Anda di halaman 1dari 128

SERI

AJARAN SOSIAL No.7


GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
OCTOGESIMA ADVENIENS
Panggilan untuk Bertindak

PENDAHULUAN
Octogesima Adveniens adalah sebuah surat
apostolik terbuka Paus Paulus VI kepada
Kardinal Maurice Roy, Presiden Komisi
Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian.
Surat gembala ini ditulis tahun 1971 untuk
memperingati ulang tahun ke-80 Ensiklik
Paus Leo XIII, Rerum Novarum.
GARIS-GARIS BESAR OCTOGESIMA ADVENIENS
Paus Paulus VI mengatakan, orang-perorangan kristiani
dan gereja-geraja setempat harus menanggapi situasi
ketidakadilan dengan cara mereka sendiri. Disorot pula
permasalahan sosial baru yang berhubungan dengan kaum
wanita, generasi muda dan orang miskin, yang timbul dari
urbanisasi. Sri Paus menekankan perlunya menjamin
persamaan dan hak semua orang untuk berperan serta
dalam masyarakat. Ia mendesak semua orang kristiani
merefleksikan tanda-tanda zaman, menerapkan prinsip-
prinsip Injil, dan mengambil tindakan tepat. Bahasa utama
meliputi :
A. Menanggapi kebutuhan baru dari dunia yang berubah.
B. Masalah-masalah sosial baru-khususnya yang disebabkan oleh urbanisasi.
C. Aspirasi-aspirasi mendasar dan gagasan-gagasan yang berkembang.
D. Orang-orang kristiani berhadapan dengan masalah-masalah baru.
E. Panggilan untuk bertindak.
PAUS PAULUS VI
Pengalaman delapan belas
tahun sebagai Paus membuat
Paulus VI memahami sangat
mendalam realitas dunia.
Paus Paulus VI mengadakan
kunjungan bersejarah ke
Manila, menghadiri
Pertemuan Pertama Uskup-
Uskup Asia, November 1970.
surat kepada Kardinal
Maurice Roy ini melengkapi
pesan yang disampaikan
Kardinal di PBB dalam
Pembangunan Kedua. (17
November 1970)
TEMA-TEMA KUNCI DALAM OCTOGESIMA
ADVENIENS

A. MENANGGAPI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN BARU DARI


DUNIA YANG BERUBAH
1) Karena ketidakadilan yang menyolok masih hadir dalam
perkembangan ekonomi, budaya dan politik di banyak
negara, diperlukan usaha yang lebih besar untuk keadilan
dan perdamaian. (2#)
2) Karena keanekaragaman situasi setempat, masing-masing
Gereja lokal mengemban tanggung jawab uhntuk menilai
dan bertindak dalam terang Injil dan pengajaran sosial
Gereja. (#3-4)
3) Adalah tugas Gereja untuk melayani semua orang,
membantu mereka memahami masalah-masalah serius
dewasa ini, dan meyakinkan mereka bahwa
kesetiakawanan dalam tindakan adalah mendesak. (#5)
Setiap gereja lokal
harus
bertanggungjawab
untuk membedakan
dan bertindak dalam
terang injil dan
pengajaran sosial
gereja
B. MASALAH-MASALAH SOSIAL BARU

1) Kendati daerah perkotaan mengalami pertumbuhan, banyak orang


tidak dapat memenuhi kebutuhan utama mereka, sementara
kebutuhan yang tidak utama diciptakan. (#9)
2) Orang-orang sedang mengalami kesepian baru dalam suatu dunia
yang asing.(#10)
3) Mereka yang lemah menjadi korban kondisi hidup yang tidak
manusiawi. (#11)
4) Orang kristiani harus berbagi tugas dalam menciptakan tipe-tipe baru
keramahtamahan, hubungan, dan keadilan sosial dalam dunia yang
mengalami perkembangan pesat urbanisasi.umat kristiani harus
menghadirkan pesan penghargaan di kota. (#12)
5) Kaum muda bersama aspirasi, pembaruan serta kegelisahannya
semakin merasa sulit berdialog dengan kaum dewasa. (#13)
6) Perundang-undangan perlu untuk melindungi dan mengakui hak-hak
dan kebebasan wanita untuk berperan serta dalam kehidupan sosial,
budaya, ekonomi, dan politik. (#13)
7) Setiap orang berhak atas pekerjaan dan upah yang adil. Serikat
pekerja penting untuk melindungi hak-hak mereka, kendati harus juga
bertindak secara bertanggung jawab. (#15)
8) “Kaum miskin baru” yang diciptakan urbanisasi, yaitu orang-orang
cacat, jompo, dan tersingkir, harus dilindungi dalam masyarakat yang
kompetitif. (#15)
9) Diskriminasi ras, keturunan, warna kulit, kebudayaan, jenis kelamin,
atau agama masih ada dan tidak dapat dibenarkan. (#16)
10)Emigrasi merupakan suatu hak. Perilaku nasionalistis yang sempit
harus dilewati. (#17)
11)Lapangan kerja harus segera diciptakan melalui suatu kebijakan
penanaman modal yang tepat guna, pendidikan, serta organisasi
produksi dan perdagangan. (#18)
12)Para pengelola media komunikasi sosial mempunyai tanggung jawab
moral untuk memajukan kesejahteraan umum. (#20)
13)Semua orang bertanggung jawab melindungi lingkungi. (#21)
C. ASPIRASI-ASPIRASI MENDASAR DAN GAGASAN-
GAGASAN YANG BERKEMBANG
1) Aspirasi persamaan dan aspirasi peran serta adalah dua bentuk
martabat dan kebebasan manusia. (#22)
2) Perundang-undangan penting namun tidak mencakup untuk menata
hubungan sejati keadilan dan persamaan. Pendidikan untuk melayani
sesama yang berlandaskan cinta kasih merupakan sumbangan
kristiani. (#23)
3) Hanya dengan rasa hormat yang mendalam serta pelayanan kepada
sesama, cinta kasih, penghormatan utama kepada orang miskin, dan
kesetiakawanan dapat dicapai. (#23)
4) Aspirasi persamaan dan peran serta yang diupayakan dan bukan
berasal dari ideologi, memajukan tipe masyarakat yang demokratis.
(#24)
5) Kegiatan politis harus sejalan dengan panggilan manusia secara
menyeluruh. (#25)
Hanya dengan suatu rasa hormat yang mendalam
serta pelayanan kepada sesama, cinta kasih,
penghormatan utama kepada orang miskin, dan
kesetiakawanan dapat dicapai.
Kritik terhadap Ideologi-Ideologi

6) Ideologi Marxis maupun Liberal menentang iman kristiani dan


konsep pria dan wanita. (#26)
7) Ideologi sosial, entah strategi teoritis ataupun aktif, dapat
mengasingkan umat manusia, dan bertentangan dengan iman
kristiani. (#27)
8) Ada bahaya bahwa keinginan manusia untuk melayani dapat
disirnakan oleh suatu ideologi yang berakhir dengan perbudakan
manusia pria maupun wanita, kendatipun ia menawarkan jalan-jalan
pasti menuju pembebasan.
9) Pengajaran-pengajaran ideologis senantiasa senada. Namun,
gerakan-gerakan historis, walaupun berasal dari pengajaran
ideologis itu, dapat membawa perubahan. Gerakan-gerakan historis
dapat mengandung unsur-unsur positif. (#30)
10) Ciri-ciri tertentu sosialisme menarik, tetapi orang kristiani harus
menyaring daya tariknya dalam terang iman. (#31)
11) Terdapat beberapa penafsiran tentang Marxisme, tetapi secara
historis Marxisme menimbulkan totalitarianisme dan kekerasan.
(#32-34)
12) Liberalisme mengembangkan efisiensi ekonomi tetapi merusak
kodrat manusia. (#35)
13) Orang kristiani perlu dengan hati-hati menyaring aneka ideologi
berbeda ini dalam terang iman mereka dan pengajaran Gereja.
Mereka mengatasi setiap sistem, mengikat diri mereka pada
pelayanan, dan menjawab karakter khusus dari sumbangan mereka
bagi perubahan positif masyarakat. (#36)
14) Sosialisme birokratis, kapitalisme teknokratis, dan demokrasi
otoriter tidak memecahkan persoalan besar manusia yaitu hidup
bersama dalam keadilan dan kesamaan. Mereka tidak melepaskan
materialisme, egoisme, atau kendala-kendala yang menyertainya.
(#37)
15) Di saat bersamaan, lahir kembali “utopia-utopia”. Kendati tidak
efektif, “utopia-utopia” (bersama kritiknya mengenai masyarakat
yang ada) dapat merangsang imajinasi dan tindakan demi suatu
dunia yang lebih baik. (#37)
16) Manusia telah menjadi obyek ilmu pengetahuan yang kehilangan
gambaran utuh mengenai kemanusiaan. Orang kristiani perlu
terlibat dalam dialog. (#38-40)
17) Nilai dan hasil kemajuan bermakna ganda. Pertumbuhan kualitatif
seperti mutu hubungan antar manusia dan tingkat peran serta, mutu
tanggung jawab dan pertumbuhan kesadaran moral tidak kalah
pentingnya dengan jumlah dan keanekaragaman barang yang
dihasilkan dan dikonsumsi. (#41)
D. ORANG KRISTIANI BERHADAPAN DENGAN MASALAH
BARU
1) Pengajaran sosial Katolik menegaskan pentingnya merefleksi situasi
dunia yang berubah dan menerapkan prinsip-prinsip Injil pada situasi
tersebut. (#42)
2) Bangsa-bangsa perlu meninjau kembali hubungan mereka demi karya
keadilan yang lebih besar. (#43)
3) Pemusatan sarana dan kekuatan yang berlebihan dalam perusahaan-
perusahaan swasta multi-nasional dapat mengakibatkan suatu bentuk
penguasaan ekonomi yang baru dan keji di tingkat sosial, buaya dan
politik. (#44)
4) Pembebasan dimulai dengan kebebasan dari dalam dari barang-
barang kekuasaan. Pembebasan hanya dapat ditemukan lewat cinta
dan pelayanan bagi umat manusia. (#45)
5) Muncul kebutuhan untuk berpindah dari ekonomi ke politik. Dalam
bidang sosial dan ekonomi, baik nasional maupun internasional,
keputusan terakhir tergantung pada kekuatan politis dalam
memecahkan masalah-masalah semesta. Kekuatan politis harus
mengabdi kepentingan umum. (#46)
6) Sambil mengakui otonomi realitas politik, orang-orang kristiani yang
terpanggil untuk berkarya dalam kegiatan politik haruslah berusaha
membuat keputusan yang selaras dengan Injil dan memberikan
kesaksian baik secara pribadi maupun bersama-sama mengenai
keseriusan iman mereka denga pelayanan yang efektif dan tidak
memihak. (#47)
7) Keterlibatan dalam politik ini menuntut pula keikutsertaan yang lebih
besar dalam tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. (#47)
8) Kebebasan akan menghasilkan keterlibatan dalam pembangunan
kesetiakawanan manusia. (#47)
E. PANGGILAN UNTUK BERTINDAK

1) Hirarki mengemban tugas untuk mengajar dan menafsirkan secara


otentik norma moralitas, dan semua umat awam mengemban
tanggung jawab pribadi yang berdasarkan iman dan pengharapan,
untuk meresapi tata-dunia dengan Semangan Kristiani. (#48)
2) Orang kristiani harus membuat suatu pilihan bijaksana sesuai
imannya dan menghindari bahaya keakuan kelompok dan
totalitarisme yang menindas. (#49)
3) Orang-orang kristiani mengemban tugas untuk memberikan inspirasi
dan membantu membenahi struktur agar menemukan kebutuhan
nyata dewasa ini. (#50)
4) Organisasi Kristen bertanggung jawab atas tindakan bersama demi
perubahan masyarakat. Mereka adalah saksi karya Roh Kudus. (#51)
5) Surat ini bertujuan membangkitkan “Umat Allah agar sungguh
memahami peranannya di zaman sekarang ini” dan “memajukan
kerasulan di tingkat internasional. (#52)
SERI
AJARAN SOSIAL No.8
GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
KEADILAN DI DUNIA
PENDAHULUAN
Dokumen ini merupakan hasil pertemuan para Uskup
sedunia, termasuk para Uskup Asia, yang dalam Gereja
Katolik disebut Sinode. Keadilan di Dunia adalah tema
sinode, dengan refleksi tentang “misi Umat Allah
dalam memajukan keadilan di dunia”. Sinode Umum
Kedua ini mempersembahkan dokumen tersebut
kepada Paus Paulus VI karena menganggap bahwa hal
ini “harus diketahui oleh seluruh Gereja mengingat
dampak-dampak menguntungkan yang pasti
terkandung di dalamnya.”
GARIS BESAR “KEADILAN DI DUNIA”
Dalam dokumen ini para uskup menegaskan hak setiap atas
perkembangan yang bersifat pribadi dan secara kultural peka.
Mereka mengajarkan, di samping kesadaran akan struktur-struktur
dosa dan ketidakadilan, terdapat pula kesadaran akan hak atas
perkembangan. Aksi atas nama keadilan dan transformasi dunia
merupakan “matra konstitutif pewartaan Injil”. Gereja harus
bersaksi demi keadilan lewat gaya hidupnya sendiri, kegiatan-kegiatan
pendidikan, serta aksi internasionalnya. Didahului dengan sebuah
pendahuluan singkat, dokumen ini mengetengahkan 4 bagian utama
sebagai berikut :
A. Keadilan dan Masyarakat Dunia
B. Pesan Injil dan Misi Gereja
C. Praktek Keadilan
D. Sepatah Kata Harapan
Sinode Para Uskup
Dokumen ini adalah hasil
Sinode Umum Kedua para
Uskup Sedunia, 30
September sampai dengan 6
November 1971. sinode Para
Uskup adalah suatu badan
konsultatif dan Sri Paus dapat
sewaktu-waktu
memanggilnya bila
dibutuhkan untuk
berkonsultasi mengenai
kebutuhan Gereja pada suatu
saat tertentu.
PENDAHULUAN
1. Setelah berkumpul dari seluruh dunia kami telah membaca “tanda-tanda
zaman”, mendengarkan Sabda Alla, menanyakan diri kami sendiri tentang
tugas perutusan Umat Allah untuk memajukan keadilan di dalam dunia. (#1-2)
2. Terdapat sistem-sistem dan struktur-struktur yang tidak adil yang menindas
umat manusia dan mengekang kebebasan, dan mencegah banyak orang dari
usaha mereka membangun dan bekerja sama dalam suatu dunia yang lebih
adil dan bersahabat. (#3,5)
3. Serentak pula muncul suatu kesadaran baru yang melepaskan mereka dari
suatu “kepasrahan yang mematikan”. Kesadaran ini pula mendorong mereka
untuk membebaskan diri dan tanggung jawab atas nasib mereka sendiri. (#4)
4. Panggilan Gereja adalah hadir dalam hati dunia dengan memaklumkan Kabar
Gembira kepada orang miskin, kebebasan kepada yang tertindas, dan sukacita
kepada yang berdukacita. (#5)
5. “Bertindak atas nama keadilan dan berperan serta dalam pengubahan dunia
nampak sepenuhnya bagi kami sebagai matra pokok pewartaan Injil, atau
dengan kata lain, sebagai dimensi utama perutusan Gereja bagi penebusan
umat manusia dan pembebasannya dari setiap situasi yang menindas.” (#6)
A. KEADILAN DAN MASYARAKAT DUNIA

