Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran
Pada hakikatnya manusia adalah makluk ciptaan Tuhan yang berbudaya dan
bersosial. Sosialitas yang koheren dalam seluruh eksitensi setiap manusia
menuntutnya untuk hidup bersama yang lain dalam suatu komunitas (organisasi)
mulai dari komunitas yang paling kecil seperti keluarga, suku, bangsa berkembang
menjadi suatu bangsa dan negara.
Manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan memiliki karakter kepribadian unik
yang menghasilkan aneka ragam budaya yang tak terhitung jumlahnya, termasuk
berbagai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi fenomenal dan
spektakuler saat ini. (Kornelis Bria ; 2016: 20)
Manusia sebagai makluk individual dan makluk sosial memiliki hati nurani
dan kehendak bebas, secara kodrati menuntutnya untuk mencari berbagai objek dan
memilih sejumlah objek terbaik dan macam-macam objek untuk dimiliki, dirasakan,
dan dialaminya dalam seluruh dimensi kehidupan berkeluarga,bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Ada berbagai objek yang bernilai fundasional yang menjadi objek vital
pencarian manusia dan menjadi objek perjuangan manusia sepanjang hayat hidupnya
kapan pun dan di mana pun ia ada dan bergerak. Adapun sejumlah objek vital
pencarian manusia yang dimaksudkan penulis dalam bahan ajar ini adalah berbagai
hal seperti : (1) Kebenaran, (2) Kepastian, (3) Keadilan, (4) Kekayaan, (5) Kesehatan,
(6) Kekuasaan, (7) Keuntungan, (8) Kebebasan, (9) Kemerdekaan, (10) Kebaikan,
(11) Kebahagiaan, (12) Keberhasilan, (13) Kepuasan, (14) Kepintaran, (15)
Keberadaban, (16) Kemanusiaan, (17) Kemakmuran, (18) Kesehjateraan, (19)
Keamanan, (20) Kedamaian, (21) Kebajikan, (22) Keharmonisan, (23) Kesatuan, (24)
Kedisiplinan, (25) Kerajinan, (26) Kesabaran, (27) Ketakwaan (28) Keuletan, (29)
Kesopanan, (30) Kejujuran, (31) Keikhlasan, (32) Kesetiaan, (33) Kecintaan, (34)
Keimanan, (35) Ketuhanan Yang Maha Esa, (36) Kesempurnaan hidup, (37)
Kekudusan, (38) Kebersamaan, (39) Kelemahlembutan, (40) Kebijaksanaan, (41)
Kesopanan, (42) Kelangkaan, (43) Keterampilan, (44) Keabadian, (45) Ketertiban.
Sejumlah objek vital pencarian manusia sebagaimana kita ketahui di atas telah
dirumuskan dan ditetapkan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi
tujuan primer pembentukan pemerintah NKRI dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 alinea IV sebagai berikut: ‘’Kemudian dari pada itu, untuk membentuk
suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukkan kesehjahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial’’.
Terkait pikiran diatas, ajaran sosial memilki sebuah prinsip fundamental yakni
Kesehjahteraan Umum (common good). Gagasan yang didalamnya terdapat nilai-nilai
yang dibagikan atau nilai-nilai publik yang melampauhi hak-hak individu.
Kesehjahteraan umum ini mengimplikasikan gagasan subsudianitas ide bahwa suatu
badan yang lebih tinggi seharusnya tidak melampauhi tugas-tugas yang dapat
diselesaikan oleh badan yang berada dibawahnya. Namun jelas pula bahwa ide
kesehjahteraan umum memperlihatkan konsep solidaritas. Artinya kita semua
bertanggungjawab satu sama lain. ( Paul Valley, cita masyarakat Abad 21, visi gereja
tentang masa depan, 2007, 132-135 )
Konsep-konsep tersebut bukan lagi barang baru bagi Yohanes Paulus II.
Prinsip kesehjahteraan umum muncul dalam ensiklik sosial pertama Rerum Novarum
(1891) dan ide solidaritas. Secara implisit disebut dalam kepada para kapitalis
(pemilik modal), bahwa mereka memiliki tanggung jawab terhadap kesehjahteraan
para pekerja mereka. Yang menjadi landasan pemikiran pokok terkait pikiran di atas
adalah ketergantungan timbal balik yang dialami oleh sebagian sistem yang
menentukkan hubungan-hubungan di dunia sekarang di bidang ekonomi,
perdagangan, bisnis, budaya, politik dan keagamaan diterima sebagai kategori moral
dan etika, bila hubungan timbal balik mendapat pengakuan dari semua pihak,
tanggapan yang sepadan sebagai sikap moral dan sosial sebagai ‘’Keutamaan ‘’ ialah
Solidaritas.
Solidaritas bukan perasaan belas kasihan yang samar-samar atau rasa sedih
yang diungkap kaum buruh sekian banyak orang dekat maupun jauh. Tetapi hakikat
