Material) Hardening
Material) Hardening
Rangkuman Diskusi Mailing List Migas Indonesia Online bulan Maret 2006 tentang
material ini membahas mengenai Material Hardening.
Secara prinsip semakin keras suatu material atau mengalami proses pengerasan,
maka ductility a/ keuletannya akan menurun dan cenderung brittle/ rapuh/ mudah
pecah, karena secara mikrostruktur kepadatan struktur semakin rapat sehingga
tegangan muka antar atom nya tinggi, dan terjadi perubahan mikrostruktur, tapi hal
ini dapat diminimalisasi setelah proses pengerasan, dilakukan proses anealing/
pemanasan ulang sampai titik transformasi, untuk menghilangkan tegangan antar
atom juga mengembalikan struktur molekul kebentuk awal.
Pertanyaan : Zulfahmi
Dear All,
Boleh sedikit pencerahan nya.
Apakah dengan menaikan kekerasan material akan mengurangi elastisitas material.
Thanks
Elastisitas ini constanta Pak.... elastisitas (young modulus) untuk steel 200 - 207
GPa........Konstanta ini berguna selama material melentur dalam batas elastis...yaitu
yield point. Gunanya menghitung lenturan .... defleksi...elastisitas = stress / strain...
Kalau material dikeraskan... biasanya yield point-nya juga naik (dengan asumsi
seluruh body keras semua)...elastisitasnya sama saja. Tapi kalau terlalu keras... yaa
yield pointnya... jadi nggak jelas....istilahnya materialnya jadi getas...tahu-tahu
patah....aduhhh..
Makanya hardening cuman di permukaan....tujuannya ya untuk wear
resistante...misal sampai kedalaman 1mm dari luar.
Mas Zulfahmi,
Secara prinsip semakin keras suatu material atau mengalami proses pengerasan,
maka ductility a/ keuletannya akan menurun dan cenderung brittle/ rapuh/ mudah
pecah, karena secara mikrostruktur kepadatan struktur semakin rapat sehingga
tegangan muka antar atom nya tinggi, dan terjadi perubahan mikrostruktur, tapi hal
ini dapat diminimalisasi setelah proses pengerasan, dilakukan proses anealing/
pemanasan ulang sampai titik transformasi, untuk menghilangkan tegangan antar
atom juga mengembalikan struktur molekul kebentuk awal.
Semoga terjawab.
Tanggapan 3 : Zulfahmi
Banyak dugaan untuk kasus ini dan salah satu nya ya pengaruh pengerasan dari
material ini.
Tanggapan 4 : aang
Pak Zul;
Kekerasan material dilihat dari f yield nya, dan kalo dilihat dari grafik antara stress
dan axial strain maka nggak akan merubah elastisitasnya. yang berubah adalah yield
nya saja.
Salam,
Sebenarnya dari profil patahan material, sering kali dapat diketahui penyebab
terjadinya patah tersebut. Apakah karena patah getas, atau karena ada initial crack,
atau patah karena fatigue..dll. Mungkin ada baiknya, foto-foto pada daerah patahan
diambil dengan detail..dan bisa dikirimkan ke moderator untuk dimuat dimilis ini.
Siapa tahu bisa jadi bahan menarik untuk diskusi failure analysis.
Mungkin Pak Zulfahmi saat ini sudah menemukan data baru mengenai penyebab
patahnya shaft. Saya hanya ingin urun rembug sedikit saja.
Sependapat dengan Pak Ilham, penyebab patahnya logam dapat diketahui lewat
fractography, e.g. dengan mengamati permukaan patahan. Jika bentuk patahannya
rata dan mengkilap, ini kemungkinan patah getas (brittle fracture). Patah getas ini
biasanya disebabkan fatigue loading (baik amplitudo konstan atau amplitudo
berubah). Jika patahannya berbentuk "cup and cone", ini kemungkinan patah ulet
(ductile fracture). Hardening (dengan strain rate rendah) dan tempering (dalam
durasi tertentu) dapat meningkatkan kekuatan logam. Kekuatan ini diukur dengan
dua parameter, yaitu yield strength (kekuatan luluh) dan ultimate strength (kekuatan
maksimum).