1. Suatu paradoks dialami dunia dewasa ini :


a) Di satu pihak, adanya kesadaran yang lebih jelas akan martabat
manusiawi dan persamaan mendasar setiap orang, dengan suatu
gerakan yang kuat menuju persatuan dunia; (#7-8)
b) Di pihak lain, kekuatan-kekuatan yang memecah-belah (perlombaan
senjata, ketidak adilan ekonomi, kurangnya peran serta sosial)
semakin kuat. (#9-11)
2. Berhadapan dengan sistem-sistem penguasaan internasional,
keadilan semakin banyak bergantung pada kemauan yang kuat
untuk berkembang dan tuntutan akan hak-hak seseorang dan
pengungkapan diri. (#13-14)
3. Nilai pribadi harus ditingkatkan baik bagi pribadi manusia
seutuhnya maupun umat manusia seluruhnya. (#15)
4. Hak atas perkembangan merupakan hak manusiawi yang
mendasar dari orang-perorangandan bangsa-bangsa. (#15)
5. Apabila negara-negara dan daerah-daerah sedang berkembang
tidak mencapai pembebasan melalui perkembangan, ada bahaya
besar bahwa kondisi-kondisi kehidupan kolonialisme baru di
mana negara-negara sedang berkembang akan menjadi korban
kekuatan-kekuatan ekonomi internasional. (#16)
6. Dengan mengendalikan sendiri masa depannya melalui kemauan
yang kuat untuk maju, negara-negara sedang berkembang
menciptakan jati dirinya sendiri. (#17)
7. Perkembangan sejati terdiri atas pertumbuhan ekonomi dan
peran serta sosial-politis. (#18)
8. Modernisasi harus melayani kesejahteraan bangsa. Ia pun harus
kreatif dan memiliki kepekaan kultural. (#19)
9. Orang-orang dan bangsa-bangsa yang menderita ketidakadilan
tidak bersuara dan bersikap diam. Gereja harus siap mengemban
fungsi dan tugas baru dalam masyarakat dunia, demi
pengamalan keadilan yang lebih meluas. (#20)
10. Beberapa ketidakadilan ini meliputi diskriminasi terhadap kaum
pendatang, pekerja, dan pengungsi; penganiyayaan karena iman
dan asal-usul etnis; pelanggaran hak-hak asasi manusia;
narapidana politik yang tidak melalui proses peradilan;
antikehidupan (pengguguran yang dilegalkan, perang); ditolaknya
orang-orang berusia lanjut, yatim-piatu dan orang sakit. (#21-26)
11. Pengantaraan lewat dialog perlu untuk pencapaian persatuan
sejati. Kembali kepada nilai-nilai otentik diperlukan, khususnya
dalam mendorong peran serta generasi muda. (#27-28)
B. PESAN INJIL DAN PERUTUSAN GEREJA
1. Dalam dunia yang ditandai dengan dosa berat ketidakadilan, kami
mengakui tanggung jawab maupun ketidakmampuan kami untuk
menanggulanginya dengan kekuatan kami sendiri. Kami perlu
mendengarkan Sabda Allah dengan rendah hati sehingga kami dapat
bertindak demi keadilan di dalam dunia. (#29)
Keadilan Allah yang Menyelamatkan melalui Kristus

2. Dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan dirinya sendiri sebagai


pembebas kaum tertindas dan pembela kaum miskin, sambil menuntut
dari kita kepercayaan akan Dia serta keadilan terhadap sesamanya.
(#30)
3. Dalam Perjanjian Baru Yesus menyerahkan diri-Nya secara total kepada
Allah demi keselamatan dan pembebasan segenap manusia. Ia
menyamakan diri-Nya dengan “saudara-saudara-Nya yang paling hina”.
(#31)
4. Wafat dan Kebangkitan Kristus merupakan panggilan Allah untuk berbalik
kepada keyakinan akan Kristus dan cinta akan sesama.
5. Menurut St. Paulus, hidup kristiani adalah iman yang memercikan cinta
kasih dan pelayanan kepada sesama. Kehidupan ini mengarah kepada
pembebasan diri yang sejati serta penyerahan diri bagi kebebasan orang
lain. (#33)
6. Hubungan manusia dengan sesamanya terkait dengan hubungannya
dengan Allah dalam cinta. “Cinta sesama kristiani dan keadilan tak dapat
dipisahkan.” cinta mengandung tuntutan mutlak akan keadilan. Keadilan
mencapai kepenuhan batinnya hanya dalam cinta. (#34)
7. Tugas pewartaan Injil menuntut pengabdian diri kita bagi pembebasan
umat manusia dalam dunia ini. Amanat cinta dan keadilan kristiani hanya
akan mendapatkan kepercayaan orang-orang dewasa ini, bilamana kita
menunjukkan kedayagunaannya lewat tindakan demi keadilan dalam
dunia. (#35)
Tugas Gereja, Hirarki, dan Umat Kristiani
8. Pesan Injil memberikan kepada Gereja hak dan kewajiban untuk
memaklumkan keadilan ditingkat sosial, nasional dan internasional, dan
mencela hal-hal yang tidak adil, bilamana hak-hak asasi manusia dan
keselamatannya menuntut hal itu. Gerejapun berhak dan wajib bersaksi
tentang cinta dan keadilan dalam lembaga-lembaga gerejani dan dalam
kehidupan kita. (#36)
Orang-orang dan bangsa-bangsa yang menderita
ketidakadilan tidak bersuara dan bersikap diam.
Gereja harus siap mengemban fungsi dan tugas baru dalam
Masyarakat dunia demi pengamatan keadilan.

9. Gereja tidaklah sendirian bertanggung jawab terhadap keadilan di


dunia. Peran Gereja tidak menawarkan pemecahan yang konkret atas
masalah-masalah khusus, tetapi membela serta memajukan martabat
dan hak-hak asasi pribadi manusia. Para anggota gereja mempunyai hak
dan kewajiban yang sama untuk memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana warga lainnya. Mereka harus bertindak sebagai ragi di
dalam dunia, di dalam kehidupan keluarga, profesi, sosial, dan politis
mereka. (#36-38)
C. PRAKTEK KEADILAN
Kesaksian Gereja
1. Orang kristiani terikat untuk bersaksi Prioritas utama dari cinta
tentang Injil dengan menunjukkan adanya kasih ini adalah anti
sumber-sumber kemajuan yang lain kekerasan dan bekerja di
daripada konflik, yaitu cinta dan hak. tengah-tengah pendapat
Keunggulan cinta ini menjadi penuntun umum.
untuk bertindak tanpa kekerasan dan
berkarya di bidang pendapat umum.
(#39)
2. Siapapun yang memberanikan diri berbicara tentang keadilan haruslah
terlebih dahulu adil dalam dirinya sendiri. Karena itu, gereja sendiri perlu
meneliti caranya bertindak, harta miliknya, serta gaya hidupnya. (#40)
Di dalam gereja sendiri hak-hak haruslah dipertahankan…. Mereka yang
melayani gereja dengan karya mereka, termasuk para imam dan kaum
religius, harus menerima nafkah yang cukup serta memperoleh jaminan
sosial sebagaimana yang biasanya berlaku di daerah mereka. (#41)
Tenaga-tenaga awam harus memperoleh upah serta kenaikan jenjang karir
yang adil. Hendaknya mereka menjalankan fungsi-fungsi yang lebih penting
berkaitan dengan harta milik gereja dan harus dilibatkan dalam
administrasinya. (#41)
5. Kaum wanita harus mendapatkan bagian tanggung jawab dan peran serta
dalam kehidupan bersama masyarakat dan gereja. (#42)
Di dalam gereja pun harus diakui hak atas kebebasan untuk berbicara dan
berpikir, hak atas tata cara hukum yang memadai, dan haka atas peran
serta dalam proses pengambilan keputusan. (#44-46)
Gereja wajib hidup dan mengelola barang-barang miliknya sedemikian rupa
sehingga Injil dapat diwartakan kepada kaum miskin. Tetapi apabila Gereja
kelihatan hanya berada di antara kaum kaya dan berkuasa di dunia ini,
kredibilitasnya akan sirna. (#47)
Gaya hidup semua orang (para uskup, imam, religius, umat awam) harus
diteliti. Haruslah dipertanyakan apakah pantas Gereja menempatkan orang
dalam kemiskinan di sebuah pulau yang kaya. Pola hidup sederhana sangat
perlu di kala berjuta orang menderita kelaparan. (#48)
Pendidikan menuju Keadilan
9. Sumbangan khusus orang kristiani bagi keadilan adalah kehidupan
sehari-hari orang beriman individual. Jadi, pendidikan haruslah
mengajarkan orang menghayati hidupnya berdasarkan moralitas pribadi
dan sosial yang terungkap dalam kesaksian kristiani. (#49)
10. Pendidikan dewasa ini, bersama dengan media komunikasi,
memperkokoh individualisme dan membentuk pribadi-pribadi yang sesuai
dengan ukuran-ukuran baku duniawi. (#50)
11. Pendidikan untuk keadilan :

a) Menuntut suatu pembaruan hati dengan pengakuan akan dosa-dosa


pribadi maupun sosial;
b) Kemajuan pola hidup manusia dalam keadilan, cinta, dan
kesederhanaan;
c) Menciptakan kepekaan kritis untuk menyelami masyarakat serta
nilai-nilainya;
d) Membuat manusia sedia mengingkari nilai-nilai yang melecehkan
keadilan. (#51)
12. Di negara-negara sedang berkembang, pendidikan :
a) Berusaha membangkitkan kesadaran akan situasi nyata masyarakat;
b) Menyerukan perbaikan-perbaikan dalam masyarakat. (#51)
13. Pendidikan demikian mencegah manipulasi oleh media komunikasi dan
kekuatan-kekuatan politis. (#52)
14. Pendidikan praktis ini timbul dari aksi, partisipasi, dan kontak dengan
situasi-situasi ketidakadilan. (#53)
15. Pendidikan untuk keadilan dimulai pertama-tama dalam keluarga, dibantu
oleh gereja, sekolah, dan organisasi-organisasi lain. (#54)
16. Isi pendidikan ini meliputi penghormatan akan sesama bersama
martabatnya. (#55)
17. Prinsip-prinsip dasar Injil terdapat dalam pengajaran sosial Gereja
Katolik. (#56)
18. Tugas perutusan kita menuntut keberanian untuk mencela ketidak adilan,
dengan cinta kasih, kebijaksanaan dan kegigihan, dan dalam dialog yang
jujur dengan semua pihak. (#57)
19. Liturgi sabda, katekese, dan sakramen-sakramen dapat membantu
pendidikan keadilan. Ekaristi membentuk persekutuan dan
menempatkannya dalam pelayanan kepada sesama manusia. (#58)
Kerja Sama Antargereja Lokal
20. Kerja sama antargereja di daerah-daerah yang kaya dan yang miskin
melaui persatuan spiritual dan pembagian sumber daya manusia dan
materiil merupakan tanda solidaritas gereja. (#59)

Kerja Sama Ekumenis


21. Kerja sama ekumenis dengan semua orang yang percaya kepada Allah
dapat dijalin dalam kegiatan yang memperjuangkan martabat dan hak-
hak asasi manusia, keadilan sosial, perdamaian, dan kebebasan. (#61-
62)
Tenaga-tenaga awam harus
Aksi Internasional memperoleh upah serta
kenaikan jenjang karir yang
22. Sambil mengakui pentingnya kerja
lebih adil. Hendaknya
sama internasional untuk
mereka fungsi-fungsi yang
perkembangan sosial dan ekonomi,
lebih penting berkaitan
Gereja mendesak kita untuk
dengan harta milik gereja
mempertimbangkan saran-saran
dan harus dilibatkan di
berikut ini :
dalam administrasinya.