solidaritas yang sesungguhnya adalah tekad yang teguh dan kokoh untuk
membuktikan diri kepada kesehjahteraan umum. Artinya kepada kesehjahteraan
semua orang dan setiap perorangan karena kita ini semua sungguh bertanggung jawab
atas semua orang.
Ada berbagai model atau kerangka pikir suatu paradigma budaya hukum untuk
memperoleh kesehjahteraan umum. Salah satunya adalah model budaya hukum pasar
bebas. Pasar bebas yang tidak terbatas atau Lolissez-Faire, kapitalisme mendesak agar
distibusi kesehjahteraan harus terjadi secara menyeluruh menurut ketentuan-ketentuan
kekuatan pasar. Teori ini mensyaratkan bahwa kesehjahteraan masyarakat akan
menjaga dirinya sendiri. Teori ini juga diidentifikasikan dengan kenyataan akan
sejumlah besar keputusan-keputusan konsumen individual dalam ekonomi pasar yang
sangat kompetitif dan seluruhnya bebas. Ajaran pokok (dogma) isi teori ini seperti
yang diungkapkan Adam Smith dalam The Wealth Nations : kesejahteraan bangsa
adalah suatu keyakinan bahwa dalam ekonomi yang seluruhnya bebas, setiap warga
negara akan dipimpin oleh tangan yang tidak tampak untuk memajukan bagian dari
maksudnya melalui pencarian keuntungannya sendiri yang bernama atau yang disebut
kesehjahteraan masyarakat.
Dalam ajaran sosialnya secara eksplisit, gereja katolik menolak keyakinan
akan kemurahan hati otomatis dari kekuatan pasar, gereja katolik mendesak agar hasil
akhir dari kekuatan pasar harus dicermati dan bila perlu dikoreksi atas hukum kodrat,
keadilan sosial, hak-hak asasi manusia dan kesehjahteraan umum. Kalau serahkan saja
kepada mereka, maka kekuatan pasar akan membawa kepada akibat-akibat buruk.
Kaum orang-orang miskinlah yang sepertinya paling menderita sebagai akibat dari
sistem ekonomi pasar bebas yang mengakibatkan kerusakan kesehjahteraan umum.
Sadar atau tidak, senang atau tidak senang, dampak ekonomi pasar bebas yang
berakar dalam paradigma budaya hukum etika bisnis liberalisme dan paham
kapitalisme mengakibatkan kesenjangan sosial luar biasa antara masyarakat kaya dan
miskin. Kekayaan dikuasai segelintir oarng yang memiliki modal besar, segelintir elite
yang memilki kekuasaan dalam politik pemerintahan, partai-partai politik,
perusahaan-perusahaan multinasional, PT-PT, sementara masyarakat pedesaan tetap
miskin. Jadi yang kaya tetap kaya dalam kelimpahan materi dan yang miskin tetap
miskin (suatu lingkaran setan) khususnya untuk negara-negara berkembang (negara
ketiga) termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masih banyak anggota keluarga baik yang berdomisili di kota-kota besar
maupun di pedesaan menderita berbagai penyakit sosial seperti, rendahnya tingkat
pendidikan, gizi buruk, belum punya rumah layak huni, adanya kelaparan, kurangnya
lapangan kerja, pengangguran semakin bertambah, bahkan ada banyak penganggur
intelektual karena tidak mampu bersaing.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain bisnis dan dagang tanpa
etika dan moralitas, memperoleh kekayaan-kekayaan tanpa kerja keras dan cerdas,
politik tanpa moralitas, iman tanpa perbuatan, kebenaran dan keadilan dimusuhi,
pendidikan tanpa karakter. Penegak hukum tak mampu meredam korupsi, kolusi dan
nepotisme. Faktor lain adalah jaman now terkait era globalisasi yang serba transparan,
serba mendunia dan serba cepat seolah-olah telah menghilangkan batas negara.
Utamanya dibidang informasi dan perdagangan, investasi, peredaran barang dan uang
dan manusia telah melampauhi batas negara, krisis disuatu tempat telah berpengaruh
ditempat lain.
Indonesia sebagai salah satu negara yang berdaulat pun mengalami
keterpengaruhan era globalisasi ini. Salah satu akibat keterpengaruhan ini adalah
kegiatan reformasi secara total yang dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat.
Kegiatan reformasi tersebut dititik beratkan pada reformasi bidang politik, hukum,
ekonomi, dagang dan bisnis. Reformasi ini merupakan formulasi menuju paradigma
Indonesia baru, tatanan baru dan budaya hukum etika bisnis yang integral (holistik)
secara konseptual yang lebih demokratis, adil dan merata, transparan, akuntable
menuju ke politik kepemerintahan yang baik terfokus pada masyarakat mandiri dan
sejahtera, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

