Anda di halaman 1dari 2

OEDIPUS COMPLEX AND MOTHER COMPLEX

Suatu hari, tanpa sengaja saya melihat sebuah tayangan infotainment yang menghadirkan seorang vokalis grup band terkenal, anak seorang pengacara yang juga terkenal tengah diwawancarai mengenai kedekatannya dengan orang tua. Sebuah komentar yang keluar dari mulut sang vokalis membuat saya tertarik. Dia mengatakan bahwa ia sangat dekat dengan kedua orang tuanya. Bahkan ia sama sekali tidak keberatan di sebut anak mami. Kenapa mesti malu disebut anak mami? Memang saya anak mami, saya bangga jadi anak mami, katanya ketika itu. Sosoknya sama sekali tidak menampakan kesan anak mami. Tubuhnya tegap, dengan brewok di bawah dagu dan gaya berpakaian yang berkesan cowo banget. Mungkin anda, para pemuda agak risih bila dipanggil anak mami, baik oleh teman-teman atau kekasih anda. Kesan pria manja sepertinya sangat melekat dengan istilah ini. Saya sendiri sangat senang jika dipanggil Dadys little girl atau terjemahan bebasnya anak perempuan kesayangan ayah. Sebuah kebanggaan bagi saya bisa menjadi buah hati dari sosok ayah yang sangat saya kagumi, apalagi kalau menjadi kesayangannya. Apakah sebutan ini berarti saya adalah seorang anak manja? Tidak juga. Saya dikenal sebagai sosok yang sangat mandiri. Setidaknya menurut temanteman dekat dan keluarga saya. Lalu apakah yang membuat istilah anak mami atau dadys little girl mengesankan ketidakmandirian dan ketidak berdayaan? Jawabannya pola asuh. Pada dasarnya semua anak adalah milik orang tuanya. Baik ayah maupun ibunya. Sudah seharusnya kedua orang tua memiliki kedekatan dengan sang anak. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa kecenderungan Mother complex ataupun Odiepus complex sering muncul dalam kepribadian sanga anak. Dalam teori Freud disebutkan Oedipus konflik atau Oedipus complex biasanya muncul dalam diri anak di usia sekitar lima hingga enam tahun dan merupakan gejala psychosexual development (perkembangan psycosexual). Di usia tersebut, sang anak mulai melihat perbedaan jenis kelamin antara dirinya dengan orang lain dan dengan kedua orang tuanya. Hal ini tidak akan mengakibatkan bahaya bila orang tua bisa menerapkan pola asuh yang benar terhadap sang anak. Saya menyebutnya kelekatan. Sebagai orang yang awam dengan dunia psikologi, saya akan membahasnya dengan bahasa yang lebih awam. Kelekatan merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami proses perkembangan ikatan emosional secara timbal balik. Tidak ada yang salah dengan kelekatan. Yang akan menjadi masalah adalah bila kelekatan itu menimbulkan ketergantungan. Bahkan dalam beberapa artikel yang saya baca tentang psikologi moderen, saat ini, kelekatan malah sangat diperlukan dalam perkembangan seorang individu. Kelekatan yang baik dan sehat dialami seorang anak yang menerima kasih sayang yang stabil dari kehadiran orang tua yang konsisten; sehingga anak dapat merasakan sentuhan hangat, gerakan lembut, kontak mata yang penuh kasih dan senyuman orang tua. Manfaatnya, sang anak bisa memiliki rasa percaya diri. Perhatian dan kasih sayang orang tua yang stabil menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. Jaminan adanya perhatian orang tua yang stabil, membuat anak belajar percaya pada orang lain.

Selain itu, kelekatan dengan orang tua juga menimbulkan kemampuan membina hubungan yang hangat. Hubungan yang diperoleh anak dari orang tua, menjadi pelajaran baginya untuk kelak diterapkan dalam kehidupannya setelah dewasa. Kelekatan yang hangat, menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan teman hidup dan sesamanya. Namun hubungan yang buruk, menjadi pengalaman traumatis baginya sehingga menghalangi kemampuan membina hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang lain. Kelekatan hubungan dengan anak tidak selalu berarti memanjakan sang anak. Justru kelekatan tersebut membuat orang tua dapat memahami anak sehingga lebih mudah memberikan arahan secara lebih proporsional, empatik, penuh kesabaran dan pengertian yang dalam. Anak juga akan belajar mengembangkan kesadaran diri, dari sikap orang tua yang menghargai anak. Sikap menghukum hanya akan menyakiti harga diri anak dan tidak mendorong kesadaran diri. Anak patuh karena takut. Bentuk kelekatan yang terjalin, kelak mempengaruhi pertumbuhan fisik, intelektual dan kognitif serta perkembangan psikologis anak. Banyak orang tua yang tidak konsisten dalam mendidik anak. Misalnya, pada suatu saat orang tua menghukum anak dengan sangat keras, tapi di lain waktu (mungkin karena merasa bersalah) memenuhi semua keinginan anak (misal; membelikan mainan mahal). Ketiadaan kepastian sikap orang tua, membuat anak anak bingung, tidak yakin dan sulit mempercayai (dan patuh) pada orang tua. Disinilah awal dari sikap tergantung dan manja yang akhirnya timbul dalam diri seseorang. Jadi, tidak jadi masalah apakah anda anak mami atau daddys littel girl. Keduanya menunjukkan anda memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua anda. Tetapi seandainya dalam perkembangannya anda mengalami kesulitan untuk lepas dari orang tua, egosentri yang tinggi, dan tidak bisa membuat keputusan untuk hidup anda sendiri. Saatnya untuk melonggarkan kelekatan itu sedikit dan belajar dari dunia luar.

Anda mungkin juga menyukai