a) Perlunya retifikasi dan pengamalan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak


Asasi Manusia oleh semua pemerintah; (#64)
b) Mendukung upaya PBB untuk menghentikan perlombaan senjata,
perdagangan senjata, dan menyelesaikan konflik dengan cara-cara
damai; (#65)
c) Memajukan tujuan-tujuan Dasawarsa Pembangunan Kedua yang
mencakup pengalihan pendapatan dari negara-negara kaya kepada
negara-negara sedang berkembang, harga yang adil untuk bahan
baku, pembukaan pasar negara-negara kaya, pengutamaan ekspor
dari negara-negara sedang berkembang, perpajakan dengan basis
yang meliputi seluruh dunia; (#66)
d) Merubah pemusatan kekuatan yang memungkinkan peran serta
negara-negara sedang berkembang; (#67)
e) Menekankan pentingnya badan-badan khusus di PBB dalam
penegakan keadilan; (#68)
f) Pemerintah-pemerintah hendaklah meneruskan sumbangan-
sumbangan individual mereka untuk suatu dana pembangunan,
dengan tetap mengikutsertakan tanggung jawab negara-negara
sedang berkembang dalam pengambilan keputusan; (#69)
g) Negara-negara kaya perlu mengurangi sikap materialistis, konsumsi,
serta pemborosan; (#70)
h) Hak atas perkembangan dapat dipenuhi dengan tindakan :

• Rakyat tidak boleh dirintangi untuk mencapai perkembangan


sesuai kebudayaan mereka sendiri;
• Melalui kerja sama timbal balik, seluruh rakyat merupakan
arsitek-arsitek utama perkembangan sosial-ekonomi mereka
sendiri;
• Setiap warga masyarakat harus sanggup bekerja sama demi
kesejahteraan umum dengan dasar berpijak yang sama. (#71)
D. SEPATAH KATA HARAPAN

1. Umat Allah hadir di tengah-tengah orang miskin dan mereka yang


menderita penindasan dan penganiyayaan. Mereka menghayati
Sengsara Kristus dan bersaksi tentang Kebangkitan-Nya. (#73)
Harapan akan datangnya kerajaan itu sudah mulai berakar di
dalam hati manusia. Misteri Paska Tuhan akanbermakna bilamana
kita mengurangi ketidakadilan, kekerasan dan kebencian, dan
memajukan keadilan, kebebasan, persaudaraan, dan cinta. (#75)
SERI
AJARAN SOSIAL No.9
GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
EVANGELII NUNTIANDI
Pewartaan Injil dalam Dunia Modern

PENDAHULUAN
Menanggapi Sidang Umum Ketiga Sinode para Uskup (1974) yang
bertemakan “Pewartaan Injil” (Evangelisasi), Yang Mulia Paus Paulus
VI mengeluarkan Ekshortasi Apostoliknya yang berjudul Evangelii
Nuntiandi (“Pewartaan Injil dalam Dunia Modern”), 1975, sekaligus
untuk memperingati ulang tahun ke-10 penutupan Konsili Vatikan II.
GARIS-GARIS BESAR EVANGELII NUNTIANDI
Evangelii Nuntiandi meneguhkan pengajaran Konsili Vatikan II tentang
peranan aktif yang harus dilaksanakan Gereja sebagai lembaga maupun
sebagai anggota umat Allah dalam menegakkan keadilan di dunia. Nasihat
Apostolik ini menyajikan pula ajaran utama Paus Paulus VI tentang misi
pewartaan Injil Gereja. Ensiklik Evangelii Nuntiandi memiliki tiga persoalan
hangat :

a. Apa yang telah terjadi terhadap daya tersembunyi dari Kabar Gembira
yang dapat berpengaruh pada suara hati manusia?
b. Dalam bentuk apa dan dengan cara bagaimana kekuatan Injil
sungguh-sungguh mampu membawa perubahan bagi manusia
dewasa ini?
c. Metode-metode apa yang harus diikuti agar kuasa Injil dapat
membawa pengaruh?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Evangelii Nuntiandi dibagi dalam :
A. Dari Kristus Pewarta Injil kepada Gereja yang Mewartakan Injil
B. Apakah Pewartaan Injil itu?
C. Isi Pewartaan Injil
D. Metode-Metode Pewartaan Injil
E. Orang-Orang yang Mendapat Manfaat dari Pewartaan Injil
F. Pekerja-Pekerja Pewartaan Injil
G. Semangat Pewartaan Injil
PAUS PAULUS VI Ia telah mengutus aku untuk
menyampaikan kabar baik kepada
Paus Paulus VI (1963-1978)
orang-orang sengsara, dan merawat
sangat terkenal karena menuntun
orang-orang yang remuk hati, untuk
KOnsili Vatikan II sampai pada
memberitakan pembebasan kepada
pencetusan resolusi-resolusinya.
orang-orang tawanan.
Ia banyak mengunjungi ke negara-
negara Dunia Ketiga, termasuk
Asia, bahkan berpidato di PBB.
Hal ini mencerminkan suatu era
baru dalam peranan para Paus
dalam Gereja dan dunia dewasa
ini. Salah satu prestasinya yang
gemilang adalah pembentuk
Komisi Kepausan untuk
Keadilan dan Perdamaian.
TEMA-TEMA KUNCI EVANGELII NUNTIANDI
A. DARI KRISTUS PEWARTA INJIL KEPADA GEREJA YANG
MEWARTAKAN INJIL
1. Pengutusan Yesus adalah pergi dari kota ke kota sambil mewartakan kepada
orang miskin Kabar Gembira Allah. Seluruh segi dari misteri-Nya-Inkarnasi,
mukjizat-mukjizat dan pengajaran-Nya, berkumpulnya para rasul, perutusan
keduabelas rasul-Nya, Salib dan Kebangkitan-merupakan bagian dari kegiatan
penginjilan-Nya. (#6)
2. Yesus, sebagai pewarta Injil, memaklumkan Kerajaan Allah dengan kata-kata
dan tanda-tanda. (#8, 11, 12)
3. Dia memaklumkan pula penebusan yaitu pembebasan dari segala sesuatu
yang menindas umat manusia, dan pembebasan dari dosa dan Kejahatan. (#9)
4. Kerajaan dan keselamatan ini tersedia bagi setiap orang. Untuk itu, dituntut
suatu pembaruan pikiran dan hati yang mendalam. (#10)
5. Kabar Gembira dimaksudkan untuk semua orang. Mereka yang menerima
Kabar Gembira ini pada gilirannya harus menjadi pewarta Injil dengan
menyebarluaskannya. (#13)
6. “Mewartakan Injil…adalah rahmat dan panggilan yang tepat bagi Gereja.”
Gereja adalah pewarta Injil namun harus dimulai dengan mewartakan Injil
dalam tubuh Gereja sendiri. (#14, 15)
B. APAKAH PEWARTAAN INJIL ITU?
1. Evangelisasi dapat dirumuskan sebagai upaya mewartakan Kristus
kepada mereka yang belum mengenal-Nya, berkotbah, memberikan
katekese, memberikan Permandian dan Sakramen-Sakramen lainnya.
Namun, realitas penginjilan harus tidak memihak atau fragmentaris.
(#17) Unsur-unsur pewartaan Injil adalah :
a. Pembaruan - “Bagi Gereja mewartakan Injil berarti membawa Kabar
Gembira kepada segenap lapisan umat manusia, dan melaui
pengaruh Injil merubah umat manusia dari dalam dan membuatnya
menjadi baru.” (#18)
b. Perubahan – Pewartaan Injil harus mempengaruhi tolok ukur
penilaian manusia, nilai-nilai, kepentingan, pemikiran dan pola
hidupnya yang bertentangan dengan Sabda Allah dan rencana
penyelamatan. (#19)
c. Budaya – Evangelisasi kebudayaan harus selalu menjadikan pribadi
manusia sebagai titik pangkalnya dan selalu kembali kepada
hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Allah.
(#20)
d. Kesaksian dan Pewartaan – Injil harus dimaklumkan dengan
kesaksian hidup pribadi dan dengan pewartaan yang jelas dan
eksplisit tentang Yesus. Kesaksian hidup berjalan bersama dengan
sabda kehidupan. (#21, 22)
e. Komunitas Umat Beriman - Umat yang mengalami perubahan
karena evangelisasi memasuki komunitas Gereja yang merupakan
tanda hidup baru. (#23)
f. Kerasulan – Orang yang telah menerima pewartaan Injil hendaknya
pula mewartakan Injil kepada orang-orang lain. (#23)

2. Pewartaan Injil adalah suatu proses kompleks dengan banyak unsur


yang saling melengkapi dan saling memperkaya :pembaruan
kemanusiaan, kesaksian, pewartaan yang eksplisit, ketaatan batin,
masuk dalam umat, menerima tanda-tanda, dan prakarsa merasul.
Perutusan Yesus adalah
pergi dari kota ke kota
sambil mewartakan kepada
orang miskin kabar
Gembira Allah. Seluruh segi
dari misteri-Nya-Inkarnasi,
mukjizat-mukjizat dan
pengajaran-Nya,
berkumpulnya keduabelas
rasul-Nya, salib dan
kebangkitan merupakan
bagian dari kegiatan
penginjilan-Nya. (#6)
C. ISI PEWARTAAN INJIL

1. Penebusan – Pesan utama pewartaan Injil adalah bahwa “dalam Yesus


Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, yang wafat dan bangkit dari
kematian, penebusan ditawarkan kepada semua orang sebagai suatu
karunia rahmat dan belas kasih Allah.” (#27)
2. Harapan – Pewartaan Injil menyangkut pewartaan tentang kehidupan
akhirat. Pewartaan Injil mencakup pula pewartaan tentang harapan akan
janji yang dibuat Allah dalam Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus,
pewartaan tentang misteri kejahatan dan usaha mencari kebaikan secara
aktif. Pewartaan tentang pencarian aktif akan Allah dilakukan lewat doa,
Komuni, dan Sakramen-Sakramen. (#28)
3. Kehidupan Seutuhnya – Pewartaan Injil memiliki dimensi pribadi,
keluarga, dan sosial yang mencakup hak-hak dan kewajiban manusia,
kehidupan keluarga, kehidupan dalam masyarakat dan kehidupan
internasional, perdamaian, keadilan, perkembangan, dan pembebasan.
(#29)
4. Pembebasan – Gereja mempunyai kewajiban untuk mewartakan
pembebasan ini, memberikan kesaksian, dan menjamin bahwa hal ini
adalah sempurna. Semuanya ini bukanlah suatu yang asing melainkan
menyatu dengan pewartaan Injil. (#30)
5. Pemajuan Manusia – Rencana penebusan meliputi karya menentang
ketidakadilan. Dalam pewartaan Injil keadilan tak dapat diabaikan.
6. Integral dan Total – Penyelamatan dan pembebasan tidak dapat
dikurangi hanya pada kesejahteraan materiil belaka. Dimensi spiritual
dan religius tak dapat diingkari. (#32)
7. Pembebasan Injil – Pembebasan tak dapat dibatasi pada ekonomi,
politik, kehidupan sosial atau budaya. Ia harus mencakup seluruh
pribadi. (#33)

Pewartaan Injil memiliki dimensi pribadi,


keluarga dan sosial yang mencakup hak-hak
dan kewajiban manusia, kehidupan keluarga,
kehidupan dalam masyarakat dan kehidupan
internasional, perdamaian, keadilan,
perkembangan dan pembebasan. (#29)
8. Yang Berpusat pada Kerajaan Allah – Pewartaan Kerajaan Allah tak
dapat digantikan dengan pewartaan tentang bentuk-bentuk pembebasan
manusia. Sumbangan Gereja bagi pembebasan adalah tidak lengkap jika
ia mengabaikan pewartaan keselamatan dalam Yesus Kristus. (#34)
9. Pewartaan Injil dan Pembebasan – Pembebasan manusia dan
penebusan dihubungkan dalam Yesus Kristus. Pembebasan sejati harus
digerakkan oleh keadilan dan cinta kasih, dan tujuan akhirnya haruslah
penebusan dan kebahagiaan dalam Allah. (#35)
10. Pertobatan – Pertobatan pribadi diperlukan dalam membangun struktur-
struktur yang lebih manusiawi, adil, menghormati hak-hak manusia, tidak
menindas dan tidak memperbudak. (#36)
11. Tanpa Kekerasan - Kekerasan tidak selaras dengan pembebasan
sejati. Kekerasan akan membangkitkan kekerasan dan membawa
bentuk-bentuk penindasan dan perbudakan baru dan lebih berat. (#37)
12. Kebebasan Beragama adalah hak asasi manusia yang penting. (#39)
D. METODE-METODE PEWARTAAN INJIL