B. Rumusan Permasalahan
Mengacu pada seluruh isi dasar pemikiran sebagaimana tersebut diatas dapat
ditetapkan beberapa masalah pokokuntuk dibahas dan dikaji sebagai berikut.
1. Pemahaman tentang paradigma budaya hukum etika bisnis
2. Sejumlah perkembangan paradigma budaya hukum etika bisnis di dunia moderen
3. Bisnis dan etika dalam dunia bisnis moderen
4. Paradigma hukum dalam perdagangan
5. Paradigma teori etika bisnis/dagang
6. Paradigma teori keadilan dalam bisnis/dagang
7. Paradigma liberalisme dan sosialisme sebagai pejuang moral dalam dunia
bisnis/dagang moderen

C. Tujuan Mata Kuliah


Ada dua tujuan sebagai sasaran yang ingin dicapai melalui mata kuliah etika bisnis
sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Mahasiswa sebagai calon sarjana dan pemimpin bangsa dibimbing dan dididik
untuk memiliki karakter kepribadian yang profesional, adil dan demokratis,
transparan dan bertanggungjawab sesuai norma-norma hukum, agama, dan budaya
lokal.
2. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam mata kuliah ini sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui dan memahami paradigma budaya hukum etika bisnis
b. Untuk mengetahui dan memahami sejumlah perkembangan paradigma budaya
hukum etika bisnis di dunia
c. Untuk mengetahui dan memahami bisnis dan etika dalam dunia modern
d. Untuk mengetahui dan memahami peradigma hukum perdagangan,
mengetahui dan memahami konsep dasar teori etika
e. Untuk mengetahui hubungan ekonomi dan keadilan
f. Untuk mengetahui paham liberalisme dan sosialisme sebagai perjuangan
moral dalam dunia bisnis/dagang moderen.

D. Manfaat mata kuliah etika bisnis/ perdagangan


Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan/atau tap manajer baik dalam sektor swasta
maupun dalam bidang pemerintah dan politik dapat memperluas wawasan, cara
berpikir yang baik dan benar, tentang ekonomi, dagang dan bisnis yang berbasis
moral hukum dan keadilan dalam seluruh dimensi kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat Indonesia
yang mandiri serta adil dan makmur, berdasarkan landasan pancasila dan UUD 1945.

E. Metode perkuliahan
Demi terwujudnya tujuan, sasaran dan manfaat sebagimana tersebut di atas metode
yang digunakan dalam seluruh proses perkuliahan adalah metode yang berbasis
kompetensi dengan pendekatan ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, pembuatan
makalah ilmiah secara kelompok, serta dialog sebagai dasar pengembangan karakter
dalam perkuliahan.

Anda mungkin juga menyukai