Anda di halaman 1dari 2

2.2.

LANDASAN KONSEPSIONAL

1. Kedudukan anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedudukan adalah tempat kediaman, tempat

pegawai (pengurus perkumpulan dsb) tinggal untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya, letak

atau tempat suatu benda, tingkatan atau martabat keadaan yang sebenarnya (tt perkara dsb), status

(keadaan atau tingkatan orang, badan atau negara dsb).

Kedudukan anak diluar kawin di dalam hukum adat dengan sistem patrilineal dan matrilineal

pada dasarnya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja. Oleh karena itu anak diluar kawin

hanya akan

1. perkawinan

1. anak luar kawin

1.1 macam2 anak

1.2. terjadinya anak diluar kawin

2. Waris adat

2.2.1. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan

2.2.1.1. Pengertian Hukum Perkawinan

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah Ikatan lahir

bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bermaksud

mengadakan unifikasi dalam bidang hukum perkawinan tanpa menghilangkan kebhinekaan

(nuances) yang masih harus dipertahankan, karena masih berlakunya ketentuan-ketentuan hukum

perkawinan yang beraneka ragam dalam masyarakat hukum Indonesia.


Dengan sendirinya UU Perkawinan mengadakan perbedaan kebutuhan hukum perkawinan,

yang berlaku secara khusus bagi golongan penduduk warga negara Indonesia tertentu dan itu

didasarkan kepada hukum masing-masing agamanya atau kepercayaan agamanya itu. Bagi umat

beragama selain tunduk pada UU Perkawinan, juga tunduk pada ketentuan hukum agamanya atau

kepercayaan agamanya itu.

2.2.1.2. Syarat Sahnya Perkawinan

Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 antara lain :

1. Perkawinan harus di dasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun (dua puluh satu)

tahun harus mendapatkan ijin kedua orang tuanya.

3. dalam hal seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu

menyatakan kehendaknya, maka ijin kawin cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau

dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah

mencapai umur 16 tahun.

5. Seseorang yang masih terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali

tersebut pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang ini.

6. Apabila suami istri telah bercerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua

kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi.

7. Bagi wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

2.2.2. Tinjauan umum tentang Anak Luar Kawin

2.2.2.1. Macam-macam

Anda mungkin juga menyukai