Saran saya: jika ingin melakukan hardening dan tempering, mungkin ada baiknya
memperhatikan (1) temperatur, (2) yield strength increment, (3) durasi heat
treatment. Pada saat operasi, mohon diamati besar pembebanan (load maksimum)
yang dialami shaft. Mudah2an selanjutnya tidak ada failure lagi.
Mengenai istilah-istilah:
Kalau ada kekurangan, mohon maaf. Rekan2 lain mungkin ada yang menambahkan
atau meluruskan. Terima kasih.
Sorry baru bergabung lagi coz ada pekerjaan yang cukup menyita waktu dan pas liat
diskusi bidang material ternyata sudah cukup ramai lagi...
Lalu mengenai failure shaft dalam jangka waktu yang relatif pendek, ada 3
kemungkinan:
1. Material terlalu getas akibat tidak dilakukan proses tempering setelah hardening
sehingga struktur mikro masih dalam kondisi untemperd martensite.
2. Tidak dilakukan proses hardening sama sekali, dengan kata lain material berada
dalam kondisi as anneal karena AISI 4140 bila sudah di (Hardening dan Tempering)
disuplai dengan kode AISI 4140 HT dalam mill certificate-nya.
3. Ada takik yang cukup tajam misal pada step diameter shaft or pada keyway (takik
tidak diberikan fillet radius untuk mengurangi notch stress).
Lalu bagaimana cara efektif dan cepat untuk mengetahui penyebab kegagalan (1
dan 2)? Lakukan hardness test dan metalografi. Struktur as anneal, untempered
martensite, maupun tempered martensite bisa dibedakan dengan mudah. Untuk
penyebab no.3, cukup lihat fraktografinya saja, kalo memang fatigue penyebabnya,
cukup amati permukaan shaft dimana inisiasi fatigue berasal.
Barangkali paper saya di majalah Korosi & Material Indocor terbaru dengan judul
"Failure of a Vertical Ammonia Transfer Pump" bisa jadi rujukan untuk kasus ini,
dimana shaft patah dalam waktu 2000 jam saja.
"Material" yang dibahas Mas Abhi tentunya logam, dan Mechanical Metallurgy
karangan Dieter adalah yg paling bagus dalam menjelaskan elastic moduli logam.
Saya juga sempat membaca sumber lain, dan senada dengan Mas Abhi, bahwa
perlakuan panas pada baja memberikan efek yg kecil pada perubahan modulus
elastisitas.
Jika sudah meluas dan membahas masalah polymer, kita berada di luar jangkauan
buku Dieter. Polymer bersifat viscoelastic, dimana modulus elastisitasnya merupakan
fungsi dari applied stress, strain rate, time dan temperature. Modulus elastisitas
polymer akan menurun jika temperatur yang diberikan pada polymer itu
ditingkatkan.
Pada temperatur rendah, polymer cenderung getas dan kaku, pada temperatur
intermediate, polymer mengalami penurunan modulus secara drastis, dan pada
temperatur tinggi polymer hampir seperti liquid dengan modulus yang sangat
rendah. Material komposit juga sensitif terhadap temperatur (dan juga
hygrothermal), tapi hal ini di luar scope diskusi.
Sedikit koreksi mas abi... stiffness tidak berbanding lurus dengan temperatur melting
material .. sebagai contoh:
Baja dengan kandungan karbon yang berbeda mempunyai temperatur melting yang
berbeda beda ... semakin tinggi kadar karbonya maka temperatur meltinganya
akan menurun ....(bisa dilihat diagram Fe-C) ,bagaimana stiffnesnya?,setau saya
meningkat.
keep writing mas abi
Akhirnya setelah buka2 referensi, saya nemu juga (Mechanical Metallurgy by George
E Dieter SI Metric Edition Tahun 1988 hal 280):
" On the atomic scale, macroscopic elastic strain is manifested as small changes in
the interatomic spacing and the streching of interatomic bonds. As consequences,
the magnitude of the modulus of elasticity is a measure of the resistance to
separation of adjacent atoms, that is, the interatomic bonding forces".
Dengan kata lain, secara kasar, nilai modulus young atau stiffness material
berbanding lurus dengan melting temperaturnya. Penambahan paduan (ex carbon
dalam diagram Fe-Fe3C), mungkin hanya merubah sedikit nilai modulus young ini.
