
lebih banyak menguasai ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari kebudayaan dan cara
pandang Barat yang sekuler.
Tantangan lain peran fiqih muamalah dalam membangun peradaban Islam adalah
melemahnya loyalitas dan kebanggaan umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Adanya ghazwul fikri (perang pemikiran) yang berhasil merasuki cara berpikir umat
Islam sehingga merasa bahwa pandangan hidup Barat lebih baik. Penyesatan opini oleh

5
kaum orientalis dan modernis secara gencar dilakukan sehingga umat Islam merasa
ajaran Islam sudah kuno dan tidak tepat lagi dengan perkembangan zaman sementara
pandangan hidup yang berdasarkan sekulerisme, matrealisme, liberalisme dan faham
lainnya dianggap lebih kekinian dengan tuntutan zaman.
Bahkan lebih keras, Abul Hasan Ali Nadwi (1985) menegaskan bahwa masalah
sebenarnya di hadapan Islam sekarang bukan hanya masalah kemerosotan moral,
kekendoran ibadah, ketaatan yang berlebihan, diabaikannya praktek-praktek
keagamaan dan peniruan kebudayaan orang asing. Memang semua itu adalah hal
penting, tetapi masalah sebenarnya adalah kepercayaan dan ketidakpercayaan. Yakni,
apakah Islam akan terus hidup atau dicampakkan. Peperangan yang terjadi di dunia
muslim sekarang adalah perang antara matrealisme Barat dan Islam sebagai wahyu
terakhir dari Tuhan.
E. Perbandingan dan Keutamaan Muamalah Islam dengan Ajaran Lain
Kita telah mengetahui bahwa Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin.
Semakna dengan ini, bahwa tuntunan dalam Islam sangat up to date dengan
perkembangan zaman. Meski diturunkan 14 abad silam, Islam senantiasa menjadi
solusi terhadap problematika kehidupan saat ini. Allah Swt. sudah menegaskan hal ini
dalam Al-Quran. Firman Allah Swt.:

ْ ُ ‫وب‬
‫شففَرى‬ َ ‫ة‬
ً ‫مفف‬
َ ‫ح‬
ْ ‫وَر‬
َ ‫دى‬
ً ‫ه‬
ُ ‫و‬
َ ‫ء‬
ٍ ‫ي‬ َ ‫ل‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ك ال ْك َِتا‬
ّ ُ ‫ب ت ِب َْياًنا ل ِك‬ َ ْ ‫عل َي‬
َ ‫ون َّزل َْنا‬ َ
(89 :‫ن )النحل‬ َ ِ ِ ْ ُ ِ‫ل‬
‫مي‬‫ل‬‫س‬ ‫م‬ ْ ‫ل‬
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri”. (An-Nahl [16]: 89)
Melihat demikian ada rasa optimis akan munculnya peradaban yang maju dan
modern dengan dasar dan landasan agama Islam. Maryam Jamilah seorang pemikir
yang lahir dan berkembang di Barat pernah menulis mengenai prospek kebangkitan
Islam menjadi peradaban didasarkan beberapa alasan, sebagai berikut: (Jamilah, 1985:
83)
1. Sumber dasar Islam, al-Quran dan al-Sunnah adalah bahan yang tidak terkotori
dan utuh. Tak ada satu agama pun yang dapat menyanggah kelebihan ini.
2. Ajaran Islam itu bersifat menyeluruh dan lengkap, mencakup segalanya dan
sama sekali mandiri. Maka Islam tidak mentoleransi keterbukaan (eclecticism)
dan kompromi dengan budaya mana pun yang bertentangan dengan prinsip-
prinsipnya. Islam sendiri memberikan tuntunan yang cukup untuk kehidupan
sebagai suatu keseluruhan. Islam tak hanya menerangkan kepada kita apa yang
seharusnya dilakukan, tetapi juga secara khusus menerangkan bagaimana cara
melakukannya. Ajaran-ajaran sebenarnya pada agama lain bersifat terbatas,
kaku dan terpecah-pecah.
3. Ketetapan hati untuk memelihara dan menyebarluaskan Islam dalam kemurnian
aslinya praktis telah dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap sejarah
periode Islam, di setiap negara muslim, oleh serangkaian mujaddid
(pembaharu). Meski usaha para modernis dibantu oleh ilmuwan dan politisi Barat
untuk memaksakan pemahaman mereka yang menyimpang tentang Islam.
Alhamdulillah, selalu menjumpai rintangan kuat pada setiap sisi dari orang-orang
yang tak tertipu oleh kemunafikan ini serta yang berkeyakinan hati memelihara
keutuhan Islam yang tak ternoda.

