Anda di halaman 1dari 2

Tayangan iklan ketika menonton sinetron di televisi menimbulkan rasa skeptis pada iklan sehingga membuat pemirsa enggan

melihat iklan tersebut dan mengganti saluran televisi. Guna menghindari hal ini, dikembangkanlah strategi blurred communication, yaitu penggabungan pesan komersial dengan aktivitas kultural. Salah satu bentuknya adalah product placement. Menurut Solomon (2002) product placement merupakan kegiatan menyisipkan produk dengan merek tertentu dengan film, guna memindahkan konteks dan mood pemirsa yang terkait dengan film pada merek yang disisipkan (Solomon dan Englis, 1994). Bhatnagar, dkk. (2002) menyebutkan bahwa product placement unggul dalam mempersuasi permirsa dalam hal brand recall, asosiasi merek, sikap terhadap pesan komersial dan merek, serta intensi. Solomon dan Englis (1994) menyatakan bahwa permirsa mengalami belief perseverence ketika menyaksikan tayangan product placement, yaitu sikap dan intensi akan tetap setelah tahu bahwa sebenarnya merek telah membayar agar tampil dalam sinetron. IKLAN Tujuan iklan adalah menginformasikan suatu produk dengan harapan dengan memberi pengaruh kepada publik untuk membelinya. Informasi mengenai sebuah produk disampaikan melalui media masa, salah satunya adalah televisi. Menurut Belch & Belch (2001), televisi merupakan media yang paling ideal untuk beriklan, karena dalam tayangan iklan akan terlihat daya tarik dari produk yang sedang dipasarkan. Namun, saat ini seiring dengan banyaknya saluran televisi dan perkembangan teknologi remote control, penggantian saluran televisi saat jeda iklan kerap dilakukan oleh pemirsa. Membanjirnya tayangan iklan pada setiap saluran membuat pemirsa merasa skeptis dan tidak percaya lagi pada iklan. PRODUCT PLACEMENT Karena timbulnya keraguan pemirsa pada iklan (counter argument), pemasar mulai mencari jalan lain untuk tetap memasarkan produknya dengan meramu aktivitas komersial menjadi bagian dari aktivitas kultural, yaitu blurred communication (Solomon & Englis, 1994). Salah satu bentuk blurred communication adalah product placement. Menurut Balasubramanian (1994), product placement merupakan penggabungan antara iklan dan publisitas. Jadi, dapat dikatakan product placement merupakan unique benefit mix for the sponsor. Pemasar akan membayar tampilan pesan sehingga isi dan format pesan dikontrol oleh pemasar, tetapi identitas pemasar disembunyikan. Dengan demikian, pesan komersial yng ditampilkan dapat dipercaya oleh publik. Dalam memanfaatkan strategi product plecement, Babin dan Carder (1996) menyebutkan ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu 1. Penyisipan merek dilakukan dengan benar 2. Usaha dari pemasar atau produser agar merek dapat disadari oleh pemirsa

3. Penempatan merek yang rill, sehingga terlihat nyata Laurie A. Babin dan Sheri T. Carder (1996) meneliti efek product placement dengan menayangkan film yangdisisipi beberapa merek kepada partisipan eksperimenkemudian dibandingkan dengan partisipan yang tidak menyaksikan film tersebut dalam hal salience brand (ingatan yang menonjol terhadap merek) dan brand evaluation (sikap terhadap merek). Hasilnya, product plecement dapat memberikan pengaruh pada peningkatan salience brand tetapi belum tentu dapat mempengaruhi peningkatan brand evaluation. Product plecement lebih efektif daripada iklan dalam hal sosiasi merek, sikap terhadap pesan komersial, sikap terhadap merek, kecuali pada brand recall. Pada product plecement, brand recall lebih tinggi daripada iklan, tetapi hasilnya tidak terlalu berbeda. Asosiasi merek pada product plecement lebih kuat daripada iklan serta sikap terhadap pesan komersial bentuk product plecement lebih positif daripada iklan. Hal yang sama terdapat pada sikap terhadap merek. Intensi untuk membeli merek pada product plecement lebih tinggi daripada iklan. Selain itu, terjadi juga belief perseverance karena sikap awal sama dengan sikap akhir dan intensi awal sama dengan intensi akhir.

Anda mungkin juga menyukai