Tanggapan 11 : ir_winarto
Permasalahan tsb dibahas oleh beberapa anggota Komunitas Migas Indonesia (KMI)
yaitu:
- Pak Andi Sudira
- Pak Amal Ashardian
- Pak R. gautama
- Pak Raharjo
- Pak Ilham Budi Santoso
- Pak Arief Yudhanto (KBK Material)
- Pak Hadi
- Pak Farabirazy A (Abhie)
Saya ingin sedikit memberikan tanggapan dan masukan dari diskusi tersebut yaitu
bahwa : Antara KEKERASAN dan ELASTISITAS (atau biasa disebut MODULUS
ELASTISITAS - E) merupakan dua hal yang cukup berbeda dilihat dari Definisinya.
KEKERASAN (HARDNESS)
The Metals Handbook defines hardness as "Resistance of metal to plastic
deformation, usually by indentation. However, or to resistance to scratching,
abrasion, or cutting. It is the property of a metal,which gives it the ability to resist
being permanently, deformed (bent, broken, or have its shape changed), when a
load is applied. The greater the hardness of the metal, the greater resistance it has
to deformation. In mineralogy the property of matter commonly described as the
resistance of a substance to being scratched by another substance. In metallurgy
hardness is defined as the ability of a material to resist plastic deformation.
modulus of elasticity - the ratio of the applied stress to the change in shape of an
elastic body
The relationship between stress and strain is expressed in terms of a property called
the Modulus (or Young Modulus, named after the originator). The linear portion of
the stress-strain curve can be used to determine the modulus which correspond to
the slope of the curve before the yield point, up to which all deformation is elastic
and, therefore, recoverable. In other words, The slope (modulus) at any point in the
linear portion of the line gives the same result. The modulus, in effect, denotes
stiffness or rigidity for any kind of applied load, i.e. tension, compression or shear.
Stiff materials have a high modulus. This means that the deformation (strain)
resulting from the applied force (stress) is low. Flexible materials have a low
modulus. They undergo large deformations with relatively
low applied forces, normally.
Sehingga, Secara PRINSIP keduanya hampir tidak dapat (sulit) untuk dikaitkan satu
sama lain.
APA PENGARUH HEAT TREATMENT DARI BAJA AISI 4140 (HARDENING & TEMPERING)
Terhadap SIFAT MEKANIS,
Akibat Heat treatment tsb, kekuatan (UTS & Yield) dan kekerasan baja akan
meningkat, tetapi elongasi (keuletan) akan Menurun. Ukuran Keuletan (elongasi)
tidak sama dengan ukuran elastisitas dan kedua hal tersebut sering terjadi salah
dalam pemakaian kosa katanya. Karena elongasi umumnya diukur pada saat terjadi
deformasi plastis (plastic elongation).
Jadi secara prinsip semakin tinggi kekerasan & Kekuatan Baja, kecenderungan
material akan mengalami kegetasan (brittleness) semakin tinggi, karena
keuletannya menurun. separti yang Pak Andi Sudira jelaskan.
Demikian penjelasan saya semoga bermanfaat dan apabila ada yang kurang jelas
mohon untuk dikoreksi.
Kalau ada foto..patahan dan juga Juga jika ada gambar as built dari shaft...
Material seperti ini kalau salah heat treatment juga bisa menyebabkan chromium
berdifusi keluar...menyebabkan retakan halus...yang menyebabkan stress intensity
di daerah reatakan.
Tanggapan 13 : Budhi S.
Ini ada 3 foto mengenai patahan shaft tersebut kiriman dari Sdr. Zulfahmi. Untuk
menghemat bandwidth, maka resolusi foto saya perkecil dan disatukan dalam format
PDF.
Silahkan bila ada anggota milis yang dapat memberikan pencerahan terhadap
problem shaft yang patah ini.
Tanggapan 14 : Zulfahmi
Tanggapan 15 : raharjo_wida
Pak Zul,
Tanpa analisis perlakuan panas material dan mekanika retakan yang rumit, secara
visual ada 2 kesalahan mendasar pada rancangan poros:
1. Radius transisi leher poros terlalu kecil
2. Ujung saluran pasak (keyway) terlalu dekat dengan leher poros
Masing2 merupakan sumber konsentrasi tegangan dan kelihatannya kegagalan
berawal dari titik dimana kedua sumber konsentrasi tegangan tersebut bertemu.
Mungkin ada pendapat lain dari rekan2 milis. Thanks.
Tanggapan 17 : M Razi
Rekan-rekan,
Melihat visual, saya sependapat dengan analisis dair Pak Indera.
Mendukung keadaan ini, terlihat bahwa titik kritis terjadi persis pada saluran pasak.
Ada pengaruh dari proses pengerjaan mekanik untuk membuat alur pasak.
Terlihat bahwa alur tersebut dibuat dengan proses milling (frais) secara horizontal
dan dimungkinkan:
a. kecepatan potong (rotation/min) dan gerak pemotongan (mm/det) tinggi
b. cutter terjepit
c. jenis cutter
Bila menggunakan cutter carbide, kecepatan potong dipastikan tinggi. Bila tidak
menggunakan pendingin, dengan sendirinya bagian shaft ini sudah mengalami
proses pemanasan, struktur pun berubah.
Setelah itu dilakukan pemanasan lagi (hardening) titik itu terjadi perubahan stuktur
drastis dan patah.
Terima kasih.
Kasus:
Ganti Gearbox Cooling Tower
Shaft baru AISI 4140 HT + Tempered
7 hari running, shaft patah pada daerah shaft transisi.
Apakah pembuatan shaft benar-benar dilakukan sendiri termasuk heat treatment
nya?
Melihat visual foto patahan shaft, dugaan saya terjadi overload pada shaft.
Saran saya:
Tahap-1
Check dengan design/engineering team, apakah design shaft sudah benar dari sisi
kekuatan design (diameter, radius pada transisi ukuran shaft, dan material
selectionnya AISI 4140). Jangan lupa tanyakan kondisi akhir kekuatan AISI 4140 yang
diminta (Material Stength atau Yield Strength) karena kondisi akhir kekuatan material
AISI 4140 bisa bermacam-macam, tergantung dari perlakuan panas (heat treatment)
yang dilakukan.
Tahap-2
Check apakah shaft benar material shaft tersebut adalah AISI 4140. Bisa dilihat dari
Mill certificate dan jangan lupa harus ada juga CCT curve-nya untuk panduan heat-
treatment.
Kalau pada Tahap-1 dan Tahap-2 sudah confirm bahwa designnya benar dan shaft
material juga AISI 4140, maka lanjut ke tahap-3, yakni:
Tahap-3:
Check apakah heat-treatment dilakukan dengan benar.
Apakah temperatur heat-treatment sudah benar dan rata untuk setiap bagian?
Apakah temperature sensor dan recordnya sudah terkalibrasi dengan baik?
Apakah dilakukan micro hardness test setelah selesai keseluruhan proses heat-
treatment untuk pengechekan secara cepat bahwa kondisi akhir kekuatan material
shaft sesuai dengan permintaan design engineer?
Apakah dilakukan die-penetrant test untuk daerah-daerah kritis (daerah transisi shaft
dan daerah pasak).
Asumsi saya yang dilakukan adalah proses hardening dua tahap yakni quench
hardening dan dilanjutkan dengan tempering.
Dari beberapa literature di dapat informasi sebagai berikut. Saya sendiri detailnya
micro strucuture itu sudah agak-agak lupa karena ini pelajaran kampus tempo dulu.
Cuma saya cenderung menekankan menggunakan hal-hal praktis seperti
pengecheckan dengan die penetrant dan micro-hardness test untuk kasus ini.
Pada proses tempering dengan temperatur 150 - 400 deg C (sangat bagus dilakukan
di hot oil batch), maka diharapkan structure troostite akan terbentuk.
Pada proses temperatur dengan temperatur 400 - 700 deg C (sangat bagus dilakukan
di hot nitrate salt batch), maka diharapkan structure sorbite akan terbentuk.
Note : Kalau hanya dilakukan satu tahap dengan proses austempering, maka
diharapkan structure bainite akan terbentuk