6
4. Di seluruh dunia Islam sebagian besar penduduk menghendaki Islam dan sekali
saja suatu kepemimpinan yang membangkitkan semangat muncul, mereka akan
siap untuk mengikutinya dengan penuh semangat.
Dengan demikian Islam sudah sangat jauh mempersiapkan sebuah peradaban
modern dan maju. Ini harus menjadi keyakinan kita, bahwa Islamlah yang terbaik.
Optimisme ini sudah sangat beralasan untuk bisa meyakinkan bahwa Islam akan
mampu membangun peradaban yang maju dan modern.
Diantara sebagian kecil solusi Islam, misalnya tentang aturan jilbab dan menutup
aurat yang tidak ada dalam agama lain aturan sedetail dalam Islam. Di sejumlah
negara sekuler menjadikan stigma buruk terhadap tuntunan ini dengan menyebutkan
bahwa Islam mengekang kebebasan perempuan dengan pakaian jilbab. Dalam Islam
masalah menutp aurat ini sudah termasuk dalam kategori dharuriyat (penting /
primer), yaitu memelihara keturunan. Karena di mulai dari pakaian yang seronoklah
berakibat adanya kebebasan yang kebablasan.
Hj. Irene Handono (2004) menjawab isu tentang jilbab bagi perempuan ini dengan
menyebutkan bahwa di dunia Islam, seksualitas dan percintaan tidak dipamerkan di
jalan-jalan. Pornografi tidak bisa diterima. Gadis-gadis muslimah yang menikah tidak
mau melakukan hubungan seks sebelum menikah. Kebanyakan mempelai wanita yang
menikah masih perawan saat menikah. Hj. Irene Handono menegaskan alasannya,
menutup aurat dari sudut pandang Islam, logis saja bahwa kita tidak berusaha
memancing sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi.
Bukti lain tentang keutamaan muamalah Islam. Masa keemasan Islam pada abad
ke-8 dimulai ketika khalifah sebagai pemegang pemerintahan memberikan
kesempatan luas para ulama yang giat memperlajari berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sehingga ada sinergis dan simbiosis kuat antara pemerintah dan
penduduknya. Berbeda dengan pemerintahan gereja di wilayah Eropa pada abad ke-
16. Munculnya renaisans (pencerahan) karena adanya benturan dengan pihak gereja
sebagai pemegang politik pemerintahan. Dari sini munculah sekulerisme. Jika kita
meyakini faham lain selain Islam lebih baik, tentu tidak muncul dari kekecewaan
terhadap lingkungan saat itu. Terbukti sekulerisme, matrealisme, komunisme dan
lainnya muncul karena kekecewaan terhadap gereja. Berbeda dengan Islam yang justru
memunculkan keyakinan bahwa Islam memang yang terbaik.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa fiqih muamalah berlandaskan kemaslahatan
bersama. Oleh karena itu, Islam sangat melarang riba karena sangat merugikan di
salah satu pihaknya. Berbeda dengan komunisme, kapitalisme dan matrealisme yang
merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap agama Kristen yang diwakili oleh
gereja saat itu. Faham kapitalisme menghalalkan segala cara agar berhasil meraih
keuntungan besar tanpa memperhatikan yang lain, terutama masyarakat ekonomi
kecil.
M. Fazlurrahman Anshari menjelaskan bahwa analisa terhadap falsafah peradaban
Barat akan menyingkap landasan peradaban mereka. (Anshari, 1985: 129)
Landasan peradaban Barat sungguh bertentangan dengan perdaban Islam, sebagai
berikut:
1. Sudut pandang metafisis, pada matrealisme. Sementara dalam Islam meyakini
bahwa ada yang menguasai dan mengatur seluruh alam semesta ini, yaitu Allah.
Dan Dia-lah yang memberikan rezeki dengan sangat adil. Rezeki tidaklah bisa
diukur dengan materi. Konsep syukur yang dimiliki Islam mengajarkan makna
yang lebih dalam dari sekedar materi.
2. Sudut pandang psikologis, pada sensasionisme (faham serba inderawi). Seni dan
modenya membuktikan fakta ini dengan jelas. Tidak memerlukan keramahan,
7
sopan santun dan adab-adab yang membawa kepada semangat kinerja seperti
dalam Islam.
3. Sudut pandang etika, pada kemanfaatan dan syahwat. Hanya mengejar
kepuasan diri dan melupakan kemaslahatan bersama. Sementara Islam
meninggikan nilai dan akhlak terpuji.
4. Sudut pandang ekonomi, pada eksploitasi masyarakat manusia yang belum
berkembang, kapitalisme dan komunisme. Sementara Islam menjunjung tinggi
moral dan kemaslahatan bersama, saling menghargai dan menolong serta
berbasiskan usaha dan ikhtiar.
5. Sudut pandang politik, pada pertentangan ras dan pemisahan berdasarkan
warna kulit. Sementara Islam memandang sama setiap orang dan tidak
membeda-bedakan secara ras atau fisik.
Kita sebagai umat Islam hanya perlu mengkaji Islam terus menerus. Karena dengan
mengkaji Islam kita akan mendapatkan kebaikan. Jangan sampai kita melemahkan
Islam yang begitu mulia karena kita merasa Islam sudah tidak layak lagi. Sudah sangat
jelas Islamlah yang terbaik dan menjadi solusi bagi semua problem kehidupan.
Sementara Barat sendiri adalah peradaban yang tumbuh dan berkembang dari
kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat dan nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, serta
agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa. Sedangkan Islam
adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu yang
memproyeksikan sebuah pandangan hidup yang sempurna, yang dipahami, ditafsiri,
dijelaskan dan dipraktekkan sehingga membentuk tradisi intelektual dimana ilmu
pengetahuan religius dan rasional diintegrasikan dalam bangunan ilmu yang
mengandung nilai-nilai dan konsep-konsep yang berguna bagi pembentukan kehidupan
yang aman, tenteram dan damai. (Zarkasyi, 2007)
F. Sosialisasi dan Internalisasi Muamalah Secara Tuntas dan Efektif di
Kalangan Pelajar
Berpegang pada ungkapan think globally and act locally, apa yang nampak di
hadapan umat Islam kita memulai langkah konkrit dengan mengimplemntasikan Islam
di ranah yang lebih kecil di lingkungan kita. Kita sebagai pendidik memilki andil yang
besar dalam membangun peradaban Islam. Terlebih salah satu tantangan utama
dewasa ini adalah ilmu pengetahuan.
Langkah awal dimulai dengan membentuk sistem yang mendukung kepada
internalisasi muamalah Islam di kalangan pelajar. Mulai dari kurikulum yang
mendukung, kebijakan termasuk stake holder yang memiliki visi implementasi Islam
dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya dalam pendidikan harus menjadi sebuah pembelajaran yang memberikan
makna bagi anak didik kita. Dimulai dengan memberikan pengetahuan (to know),
kemudian memberikan pemahaman yang utuh (to understanding), mengupayakan
pelaksanaan secara praktek (to do) dan menerapkan nilai hingga menjadi sebuah
keyakinan diri (to be). Begitu pula dengan memberikan keteladanan sehingga
seimbang antara teori dan praktek. Dengan kata lain kita membutuhkan pendidikan
karakter yang berlandaskan Islam untuk membangun peradaban.
Memulai dengan menjadikan fiqih muamalah isu penting di kalangan pelajar.
Memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang fiqih muamalah.
Sehingga diharapkan tidak lagi tabu bahkan lebih familiar lagi dengan fiqih muamalah.
Mengenalkan pelajar dengan kondisi saat ini lalu menghubungkan dengan solusi yang
selalu tersedia dalam Islam. Sehingga anak akan lebih mudah memahami fiqih
muamalah.