1. Kesaksian Hidup – Sarana pertama pewartaan Injil adalah kesaksian


hidup kristiani yang otentik, yang diberikan kepada Allah dan sesamanya
dalam suatu persekutuan yang tak dapat dibinasakan oleh apapun juga.
(#14)
2. Kotbah yang Hidup – Sarana kedua adalah berkotbah tentang Kabar
Gembira. Metode-metode komunikasi modern telah dipergunakan
dengan sukses. (#42)
3. Liturgi Sabda – Kotbah terdapat dalam Liturgi Sabda dan merupakan
kesempatan istimewa untuk mengkomunikasikan Sabda Allah. (#43)
4. Katakese – Pengajaran Katakese harus disesuaikan dengan usia,
kebudayaan, dan sikap pribadi-pribadi bersangkutan; mereka harus
senantiasa menanamkan dalam ingatan, pikiran dan hati mereka
kebenaran-kebenaran yang hakiki. (#44)
5. Media Massa – Penggunaan media massa untuk pewartaan Injil
hendaknya menjangkau sejumlah besar orang, namun dengan
kemampuan menembus hati nurani setiap individu. (#45)
6. Kontak Pribadi – Dalam jangka panjang, kontak pribadi sangat penting
bagi pewartaan Injil. (#46)
7. Sakramen-Sakramen – Pewartaan Injil harus menyentuh kehidupan
kodrati maupun adikodrati. Kehidupan adikodrati ini terungkap dalam
tujuh Sakramen. Peranan evengelisasi adalah mendidik masing-masing
individu kristiani agar menghayati Sakramen-Sakramen sebagai
Sakramen-Sakramen sejati dari kehidupan – dan bukan untuk
menerimanya secara pasif melainkan untuk menjalaninya. (#47)
8. Kesalehan yang Merakyat – Agama rakyat ini mencerminkan suatu
kehausan akan Allah yang hanya dapat dikenal oleh orang sederhana
dan miskin. Ia juga membuat orang-orang mampu bersikap murah hati
dan rela berkorban bahkan bersikap sebagai pahlawan. Orang harus
peka akan kesalehan yang merakyat, mengetahui bagaimana menyelami
dimensi-dimensinya yang terdalam serta nilai-nilainya, membantunya
mengatasi bahaya penyelewengan. Dengan demikian kesalehan yang
merakyat itu dapat menjadi suatu pertemuan sejati dengan Allah dalam
Yesus Kristus. (#48)
E. ORANG-ORANG YANG MENDAPAT MANFAAT DARI PEWARTAAN
INJIL
1. Kabar Gembira ditujukan kepada setiap orang. “Pergilah ke seluruh
dunia; beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (#49)
2. Kendala-kendala seperti penyiksaan dan perlawanan, serta cobaan-
cobaan terhadap para pewarta Injil tidak pernah dapat merintangi
pewartaan Kabar Gembira ke seluruh dunia. (#50)
3. Kepada Mereka yang Belum Mengenal-Nya – Yesus Kristus dan Injil-
Nya pertama-tama diwartakan kepada mereka yang belum mengenal-Nya.
“Pra-evengelisasi” dapat membantu pewartaan ini, misalnya, melalui karya
seni, pendekatan ilmiah, penelitian filosofis dan menggugah hati manusia.
(#51)
4. Kepada Dunia yang Tidak Lagi Kristiani – Kabar Baik Yesus harus
diwartakan juga kepada mereka yang sudah dibaptis namun hidup di luar
kehidupan kristiani, kepada orang-orang sederhana yang tentu
mempunyai iman namun tanpa pengetahuan yang sempurna, kepada
kaum intelektual yang merasa perlu mengetahui Yesus Kristus, dan juga
kepada banyak orang lain. (#52)
5. Kepada Agama-Agama Bukan Kristen – Gereja menghormati dan
menghargai agama-agama bukan Kristen karena merupakan ungkapan
hidup dari jiwa kelompok besar umat manusia. Mereka mengandung gema
usaha pencarian yang tidak pernah lengkap akan Allah selama ribuan
tahun, tetapi dilakukan dengan ketulusan yang besar dan kelurusan hati.
Namun, Gereja tidak dapat menyembunyikan dari mereka pewartaan
tentang Yesus dan kekayaan Misteri-Nya. (#53)
6. Kepada Orang-Orang yang Percaya – Iman para Pengikut Kristus perlu
diperdalam, diperkokoh, diperkaya dan didewasakan. Untuk itu, Gereja
perlu menyapa sekularisme, ateisme, dan humanisme. (#54)
7. Kepada Orang-Orang yang Tidak Percaya – Semakin meningkatnya
ketidak percayaan dalam dunia modern dengan hadirnya humanisme
ateis, sekularisme dan ateisme yang berpusat pada manusia. (#55)
8. Kepada Orang yang Tidak Mengamalkan Agamanya – Pewartaan Injil
harus menemukan sarana dan bahasa yang tepat untuk menyajikan
wahyu Allah dan iman akan Yesus Kristus kepada orang-orang kristiani
yang tidak mengamalkan agamanya.

KABAR GEMBIRA ditujukan kepada setiap orang.


“PERGILAH keseluruh dunia; beritakanlah Injil kepada
segala makhluk.”
9. Kepada Orang Banyak – Demi pewartaan Injil yang efektif, Kabar Gembira
harus menyentuh hati orang banyak, jemaat-jemaat kaum beriman yang
tindakannya dapat dan pasti menjangkau orang-orang lain. (#57)
10. Kepada Komunitas Basis Gerejani – Terdapat dua macam “komunitas
kecil”. Yang satu bekerja dengan Gereja, menuntun orang kristiani bersama
dalam jemaat-jemaat agar menjadi pendengar dan pewarta Kabar Gembira.
Kelompok lainnya mengecam Gereja dengan sikapnya yang menolak dan
mencari-cari kesalahan.
Komunitas-komunitas ini perlu :
a. Mencari santapan dalam Sabda Allah dan tidak membiarkan diri mereka
terjerat oleh polarisasi politis atau ideologi-ideologi.
b. Menghindari godaan protes yang sistematis dan sikap yang hiperkritis.
c. Tetap menyatu dengan Gereja lokal dan universal.
d. Memelihara persekutuan yang tulus dengan para pastor dan Magistarium
Gereja.
e. Menyadari bahwa mereka bukanlah satu-satunya pelaksana evangelisasi.
f. Terus menerus bertumbuh dalam kesadaran misioner, semangat misioner,
komitmen dan kerajinan.
g. Memperlihatkan diri bersikap universal dalam segala hal dan tidak pernah
bersikap sektarian (picik). (#58)
F. PARA PEKERJA UNTUK PEWARTAAN INJIL

1. Gereja – Pewartaan Injil merupakan tugas perutusan Gereja. “Seluruh


Gereja adalah misioner dan karya pewartaan Injil merupakan tugas
mendasar Umat Allah.” (#59)
2. Pewartaan Injil bukan merupakan tindakan perorangan atau terisolir,
melainkan bersifat gerejani. Artinya, setiap aksi pewartaan Injil berada
dalam kesatuan dan persekutuan dengan Gereja. (#60)
3. Gereja Universal dan Lokal – Gereja universal maupun gereja-gereja
lokal atau individual mempunyai peranan dalam pewartaan Injil. (#61,62)
4. Gereja-gereja lokal mengemban tugas untuk mewartakan Kabar Gembira
dalam bahasa dan cara yang dapat dipahami orang-orang setempat. (#63)
5. Isi iman harus tidak boleh dilemahkan atau dikurangi apabila pewartaan
Injil disesuaikan dengan situasi setempat dan kehidupan konkret
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengingat dimensi universal
gereja-gereja lokal. (#63-65)
6. Terdapat aneka tugas evangelisasi yang harus dilakukan. Dalam Injil,
Yesus mempercayakan para Murid-Nya tugas pewartaan Sabda. Ia
memilih mereka, melatih mereka, mengangkat serta mengutus mereka ke
luar sebagai saksi-saksi yang berwewenang dan guru-guru untuk
mengajarkan warta keselamatan. (#66)
7. Sri Paus – Pengganti Petrus mengemban tugas pelayanan untuk
mengajarkan kebenaran yang diwahyukan. (#67)
8. Para Uskup dan Iman adalah guru-guru iman, di samping juga sebagai
pelayan-pelayan Ekaristi dan Sakramen. (#68)
9. Kaum Religius bersaksi tentang Kristus melalui kehidupan mereka yang
suci dan menjadikannya sarana pewartaan Injil. Kaum religius lainnya
mewartakan Kabar Gembira secara langsung. (#69)
10. Kaum awam, karena berada di tengah-tengah dunia, adalah pewarta-
pewarta Injil dalam kancah politik, masyarakat, ekonomi, kebudayaan,
ilmu, kesenian, kehidupan internasional, media massa, cinta manusia,
keluarga, pendidikan, dan karya profesional. (#71)
11. Keluarga sebagai “Gereja rumah tangga” merupakan tempat di mana
Kabar Gembira pertama-tama dibagikan dan tempat dari mana Kabar
Gembira itu disebarluaskan. (#71)
12. Generasi Muda yang terlatih baik dalam iman dan doa harus semakin
menjadi rasul-rasul bagi kaum muda. (#72)
13. Berdampingan dengan para pelayan tertahbis, Gereja mengakui tempat
para pelayan yang tidak tertahbis yang dapat memberikan pelayanan
khusus bagi Gereja. Diperlukan persiapan serius untuk semua orang yang
berkarya bagi pewartaan Injil. (#73)

Pewartaan Injil bukan merupakan tindakan


perorangan atau terisolir, melainkan bersifat
gerejani. Artinya setiap aksi pewartaan Injil
berada dalam kesatuan dan persekutuan
dengan Gereja. (#60)
G. SEMANGAT PEWARTAAN INJIL

1. Pewartaan Injil tidak akan dimungkinkan tanpa karya Roh Kudus. Teknik-
teknik pewartaan Injil adalah baik, tetapi mereka tak dapat menggantikan
karya Roh Kudus yang lemah-lembut. (#75)
2. Semangat menginjil harus muncul dari kesucian hidup yang sejati, dan
kotbah harus membuat sang pengkotbah berkembang dalam kesucian,
yang diperkaya dengan doa dan cinta akan Ekaristi. (#76)
3. Dari setiap Pewarta Injil diharapkan suatu kesederhanaan hidup,
semangat doa, kasih terhadap semua orang terutama kepada mereka
yang miskin dan tersingkir, ketaatan dan kerendahan hati, sikap lepas-
bebas dan pengorbanan diri. (#76)
4. Kesatuan di antara para pewarta Injil menjadi bukti bahwa mereka diutus
Bapa. Tanda persatuan di antara semua orang kristiani merupakan pula
jalan dan alat evangelisasi. (#77)
5. Pewarta Injil akan menjadi orang yang senantiasa mencari kebenaran
yang harus ia bagikan dengan orang lain, meskipun untuk itu ia harus
menyangkal diri dan berkorban. (#78)
6. Pewarta Injil harus memiliki kasih yang semakin besar kepada mereka
yang diberi penginjilan. Situasi keagamaan dan rohani mereka yang
mendapat penginjilan haruslah dihormati. (#79)
7. Semangat rohani diperlukan untuk mengenyampingkan segala dalih yang
menghambat pewartaan Injil. (#80)
SERI
AJARAN SOSIAL No.10
GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
REDEMPTOR HOMINIS
“Rahasia Penebusan dan Martabat Manusia”

PENDAHULUAN
“Redemptor Hominis” (Rahasia Penebusan dan Martabat Manusia)
adalah ensiklik pertama yang ditulis Paus Yohanes Paulus II dalam
tahun 1979, tahun I Masa Kepausan beliau. Dalam ensiklik ini, beliau
membicarakan warisan dari para pendahuluan dan maksud beliau
untuk melanjutkan tradisi ini.
GARIS BESAR REDEMPTOR HOMINIS
Paus Yohanes Paulus II berbicara tentang Penebusan umat manusia oleh
Yesus Kristus, dampak-dampak Penebusan, dan perutusan Gereja dalam
dunia dewasa ini. Ensiklik meliputi empat bagian :
1. Warisan – warisan yang diterima Paus Yohanes Paulus II dari para
pendahulu beliau;
2. Rahasia Penebusan – artinya Penebusan bagi Manusia dan Gereja;
3. Kemanusiaan Tertebus dan Situasinya dalam Dunia Modern –
dampak-dampak Penebusan bagi manusia dan Gereja;
4. Perutusan Gereja dan Tujuan Kemanusiaan – dalam dunia dewasa ini.
YOHANES PAULUS II
Kardinal Wojtyla – Uskup Agung Krakow, Polandia, terpilih sebagai Paus dengan nama
Yohanes Paulus II.
Dalam amanatnya yang pertama mengatakan “Kami memandang tugas utama kami
untuk memajukan, dengan tindakan arif namun menyemangati, pelaksanaan cermat
akan norma-norma dan arahan-arahan dari Konsisli”. (17 Oktober 1978)
Melalui ensiklik yang pertama ini Beliau melanjutkan permenungan akan makna Gereja
dalam proses Pembaharuan.
TEMA-TEMA POKOK DALAM REDEMPTOR HOMONIS
I. WARISAN
1. Di ambang Milenium Kedua
Penebusan Kemanusiaan. Yesus Kristus, adalah pusat alam
semesta dan sejarah. Tahun 2000 akan menjadi suatu Perayaan
besar bagi Gereja dan Umat Allah. Secara istimewa kita akan
mengingat perkataan St. Yohanes :
“Sabda menjadi manusia dan bermukim di antara kita” (Yoh. 1:14),
dan “Allah demikian mencintai dunia sehingga Ia menyerahkan
Putera Tunggal-Nya dan siapapun yang percaya akan Dia tidak
akan mati tetapi memperoleh hidup kekal” (Yoh. 3:16).
2. Perkataan pertama Masa Kepausan baru
“Dengan ketaatan dalam iman akan Kristus, Tuhanku, dan dengan
kepercayaan akan Bunda Kristus dan Gereja, biarpun dalam masa
penuh kesulitan, saya terima.”
Inilah kata-kata pertama Yohanes Paulus II pada tanggal 16
Oktober 1978 sewaktu beliau menerima Kedudukan sebagai Paus
setelah pemilihan kanonik. Dengan mengikuti jejak Paus Yohanes
Paulus I mengambil nama “Yohanes Paulus”, Paus Yohanes
Paulus II mengungkapkan cintanya akan warisan istimewa yang
terpatri dalam Gereja oleh Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus
VI. Beliau secara pribadi siap mengembangkan warisan tersebut.
3. Kepercayaan dalam Roh Kebenaran dan Cinta
Dengan sepenuhnya mempercayakan dirinya pada Roh
Kebenaran, Paus memasuki warisan yang kaya dari masa-masa
kepausan yang terakhir. Yohanes XXII membuka serta
mengumpulkan Konsili Vatikan II, sedangkan Paus VI menutupnya.
Kesadaran Gereja diterangi dan disokong oleh Roh Kudus untuk
memahami semakin lebih mendalam baik misterinya yang ilahi dan
perutusannya yang manusiawi, dan malahan kelemahannya yang
manusiawi.
Kesadaran ini merupakan sumber utama cinta gereja,
sebagaimana pada gilirannya cinta membantu memberikan
kekuatan dan pemahaman mendalam.

