Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam telah lahir sejak 1400 tahun silam. Sepanjang sejarah itu, selain menyiarkan
ajaran agama, para pemimpin Islam juga turut menyebarkan budaya, ilmu pengetahuan,
dan teknologi pada setiap wilayah masyarakat yang didatanginya. Sejak zaman Nabi
Muhammad, Islam telah menyebar luas hingga ke luar wilayah jazirah Arab. Dan pada
masa-masa puncak kejayaan kekuasaan para khalifah agung, Islam merambah masuk
(sebagian menjadi penguasa) di Afrika, Asia Pasifik, dan Eropa bahkan juga ke Amerika.
Islam yang begitu cepat menyebar hampir ke seluruh dunia membawa pandangan
baru dan nilai-nilai baru dalam kehidupan masyarakat. Islam datang dengan membawa
pesan-pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan bertuju pada
kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat manusia. Peradaban yang dibangun di atas
pondasi ilmu yang kuat. Kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah pegetahuan
sebagai kebudayaan. Islam yang sangat memperhatikan bahkan menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Masa Depan Islam
2. Identitas diri pribadi Muslim (Syakhsiyah Islamiyah) dalam Peradaban Islam
3. Pembentukan Keluarga muslim (munakahat)
4. Perubahan Islami menuju Masyarakat Madani
5. Paradigma Peradaban Islam

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui Masa Depan Islam


2. Mengetahui Identitas diri pribadi Muslim (Syakhsiyah Islamiyah) dalam Peradaban
Islam
3. Mengetahui Pembentukan Keluarga muslim (munakahat)
4. Mengetahui Perubahan Islami menuju Masyarakat Madani
5. Mengetahui Paradigma Peradaban Islam

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Masa Depan Islam

Dalam menatap masa depan, perlu ditanamkan sikap kritis dan selektif kita terhadap
pandangan kehidupan yang semakin modern ini yang sekaligus sudah banyak dimasuki
oleh kebudayaan asing. Untuk itu perlu adanya suatu bimbingan atau arahan, di sini Islam
sangat berperan pada ajaran-ajaran Islam. Dalam rangka mempertajam tatapan terhadap
masa depan, mari kita mengkaji kembali apakah Islam itu, bagaimana hubungannya
dengan etika dan pendidikan sebagai faktor penunjang masa depan.
Kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yang menurut segi etimologi mempunyai beberapa
pengertian, yaitu :
1. Keselamatan
2. Perdamaian dan,
3. Penyerahan diri kepada Tuhan
Ketiga pengertian itu tercakup dalam kata “Islam”. Sebab agama Islam memang mencita-
citakan terwujudnya keselamatan dan perdamaian seluruh umat manusia di dunia ini, dan
mengajarkan kepada manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah dalam segala amal
perbuatannya.
Kata Islam menurut pengertian agama telah dirumuskan oleh Nabi Muhammad sendiri
dalam haditsnya.
Gambaran masa depan umat Islam telah dijanjikan dalam Q.S. al-Nur ayat 55:
‫ض َك َما ا ْست َْخلَفَ الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ۖ َولَيُ َم ِّكن ََّن لَهُ ْم ِد ْينَهُ ُم الَّ ِذى‬
ِ ْ‫ت لَـيَ ْست َْخلِفَـنَّهُ ْم فِى ااْل َر‬ ّ ٰ ‫َو َع َد هّٰللا ُ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ِم ْن ُك ْم َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
َ‫ك هُ ُم ْال ٰف ِسقُوْ ن‬ َ ِ‫ولٓئ‬
ٰ ُ ‫َضى لَهُ ْم َولَـيُبَ ِّدلَــنَّهُ ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع ِد َخوْ فِ ِه ْم اَ ْمنًا ۗ يَ ْعبُ ُدوْ نَنِ ْي اَل يُ ْشر ُكوْ نَ بِ ْي َشيْـئًــا ۗ َو َم ْن َكفَ َر بَ ْع َد ٰذ لِكَ فَا‬
ِ ٰ ‫ارْ ت‬

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang
mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-
benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman
sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu
pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.”

2
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini mengutip hadits Imam Ahmad berikut: “Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Abu Salamah, dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari
Ubay ibnu Ka’b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: ‘Umat ini
akan mendapat berita gembira memperoleh ketenaran, kedudukan yang tinggi, agama,
kemenangan, dan kekuasaan yang mapan di muka bumi. Maka barang siapa di antara
mereka yang mengerjakan amal akhirat untuk dunia(nya), maka tiada bagian baginya
kelak di akhirat.”

Prediksi Beberapa Filosof Barat tentang Masa Depan Islam. Beberapa Pernyataan
tokoh Filsafat Barat yang memprediksi masa depan Islam telah dikutip oleh Yakusai
sebagai berikut :

1. Leo Tolstoy (1828-1910):


“Islam akan Menguasai Dunia suatu saat nanti, sebab Islam menggabungkan antara ilmu
pengetahuan dan hikmah.”

2. Herbert Wells (1846-1946):


“Hingga akhirnya Islam kembali lagi, betapa banyak generasi yang akan merasakan
kesengsaraan kemudian suatu waktu nanti dunia seluruhnya akan tunduk pada Islam.
Pada saat itu Kedamaian
akan terwujud dan kembali menjadi tenang.”

3. Albert Einstein (1879-1955):


“Saya memahami bahwa kaum muslimin melakukan itu semua dikarenakan kecerdasan
dan kesadaran mereka, sesuatu yang tidak mungkin mampu dilakukan oleh orang-orang
Yahudi. Dalam Islam ada kekuatan dan hikmah yang akan Membawa Kepada
Kedamaian.”

4. Houston Smith (1919):


“Ada yang lebih baik daripada keimanan yang kita anut sekarang ini, dialah Islam. Jika
kita Mau Membuka Hati dan Akal kita , itu akan sangat baik bagi kita.”

5. Michael Nostrodamus (1566-1503):


“Islam akan menjadi agama yang Berkuasa Di Eropa , dan salah satu kota terkenal di
Eropa akan menjadi Ibu Kota Negara Islami.”
3
6. Bertrand Russell (1872-1970):
“Saya telah membaca tentang Islam dan saya akhirnya tahu bahwa Islamlah agama yang
akan Menjadi Agama Seluruh Dunia dan semua manusia. Islam akan menyebar di seluruh
sudut-sudut Eropa, dan akan datang waktunya Islam menjadi penggerak hakiki dunia ini.”

7. Gustaf Lebon (1841-1931):


“Islam Adalah Agama Satu Satunya Yang Berbicara Tentang Perdamaian dan Perbaikan
serta Ajakan kepada orang-orang Nasrani untuk menghargai keimanan yang Membawa
Kebaikan. Ini menjadi menarik karena satu satunya partai politik peserta pemilu 2019
Partai Bulan Bintang Dlm Misi Partai Itu Berbicara Pentingnya Perdamaian Dunia.
Seperti Pengakuan Tokoh Nasrani Ilmuwan – Cendekiawan Kaliber Dunia Tersebut
Diatas.
Oleh sebab itu pada point ke 7 tsb diatas perlu ditarik
garis lurus bahwa : Orang Muslim dan Non Muslim di Indonesia memiliki kewajiban
yang sama utk sepakat komitmen * DAMAI DIHATI DAMAI DI BUMI , DAMAI ITU
INDAH DI BUMI NKRI “.

8. Bernard Shaw IAWAN (1856-1950):


“Suatu hari dunia keseluruhan akan menerima Islam sebagai satu-satunya agama.
Seandainya mereka tidak menerima dengan namanya yang sebenarnya, pasti mereka akan
meminjam subtansi ajaran Islam. Tapi pasti barat akan menerima Islam suatu hari. Dan ”
Islam adalah satu-satunya agama yang akan memimpin dunia.”

9. Yohan Jits (1749-1832):


“Wajib bagi kita semua menerima Islam cepat atau lambat. Dialah agama yang sebenar-
benarnya. Andai saya diajak masuk Islam saya tidak akan merasa sebagai sebuah
keburukan, bahkan itu saya anggap sebagai sebuah kenyataan.”

Beberapa kutipan di atas menunjukkan adanya koherensi yang kuat dan konsisten,
baik antar dalil naqli dan antar dalil aqli, maupun antara dalil naqli (ayat dan hadits)
dengan dalil aqli dari beberapa pemikir terkemuka, tentang gambaran masa depan Islam.

Teori koherensi adalah satu dari tiga teori kebenaran dalam filsafat ilmu, selain teori
korespondensi dan teori pragmatisme. Menurut teori koherensi, sesuatu harus dianggap
benar bila antar pernyataan sejenis bersifat koheren (sesuai, cocok, saling melengkapi dan

4
saling memperkuat). Perhatikan pemikiran kontemplatif yang dikutip di muka, khususnya
mereka yang hidup pada pergantian abad XX, ketika tanda-tanda keruntuhan peradaban
barat mulai muncul: Tolstoy (1828-1910), Lebon (1841-1931), Wells (1846-1946), Shaw
(1856-1950), dan Russell (1872-1970); hasil pemikiran mereka semuanya sangat koheren
satu sama lain; mereka sedang mencari kandidat baru pemimpin peradaban dunia.

Apa yang difikirkan para filosof itu adalah apa yang mereka tangkap sebagai hukum
alam, Sunnatullah yang mengatur setiap makhluk, baik yang nyata maupun yang ghaib,
yang besar maupun yang kecil; semua sudah tertulis dalam Lauhul Mahfudz, Kitab Blue-
print yang mencatat skenario dan semua yang terjadi di alam semesta (al-An’am: 59).
Hasil upaya manusia dalam memahami Sunnatullah inilah yang kemudian menjadi
pengetahuan, objek dan isi pemikiran manusia sepanjang sejarah.

Bumi ini hanya sebuah titik kecil di tengah sejumlah trilyunan, bilyunan bintang-
bintang, yang sampai saat ini belum ada seorang pun yang tahu jumlah persisnya. Padahal
bintang-bintang itu barulah di langit pertama, dan langit pertama hanyalah bagian kecil
saja dari tujuh lapis langit, dan keseluruhan langit hanyalah bagian kecil dari keseluruhan
alam semesta (al-Baqarah: 255). Sedangkan kita manusia, hanyalah bagian titik kecil saja
dari keseluruhan isi bumi.

Bila alam semesta ini sudah ada sejak lebih dari 18 milyar tahun yang lalu, selama itu
pula semuanya tentu telah berjalan sesuai pada taqdir sejarahnya, sesuai dengan
Kehendak Sang Pembuat Skenario Alam . Sedangkan tentang kehidupan di bulan saja,
planet (terdekat dari) bumi, belum ada cara untuk memahaminya, apalagi sejarahnya.
Bagaimana pula dengan seluruh bintang dan alam semesta? Padahal Allah sendiri
menegaskan bahwa semua itu dibuat tidak ada yang sia-sia (Ali Imran: 191-192).

Alam semesta terbentuk lewat sebuah Ledakan Besar, Big Bang. Bukti ilmiah adanya
ledakan besar telah dipaparkan oleh Nasa. Pada 1989, George Smoot bersama Tim Nasa
meluncurkan satelit untuk meneliti asal mula alam semesta.

Dari berbagai fakta ilmiah, akhirnya teori Big Bang mendapatkan persetujuan dunia
ilmiah. Dalam sebuah artikel yang dimuat pada Oktober 2014, Scientific American
menuliskan bahwa teori Big Bang adalah satu-satunya teori yang dapat menjelaskan asal

5
mula alam semesta. Jauh sebelum teori Big Bang dikemukakan ilmuwan : Al-Qur’an
telah menjelaskan terkait terbentuknya alam semesta.

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?”
(al-Anbiya: 30).

Dari ayat tersebut terlihat jelas kesesuaian antara ayat Al-Qur’an dan teori Big Bang.
Persamaan keduanya tidak bisa dihindari. Grup Facebook The Origin of Meaning
mencoba menghitung umur alam semesta sejak terjadinya Ledakan Besar, Big Bang.

Angka-angka yang diperoleh dianalisis dari petunjuk yang diberikan Al-Qur’an Surat
Fushshilat ayat 9-14, bahwa bumi diciptakan dalam 2 hari dari 6 hari jumlah keseluruhan
waktu penciptaan, dikali perbandingan satu hari dunia dibandingkan satu hari di Sisi
Allah.

Bagaimana mungkin kehidupan manusia yang adalah khalifahNya di muka bumi (al-
Baqarah: 30-34), serta perjalanan sejarah peradabannya akan dibiarkan berjalan dengan
sendirinya tanpa campur TanganNya?