8
Mengajarkan anak untuk selalu berpikir ilmiah. Menerapkan bahwa segala sesuatu
pasti ada landasannya. Dan Islam adalah ajaran yang mempelopori untuk berpikir
ilmiah. Tidak ada dalam fiqih muamalah yang didasari keisengan semuanya di dasari
keilmiahan. Dengan ini diharapkan anak tidak asal meniru budaya lain tanpa meneliti
terlebih dahulu, apa lagi bagi anak memiliki kecenderungan meniru sangat tinggi.
Menanamkan kebanggaan terhadap Islam dan fiqih muamalah. Membangun
loyalitas anak terhadap Islam dengan memberikan pengetahuan tentang keutamaan
dan keunggulan ajaran Islam. Hal ini pula bisa terbangun dengan tidak memisahkan
antara ilmu agama dan ilmu umum. Buatlah pengertian bahwa Islam adalah
kesempurnaan dan menyeluruh semua aspek kehidupan.
Diantara pendekatan pembelajaran yang efektif dalam mensosialisasikan fiqih
muamalah di kalangan peserta didik adalah dengan menerapkan pendekatan
kontekstual. Adapun strategi yang dapat digunakan ketika menerapkan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: (Johnson, 2008:21)
1. Pembelajaran berbasis masalah, diharapkan peserta didik mampu
mengobservasi dan menganalisa permasalahan kemudian memberikan solusi
sesuai dengan semangat fiqih muamalah Islam.
2. Menggunakan konteks yang beragam, untuk memberikan pemahaman yang
utuh dan wawasan yang luas.
3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa
4. Memberdayakan siswa untuk belajar mandiri, untuk menguatkan pemahaman
anak dalam menemukan solusi dari permasalahan.
5. Belajar melalui kolaborasi
6. Menggunakan penilaian autentik
Sedangkan untuk langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual di dalam
kelas menurut Sagala (2005:92) adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry (menemukan sendiri) untuk semua
pokok bahasan
3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Menciptakan masyarakat belajar
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dari sini kemampuan kita sebagai pendidik dituntut. Wawasan dan pengetahuan
menjadi modal utama dalam menginternalisasi muamalah Islam di kalangan pelajar.
Dan yang paling utama menjadikan diri kita teladan dalam mengamalkan Islam sebagai
jati diri kita.
G. Penutup
Betapa pentingnya ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban. Fiqih
Muamalah sebagai sebuah ilmu mewadahi pengkajian Islam yang menyangkut interaksi
sosial. Fiqih muamalah adalah upaya implementasi syariah Islam dalam membangun

9
peradaban. Karena harapan kita semua memiliki peradaban yang sesuai dengan
tuntunan Ilahi.
Kita meyakini bahwa Islam bisa menjadi solusi bagi pembangunan peradaban yang
maju dan modern. Tetapi itu semua kembali lagi kepada kita sebagai bagian dari umat
Islam. Ketinggian Islam hanya akan menjadi kisah dongeng saja jika kita tidak pernah
berupaya implentasikan. Pada saat yang sama kita perlu memahami Islam terutama
fiqih muamalah dengan menggali konsep baru dalam berbagai bidang sehingga dapat
membentuk bangunan baru peradaban Islam yang mampu menghadapi tantangan
zaman (modern). Artinya dengan konsep-konsep dalam fiqih muamalah Islam kita
dapat bersikap kritis ataupun apresiatif terhadap konsep-konsep yang datang dari luar
Islam. Bukan hanya asal meniru dan menjiplak. Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka
Salamah, Dr. Ahmad Hamid. 2004. Muhadharat fi Fiqhi al-Mu’amalat. Kairo: Maktabah
Kulliyah al-Syar’iyyah wa al-Qanun
---. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve
Tjakraningrat, H. Rahardjo dkk. Jalan Menuju Ummat Yang Satu. Jakarta: PT. Bina Rena
Pariwara
Al-Syathibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syari’ah. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi
Nadwi, Abul Hasan Ali. Maryam Jamilah. Fazlurrahman Anshari dkk. 1985. Benturan
Barat - Islam. Bandung: Mizan
Handono, Hj. Irena dkk. 2004. Islam Dihujat Menjawab The Islamic Invasion. Kudus:
Bima Rodheta
Zarkasyi, Dr. Hamid Fahmi. 2007. Membangun Kembali Peradaban Islam. [0nline].
Tersedia: www.banihamzah.wordpress.com. [17 Agustus 2010]
Johnson, Elaine B. 2008. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning
Center
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA

10

Anda mungkin juga menyukai