Kritik punya batas. Kalau tidak, coraknya


tidak membangun dan tidak menyingkap
kebenaran, cinta dan syukur. Kritik
sedemikian bukanlah suatu pelayanan
tetapi agaknya suatu keinginan untuk
mengawasi pendapat orang lain.
4. Rujukan pada Ensiklik Pertama Paus Paulus VI
Kesadaran Gereja harus terbuka, sehingga semua orang mampu
menemukan dalam dirinya, “kekayaan Kristus yang tidak
terjangkau”. Keterbukaan ini bersama kesadaran akan kodrat
dan kebenarannya sendiri memberikan perutusan apostolik
pada Gereja untuk mewartakan seluruh kebenaran yang
disampaikan oleh Kristus.
Pada saat yang sama, Gereja harus melaksanakan “dialog
keselamatan” (Paulus VI, Ecclesian Suam, 1964).
Selama masa kepausan Paulus VI, tumbuh suatu kritik terhadap
Gereja, institusi dan strukturnya, kaum imam dan kegiatan-
kegiatannya. Namun, kritik mempunyai batasnya. Kalau tidak,
maka coraknya tidak membangun dan tidak menyingkap
kebenaran, cinta dan syukur.
Kritikan demikian bukanlah suatu pelayanan tetapi agaknya
suatu keinginan untuk mengawasi pendapat orang lain.
Secara internal Gereja semakin lebih kuat melawan ekses-ekses
kritik-diri, dan menjadi lebih mampu melayani perutusan
keselamatan bagi semua orang.
5. Kolegialitas dan Kerasulan
Sekarang ini Gereja lebih bersatu dalam kemitraan pelayanan dan
dalam kesadaran akan kerasulan. Kesatuan ini bersumber dari
prinsip kolegialitas. Sinode Para Uskup yang didirikan oleh Paulus
VI, adalah suatu lembaga tetap dari kolegialitas.
Konferensi Uskup nasional, internasional atau struktur-struktur
kolegial kontinental, Dewan-dewan para Imam, dan Kerasulan
Awam menyumbang bagi semangat bekerjasama dan
tanggungjawab bersama.
Semangat tersebut meluas di antara kaum awam.
• Memperkuat organisasi-organisasi yang ada bagi kerasulan awam
dan juga menciptakan yang baru.
• Kerjasam antar para pastor dan wakil-wakil, tarekat hidup-bakti,
dalam Sinode Keuskupan dan Dewan-dewan Pastoral dalam Paroki
dan Keuskupan.
6. Jalan ke Kesatuan Kristiani
Kesatuan harus diupayakan, meskipun banyak kesulitan; kalau
tidak, kita akan menjadi tidak setia pada Sabda Kristus, kita akan
gagal mencapai perjanjian-Nya.
a. Dengan orang Kristen lain
Kegiatan ekumenis yang benar berarti keterbukaan, kedekatan,
kesediaan untuk dialog, dan suatu pencarian bersama kan
kebenaran dalam artian kristiani dan injili sepenuhnya. Pada saat
yang sama harta benda kebenaran ilahi, yang Gereja akui dan
ajarkan secara tetap, tidak merosot.
a. Dengan orang berkeyakinan lain
Semuanya bertalian dengan kegiatan pendekatan dengan wakil-
wakil dari agama-agama yang bukan kristiani. Hal ini dapat
terlaksana lewat dialog, kontak-kontak, doa bersama dan
pengkajian akan khazanah spiritualitas manusiawi.
Atas perintah Kristus,
Gereja terus menerus
merayakan Ekaristi,
rekonsiliasi dan janji akan
kehidupan kekal dengan
Allah

Baiklah untuk mengerti setiap pribadi, menganalisis setiap sistem dan


mengalami apa yang benar. Hal ini tidak berarti kehilangan
kepercayaan akan iman seseorang atau memperlemah prinsip-prinsip
moralitas. Kekurangan iman dan moralitas akan menghasilkan dampak-
dampak yang buruk dalam kehidupan seluruh masyarakat.
II. RAHASIA PENEBUSAN
7. Dalam Rahasia Kristus
Gereja adalah tanda dan sarana kesatuan dengan Allah. Karena
hubungannya dengan Kristus, Gereja menjadi sakramen atau
tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah, dan kesatuan
dengan umat manusia. Gereja tidak berhenti mendengarkan
Sabda-Nya. Gereja membacanya berulang kali.
Atas perintah Kristus, Gereja terus-menerus merayakan
Ekaristi. Ekaristi adalah tanda rahmat rekonsiliasi dan janji
kehidupan kekal dengan Allah.
Penebusan adalah prinsip dasar dari kehidupan dan perutusan
Gereja.
8. Penebusan sebagai suatu Penciptaan Baru
Hubungan Allah-manusia diperbaharui dalam Kristus. Dalam Yesus
Kristus dunia kelihatan yang Allah ciptakan bagi pria dan wanita
dan hancur akibat dosa, memperoleh kembali hubungannya yang
sejati dengan Allah.
Karena penjelmaan Yesus, kodrat manusia dipulihkan ke
dalam suatu martabat yang tak terbandingka. Dengan
perantaraan Penjelmaan Putera Allah menyatukan diri-Nya dengan
setiap pria dan wanita atas salah satu cara. Dia bekerja dengan
tangan manusiawi, Dia berpikir dengan suatu pikiran manusiawi,
Dia bertindat dengan suatu kemauan manusiawi dan mencintai
dengan sebuah hati manusiawi. Lahir dari Perawan Maria, Dia
sesungguhnya menjadi seorang di antara kita, sama dengan kita
dalam segalanya, kecuali dosa.
Orang-orang tidak dapat hidup tanpa cinta.
Kehidupan akan sia-sia, jika cinta tidak dinyatakan
pada mereka, jika mereka tidak menemui cinta, jika
mereka tidak menjalaninya dan menjadikannya
miliknya, jika mereka tidak berperan secara mesra di
dalamnya.
9. Dimensi Ilahi dan Rahasia Penebusan
Hanya Yesus memenuhi cinta abadi Bapa. Hanya Dia memenuhi
kebapaan Allah dan cinta yang umat manusia tolak dengan
merusakkan perjanjian yang ditawarkan Allah. Penebusan dunia
adalah kepenuhan keadilan dalam hati Yesus, sehingga boleh
menjadi keadilan dalam hati banyak orang yang terpanggil kepada
rahmat dan cinta.
Allah dari penebusan dinyatakan sebagai Allah yang setia pada
diri-Nya dan setia pada cinta-Nya akan kemanusiaan dan dunia.
Milik-Nya adalah sebuah cinta yang tidak memalingkan diri
sebelum segala sesuatu menjadi adil dihadapan-Nya. Allah adalah
Cinta.
10. Dimensi Manusiawi dari Rahasia Penebusan
Manusia tidak dapat hidup tanpa cinta. Kehidupannya akan sia-sia,
jika cinta tidak dinyatakan pada mereka, jika mereka tidak bertemu
cinta, jika mereka tidak mengalami dan menjadikannya milik
mereka, jika mereka tidak berperan mesra di dalam cinta.
Sewaktu Kristus Penebus sepenuhnya menyingkap manusia pada
dirinya-manusia diciptakan menjadi baru!
Dalam dimensi manusiawi dari rahasia penebusan, manusia
memperoleh kembali keagungan, martabat dan nilai yang menjadi
milik kemanusiaan mereka. “Tidak ada orang Yahudi atau Yunani,
budak atau orang merdeka, pria atau wanita; semua adalah satu
dalam Yesus Kristus”.
Penebusan yang terlaksana di kayu Salib memulihkan martabat si
manusia dan mengembalikan arti bagi kehidupannya. Fungsi
Gereja adalah menunjukkan kesadaran dan pengalaman dari
seluruh kemanusiaan akan rahasia Allah.
11. Misteri Kristus sebagai Dasar Perutusan dan Kristianitas Gereja
Renungan-renungan atas satu kebenaran dalam pelbagai agama. Bapa-
Bapa Gereja melihat dalam pelbagai agama begitu banyak renungan atas
satu kebenaran, “benih-benih Sabda”. Mereka memberi kesaksian bahwa,
biarpun puluhan cara boleh berbeda, hanya satu tujuan-mencari Allah dan
kepenuhan arti kehidupan manusia.
Dalam Kristus melalui Kristus, Allah menyatakan Diri-Nya kepada umat
manusia sepenuhnya; pada saat yang sama, dalam Kristus dan melalui
Kristus, orang-orang memperoleh kesadaran penuh akan martabat
kemanusiaan, ada kepenuhan arti keberadaan mereka.
Kita semua sebagai pengikut-pengikut Kristus harus bertemu dan bersatu
sekitar Dia. Ini hanya dapat terlaksana dalam saling mengenal dan
menyingkirkan rintangan-rintangan yang menghalangi kesatuan sempurna.
Meskipun rintangan-rintangan lebih berat, kita harus melanjutkan perutusan
Kristus.
12. Perutusan Gereja dan Kebebasan Manusiawi
Semua orang kristiani harus menemukan jalan yang sudah menyatukan
mereka, malahan sebelum kesatuan penuh tercapai. Inilah kesatuan
apostolik dan misioner.
Kesatuan ini memampukan kita untuk mendekati semua kebudayaan,
semua gagasan ideologis dan semua orang yang berkehendak baik dengan
penghargaan, penghormatan dan penegasan.
Gereja menjadi penjaga kebebasan yang merupakan prasyarat dan dasar
bagi martabat benar pribadi manusia.
“Kamu akan mengenal kebenaran dan kebenaran akan membuat kamu
bebas”.
Yesus Kristus membawa kebebasanbagi manusia atas dasar kebenaran.
Dia membebaskan mereka dari apa yang menghalangi, memerosotkan dan
menghancurkan akar kebebasan, dalam jiwa, hati dan nurani manusia.
Menjadi peduli akan semua
orang, Gereja tidak harus
menjadi bingung dengan suatu
masyarakat politis ataupun
mengingatkan diri pada sistem
politik apapun.
III. MANUSIA TERTEBUS DAN SITUASINYA DALAM
DUNIA MODERN
13. Kristus mempersatukan Diri-Nya dengan setiap orang.
Gereja menginginkan bahwa setiap pribadi mampu meneruskan Kristus, agar
Kristus boleh menjalani jalan kehidupan dengan setiap pribadi.
Gereja tidak dapat bersikap acuh terhadap apa saja yang melayani kebaikan
manusia. Gereja juga tidak dapat mengingkari apa yang mengancamnya.
Menjadi peduli akan semua orang, Gereja tidak harus menjadi bingung dengan
suatu masyarakat politis maupun mengingatkan diri pada sistem politik apapun.
Gereja adalah suatu tanda dan penjaga corak transendensi pribadi manusia.
Gereja tidak berhubungan dengan khayalan tetapi dengan pribadi dengan
semua orang dalam kenyataan manusiawi masing-masing.
14. Untuk Gereja semua jalan terarah kepada manusia.
Gereja berkepedulian dengan semua orang. Pribadi adalah jalan utama dan
mendasar bagi Gereja untuk melaksanakan perutusannya; jalan yang
mengarahkan melaui misteri Penjelmaan dan Penebusan.
Setiap pribadi tanpa pengecualiaan apapun, karena tertebus oleh Kristus.
Kristus bersatu dengan setiap pribadi.
Gereja harus sadar akan :

• Peluang-peluang dari orang-orang.


• Ancaman-ancaman pada manusia dan semua
orang yang nampaknya bertentangan dengan
usaha “untuk membuat hidup manusia makin
manusiawi”, dan setiap unsur kehidupan yang
menata martabat manusia yang benar.
15. Apa yang ditakuti manusia modern.
Manusia terancam oleh apa yang mereka hasilkan-dengan karya tangannya,
intelektualnya dan kemauannya :
• Diambil begitu saja dari pribadi yang menghasilkannya.
• Berbalik melawan manusia sendiri sebagai bumerang.
• Perusakan bumi karena maksud-maksud industrial dan militer.
• Pengembangan teknologi, yang tidak dikendalikan oleh suatu
pembangunan moral dan etika yang memadai, mengakibatkan suatu
ancaman bagi lingkungan alami kemanusiaan.