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (al-Hadid:
22-23).

Inilah bedanya world-view Islam dengan pandangan dunia kaum sekuler; bila semua
yang kita peroleh dan kita alami sepenuhnya disandarkan pada ikhtiyar kita manusia, lalu
dimanakah Allah? “Dan sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan selain Allah, niscaya
keduanya telah hancur binasa.” (al-Anbiya: 22).

6
Manusia, peradaban, bumi dan seluruh alam semesta ternyata tidak mungkin mampu
mengatur dirinya sendiri tanpa keterlibatan Sang Maha Kreator Sejarah. Maka tidak ada
seorang pun atau kekuatan mana pun yang bisa mengelak apalagi membelokkan arah
taqdir sejarah. Manusia boleh membuat rencana, manusia boleh merencanakan makar,
tapi Allah sebaik-baik Pembuat Rencana (Ali Imran: 54).

FirmanNya dalam Surat al-Hadid ayat 22-23 di atas, bahwa janganlah terlalu
berbangga diri dengan apa yang kalian ikhtiyarkan, dan jangan terlalu risau dengan apa
yang luput atau menimpa kalian, adalah sebuah filosofi tentang harmoni dan koherensi
antara ikhtiyar manusia dengan Taqdir Sejarah.

2.2 Identitas diri pribadi Muslim (Syakhsiyah Islamiyah) dalam Peradaban Islam

Syakhshiyah Artinya "kepribadian". Syakhshiyah Islamiyah  Artinya "Kepribadian


Islam". Lalu bagaimana cara terbentuknya Syakhshiyah Islamiyah (kepribadian Islam) ini
dalam diri seseorang?

Syakhshiyah (kepribadian) pada manusia terbentuk oleh 'aqliyah (pola pikir) dan
nafsiyah (pola sikap). Syakhshiyah tidak dapat di ukur dari bentuk tubuh, wajah,
keserasian (fisik) dan sebagainya bukan unsur pembentuk syakhshiyah. Sebab semua itu
hanyalah kulit (penampakan lahiriah) semata. Sangat dangkal jika ada yang beranggapan
bahwa semua itu merupakan salah satu faktor yang membentuk dan mempengaruhi
syakhsiyah.

'Aqliyah (pola pikir) adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu; yakni
cara mengeluarkan keputusan hukum tentang sesuatu, yaitu  berdasarkan kaidah tertentu
yang diimani dan diyakini seseorang. Ketika seseorang memikirkan sesuatu untuk
mengeluarkan keputusan hukum terhadapnya dengan menyandar kepada akidah Islam,
maka aqliyah-nya merupakan aqliyah Islamiyah (pola pikir islami). Jika tidak seperti itu,
maka 'aqliyah-nya aqliyah yang lain.

Sedangkan nafsiyah (pola sikap) adalah cara yang digunakan seseorang untuk
memenuhi tuntutan gharizah (naluri) dan hajat al-'adhawiyah (kebutuhan jasmani); yakni
upaya memenuhi tuntutan tersebut berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakininya. Jika
pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani tersebut dilaksanakan dengan sempurna

7
berdasarkan akidah Islam, maka nafsiyah-nya dinamakan nafsiyah Islamiyah. Jika
pemenuhan tersebut tidak dilakukan dengan cara seperti itu, berarti nafsiyah-nya
merupakan nafsiyah yang lain.

Jika kaidah yang digunakan untuk 'aqliya dan nafsiyah seseorang jenisnya sama,
siapapun dia, maka syakhshiyah-nya merupakan syakhshiyah yang khas dan unik. Ketika
seseorang menjadikan akidah Islam sebagai asas bagi 'aqliyah dan nafsiyah-nya, maka
syakhsiyah-nya merupakan syakhshiyah Islamiyah. Namun, jika tidak demikian, berarti
syakhshiyah-nya adalah syakhshiyah yang lain.

Oleh karena itu, untuk membentuk syakhshiyah Islamiyah, tidak cukup hanya dengan
'aqliyah Islamiyah, di mana pemiliknya bisa mengeluarkan keputusan hukum tentang
benda dan perbuatan sesuai hukum-hukum syara', sehingga dia mampu menggali hukum,
mengetahui halal dan haram; dia juga memiliki kesadaran dan pemikiran yang matang,
mampu menyatakan ungkapan yang kuat dan tepat, serta mampu menganalisis berbagai
peristiwa dengan benar.

Semua itu belum cukup, kecuali setelah nafsiyah-nya juga menjadi nafsiyah
Islamiyah, sehingga bisa memenuhi tuntutan gharizah dan hajat al-'adhawiyah-nya
dengan landasan Islam. Dia akan mengerjakan shalat, puasa, zakat, haji, serta
melaksanakan yang halal dan menjauhi yang haram. Dia berada dalam posisi yang
memang disukai Allah, dan mendekatkan diri kepada-Nya, melalui apa saja yang telah
difardhukan kepadanya, serta berkeinginan kuat untuk mengerjakan berbagai nafilah,
hingga dia makin bertambah dekat dengan Allah Swt. Dia akan menyikapi berbagai
kejadian dengan sikap yang benar dan tulus, meemrintahkan yang makruf, dan mencegah
yang munkar. Juga mencintai dan membenci karena Allah, dan senantiasa bergaul dengan
sesama manusia dengan akhlak yang baik.

Demikian juga tidak cukup jika nafsiyah-nya merupakan nafsiyah Islamiyah,


sementara 'aqliyah tidak. Akibatnya, bisa jadi beribadah kepada Allah dengan kebodohan,
yang justru menyebabkan pelakunya akan tersesat dari jalan yang lurus. Misalnya
berpuasa pada hari yang diharamkan; sholat pada waktu yang dimakhruhkan, dan
bersikap lemah terhadap orang yang melakukan kemungkaran, bukan mengingkari dan

8
mencegahnya. Bisa jadi dia akan bermuamalah dan bersedekah dengan riba, dengan
anggapan bisa mendekatkan diri kepada Allah, justru pada saat di mana sebenarnya dia
telah tenggelam dalam kubangan dosanya.dengan kata lain dia telah melakukan kesalahan
tapi menyangka telah melakukan kebajikan. Akibatnya, dia memenuhi tuntutan gharizah
dan hajat al-'udhawiyah tidak sesuai dengan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya saw.

Sesungguhnya syakhshiyah Islamiyah ini tidak akan berjalan dengan lurus, kecuali
jika 'aqliyah dan nafsiyah orang tersebut adalah ('aqliyah dan nafsiyah) yang Islamiyah.

Jika 'aqliyah dan nafsiyah-nya telah terikat dengan Islam berarti dia telah menjelma
menjadi syakhshiyah Islamiyah, yang akan melapangkan jalanya menuju kebaikan di
tengah-tengah berbagai kesulitan, dan dia pun tidak pernah takut terhadap celaan orang
yang mencela, semata-mata karena Allah.

Hanya saja,tidak berarti dalam diri perilakunya tidak akan pernah ada kecacatan.
Tetapi (kalaulah ada), kecacatan tersebut tidak akan mempengaruhi syakhshiyah-nya
selama kecacatannya bukan perkara pangkal (dalam kepribadiannya), melainkan
pengecualian (kadang terjadi, kadang tidak). Alasannya, karena manusia bukanlah
malaikat. Dia bisa saja melakukan kesalahan, lalu memohon ampunan dan bertaubat. Bisa
juga dia melakukan kebenaran, lalu memuji Allah atas kebaikan, karunia, dan hadiah-
Nya.

Ketika seorang muslim meningkatkan tsaqafah (pemahaman) Islamnya untuk


meningkatkan 'aqliyah-nya, dan meningkatkan ketaatannya, untuk memperkuat nafsiyah-
nya; ketika dia berjalan menuju puncak kemuliaan, dan teguh dalam mengarungi puncak
kemuliaan, bahkan semakin tinggi, dari yang tinggi ke yang lebih tinggilagi; dalam
kondisi seperti ini, dia bisa menguasai kehidupan (dunia) dengan sesungguhnya, serta
memperoleh kebahagiaan akhirat melalui segala usahanya ke sana, dengan keyakinan
penuh. Dia akan menjadi orang yang senantiasa dekat dengan mihrab pada saat yang
sama menjadi pahlawan perang (jihad). Predikatnya yang tinggi adalah bahwa dia
merupakan hamba Allah Swt, penciptanya.

Tahapan Pembentukan Kepribadian


Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam metode pembentukan dan pengembangan
kepribadian Islam dalam diri seseorang, sebagaimana dicontohnya Rasulullah SAW.

9
Pertama, menanamkan  aqidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode yang
sesuai dengan kategori aqidah tsb, yaitu sebagai aqidah aqliyyah (aqidah yg keyakinannya
muncul melalui proses  pemikiran yg mendalam, pemikiran tentang al uqdah al kubro).
Menanamkan aqidah sebagai ide dasar (fikroh asasiyah), ide atau pemahaman yang
menjadi dasar atas setiap pola pikir dan pola sikapnya dalam menjalani semua aktivitas
kehidupan, sehingga tidak akan ada aktivitas kehidupan yang dijalani, kecuali setelah ybs
merasa semuanya sesuai dengan syariat Islam. Itu semua sebagai implementasi hidup
untuk beribadah kepada Allah Swt.  Pada tahap ini pembentukan pondasi kepribadian
sudah berhasil.

Kedua,  mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa  menegakkan bangunan cara


berpikir dan cara mengatur kecenderungannya di atas pondasi aqidah Islam yg telah
menghunjam kuat dalam hatinya. Aqidah Islamiyah ditekadkan untuk senantiasa menjadi
dasar berfikir dan memahami kehidupan. Setiap segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita
selalu dipikir sesuai dengan Islam, dan ketika memunculkan sikap, maka sikap itu pun
sesuai Islam. Pendek kata Islam menjadi tolok ukur kehidupannya.

Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk 


bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan kesempurnaan tsaqofah
Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupannya dalam rangka
melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.

Indikator Kematangan Kepribadian Islam


Adapun indikator matangnya Syakhshiyyah Islamiyyah seseorang dapat dijelaskan
sbb.:
Kepribadian Islam terbagi dalam dua komponen yakni pola pikir (aqliyyah) dan pola
sikap (nafsiyyah).
Pada komponen pola pikir, seseorang harus memahami aqidah Islam dan
menjadikannya sebagai landasan berpikir. Pola pikir memiliki dua item besar, yakni
pemikiran (afkar), pendapat (ara) dan hukum (ahkam).
Pada item pemikiran dan pendapat mencakup aspek-aspek aqidah, syariat,
problematika umat, dan dakwah. Sementara pada item hukum mencakup aspek-aspek

10
Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing
memiliki indikator, sbb. :
Pada aspek aqidah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami
dan mengimani seluruh perkara aqidah Islam.
Pada aspek syariat,  seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia memahami
pemikiran syariat Islam.
Pada aspek problematika umat, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia
memahami  problematika umat apa akar permasalahannya dan apa solusinya serta
memahami ide-ide yg bertentangan dengan Islam, sehingga ia bisa menolaknya dan
menjelaskannya pada umat.
Pada aspek dakwah,  seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia
memahami ihwal kewajiban dakwah dan thariqah dakwah Rasul SAW.
Pada aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah,
seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika memahami  hukum Islam yg
berkaitan dengan ibadah, halal dan haramnya makanan dan minuman, pakaian, akhlaq,
muamalah (aspek ekonomi, sosial, pemerintahan), dan uqubah.
Sementara pada komponen Pola Sikap, seseorang harus Menjadikan syariat Islam sebagai
tolok ukur perbuatan. Pola sikap mencakup aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman,
Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing memiliki indikator, sbb. :
Pada aspek Ibadah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu
melaksanakan ibadah dengan khusyu sesuai syariat.
Pada aspek Makanan/Minuman; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia
selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yg halal.
Pada aspek Pakaian; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu
menutup aurat dan ditambah dengan mengenakan jilbab dan khimar (kerudung) bagi
Muslimah.
Pada aspek Akhlaq; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu
menampakkan akhlakul karimah, giat menuntut ilmu dan memiliki etos berprestasi.
Pada aspek Muamalah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia selalu
bermuamalah secara Islam.
Pada aspek Dakwah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia bersedia
terlibat dalam dakwah bagi tegaknya kembali izzul Islam wa al-muslimin.

11
Seluruh indikator ini harus ada pada diri setiap Muslim secara utuh. Jika tidak, maka akan
terjadi kepribadian yg tidak utuh, bisa menjadi sekuler atau bahkan ateis sama sekali.

2.3 Pembentukan Keluarga muslim (munakahat)


A. Hakikat Keluarga dalam Islam

Keluarga adalah satuan kerabat yang mendasar terdiri dari suami, isteri dan anak-
anak. Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam
menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga degan meletakkan kaidah-kaidah
yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidak harmonisan dan kehancuran.
Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan
madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu
meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

Bila pondasi ini kuat lurus agama dan akhlak anggota maka akan kuat pula
masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Sebalik bila tercerai berai
ikatan keluarga dan kerusakan meracuni anggota-anggota maka dampak terlihat pada
masyarakat bagaimana kegoncangan melanda dan rapuh kekuatan sehingga tidak
diperoleh rasa aman. Kemudian setiap adanya keluarga ataupun sekumpulan atau
sekelompok manusia yang terdiri atas dua individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti
dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin atau seseorang yang mempunyai wewenang
mengatur dan sekaligus membawahi individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti
keberadaan atasan dan bawahan).

Demikian juga dengan sebuah keluarga, karena yang dinamakan keluarga adalah
minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya
anak atau anak-anak dan seterusnya. Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga
juga dibutuhkan adanya seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan
mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir
maupun yang sifatnya batiniyah di dalam rumah tangga tersebut supaya terbentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Di dalam Alqur’ān disebutkan bahwa
suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimipin keluarganya karena laki-laki adalah
seorang pemimpin bagi perempuan.

12
Dalam pandangan manapun, keluarga dianggap sebagai elemen sistem sosial yang
akan membentuk sebuah masyarakat. Adapun lembaga perkawinan, sebagai sarana
pembentuk keluarga adalah lembaga yang paling bertahan dan digemari seumur
kehadiran masyarakat manusia. Perbedaan pandangan hidup dan adat istiadat setempatlah
yang biasanya membedakan definisi dan fungsi sebuah keluarga dalam sebuah
masyarakat Peradaban suatu bangsa bahkan dipercaya sangat tergantung oleh struktur dan
interaksi antar keluarga di dalam masyarakat tersebut.

B. Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga dalam Islam   

Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga sejahtera


dalam Islam sebagaimana berikut:

1. Perintah Allah swt.

Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang


telah ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi
kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan
fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Alqur’ān seperti yang terdapat
dalam Hadits berikut

Rasulullah Saw bersabda sebagai berikut:

َ َ‫ فَإِنَّهُ اَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ َم ْن ا ْستَطَا َع ْال ٰبا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج‬،‫ب‬


‫ص ِر‬ َ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
ِ ‫ َم ْع َش َر ال َّشبَا‬ ‫يَا‬  :‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
)‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء (رواه البخاري‬،‫ج‬ ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
َ ْ‫َوأَح‬

Artinya:  Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi Saw. bersabda: Wahai para


pemuda, siapa saja di antara kalian sudah mampu kawin, maka kawinlah. Sebab,
perkawinan itu akan dapat lebih  memelihara pandangan dan lebih dapat menjaga
kemaluan. Dan siapa saja yang belum mampu untuk kawin, maka hendaklah ia
berpuasa. Karena sesungguhnya berpuasa itu dapat menekan hawa nafsu”. (HR.
.Bukhari)

Hadist diatas memberikan motivasi kepada para pemuda dan pemudi untuk segera
melaksanakan pernikahan jika sudah mampu secara lahir dan batinnya, dalam hadis
13
diatas, menunujukan bahwa pernikahan dikaitkan dengan kemampuan, bagi yang
belum mampu dan belum memiliki kesiapan untuk melaksanakan pernikahan maka,
. tidak termasuk golongan orang yang dianjurkan untuk menikah

.Membangun Mas’uliah (tanggung jawab) dalam diri seorang muslim .2

Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada


perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan,
perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun
mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan
tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik
dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang
memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana
.mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani

3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim

Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim.
Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah
mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim.
Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat
dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.

4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup

Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia


hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk
menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan
melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai
dengan rambu-rambu ilahi.

Ada banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa faktor yang
14
mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut para ahli. Keluarga harmonis atau
sejahtera merupakan tujuan penting. Oleh karena itu untuk menciptakan perlu
diperhatikan faktor-faktor berikut:

a. Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama
hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga
dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga, dan mencari sebab akibat
permasalahan, juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.

b. Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk


memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat
perlu untuk mengetahui anggota keluaranya, yaitu setiap perubahan dalam keluarga,
dan perubahan dalam anggota keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan
kelak dapat diantisipasi.

c. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap
diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk pengertian-
pengertian.

d. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti
semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga. Masalah akan lebih
mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebihcepat terungkap dan teratasi,
pengertian yang berkembang akibatpengetahuan tadi akan mengurangi kemelut dalam
keluarga.

e. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikap menerima,
yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia seharusnya
tetap mendapatkan tempat dalam keluarga. Sikap ini akan menghasilkan suasana
positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh suburnya potensi dan
minat dari anggota keluarga.

f. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlu


meningkatkan usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspek keluarganya
secara optimal, hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuan masing-masing,
15
tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan dan menghilangkan keadaan
bosan.

g. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan baik dari fisik orangtua
maupun anak.

C. Komponen Tujuan Keluarga dalam Islam


Keluarga merupakan komponen penting dalam proses pembentukan masyarakat
dan seterusnya negara. Tanpa institusi keluarga, kewujudan negara tidak akan
sempurna. Islam memandang keluarga sebagai sebuah institusi pencorak masyarakat
yang bakal dibina. Di dalam Islam tanggungjawab kepimpinan keluarga pada asasnya
terletak pada kaum lelaki. Walau bagaimanapun dalam memastikan kejayaan institusi
ini, kedua-dua belah pihak iaitu ibu dan bapa seharusnya memainkan peranan yang
sama penting. Sebagai suami peranan asas ialah menyediakan keperluan seperti
makanan, tempat tinggal dan pakaian. Bukan itu sahaja, sebagai seorang ayah, beliau
juga bertanggungjawab untuk memberi pendidikan akademik yang penting untuk
perkembangan dan pendidikan agama untuk kesejahteraan rohani dan fizikal. Bagi ibu
pula tanggungjawab utamanya ialah memastikan kelancaran dalam sistem rumah
tangga yang disulami perasaan kasih sayang dan hormat menghormati.

Malangnya kehidupan manusia pada hari ini semakin jauh daripada nilai-nilai
moral yang terkandung dalam Alqur’ān. Fenomena ini berbeda jika dibandingkan
dengan kehidupan para sahabat iaitu generasi pertama didikan Rasulullah. Nilai-nilai
moral yang ada hari ini agak berubah dan menyimpang. Saban hari bilangan anak-
anak Melayu yang terlibat dalam perkara-perkara yang tidak diingini semakin
meningkat. Peratusan anak Melayu yang terlibat dalam gejala negatif amat
membimbangkan kita. Ini kerana anak-anak hari ini merupakan bakal pemimpin masa
depan.

2.4 Perubahan Islami Menuju Masyarakat Madani

Masyarakat madani merupakan masyarakat yang sadar akan hak-hak warga


masyarakat dan melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara, masyarakat yang
terbuka, toleran, menghargai hak asasi manusia dan yang paling menonjol dalam ciri
16
masyarakat madani adalah baldatun toyyibatun warobbun gofur. Tuntutan perubahan
menuju masyarakat madani di Indonesia memerlukan berbagai perubahan pada semua
aspek kehidupan masyarakat, serta sangat membutuhkan individu dan masyarakat dengan
kemampuan yang tinggi.

Pendidikan sebagai sarana terbaik untuk membentuk suatu generasi, dituntut untuk
peran sertanya dalam membangun masyarakat. Oleh karena itu, konsep-konsep
pendidikan Islam memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun
masyarakat madani di Indonesia.

Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-Quran
yang dibagi menjadi 3 jenis yait masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat
seimbang (ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah). Berikut
adalah kutipan ayat yang mengatur ketiga jenis istiilah tersebut :

1. Khairah Ummah dalam QS Ali Imran 3:110, yaitu :

Artinya : "Kamu adalah umat terbaik untuk seluruh umat manusia. Kamu menyuruh kepada
yang ma'ruf, mencegah yang munkar untuk beriman kepada Allah. Apabila Ahli kitab
beriman, maka itu lebih baik bagi mereka, ada yang beriman diantara mereka, dan
kebanyakan mereka adalah fasik."

2. Ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143, yaitu :

Artinya : "Dan demikian Kami menjadikan umat Islam sebagai umat yang adil sebagai saksi
perbuatan manusia dan Rasul adalah saksi perbuatan kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat sebagai kiblat mu keculai agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan yang
ingkat. Dan sungguh memindahkan kiblat ke berat adalah orang yang mendapat petunjuk dan
Allah tidak akan menyiakan imanmu. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

3. Ummah Muqtasidah dalam QS Al-Maidah 5:66k, yaitu :

Artinya : "Dan mereka menjalankan Taurat, Injil dan Al-Quran yang diturunkan Tuhannya,
mereka mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah. Diantara mereka ada golongan
pertengaham. Dan alangkah buruk yang dikerjakan mereka."

17
Penjelasan dari masing-masing ayat di atas adalah :

Konsep khairan ummah dalam QS Ali-Imran 3:110 adalah konsep masyarakat yang ideal.
Mereka ditugasi untuk mengembangkan beberapa fungsi diantaranya menyerukan kebaikan
dan mencegah terjadinya kemungkaran. Selain itu, mereka juga tidak boleh bercerai berai dan
saling berselisih paham. Al Quran telah memberikan Cara Meningkatkan Iman dan Taqwa
serta cara berdamai untuk memecahkan masalah internal yaitu metode syurah atau
musyawarah, ishlah atau rekonsiliasi dan berdakwah dnegan cara al-hikmah wa al-mujadalah
bi allatu hiya ahsan yang berarto kebijaksanaan dan perundingan dengan cara baik.

Konsep ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143 menjelaskan bahwa masyarakat


seimbang adalah masyarakat yang berada di posisi tengah-tengah yaitu menggabungkan yang
baik dari yang bertentangan.

Konsep ummah muqtashidah dalam QS Al-Maidah 5:66 adalah masyarakat moderat


yakni entitas di kalangan ahli kitab dan posisi ummah yang minoritas. Artinya bahwa
kelompok tersebut meskipun kecil, tetap dapat melakukan kebaikan dan perbaikan dan
meminimalisir kerusakan. Hampir sama dengan ummatan wasathan bahwa keduanya
memelihara penerapan nilai-nilai utama di tengah komunitas sekitar yang menyimpang. Yang
membuat beda ummah muqtashid adalah komunitas agama Yahudi atau Nashrani, dan
ummah wasath adalah komunitas agama sendiri yakni Islam.

Pembaharuan Pendidikan Islam Pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi


berbagai masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara
mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Selama ini, upaya pembaharuan pendidikan
Islam secara mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai dari persoalan dana
sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah
terutama karena orientasi yang semakin tidak jelas [Muslih Usa, 1991:11-13].
Berdasarkan uraian ini, ada dua alasan pokok mengapa konsep pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia untuk menuju masyarakat madani sangat mendesak. [a] konsep dan
praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada
kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara
kepentingan dunia dan akhirat.

18
Maka perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan
pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani. [b]
lembagalembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu
memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan
tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia disegala bidang. Maka, untuk menghadapi
dan menuju masyarakat madani diperlukan konsep pendidikan Islam serta peran seratnya
secara mendasar dalam memberdayakan umat Islam. Suatu usaha pembaharuan
pendidikan hanya bisa terarah dengan mantap apabila didasarkan pada konsep dasar
filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap hanya dapat
dikembangkan di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia
[hakekat] kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini
baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan lingkungan
dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta.

Teori pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan
antara penerapan atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis [Anwar Jasin, 1985:8],
Sehubungan dengan itu, konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam adalah perumusan
konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang
manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut ajaran Islam. Maka, dalam
usaha pembaharuan pendidikan Islam perlu dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat
al-Qur'an dan hadits yang menyangkut dengan "fitrah" atau potensi bawaan, misi dan
tujuan hidup manusia.

Karena rumusan tersebut akan menjadi konsep dasar filsafat pendidikan Islam. Untuk
itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan Islam hanya dapat diterapkan secara baik
jikalau kondisi-kondisi lingkungan (sosial - kultural ) diperhatikan. Jadi, apabila kita
ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang harus dilakukan
adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam,
mengembangkan secara empris prinsipprinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam
konteks lingkungan [sosial – cultural] yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Jadi,
tanpa kerangka dasar filosofis dan teoritis yang kuta, maka perubahan pendidikan Islam
tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti [Rangkuman
dari Anwar Jasin, 1985: 8 –9]. Pembaharuan Pendidikan... M. Khalis 73 Konsep dasar
filsafat dan teoritis pendidikan Islam, harus ditempatkan dalam konteks supra sistem
19
masyarakat madani di mana pendidikan itu akan diterapkan. Apabila terlepas dari konteks
"masyarakat madani", maka pendidikan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan umat
Islam pada kondisi masyarakat tersebut [masyarakat madani]. Jadi, kebutuhan umat yang
amat mendesak sekarang ini adalah mewujudkan dan meningkatan kualitas manusia
Muslim menuju masyarakat madani.

Untuk itu umat Islam di Indonesia dipersiapkan dan harus dibebaskan dari
ketidaktahuannya [ignorance] akan kedudukan dan peranannya dalam kehidupan
"masyarakat madani" dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan
Islam haruslah dapat meningkatkan mutu umatnya dalam menuju "masyarakat madani".
Kalau tidak umat Islam akan ketinggalan dalam kehidupan "masyarakat madani" yaitu
masyarakat ideal yang dicita-citakan bangsa ini. Maka tantangan utama yang dihadapi
umat Islam sekarang adalah peningkatan mutu sumber insaninya dalam menempatkan diri
dan memainkan perannya dalam komunitas masyarakat madani dengan menguasai ilmu
dan teknologi yang berkembang semakin pesat.

Karena, hanya mereka yang menguasai ilmu dan teknologi modern dapat mengolah
kekayaan alam yang telah diciptakan Allah SWT untuk manusia dan diamanatkanNya
kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini untuk diolah bagi kesejahteraan umat
manusia. Maka masyarakat madani yang diprediski memiliki ciri ; Universalitas,
Supermasi, Keabadian, Pemerataan kekuatan, Kebaikan dari dan untuk bersama, Meraih
kebajikan umum, Perimbangan kebijakan umum, Piranti eksternal, Bukan berinteraksi
pada keuntungan, dan Kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. Atas
dasar konsep ini, maka konsep filsafat dan teoritis pendidikan Islam dikembangkan
sebagai prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam kontek lingkungan
masyarakat madani tersebut, sehingga pendidikan relevan dengan kondisi dan ciri sosial
kultural masyarakat tersebut.

Maka, untuk mengantisipasi perubahan menuju "masyarakat madani", pendidikan


Islam harus didisain untuk menjawab perubahan tersebut. Oleh karena itu, usulan
perubahan sebagai berikut : [a] pendidikan harus menuju pada integritas antara ilmu
agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan
ilmu bukan agama, karena, dalam pandangan seorang muslim, ilmu pengetahuan adalah
satu yaitu yang berasal dari Allah SWT, [b] pendidikan menuju tercapainya sikap dan

20
perilaku "toleransi", lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam
perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan pendapat atau
prinsipnya yang diyakini, (c) pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk
berswadaya dan mandiri dalam kehidupan, [d] pendidikan yang menumbuhkan ethos
kerja, mempunyai aspirasi pada kerja, disiplin dan jujur [Suroyo, 1991:45-48], (e)
pendidikan Islam harus didisain untuk mampu menjawab tantangan masyarakat madani.
Dalam konteks ini juga perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga
pendidikan [Anwar Jasin, 1985:15] Islam yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian
lembaga-lembaga pendidikan akhirakhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-
lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut
sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan.

Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan dengan


tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang telah dilakukan oleh
lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa yang
dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan oleh
lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang terlalu
banyak dan cukup berat dan bahkan terjadi tumpang tindih.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam mengambil secara utuh semua kurikulum [non-


agama] dari kurikulum sekolah umum, kemudian tetap mempertahankan sejumlah
program pendidikan agama, sehingga banyak bahan pelajaran yang tidak dapat dicerna
oleh peserta didik secara baik, sehingga produknya [hasilnya] serba setengah-tengah atau
tanggung baik pada ilmu-ilmu umum maupun pada ilmu-ilmu agama. Untuk itu,
lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya mulai memikirkan kembali disain
program pendidikan untuk menuju masyarakat madani, dengan memperhatikan
relevansinya dengan bentuk atau kondisi serta ciri masyarakat madani. Maka untuk
menuju "masyarakat madani", lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di
antara dua fungsi yaitu apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal
dan mampu bersaing secara kompotetif dengan lembaga pendidikan umum atau
mengkhususkan pada disain pendidiank keagamaan yang handal dan mampu bersaing
secara kompotetif, misalnya mempersiapkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid yang
berkaliber nasional dan dunia.

21
2.5 Paradigma Pembangunan Islam
Konsep pembangunan dan ekonomi menurut perspektif Islam berbeda dengan konsep
pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh pemikir barat. Dalam perspektif Islam,
pembangunan ekonomi bersifat material dan spiritual, yang mencakup pula pembangunan
sumber daya manusia (SDM), sosial, kebudayaan dan lainnya. Dalam perkataan lain
dampak pembangunan dalam Islam adalah menyeluruh sebagaimana konsepsi Islam
sebagai agama yang menyeluruh. Bukan hanya ekonomi yang bersifat material tetapi juga
pembangunan nonmaterial yang bersifat spiritual, akhlak, sosial dan kebudayaan.
Ada lima kebijakan utama pembangunan dalam Islam, yaitu: Pertama, konsep
pembangunan berlandaskan tauhid, khalifah dan tazkiyah; Kedua, aspek pembangunan
meliputi fisik dan moral spiritual; Ketiga, fokus utama pembangunan adalah manusia
sebagai subjek dan objek pembangunan guna mencapai kesejahteraan; Keempat, fungsi
dan peran Negara, dan; Kelima, skala waktu pembangunan meliputi dunia dan akhirat.
Konsep tauhid memegang peranan penting karena esensi dari segala sesuatu,
termasuk aktivitas pembangunan adalah didasarkan pada ketundukan pada aturan Allah
Swt. Pembangunan harus dilakukan dan diarahkan kepada upaya untuk melaksanakan
segala ketentuan-Nya. Adapun pelaku pembangunan adalah manusia. Manusia sebagai
hamba Allah, juga sekaligus khalifatullah fil ardh (wakil Allah di muka bumi) bertugas
untuk memakmurkan bumi. Kedua tugas ini akan berjalan baik dan sukses sangat
tergantung pada jalan yang dipilihnya. Pilihan atas jalan tersebut mempengaruhi arah dari
pembangunan. Allah telah memberikan dua potensi pada diri manusia dalam menentukan
arah kehidupan, yaitu potensi kebaikan (al-taqwa) dan potensi keburukan (al-fujur) (QS,
91: 8-10).
Adapun tazkiyah merupakan upaya untuk mentransformasikan kehidupan ke arah
yang lebih baik dan berkah. Kerangka tazkiyah didasari pada tiga prisip utama yaitu
keadilan, keseimbangan dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Swt. Konsep
tazkiyah mendorong bahwa fokus pembangunan tidak hanya diarahkan pada hal-hal yang
bersifat fisik material semata, melainkan juga dikaitkan dengan aspek moral spiritual.
Ukuran-ukuran keberhasilan pembanguna tidak hanya didasarkan pada ukuran-ukuran
material, namun juga ditentukan oleh kualitas moral pelaku pembangunan.
Kualitas SDM pelaku pembangunan pun sangat menentukan tingkat keberhasilan
pembangunan suatu Negara. Karena itu pembangunan SDM sangat diperlukan, apalagi
esensi kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang dimiliki oleh
22
bangsa tersebut. Di sinilah letak fungsi dan peran negara, di mana pemerintah sebagai
“manajer dan pelayan” pembangunan harus mampu memetakan semua potensi SDM dan
sumber daya alam (SDA) untuk dikelola dengan maksimal, guna menciptakan
kesejahteran dan kebahagian bagi masyarakat dalam rentang waktu dunia dan akhirat.
Artinya time line (skala waktu) pembangunan adalah menciptakan kesejahteran
masyarakat di dunia tanpa mengorbankan kehidupan akhirat pelaku pembangunan.
Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi dalam perspektif Islam tidak sekedar terkait
dengan peningkatan volume barang dan jasa, namun juga terkait dengan aspek moralitas
dan kualitas akhlak serta keseimbangan antara tujuan dunia dan ukhrawi. Ukuran
keberhasilan pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata dilihat dari sisi pencapaian materi
semata, namun juga ditinjau dari sisi perbaikan kualitas kehidupan beragama, sistem
jaminan sosial dan kemasyarakatan.
Jika memacu pembangunan ekonomi saja, maka akan tercerabutnya nilai-nilai
keadilan dan kesejahteraan, akan lahir pelaku pembangunan yang korup, pembisnis yang
kotor dan masyarakat yang materialistik. Semua sisi kehidupan dinilai dengan uang. Uang
menjadi alat ukur kesejahteraan.
Menurut Irfau Syauqi Beik, kekeliruan-kekeliruan premis konvensional dalam teori
pembangunan menjadi akar masalah timbulnya paradoks antara pertumbuhan dan
distribusi ekonomi. Kehadiran ekonomi Islam meminimalisasi paradoks yang diakibatkan
konvensional dengan mengubah paradigma konflik antara pertumbuhan dengan distribusi,
melalui penciptaan berbagai instrument dan mekanisme yang bisa menjamin tumbuhnya
ekonomi di satu sisi, dan terciptanya distribusi di sisi lain. Konsepsi ini tercermin dalam
kesatuan arah pembangunan Islam melalui tiga sektor yaitu produktivitas sektor ril,
keuangan syariah, dan kesejahteraan yang terefleksi pada zakat, infak, sedakah dan wakaf
(Ziswaf).
Dalam perspektif ekonomi Islam, paling tidak ada tiga faktor yang mempengaruhi
tingkat pembangunan: Pertama, investible resources (sumber daya yang dapat
diinvestasikan). Maksudnya adalah segala sumber daya yang dapat digunakan untuk
menggerakkan roda perekonomian. Sumber daya tersebut antara lain SDA, SDM dan
modal. SDA adalah anugerah dari Allah yang disiapkan untuk kepentingan manusia.
Adapun sumber daya modal adalah potensi dana yang bisa dioptimalkan, antara lain
saving rate di suatu negara. Saving rate adalah proporsi dana yang disimpan oleh
masyarakat dalam bentuk tabungan yang dapat digunakan sebagai modal untuk
23
membiayai pembangunan. Tinggal bagaimana caranya agar dana-dana tersebut bisa
disalurkan kepada sektor-sektor yang menjadi prioritas pembangunan. Hal ini sangat
tergantung dengan SDM.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sesungguhnya pengaruh peradaban Islam di Nusantara nyaris merata, mewarnai
sebagian besar wilayah, dari ujung barat hingga ke ujung timur. Aceh, yang dijuluki
sebagai ‘Serambi Makah’ hanyalah salah satunya. Sejak sebelum kadatangan penjajah
Belanda, Aceh telah menerapkan syariah Islam sebagai patokan kahidupan bermasyarakat
dan bernegara. Aceh juga banyak didatangi para ulama dari berbagai belahan dunia Islam
lainnya. Syarif Makkah mengirimkan utusannya ke Aceh seorang ulama bernama Syaikh
Abdullah Kan’an sebagai guru dan mubalig. Sekitar tahun 1582, datang dua orang ulama
besar dari negeri Arab, yakni Syaikh Abdul Khayr dan Syekh Muhammad Yamani. Selain
itu, di Aceh sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin Al-Sumatrani dan
Abdul Rauf al-Singkeli. Bahkan banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang
dekat antara Aceh dan Khilafah Turki Utsmani, sebagai pusat peradaban Islam saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

24
https://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/11/islam-dalam-menatap-masa-
depan.html#axzz6gvd74mFn

https://kuninganmass.com/anything/netizen-mass/masa-depan-islam/

https://www.kompasiana.com/icqabella/5ee75578097f3655482774f2/syakhshiyah-islamiyah

https://insantama.sch.id/membentuk-kepribadian-islam-syakhshiyyah-islamiyyah/

https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/10/hakikat-keluarga-dalam-islam.html

https://core.ac.uk/download/pdf/228447196.pdf

https://aceh.tribunnews.com/2016/11/04/pembangunan-dalam-perspektif-islam

25

Anda mungkin juga menyukai