Orang-orang kristiani harus mempersoalkan pertanyaan mendasar, apakah


kemajuan membuat hidup manusia di bumi “lebih manusiawi” dalam setiap
aspek hidupnya?
“…Merupakan kehendak Sang Pencipta bahwa manusia berkomunikasi
dengan alam sebagai “tuan” dan “penjaga” yang mulia dan pinter, dan bukan
sebagai “perusak” dan “penindas” yang pongah.
16. Kemajuan atau ancaman.
Suatu jaman kemajuan dan juga jaman ancaman dalam banyak bentuk bagi
manusia.
“Situasi manusia dalam dunia modern nampaknya melenceng jauh dari
tuntutan-tuntutan obyektif dari tata moral, dari tuntutan keadilan dan cinta
sosial”.
Situasi orang-orang dimana-mana tidak sama, tetapi berbeda.
Dalam masyarakat yang maju dan kaya terdapat kelebihan barang-barang
sedangkan dalam masyarakat lain orang-orang menderita kelaparan dan
banyak orang mati tiap hari karena kelaparan dan kekurangan gizi.
Penyalah-gunaan kebebasan oleh suatu kelompok mengakibatkan pembatasan
kebebasan orang-orang lain.
Begitu menjamurnya gejala bahwa mekanisme keuangan dan moneter, produksi
dan perdagangan yang disokong oleh pelbagai tekanan politis, yang
mendukung ekonomi dunia, perlu dipertanyakan.
Disatu pihak, pribadi bekrja demi keuntungan setinggi-tingginya, sedangkan di
lain pihak, pribadi membayar harga dalam kerusakan dan kerugian.
Hal ini diperbudak lagi oleh kehadiran kelas-kelas sosial istimewa dan negara-
negara kaya, yang menumpuk barang-berang secara berlebihan, dan penyalh-
gunaan kekayaan yang mengakibatkan penyakit-penyakit lain.
Prinsip solidaritas harus mengilhami penemuan mekanisme-mekanisme dan
lembaga-lembaga yang tepat, entah dalam perdagangan atau pada tingkat
pembagian kekayaan yang lebih memadai dan pengendaliannya sehingga
bangsa-bangsa yang sedang berkembang secara ekonomis mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mendasar dan mengalami kemajuan.
Transformasi struktur-struktur kehidupan ekonomi tidak mudah tanpa suatu
pertobatan benar dari pikiran, kemauan dan hati. Pada umumnya kebebasan
menjadi kabur karena naluri akan persainagan dan kekuasaan.naluri-naluri ini
harus dikendalikan dan disadari dalam suatu perspektif dari setiap individu dan
bangsa. Bangsa harus membangun, menerima dan memperdalam makna
tanggungjawab moral.
17. Hak-hak asasi manusia : “Huruf” atau “semangat”
Hak-hak asasi manusia adalah dasar perdamaian internasional dan sosial.
Perdamaian adalah penghargaan akan hak-hak bangsa yang tidak dapat
diganggu-gugat, sedangkan perang adalah pemerkosaan hak-hak ini.
Gereja sadar bahwa “huruf’ pada dirinya dapat membunuh sedangkan hanya
semangat memberi kehidupan, secara terus menerus harus bertanya apakah
Deklarasi Hak-hak asasi Manusia PBB dan penerimaan akan “huruf”nya berarti
juga dimana-mana pelaksanaan dari “semangat”nya.
Pemerkosaan hak-hak asasi manusia sejalan dengan pemerkosaan hak-hak
bangsa.
Hak-hak asasi manusia
adalah dasar perdamaian
sosial dan internasional.
Perdamaian adalah
penghargaan akan hak-hak
asasi manusia yang tidak
dapat diganggu-gugat,
sedangkan perang adalah
pemerkosaan hak-hak ini.
Kesejahteraan umum yang dilayani Negara dihantar pada perwujudan
sepenuhnya hanya bilamana semua warga negara terjamin akan hak-hak
asasinya.
Kekurangan jaminan ini menjurus kepada kemerosotan masyarakat,
perlawanan warga negara terhadap pemerintah, atau suatu situasi
penindasan, intimidasi, kekerasan dan terorisme.
Hak-hak asasi ini meliputi hak kebebasan beragama bersama hak
kebebasan bersuara hati. Pengkudungan dan pemerkosaan kebebasan
beragama bertentangan dengan martabat dan hak-hak obyektif dari manusia.
IV. PERUTUSAN GEREJA DAN TUJUAN
KEMANUSIAAN
18. Gereja peduli akan panggilan kemanusiaan dalam Kristus.
Gereja dewasa ini lapar akan Roh, yaitu keadilan, perdamaian, cinta, kebaikan,
keberanian, tanggungjawab dan martabat manusia.
Kehidupan Gereja berkisar dan berpusat pada Rahasia Penebusan, darimana
Gereja mendapatkan terang dan kekuatan yang tak terhingga nilainya untuk
perutusannya.
Bilamana kita menyadari bahwa kita mengambil-bagian dalam ketiga peran
Kristus sebagai imam,nabi,raja, maka kita menjadi lebih insaf bahwa
masyarakat dan persekutuan umat Allah harus menerima pengabdian dari
Gereja. Kita harus mengerti bagaimana kita masing-masing mampu ambil-
bagian dalam perutusan dan pengabdian ini.
19. Gereja sebagai penanggungjawab Kebenaran
Bilamana Gereja mengakui dan mengajarkan iman, dia harus berpegang teguh
pada kebenaran ilahi. Gereja harus menterjemahkannya menjadi sikap-sikap
hidup “ketaatan yang rasional”.

Tak seorangpun dapat merumuskan teologi


sebagai suatu kumpulan sederhana dari
gagasan-gagasan pribadi, tetapi setiap
orang harus menyadari kesatuan mesra
dengan perutusan pengajaran kebenaran
yang menjadi tanggungjawab Gereja.
Sebagai pengambil bagian dalam perutusan Kristus, kita bertanggungjawab
atas kebenaran. Hal ini berarti mencintai kebenaran dan memahaminya dengan
penuh kecermatan, sehingga membuat kita lebih dekat pada kekuasaan,
kesemarakan dan kedalaman yang menyelamatkan dalam kesederhanaan.
Teologi (pemahaman dan penafsiran akan Sabda Allah) senantiasa menjadi
kepentingan Gereja dan umat Allah sehingga kita mampu mengambil bagian
secara kreatif dan berhasil dalam perutusan Kristus sebagai nabi.
“Sabda yang kamu dengar bukanlah dari saya tetapi Bapa yang mengutus aku”.
Tak seorangpun dapat merumuskan teologi sebagai suatu kumpulan sederhana
dari gagasan-gagasan pribadi, tetapi setiap orang harus menyadari kesatuan
mesra dengan perutusan pengajaran akan kebenaran yang menjadi
tanggungjawab Gereja.
20. Ekaristi dan Pertobatan
Ekaristi adalah pusat dan puncak seluruh kehidupan sakramental.
Melalui Ekaristi setiap orang Kristiani menerima kekuasaan yang
menyelamatkan dari penebusan, berawal dari misteri permandian dimana kita
dikuburkan bersama Kristus untuk menjadi pengambil bagian dalam
Kebangkitan.
Kristus menghendaki pembaharuan terus-menerus akan misteri Kurban_Nya:
Kristus mempersembahkan Diri-Nya kepada Bapa di atas altar Kayu Salib.
Sebaliknya karena Kurban ini, Bapa menganugerahi Kehidupan abadi dalam
kebangkitan.
Kehidupan yang baru ini diberikan kepada semua orang yang dipersatukan
dengan Kristus. Dengan merayakan dan ambil-bagian dalam Ekaristi, kita
menyatukan diri dengan Kristus. Sebagai pengambil-bagian dalam misteri
penebusan, setiap pribadi berhak atas buah-buah rekonsiliasi Kristus dengan
Allah.
Kristus yang mengundang kita pada perjamuan Ekaristi adalah Kristus yang
sama yang memanggil kita pada pertobatan yang terus-menerus, partisipasi
dalam Ekaristi berarti penebusan yang kurang efektif.
21. Panggilan Kristiani yang mengabdi dan rajawi
Pengambilan bagian dalam perutusan rajawi Kristus, yaitu penemuan kembali
akanm martabat istimewa panggilan kita, dapat dilukiskan sebagai “kerajawian”.
Martabat ini terungkap dalam kesediaan untuk mengabdi, sejalan dengan
teladan Kristus, “datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani”.
Pengambil bagian dalam perutusan rajawi Kristus berkait erat dengan setiap
suasana moralitas Kristiani dan manusiawi.
Untuk keseluruhan persekutuan umat Allah dan untuk setiap anggota, hal ini
bukan saja suatu “keanggotaan sosial” tetapi agaknya lebih sebagai suatu
“panggilan” khusus bagi masing-masing pribadi.
Persekutuan murid-murid mengikuti Kristus, sesuai keadaannya masing-masing.
Namun, kebebasan hanya menjadi suatu pemberian istimewa bilamana kita
tahu bagaimana mempergunakan secara sadar demi kebaikan. Kristus
mengajarkan bahwa penggunaan kebebasan yang terbaik adalah cinta kasih.
22. Kepercayaan kita pada Bunda
Tujuan setiap pelayanan dalam Gereja, entah apostolik, pastoral imami atau
episkopal, adalah menjaga hubungan dinamis antara misteri penebusan dan
setiap pribadi manusia.
Maria adalah Bunda Gereja, karena memberikan hidup manusiawi pada Putera
Allah. Misteri Penebusan mengambil bentuk dalam hati Perawan dari nazareth,
sewaktu dia mengatakan “Ya” pada Allah.
SERI
AJARAN SOSIAL No.11
GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
LABOREM EXERCENS
Tentang Makna Kerja Manusia

PENDAHULUAN
Ensiklik Laborem Exercens atau “Tentang Makna Kerja Manusia”
diterbitkan Paus Yohanes Paulus II, 1981, untuk memperingati ulang
tahun ke-90 Ensiklik Leo XIII, Rerum Novarum atau “Kondisi Pekerja”.
GARIS-GARIS BESAR LABOREM EXERCENS
Dokumen ini mempunyai lima bagian rumusan yang jelas :

I. Pendahuluan yang mencatat keprihatinan-keprihatinan utama dalam


Pengajaran Sosial Gereja.
II. Kerja dan Pribadi Manusia mengangkat makna kerja yang
berkembang dalam dunia yang mengalami perubahan pesat.
III. Konflik antara Tenaga Kerja dan Modal diuji dalam Tahapan Sejarah
sekarang ini.
IV. Hak-Hak Kaum Pekerja tidak dapat dilihat terpisah melainkan berada
dalam konteks Hak-Hak asasi Manusia.
V. Unsur-Unsur Spiritualitas Kerja mencoba mengembalikan nilai yang
dikandungnya di mata Allah dan yang berakar dalam Injil.
Paus Yohanes Paulus II
Pada tahun ketiga kepausannya, Yohanes
Paulus II yang semakin sadar akan
kecenderungan global, memperbarui Ensiklik
Rerum Novarum dari Paus Leo XIII (1891).
Beliau mengemukakan bahwa di samping
perubahan-perubahan radikal dalam dunia
kerja, Pribadi Manusia tetap merupakan
pusat seluruh makna kerja.
I. PENDAHULUAN
1. Ulang Tahun Ke-90 Rerum Novarum
Paus Yohanes Paulus II mengakui kebutuhan akan suatu
penelaahan kembali kerja manusia, menyusul perkembangan
baru dalam kondisi kerja pada abad yang lalu sebagaimana
disebut di bawah ini :
a) Pengenalan otomasi dalam produksi
b) Meningkatnya harga energi dan bahan-bahan baku
c) Tumbuhnya kesadaran ekologis
d) Bangkitnya peran serta sosial-politis rakyat.
Peran gereja dalam konteks perubahan ini adalah :
• Mengundang perhatian akan martabat pekerja
• Mengutuk penindasan terhadap martabat manusia
• Memberikan tuntutan kepada orang-orang agar terjamin
kemajuan yang otentik.
2. Kerja Manusia sebagai suatu Persoalan Sosial
Gereja memandang kerja manusia sebagai pusat persoalan
sosial dan kunci dalam menciptakan kehidupan yang lebih
manusiawi. Kerja manusia mengupayakan tercapainya
persamaan dan keadilan, dan jaminan bagi kemajuan pribadi
manusia dalam dunia modern. Dalam memajukan keadilan dan
perdamaian kita harus menyadari bukan hanya dimensi “kelas”
melainkan pula dimensi “dunia”.

Gereja memandang kerja sebagai kunci segala


persoalan sosial….. karena sebagai citra Allah,
manusia mampu berpikir dan
mengaktualisasikan diri.

3. Akar Kitab Suci


Kerja yang menempati pusat persoalan sosial berakar dalam
Kitab suci, dasar pengajaran sosial gereja. Hubungan organik ini
senantiasa ada.
II. KERJA DAN PRIBADI MANUSIA
4. Kitab Kejadian
Allah menyatakan dalam Kitab Kejadian 1:28 bahwa kerja
merupakan landasan keberadaan manusia. “Beranakcuculah dan
berkembangbiaklah, dan penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.”
Melalui kerja, pribadi manusia menjadi tuan atas bumi dalam
artian luas.
5. Teknologi sebagai Obyek Kerja
Mahkluk manusia adalah subyek kerja yang sebenarnya karena
sebagai seorang pribadi, tindakan-tindakan kerja haruslah
mewujudkan kemanusiaan seseorang. Pribadi manusia tidak
dapat menjadi budak mesin.

6. Manusia sebagai Obyek Kerja


Pribadi manusia adalah subyek kerja dan oleh karenanya
berdimensi etis. Pribadi manusia itu penting, seorang pribadi
bebas yang sadar dapat memutuskan tentang dirinya.
7. Ancaman terhadap Nilai-nilai Kebenaran
Dewasa ini, kerja manusia ditinggikan dan diperlengkapi dengan
teknologi modern. Namun, teknologi yang sama juga
menghalangi kreativitas, kepuasan kerja, tanggung jawab dan
kesempatan kerja. Gereja di zaman industrial menentang segala
bentuk pemikiran materialistis dan ekonomistis yang
memperlakukan pribadi manusia lebih sebagai “barang
dagangan” daripada sebagai subyek kerja.

8. Solidaritas Pekerja
Gereja menyerukan pula solidaritas pekerja untuk mencegah
tenaga kerja manusia dari pelecehan martabatnya (mis.
pemerasan dalam pengupahan, kondisi kerja yang miskin,
kurangnya jaminan sosial). Gereja memiliki komitmen terhadap
orang “miskin”.
9. Martabat Pribadi
Seruan biblis untuk “menaklukkan bumi” dan memampukan
pribadi manusia sebagai “penguasaan” atas bumi membubuhkan
martabat pada kerja manusia. Meskipun diperlukan kerja keras
yang berat, kerja merupakan suatu usaha yang bermanfaat
karena memungkinkan seseorang mencapai pemenuhan sebagai
makhluk manusia.
10. Kerja dan Keluarga
Kerja manusia memungkinkan pula pembentukan dan
pemeliharaan kehidupan keluarga, pencapaian tujuan-tujuan
keluarga, dan penambahan warisan seluruh keluarga manusia.

Kerja merupakan suatu usaha yang


bermanfaat karena memungkinkan
seseorang mencapai pemenuhan
sebagai makhluk manusia.
III. KONFLIK ANTARA BURUH DAN MODAL
11. Dimensi-dimensi Konflik
Dalam Ensiklik Rerum Novarum, Sri Paus berbicara tentang
revolusi konflik-konflik besar, misalnya antar ‘modal dan buruh’,
‘liberalisme dan komunisme’ serta pergolakan politik yang terjadi
sekarang ini.

12. Prioritas Buruh


Prinsip-prinsip dasar yang diajarkan Gereja ‘prioritas tenaga kerja
di atas modal’ dan ‘keunggulan manusia di atas barang-barang’.
Karena modal mencakup semua sumber daya, baik yang alamiah
maupun yang dibuat manusia, setiap orang seharusnya
memilikinya dan bukan hanya sekelompok kecil kaum kaya saja.
Hal itu pun merupakan warisan umat manusia melalui karya
leluhur kita dan hendaknya tidak dieksploitir. Modal dan tenaga
kerja haruslah terkait dalam suatu cara yang produktif.
13. Ekonomisme dan Materialisme
Buruh bukan hanya faktor lain dari produksi bersama dengan
modal. Pribadi manusia berada di atas barang-barang dan modal
dan dengan demikian mendapatkan martabat yang sah dan
prioritas. Penekanan pada materialisme meremehkan tenaga
kerja manusia.
14. Kerja dan Hak Milik
Mengenal hak atas harta milik, gereja tidak mendukung konsep
Marxisme (hak milik kolektif) maupun konsep Kapitalisme (hak
milik absolut). Hak atas harta milik haruslah tunduk kepada
prinsip kesejahteraan umum dan harta milik haruslah diperoleh
lewat kerja untuk melayani tenaga kerja manusia. Gereja
mendukung bentuk pemilikan bersama antara pemilik dan tenaga
kerja, (mis, skema pembagian keuntungan).
15. Argumen “Personalis”
Pribadi manusia dan tenaga kerja seseorang masih lebih penting
daripada Modal. Artinya, menjadi orang yang berbagi dalam
tanggung jawab dan kreativitas.
IV. HAK-HAK KAUM PEKERJA

16. Umum
Pribadi Manusia diharuskan bekerja. Kerja merupakan kewajiban,
dan karena keharusan ini seorang berhak dikaitkan dengan kerja
manusia. Kerja manusia harus dilihat dalam konteks Hak-Hak
Asasi Manusia.
17. Majikan Langsung dan Tak Langsung
Hak-hak tersebut di atas tergantung pada hakekat pekerjaan.
a) Majikan Langsung – orang bekerja di bawah suatu kontrak
kerja langsung dengan syarat-syarat yang pasti.
b) Majikan Tak Langsung – orang bekerja kontrak-kontrak kerja
kolektif, prinsip-prinsip dan organisasi-organisasi yang
menentukan seluruh sistem sosio-ekonomi.
Kebijakan-kebijakan ini harus memperhatikan hak-hak obyektif
dan membentuk kebijakan tenaga kerja yang secara etis benar.
Negara harus menjamin suatu kebijakan perburuhan yang adil.
Organisasi internasional juga mempunyai tanggung jawabnya.
18. Isi Kesempatan Kerja
Semua pekerja berhak atas kesempatan kerja yang sesuai.
Pengangguran dapat menjadi suatu bencana sosial dan
pengobatan berikut ini perlu dipertimbangkan :
a) Dana pengangguran
b) Sistem perencanaan menyeluruh di tingkat nasional
c) Kerja sama internasional untuk mengurangi
ketidakseimbangan dalam standar hidup.
Pemerintah hendaknya menjalankan perencanaan yang rasional,
organisasi tenaga kerja manusia yang baik, dan pemanfaatan
sepenuhnya sumber-sumber daya untuk membantu pencegahan
pengangguran.
19. Upah dan Keuntungan Sosial
Semua pekerja berhak atas balas karya yang adil. Balas karya
yang adil adalah isu kunci etika sosial karena merupakan sarana
praktis bagi orang-orang untuk mendapatkan akses terhadap
barang-barang yang dimaksudkan untuk pemakaian bersama.
Berkaitan dengan pengupahan, gereja menghimbau :
a) Upah yang cukup untuk menghidupi keluarga
b) Tunjangan bagi para ibu untuk memelihara keluarga
c) Evaluasi kembali peranan ibu untuk menjamin cinta sejati
mereka kepada anak-anak dan kesempatan yang memadai
bagi kaum wanita.
Para pekerja juga berhak atas keuntungan sosial seperti
pelayanan kesehatan, hak untuk beristirahat, hak atas hari tua
dan asuransi kecelakaan, dan hak atas lingkungan kerja yang
sehat dan aman.
20. Pentingnya Serikat Pekerja
Hak untuk berserikat merupakan unsur penting bagi keamanan
pekerja. Kebutuhan ini berasal dari perjuanagan para pekerja
untuk mencapai keadilan sosial, para pekerja yang membutuhkan
juru bicara untuk menyuarakan perjuangan haka-hakm mereka
sebagai pekerja. Hal ini bukanlah suatu “perjuangan melawan”
orang lain. Serikat membangun tatanan sosial dan solidaritas
pekerja. Keguatan serikat dapat bercorak “politis”, dalam arti
sebagai “keprihatinan yang bijaksana akan kesejahteraan umum”
dan bukan untuk “bermain politik” sebagaimana umumnya
dimengerti.
Hak untuk mogok adalah sah tetapi tidak boleh disalahgunakan
untuk tujuan-tujuan politis atau “egoisme kelas” dan harus tidak
menyimpang dari peranannya yang khusus.

Dalam memanggul pekerjaan yang berat


bersama Kristus, manusia bekerjasama
dengan Putera Allah untuk menebus manusia.
21. Kelompok Khusus Pekerja Tani
Pertanian yang menyediakan bagi masyarakat barang-barang
yang dibutuhkannya untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari,
mengandung arti mendasar yang sangat penting. Situasi-situasi
yang tidak adil banyak melanda negara-negara sedang
berkembang dan kita perlu peka akan hal ini.
22. Kerja dan Orang Cacat
Orang cacat adalah subyek manusia utuh dengan hak-hak
bawaannya sejak lahir, suci dan tidak boleh dilanggar, kendati
mengalami keterbatasan-keterbatasan. Mereka berhak atas
pekerjaan. Semua orang harus memperhitungkan situasi mereka
dan menawarkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
mereka.
23. Kerja dan Emigrasi
Orang berhak meninggalkan tanah airnya untuk mencari
pekerjaan yang lebih baik di negeri lain. Mereka hendaknya tidak
ditempatkan pada kedudukan yang merugikan dibandingkan
dengan pekerja-pekerja lain dalam masyarakat yang khusus.
V. SPIRITUALITAS KERJA

24. Tugas Gereja


Karena kerja melibatkan seluruh pribadi, badan maupun jiwa,
gereja melihat pula aspek rohani yang terkandung di dalamnya.
Semua kegiatan manusisa harus disesuaikan dengan kehendak
Allah dan kerja manusia ikut serta dalam dan meneladani
kegiatan Allah serta memberi martabat.

25. Kerja sebagai Keikutsertaan dalam


Kegiatan Pencipta
Melalui kerja pribadi manusia ikut serta dalam kegiatan kreatif
Allah. Dalam arti tertentu, Kitab Kejadian adalah “Injil Kerja” yang
pertama. Dasar spiritualitas kerja adalah pengakuan bahwa kerja
merupakan sarana perwujudan dalam sejarah perencanaan ilahi.
Kita dipanggil melalui kerja untuk membangun dunia ciptaan
Allah. Inilah yang menggerakkan kita untuk berkarya demi
keadilan, cinta kasih, dan perdamaian.
26. Kristus, Manusia Karya
Yesus seorang manusia pekerja dan dalam Injil, kehidupan
Kristus menyatu dengan dunia kerja. Yesus setuju dengan aneka
bentuk kerja manusia yang mencerminkan kesamaan pribadi
manusia dengan Allah. Kitab Suci menjadi landasan
pengembangan suatu spiritualitas kerja baru.
27. Salib dan Kebangkitan Kristus
Kerja dipandang gereja terkait dengan Salib dan Kebangkitan.
Dengan melakukan kerja keras, pribadi manusia dipersatukan
dengan Kristus dalam penderitaan.
Kerja adalah vital, bukan hanya untuk kemajuan duniawi, tetapi
juga untuk pengembangan Kerajaan Allah dan dunia.
SERI
AJARAN SOSIAL No.12
GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID
OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE
DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI
SOLLICITUDO REI SOCIALIS
Keprihatinan Sosial Gereja

PENDAHULUAN
Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan dokumen “Keprihatinan Sosial
Gereja” ini tahun 1987 dalam rangka memperingati ulang tahun ke-20
ensiklik “Perkembangan Bangsa-Bangsa” (1967) dari Paus Paulus VI.
Dalam ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II merefleksikan keadaan buruk
ekonomi global tahun 1980-an dan dampaknya yang merugikan jutaan
orang, baik di negara sedang berkembang, sambil menyebut kendala
perkembangan sebagai “struktur-struktur dosa” dari mana semua orang
dipanggil kepada pertobatan dan kesetiakawanan demi menjadikan
kehidupan bangsa-bangsa lebih manusiawi.
GARIS-GARIS BESAR SOLLICIDO REI SOCIALIS
1. OEBYEK “Keprihatinan Sosial Gereja” adalah panggilan yang konsisten
demi perkembangan sejati manusia dan masyarakat yang menghormati
serta memajukan seluruh dimensi pribadi manusia.
2. Keaslian “Populorum Progressio” menerapkan pengajaran Konsili
Vatikan II pada permasalahan khusus perkembangan yakni ciri khas etis
dan budaya masalah-masalah ini, dimensi global “persoalan sosial” dan
batasan tentang konsep baru perkembangan.
3. Penelitian Dunia semasa merupakan tinjauan mengenai beberapa ciri
khas dunia dewasa ini agar pengajaran yang terkandung dalam Populorum
Progressio dapat dikembangkan.
4. Perkembangan Sejati Manusia bukan hanya terbatas pada perkembangan
ekonomis tetapi harus diukur dan diarahkan sesuai kenyataan dan
panggilan pribadi manusia dalam keutuhannya.
5. Penelaahan Teologis mengenai Masalah-Masalah Modern – Hasil
perkembangan yang sangat kecil dan negatif lebih disebabkan oleh hakekat
moral daripada hakekat politis dari kendala-kendala perkembangan. Itulah
“dosa pribadi” yang berakar dalam individu-individu dan terungkap dalam
tindakan konkretnya yang memperkenalkan dan mengkonsolidasikan
“struktur-struktur dosa” dan menjadikannya sulit untuk disingkirkan.
6. Pedoman Khusus – Gereja bukan menawarkan “teknik-teknik khusus”
melainkan “prinsip-prinsip refleksi, tolok ukur penilaian, dan tuntutan untuk
bertindak”.
7. Kesimpulan – Gereja dengan kokoh menegaskan kemungkinan mengatasi
kendala-kendala perkembangan karena kepercayaan akan kebaikan
manusia dan himbauan kepada setiap orang agar meyakini “tanggung
jawab dalam menerapkan kesetiakawanan serta cinta yang mengutamakan
orang miskin”.

Paus Yohanes Paulus II


Dokumen ini selain memperingati Populorum
Progressio terkait secara khusus dengan isu-isu
yang diangkat dalam Dokumen Kardinal Ratzinger
yaitu “Aspek-aspek tertentu Teologi Pembebasan”.
TEMA-TEMA KUNCI SOLLICITUDO REI SOCIALIS

I. PENDAHULUAN
1. Ajaran Sosial Gereja berusaha menuntun umat dalam membaca
peristiwa manusia dan menanggapinya dalam terang iman dan dukungan
ilmu pengetahuan.
2. Populorum Progresio yang mencakup sebagian besar pengajaran sosial
Gereja, mengangkat banyak jawaban dari gereja dan dunia sipil, dan
Paus Yohanes Paulus II memperingati ulang tahunnya yang ke-20.
3. Paus Yohanes Paulus II meneguhkan kembali “nilai abadi” Pengajaran
sosial Gereja, misalnya “kesinambungan” ajaran sosial dan “pembaruan”-
nya yang terus menerus.
4. Sollicitudo Rei Socialis adalah suatu telaah teologis mengenai dunia
dewasa ini dan menekankan pentingnya suatu konsep perkembangan
yang lebih utuh.
II. KEASLIAN POPULORUM PROGRESSIO

5. Sollicitudo Rei Socialis bertujuan menemukan pengajaran Populorum


Progressio.
6. Ensiklik Populorum Progressio adalah suatu bentuk tanggapan atas
Gaudium et Spes. Ia menguji situasi keterbelakangan di dunia.
7. Isi dan tema menekankan “kesadaran akan kewajiban Gereja” sebagai
“ahli kemanusiaan”.
8. Ensiklik ini bercorak asli karena :
a. Menerapkan Sabda Allah pada perkembangan bangsa-bangsa
dalam tatanan sosial dan ekonominya, sebagai bagian dari
wewenang khusus Gereja.
b. Membuat suatu penilaian moral terhadap luasnya jangkauan serta
dimensi manusiawi dari persoalan sosial.
c. Menyajikan konsep perkembangan yang berlandaskan keadilan
sejati demi membangun perdamaian yang nyata : “Perkembangan
adalah nama baru untuk perdamaian”.
Kemiskinan dan
keterbelakangan ini,
dengan perkataan lain
adalah “kedukaan dan
kecemasan” dewasa
ini “terutama yang
miskin.”

9. Pengajaran mendasar dari Populorum Progressio perlu ditelaah dalam


konteks sosial dewasa ini.

10. Gereja merasakan kebutuhan akan pendalaman pemahaman atas


permasalahan perkembangan agar dapat “menjiwai” usaha-usaha demi
perkembangan.
III. PENELITIAN DUNIA SEMASA

A. Tanda-Tanda Negatif
11. Kendati dilakukan banyak usaha besar di bidang keagamaan,
kemanusiaan, ekonomi, dan teknik, banyak pribadi manusia masih
dilanda kemiskinan dan kehilangan harapan.
12. Kesenjangan di antara “Dunia Utara yang maju” dan Dunia Selatan yang
sedang berkembang” bukan hanya terjadi di bidang sosial-ekonomi,
melainkan pula dalam kebudayaan dan sistem nilai.
13. Kemiskinan lebih daripada hanya sekedar kekurangan benda-benda
materiil. Kemiskinan adalah penyangkalan dan pembatasan hak-hak
asasi manusia. Buta huruf, pemerasan, penindasan dan diskriminasi
menjadi “momok” yang memiskinkan pribadi manusia.
14. Kemiskinan adalah juga manipulasi “mekanisme ekonomi, keuangan dan
sosial” oleh para pemimpin dan bangsa-bangsa demi kepentingan
mereka sendiri.
15. Di belakang keterpecahan dunia secara jelas menjadi dunia Pertama,
Kedua, Ketiga, dan Keempat terdapat keterkaitan yang mendalam.
Bilamana aspek moral hubungan ini disangkal maka akibat-akibat yang
menghancurkan akan terjadi, dan yang pertama adalah krisis perumahan.
Perkembangan sejati tidak mungkin tercapai kalau tenpa keikutsertaan
segenap masyarakat dunia dalam proses perkembangan.
16. Pengangguran dan pengangguran terselubung menjadi sebab pelecehan
dan hilangnya harga diri, maka dibutuhkan penghargaan kembali kerja
manusia secara terus menerus.
17. Hutang luar negeri adalah rintangan besar pembangunan di negara-
negara miskin—khususnya dalam berbagai masalah keterbelakangan
yang menjengkelkan. Dalam hal ini Gereja mengajak semua orang untuk
merefleksikan hakekat etis dari kesalingtergantungan dan tuntutan serta
kondisi untuk bekerja sama demi perkembangan.
18. Konflik Timur-Barat: Kolektivisme Marxis di Timur dan kapitalisme liberal
di Barat adalah dua ideologi bertentangan yang melahirkan dua blok
kekuatan yang saling mencurigai dan menakuti dan menjadi kendala-
kendala langsung perkembangan.
19. Kesenjangan yang melebar antara Utara dan selatan dengan bentuk baru
kolonialisme seperti manipulasi konflik-konflik lokal, bantuan internasional
dan penanaman modal asing merupakan rintangan perkembangan.
20. Keterhambatan atau stagnasi di Selatan beserta kerugian akibat
pandangan menyimpang tentang kehidupan dan sikap acuh tak acuh
terhadap prioritas, problem, dan kebudayaan.
21. Penghianatan terhadap harapan sah umat manusia beserta penolakan
untuk bekerja sama demi meniadakan kesengsaraan manusia dan
penghindaran (para pemimpin) dari kewajiban moral untuk memajukan
kesetiakawanan dan kesejahteraan umum.
22. Dengan perdaganagan senjata dan terorisme, “kehidupan yang lebih
manusiawi” bukannya dikembangkan, tetapi semakin dihancurkan. Ajaran
Sosial Gereja kritis menghadapi kedua ideologi itu.
23. Pertumbuhan jumlah penduduk tidak berarti berlawanan dengan
pembangunan terencana. Gereja memandang kontrol kependudukan
yang tidak mengindahkan kaidah moral sebagai suatu “bentuk baru
penindasan”.
B. Tanda-Tanda Positif

24. Kesadaran lebih mendalam di antara sejumlah besar orang akan


martabat setiap manusia dan kepedulian yang hidup akan hak-hak asasi
manusia.
• Kesadaran akan “tujuan bersama” umat manusia dan kebutuhan
yang berkembang akan kesetiakawanan.
• Kepedulian ekologis: kesadaran akan keterbatasan sumber daya
yang tersedia dan kebutuhan untuk menghormati akan integritas
alam.
• Komitmen demi perdamaian dan mutu kehidupan.
• Terpadunya usaha-usaha di antara organisasi-organisasi
internasional dan regional demi perdamaian dan perkembangan.
• Usaha-usaha sejumlah negara Dunia Ketiga untuk hidup
bermartabat.
• Sri Paus mengakui, nilai-nilai positif ini merupakan saksi suatu
tatanan moral baru.
Salah satu ketidakadilan
terbesar dalam dunia
dewasa ini tepatnya adalah
bahwa orang yang
memiliki banyak relatif
sedikit dan mereka yang
hampir tidak memiliki apa-
apa jumlahnya banyak.
IV. PERKEMBANGAN SEJATI MANUSIA

25. Perkembangan bukanlah suatu proses yang mulus. Konsep


perkembangan perlu pengkajian kembali.
26. Tanpa tuntutan pemahaman moral dan keterarahan kepada
kesejahteraan umum, perkembangan ekonomik dapat menjadi sumber
penindasan – idaman orang lebih pada “memiliki” daripada “menjadi” –
dengan segelintir orang memiliki banyak dan sebagian besar orang
memiliki sedikit, bahkan tidak sama sekali.
27. “Perkembangan seutuhnya” adalah “lebih manusiawi” – mampu
membawa manusia kepada hubungan yang benar dengan Allah dan
makhluk ciptaan lain.
• Perkembangan yang benar diukur dan terarah pada
kenyataan dan tujuan yang benar pribadi manusia. Dimensi
ekonomis diperlukan, namun tidak dibatasi olehnya.
28. Komitmen kepada “perkembangan manusia seutuhnya dan
perkembangan segenap manusia” merupakan kewajiban mendesak
setiap orang.
29. Iman kristiani menjamin tercapainya kemajuan sejati. Dan Gereja harus
memperhatikan masalah perkembangan karena Gereja merupakan
“tanda” dan “alat” persatuan segenap umat manusia.
30. Individu dan bangsa-bangsa mempunyai hak atas perkembangan
seutuhnya diri mereka sendiri. Gereja bekerja sama dalam upaya-upaya
demi perkembangan dan mengundang anggota-anggota dari agama dan
bangsa lain untuk berbuat serupa.
Kerjasama dalam
perkembangan dari seluruh
pribadi manusia dan setiap
orang merupakan suatu
kewajiban dari semua terhadap
semua dan harus terbagi
dengan “dunia-dunia” yang
berbeda.

31. “Perkembangan sejati” harus dicapai di dalam bangsa-bangsa dan di


antara bangsa-bangsa dalam kerangka kesetiakawanan dan kebebasan.
32. Perkembangan harus menghormati “mahkluk-mhkluk yang membentuk
dunia alam, seperti alam, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
V. PENELAAHAN TEOLOGIS MASALAH-MASALAH MODERN

33. Perkembangan bersama kendala-kendalanya merupakan isu moral.


Karena itu diperlukan suatu analisis religius untuk menelusuri sebab-
musabab yang melampaui bidang ekonomi dan politik sampai kepada
“akar kejahatan” dalam individu.
34. Struktur dosa berakar pada dosa pribadi dan mempengaruhi perilaku dan
mengganggu proses perkembangan.
35. Dua contoh dosa pribadi adalah keinginan akan keuntungan dan
kehausan akan kekuasaan. Perkembangan demi suatu “kehidupan yang
lebih manusiawi” menuntut perubahan sikap, perilaku, dan pola hidup.
36. Bilamana “interdependensi” di bidang ekonomi, budaya, politik, dan
keagamaan diakui sebagai isu moral maka jawabannya adalah
“solidaritas”, yaitu “suatu ketetapan hati yang kokoh dan berkanjang
untuk membaktikan diri bagi kesejahteraan umum”.
37. Tanda-tanda solidaritas :
• Berbagi barang-barang dan pelayanan umum.
• Menghormati kepentingan orang lain.
• Saling membantu dalam pengupayaan secara damai hak-hak
asasi manusia.
• Memajukan persamaan internasional karena barang-barang
tercipta dan hasil karya manusia diperuntukkan bagi setiap orang.
• Mengakui “yang lain” (pribadi atau bengsa) sebagai saudara,
penolong dan pengambil bagian dalam perjamuan Allah.
• Perdamaian yang dicapai melalui pengalaman keadilan sosial dan
internasional, persatuan, dan kerelaan berbagi.
• Hanya pengalaman solidaritas “manusiawi dan kristiani” yang
menghasilkan penyerahan total, pengampunan dan kerukunan
menurut teladan Kristus dapat menanggulangi struktur-struktur
dosa dan kejahatan, sambil mencurahkan seluruh tenaga untuk
perkembangan dan perdamaian.
38. Gereja mempunyai banyak saksi untuk alasan ini.
VI. BEBERAPA PEDOMAN KHUSUS

39. Gereja tidak mempunyai “pemecahan-pemecahan teknis” untuk


ditawarkan tetapi sebagai “ahli kemanusiaan” ia memperluas misi
keagamaannya ke segala bidang yang menyentuh kebahagiaan dan
martabat pribadi manusia. Melaui Ajaran Sosialnya, Gereja menyediakan
“prinsip-prinsip refleksi, tolok ukur penilaian, dan penuntun bertindak”.
40. Tema-tema khusus dan pedoman (yang berkaitan dengan Gereja
dewasa ini):
a. Pilihan atau cinta yang mengutamakan kaum miskin adalah
suatu kesaksian mengenai cinta kasih kristiani yang juga
menuntut suatu pola hidup yang konsisten.
b. Barang-barang di dunia ini sejak mulanya diperuntukkan bagi
semua orang dan hak atas milik pribadi, kendati sah dan perlu,
tidak meniadakan nilai prinsip ini.
41. Kepedulian akan kaum miskin harus diungkapkan dalam perbuatan
nyata, seperti pembaruan sistem keuangan dan perdagangan
internasional, tukar-menukar teknologi dan peninjauan terhadap struktur
organisasi-organisasi internasional.
42. Perkembangan menuntut “semangat berprakarsa” dari negara sedang
berkembang.
43. Solidaritas global menuntut kerelaan berkorban demi kebaikan seluruh
masyarakat dunia.
KESIMPULAN

44. Aspirasi kemerdekaan dari segala bentuk perbudakan adalah mulia dan
sah. Kendala utama yang harus ditanggulangi adalah dosa dan struktur-
struktur yang dihasilkannya akibat penggandaan dan penyebabnya.
45. Gereja dengan gigih menegaskan kemungkinan tertanggulanginya dosa
pribadi dengan rahmat ilahi dan keyakinannya akan “kebaikan” mendasar
setiap pribadi dan dengan segera menghimbau agar setiap orang YAKIN
akan keseriusan saat ini; MENERAPKAN ukuran-ukuran yang
berinspirasikan SOLIDARITAS dan CINTA YANG MENGUTAMAKAN
KAUM MISKIN.
Kaum AWAM, SEBAGAI AGEN-AGEN PERDAMAIAN DAN KEADILAN
mengemban tugas untuk menganimasi kenyataan-kenyataan duniawi
dengan komitmen kristiani.
Sri Paus menghimbau kerja sama yang lebih besar dengan sesama
Kristen lain, orang-orang Yahudi dan semua penganut agama-agama
besar untuk bersaksi tentang kebenaran.
46. Kita sekalian yang mengambil bagian dalam Ekaristi dipanggil untuk
menemukan kembali MAKNA tindakan kita serta memiliki KOMITMEN
pribadi yang mendalam dalam memajukan perkembangan dan
perdamaian.
47. Kepada Bunda Maria, Sri Paus mempercayakan “saat yang sulit” ini serta
upaya-upaya demi perkembangan sejati segenap umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai