Anda di halaman 1dari 10

keterkaitan ERP dengan SCM tinjauan implementasi pada industri susu PT Frisian Flag Indonesia ( PT.FFI ) .

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri susu di Indonesia saat ini sangat menggairahkan karena potensi pasar susu di Indonesia masih terbuka lebar mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan juga tingkat konsumsi susu di Indonesia yang masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Beberapa pemain di Industri susu di Indonesia, antara lain PT Ultra Jaya Tbk. dengan merek susu Ultra, PT Frisian Flag Indonesia dengan merek susu Bendera, PT Sari Husada Tbk. dengan merek susu SGM, dan PT Japfa Comfeed Tbk. dengan dua merek, yaitu Yahuii dan Greenfields. Selain itu, ada pula PT Monysaga Prima (MP) yang memasarkan susu cair merek Mony, PT Ajinomoto Calpis dengan produk susu cair merek Calpico, PT Nestle Indonesia dengan merek Nestle, dan PT Indomilk dengan merek Indomilk. PT Frisian Flag Indonesia (FFI) memulai operasinya di Indonesia tahun 1971. FFI memproduksi dan memasarkan produk susu segala jenis, mulai dari susu bubuk, susu cair siap minum, hingga susu kental manis sebagai produk andalannya. PT. FFI merupakan bagian dari Grup Royal Friesland Foods (sebelumnya Friesland Coberco Dairy Foods) yang berkantor pusat di Belanda. Guna meningkatkan kompetensi serta menopang kebutuhan bisnisnya yang berkembang, khususnya di PT Frisian Flag Indonesia (PT.FFI), telah melakukan berbagai pembenahan di bidang TI, mulai dari peningkatan infrastruktur TI, implementasi e-SCM penggantian system ERP dan terutama bagaimana mengaplikasikan secara parallel antara ERP dengan SCM . 1.2. TUJUAN PENULISAN PAPER Penulisan paper singkat ini bertujuan memenuhi tugas mata Kuliah : Enterprise and Resources Planning Program Magister Management Universitas Widyatama Bandung, serta guna mengetahui keterkaitan ERP dengan SCM tinjauan implementasi pada industri susu PT Frisian Flag Indonesia ( PT.FFI ) .

BAB II ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ( ERP ) DAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) 2.1. ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ( ERP ) Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem yang dapat mengintegrasikan semua data dan proses di sebuah perusahaan ke dalam sebuah sistem tunggal. Pengertian ERP sendiri berasal dari sistem yang didesain untuk perancangan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Program ERP sangat membantu perusahaan yang memiliki bisnis proses yang luas, dengan menggunakan database dan reporting tools manajemen yang terbagi. Business processes merupakan

sekelompok aktivitas yang memerlukan satu jenis atau lebih input yang akan menghasilkan sebuah output dimana output ini merupakan value untuk konsumen. Dalam suatu sistem ERP, biasanya sudah terdapat beberapa modul software yang dapat saling berketaitan antara satu dengan yang lain. Sebuah database dalam sistem ERP biasanya mengandung semua data yang terdapat dalam module software yang meliputi, manufactring, supply chain management, financial, projects, human resource, customer relationship management, dan data warehouse. Dengan banyaknya modul yang terdapat pada sebuah sistem ERP, tak heran jika aplikasi ini dapat menurunkan banyaknya jumlah software yang dibutuhkan pada sebuah perusahaan besar. ERP juga dapat menghasilkan laporan yang terbagi dalam beberapa sistem secara lebih mudah. ERP juga dapat memudahkan manajemen tingkat tinggi, dalam melakukan fungsi analisa yang berlaku di suatu perusahaan besar, untuk mengindentifikasi tren yang berlaku di perusahaan sehingga sehingga dapat membuat keputusan secara cepat. Implementasi sebuah sistem ERP umumnya akan memerlukan proses re-engineering (perubahan/penyempurnaan proses bisnis/industri), selama proses implementasi anda mempunyai kesempatan untuk memperbaiki proses-proses yang kurang sempurna ataupun mengganti proses bisnis dengan sistem yang lebih modern yang paling sesuai dengan bisnis anda. Projek ERP juga meletakkan dasar sistem bisnis baru dimana sistem ERP dapat berintegrasi dengan E-commerce dan Costumer Relationship Management (CRM., ERP umumnya juga dilengkapi sistem EDI (Electronic Data Interchange) sehingga memungkinkan sistem untuk bertukar data dengan sistem dari Vendor, Customer, dan lain lain, serta dilengkapi sistem email untuk pengiriman informasi dan peringatan terhadap kondisi kondisi tertentu untuk membantu pengawasan dan kontrol terhadap sistem. Agar sebuah perusahaan dapat menerapkan konsep ERP dengan baik, setiap aspek dari organisasi, manusia, informasi, dan teknologi harus dipersiapkan dengan baik. Dengan demikian penerapan tata kelola perusahaan yang baik dapat diimplementasikan pada industri sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar. Berikut akan dibahas beberapa komponen yang mempengaruhi implementasi ERP. a. Pihak Manajemen dan karyawan Dukungan dari pihak manajemen merupakan faktor utama kesuksesan implementasi IT dalam perusahaan. Para eksekutif perusahaan harus memiliki pengertian bahwa IT adalah membutuhkan strategi pengembangan yang dinamis dan berkesinambungan, IT harus berjalan seiring dengan proses bisnis perusahaan, selain itu pihak eksekutif harus membawa CIO ke jalan yang sama dengan jalannya perusahaan . Selain itu, karyawan juga memegang peranan yang penting dalam keberhasilan implementasi ERP. Sebaiknya, sebelum implementasi dijalankan, karyawan dipersiapkan untuk perubahan besar yang akan terjadi, bila perlu karyawan diikut sertakan dalam tahap analisis proses bisnis, sehingga terbangun rasa memiliki yang kuat terhadap sistem baru. Dengan demikian, ketika implementasi benar-benar dijalankan, karyawan telah siap dan memiliki kemauan untuk belajar dan mendukung keberhasilan ERP tersebut. ERP tidak selalu identik dengan perampingan karyawan. Pemikiran ini yang dapat menyebabkan karyawan antipasti terhadap perubahan ke sistem ERP, karena merasa posisinya terancam dengan kemudahan yang ditawarkan ERP. b. Bisnis proses Untuk membangun sistem ERP, bisnis proses harus disusun dengan jelas dan tepat. Tanpa proses bisnis

yang benar, sistem apapun yang diterapkan tidak akan mampu memperbaiki keadaan perusahaan. Dalam membangun sistem ERP, sebaiknya batasan sistem yang akan dibangun jelas, sehingga implementasi ERP tidak berkembang ke hal-hal yang tidak diperlukan. c. Vendor Vendor adalah perusahaan yang menyediakan paket sistem ERP yang akan diimplementasikan di perusahaan. Selain menyediakan software dan hardware, vendor juga harus memberikan pelatihan pada karyawan perusahaan yang menggunakan jasanya, agar karyawan terbiasa dengan sistem IT yang baru, dan memastikan sistem yang baru ini berjalan sesuai dengan permintaan perusahaan dan sesuai dengan proses bisnisnya. Vendor yang baik memiliki respon yang cepat terhadap masalah yang dihadapi perusahaan maupun error yang terjadi pada sistem. Sebelum menentukan vendor mana yang akan digunakan, sebaiknya perusahaan benar-benar menyelidiki latar belakang dan profil dari vendor tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena kerja sama ini biasanya dilakukan dalam jangka panjang, dan jika perusahaan salah memilih vendor, akan merugikan bagi perusahaan itu sendiri. Adapun keuntungan dari implementasi ERP antara lain : a. Integrasi data keuangan Oleh karena semua data disimpan secara terpusat, maka para eksekutif perusahaan memperoleh data yang up-to-date dan dapat mengatur keuangan perusahaan dengan lebih baik. b. Standarisasi Proses Operasi ERP menerapkan sistem yang standar, dimana semua divisi akan menggunakan sistem dengan cara yang sama. Dengan demikian, operasional perusahaan akan berjalan dengan lebih efisien dan efektif. c. Standarisasi Data dan Informasi Database terpusat yang diterapkan pada ERP, membentuk data yang standar, sehingga informasi dapat diperoleh dengan mudah dan fleksibel untuk semua divisi yang ada dalam perusahaan. Keuntungan diatas adalah keuntungan yang dapat dirasakan namun tidak dapat diukur. Keberhasilan implementasi ERP dapat dilihat dengan mengukur tingkat Return on Investment (ROI), dan komponen lainnya, seperti: - Pengurangan lead-time - Peningkatan kontrol keuangan - Penurunan inventori - Penurunan tenaga kerja secara total - Peningkatan service level - Peningkatan sales - Peningkatan kepuasan dan loyalitas konsumen - Peningkatan market share perusahaan - Pengiriman tepat waktu - Kinerja pemasok yang lebih baik - Peningkatan fleksibilitas - Pengurangan biaya-biaya - Penggunaan sumber daya yang lebih baik - Peningkatan akurasi informasi dan kemampuan pembuatan keputusan. Kerugian yang mungkin terjadi ketika salah menerapkan ERP antara lain adalah : - Strategi operasi tidak sejalan dengan business process design dan pengembangannya

- Waktu dan biaya implementasi yang melebihi anggaran - Karyawan tidak siap untuk menerima dan beroperasi dengan sistem yang baru - Persiapan implementation tidak dilakukan dengan baik - Berkurangnya fleksibilitas sistem setelah menerapkan ERP Kerugian diatas dapat terjadi ketika : - Kurangnya komitmen top management, sehingga tim IT kurang mendapat dukungan pada rancangan sistemnya. Hal ini bisa muncul karena ketakutan tertentu, seperti kawatir data bocor ke pihak luar. Selain itu, anggapan bahwa implementasi ERP adalah milik orang IT juga dapat membuat kurangnya rasa memiliki dari top management dan karyawan divisi lain. Padahal, implementasi ERP sebenarnya adalah suatu proyek bisnis, dimana IT hadir untuk membantunya. - Kurangnya pendefinisian kebutuhan perusahaan, sehingga hasil analisis strategi bisnis perusahaan tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Perusahaan sebaiknya menentukan dari awal, apakah perusahaan akan mengikuti standar ERP atau sebaliknya. - Kesalahan proses seleksi software, karena penyelidikan software yang tidak lengkap atau terburu-buru memutuskan. Hal ini bisa berakibat pada membengkaknya waktu dan biaya yang dibutuhkan. - Tidak cocoknya software dengan business process perusahaan. - Kurangnya sumber daya, seperti manusia, infrastruktur dan modal perusahaan. - Terbentuknya budaya organisasi yang berada dalam zona nyaman dan tidak mau berubah atau merasa terancam dengan keberadaan software (takut tidak dipekerjakan lagi). - Kurangnya training dan pembelajaran untuk karyawan, sehingga karyawan tidak benar-benar siap menghadapi perubahan sistem, dimana semua karyawan harus siap untuk selalu menyediakan data yang up-to-date. - Kurangnya komunikasi antar personel. - Cacatnya project design dan management. - Saran penghematan yang menyesatkan dari orang yang tidak tepat. - Keahlian vendor yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. - Faktor teknis lainnya, seperti bahasa, kebiasaan dokumentasi cetak menjadi file, dan lain sebagainya. 2.2. SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Supply Chain terdiri dari sekumpulan proses yang berhubungan dengan aliran barang, informasi, dan uang diantara perusahaan-perusahaan, dari tingkat raw material sampai produksi tingkat pemakaian, dan akhirnya pada tingkat daur ulang. Suatu alat untuk mengoptimasi supply chain akan melalui manajemen terintegrsi yang disebt Supply Chain Management (SCM). SCM mirip dengan Efficiency Customers Response (ECR) dan Quick Response (QR) dalam pengertian bahwa tujuan alat ini untuk mengefisiensikan hubungan perusahaan dalam Supply Chain secara keseluruhan dengan cara Just In Time (JIT). Bagaimanapun juga, kedua alat ini ditunjukan untuk industri khusus. ECR dikembangkan untuk proses industri makanan, sementara QR untuk industri pakaian. SC tidak ditujukan untuk keperluan suatu industri khusus. Tujuan alat ini secara umum untuk memaksiumkan total value dalam supply hain. Sejak SCM terlibat dalam aktifitas antar perusahaan, prosesnya meliputi berbagai fungsi seperti supply raw material, manajemen produksi, transportasi, manajemen Inventory Sistem Informasi Manajemen (SIM), proses order, penanganan material, dan manajemen pelanggan. Diantara yang lainnya istilah logistik yang lebih sederhana adalah digunakan dalam penjelasan berikutnya dan diidentifikasikan

sebagai kombinasi diantara fungsi-fungsi ini. Lebih jauh lagi, prosedur yang berhubungan dengan izin bea cukai ditambahkan dalam kasus Internasional SCM. Salah satu fitur utama pada SCM adalah memproses integrasi vertikal dari supplier ke konsumen dapat dilakukan melalui aliansi strategi antar perusahaan. Di salah satu sisi terdapat kasus dimana seluruh proses vertikal dibawa oleh suatu perusahaan (sebagai contoh general motor terdahulu). Selama optimasi total lebih besar daripada jumlah optimasi parsial. Secara umum, optimasi total dalam supply chain adalah lebih besar daripada optmasi parsial dalam ranti individu. Bagaimanapun juga, jika suatu perusahaan dapat melampirkan seluruh proses supply chain di dalamnya dan menjadi suatu organisasi dengan skala yang lebih besar, ini dpat menghasilkan biaya administrasi yang tinggi. Di sisi lainnya, terdapat kasus dimana setiap perushaan adalah independen dari perusahaan lainnya dan bertransaksi secara individu dalam proses vertikal tanpa strategi. Aliansi antar perusahaan, yang membuat keuntungan optimasi lebih rendah dan biaya admistrasi lebih rendah. Posisi dari SCM berada pada kedua sisi tersebut. Masing-masing perusahaan independen secara strategi berhubungan dengan perusahaan lainnya dalam proses integrasi vertikal. Jadi, SCM yang didesain dengan baik menghasilkan net value positif dengan memberikan keuntungan, mengurang biaya, dan menigkatkan kelangsungan hidup keuangan. Perusahaan dengan supply chain yang diselsaikan dengan baik dapat membagikan keuntungan dengan layak, dengan menghasilkan yang disebut win-win relationship. Pertama : sumber daya untuk menghasilkan keuntungan termasuk menekan lea-time atau respone yang fleksibel pada pelanggan. Seperti improvemen atau peningkatan dapat membuat supply chain perusahaan yang kopetitive. Keuntungan ini dihasilkan dari sumber daya perusahaan yang terpusat terhadap core-competence mereka dan menghasilkan valeu dengan memiliki fleksibilitas dan dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan pasar. Kedua, biaya dapat dikurangi berhubungan dengan keuntungan yang terintegritas. Terdapat skala ekonomi dan jangkauan pada proes integrasi vertikal Sebagai contoh, menghindari investment yang berlebihan dalam warehousing dan mengurangi inventory level dengan berbagi informasi. Bagaimana juga, dengan maksud untuk memaksimalkan suatu net value dengan SCM, aliansi antara perusahaan dengan persekutuan atau hubungan kerja yang reliable jika diperlukan. Dalam menjalankannya memerlukan biaya transaksi yang tinggi dan membutuhkan tiga kondisi. Pertama, waktu hubungan haruslah cukup panjang atau lama untuk membuat partnership yang baik dan berkomitmen. Kedua, perusahaan dalam supply chain harus memiliki kemmpun yang diperlukan dan harus membagi tanggung jawab dengan masuk akal (seimbang). Ketiga, berbagai jenis informasi seperti pesanan, inventory atau permintan pelanggan harus dapat dibagi dan diproses dengan benar. Dengan memperhatikan tiga poin tersebut pengebangan IT sebelumnya dapat berkontribsi terhadp SCM. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini dapat dilihat gambar supply chain :

BAB III TINJAUAN KETERKAITAN ERP DAN SCM

3.1. IMPLEMENTASI PADA PT. FFI Sebagaimana disinggung di bab pendahuluan, bahwa untuk menopang kebutuhan bisnisnya yang berkembang, PT Frisian Flag Indonesia ( PT.FFI ) melakukan berbagai pembenahan di bidang TI, mulai dari peningkatan infrastruktur TI, implementasi e-SCM dan penggantian sistem ERP . Bagaimana caranya agar kegiatan pengadaan barang, pengiriman hingga transaksi bisa dilakukan secara terintegrasi dan real time? Bagaimana pula mengintegrasikan perusahaan secara virtual dengan para vendor, pelanggan dan mitra bisnis? Bisakah sistem back office menopangnya? Itulah antara lain pertanyaan yang sempat dilontarkan manajemen PT Frisian Flag Indonesia (FFI) kepada Tim Teknologi Informasi (TI) perusahaan ini. Namun, itu semua masalah yang dihadapi FFI tiga-empat tahun lalu. Maklum, ketika itu, sistem inti yang digunakan untuk menopang proses bisnis (termasuk produksi) di perusahaan susu yang bermarkas pusat di Belanda itu masih bersifat semiotomatis. Menurut Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi FFI, selama ini mengimplementasi Prism sebagai sistem back office yang dipakai untuk penjadwalan produksi ataupun purchasing order. Akan tetapi FFI tidak mengimplementasi modul Material Resources Planning (MRP), sehingga monitoring pengadaan barang mesti dicek langsung oleh user ke sistem. Setelah itu, user dari bagian pengadaan memutuskan kapan pengadaan bahan mentahnya harus dilakukan. Sementara itu, untuk keperluan logistik hingga transportasi ditambahkan submodul tersendiri ke dalam Prism. Untuk memperoleh pelaporan, semua data harus dipindahkan ke aplikasi keuangan yang dipakai FFI. Untuk menggabungkan laporan dan sejumlah simulasi yang dianggap penting seperti manajemen akuntansi harus dikonversi ke format spreadsheet. Sementara sistem yang ada cenderung untuk melakukan pencatatan, ketimbang proses pengolahan yang lebih kompleks. Akibat belum terintegrasinya sistem secara otomatis tersebut, beragam persoalan pun muncul, mulai dari pengadaan, produksi hingga pengiriman dan penjualan produk. Sharing informasi tidak berjalan mulus dan perencanaan kolaboratif pun terhambat, padahal, masalah kecepatan dan ketepatan data dalam informasi yang hendak disajikan merupakan sesuatu yang sangat penting. Tanpa sistem yang terintegrasi dan otomatis, tak dimungkinkan pula penyajian informasi secara cepat. Begitu pula penyusunan laporan dan simulasi prediksi untuk jangka waktu tertentu tidak mudah dilakukan. Pasalnya, semua data harus di-download, kemudian diolah dengan program lain yang memang digunakan oleh bagian yang bersangkutan. Untuk mengatasi masalah yang muncul, perusahaan yang terkenal dengan produk Susu Bendera ini berinisiatif untuk mengaplikasi electronic-Supply Chain Management (e-SCM) yang berjalan paralel dengan ERP. Tahap awal penerapan e-SCM di FFI diparalelkan dengan penerapan ERP, tujuannya untuk mendapatkan beberapa keuntungan pada saat yang bersamaan. Secara logika e-SCM membutuhkan dukungan ERP, baik dalam hal akurasi data maupun proses bisnis yang teruji. Pembenahan dan modernisasi sistem di FFI mulai dilakukan pada 2003. Ini sejalan dengan penggabungan (merger) ketiga unit usaha yakni FFI, Foremost Indonesia, dan Tesori Mulia. Kesempatan itu digunakan tidak hanya untuk mengonsolidasikan aplikasi bisnis yang digunakan, tetapi juga infrastrukturnya, mulai dari server, jaringan, fasilitas e-mail dan infrastruktur TI lainnya. Tim TI juga membentuk unit help-desk untuk melayani user dengan menggunakan aplikasi yang dibangun sendiri. Malah, untuk mengenalkan kolaborasi di antara user diadakan perlombaan desain intranet antardepartemen dalam FFI . Selain itu, dilakukan pula pengembangan dan penerapan sistem secondary sales berbasis Web untuk sekitar 150 distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Aplikasi itu untuk mendukung aktivitas

distributor dalam melakukan transaksi penjualan pada pelanggan mereka. Tak cukup di situ, aplikasi Business Analyzer berbasis Oracle untuk keperluan finansial dan penjualan juga digunakan. Dukungan TI ditingkatkan pula untuk kedua pabrik FFI di Pasar Rebo dan Ciracas, serta cabang-cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Terutama pada cabang besar yang terhubung menggunakan fasilitas Multi Protocol Label Switching (MPLS) dari XL. Redundansi tidak hanya dilakukan pada Local Area Network (LAN), tetapi juga antara cabang dan kantor pusat. Dengan begitu, jika terjadi gangguan pada salah satu koneksi, secara otomatis perangkat switch over akan bekerja. Pasalnya, perusahaan ini menggunakan dua network provider yang berbeda. Tujuannya supaya tidak ada interupsi akibat terputusnya koneksi. Fasilitas remote access diberikan FFI kepada kalangan mobile user. Sementara itu, untuk meningkatkan keamanan (jaringan), selain menggunakan Virtual Private Network (VPN), juga diterapkan token card seperti yang lazim digunakan pelaku transaksi e-Banking. Selanjutnya, pada 2005, FFI mulai mengimplementasi sebuah sistem ERP baru (yakni SAP) untuk menggantikan Prism. Secara bertahap kami mulai mengimplementasi solusi ERP baru, karena solusi sebelumnya sudah tidak bisa lagi menopang kelangsungan bisnis. Tahap awal, implementasi dilakukan pada fungsi SDM dengan modul struktur organisasi, personalia, time management dan payroll. Kemudian secara regional diterapkan secara bersama-sama modul penjualan, distribusi, produksi, finansial, dan lainnya. Persiapan yang matang, komitmen manajemen, dan partisipasi aktif karyawan membuat implementasi sistem ini berjalan dengan lancar. Memang ada beberapa fungsi seperti Secondary Sales dan Plant Maintenance yang masih dilakukan tidak menggunakan ERP ini . Aplikasi-aplikasi tersebut tentunya perlu didukung infrastruktur yang memadai. Antara lain: firewall, switch, wireless dan network device lainnya dengan menggunakan Cisco, serta server dan workstation yang andal. Bahkan, untuk mendukung kelangsungan bisnis dibangun pula sistem disaster recovery. Aplikasi ini mempunyai sarana pendukung supaya aplikasi kritikal tetap berjalan jika terjadi ancaman yang berbentuk bencana di kantor pusat. Sebelum menerapkan ERP , perusahaan telah melakukan persiapan dengan melengkapi master data para pemasok, pelanggan, hingga material. Begitu pula dengan data pendukung, seperti Lead Time, Safety Stock, Order Point, Delivery Window Time, dan informasi lainnya. Untuk menjalankan implementasi ini FFI menunjuk konsultan dari Singapura. Penerapan sistem ERP baru tersebut memang melibatkan banyak pihak, baik internal perusahaan (seperti departemen logistik, penjualan, keuangan dan TI) maupun mitra usaha seperti logistic provider, perusahaan transportasi, distributor, key account dan pihak lainnya. Untuk melakukan pertukaran data secara elektronis antara sistem FFI dan para logistic provider dipakai aplikasi middleware (EAI). Alur proses dari FFI ke logistic provider ini meliputi: pengiriman produk jadi (finished goods) dari pabrik ke Main Distribution Centre (MDC), lalu dari MDC ke gudang cabang, dan seterusnya hingga ada bukti penerimaan barang dari pelanggan. Pada tahap ini pula diterapkan sistem bar code pada barang jadi dengan demikian setiap bagian produksi menghasilkan barang jadi, secara otomatis dihasilkan pula label bar code yang ditempelkan di setiap valet barang jadi. Hal ini mengurangi proses entry data, sehingga mempercepat proses dan meningkatkan akurasi, terutama saat mengirimkan barang dari pabrik ke MDC. Adapun untuk berhubungan dengan para mitra bisnis (terutama kalangan key account seperti

hypermarket dan supermarket), FFI menerapkan sistem Collaborative Planning, Forecasting and Replenishment (CPFR). Tentu saja, proses integrasinya dilakukan bertahap untuk masing-masing mitra usaha. Di tahap awal difokuskan pada key account besar, seperti Carrefour dan Giant. Penerapan CPFR memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, antara lain berupa peningkatan service level, pertumbuhan penjualan melalui penurunan rasio lost sales akibat kekurangan stok, pengendalian working capital terkait stok, dan peningkatan akurasi peramalan (forecast). Saat ini FFI dalam tahap akhir penerapan sistem traceability dengan menggunakan pemindai bar code dan teknologi Radio Frequency Identification (RFID). Ini mencakup tahapan mulai dari bahan baku yang diterima dari pemasok, kemudian dimasukkan ke dalam proses produksi, sampai menjadi barang jadi. Sistem ini mendukung pelacakan jika terjadi gangguan pada material atau hal lainnya. Teknologi RFID dirasakan perlu, karena label bar code yang ada tidak bisa menyimpan data dinamis, dan tidak bisa diperbarui selama proses produksi yang juga membutuhkan suhu tinggi. Oleh karena itu, FFI membangun jaringan wireless di seluruh pabriknya, sehingga data yang diterima pemindai bar code dapat segera masuk ke dalam database. Pada dasarnya, integrasi e-SCM secara penuh memerlukan keterlibatan banyak pihak, yang masing-masing mempunyai kondisi yang berbeda. Selain itu, diperlukan kepercayaan kerja sama dengan mitra usaha . Walaupun penerapan e-SCM ini diklaim sudah bisa dirasakan hasilnya (seperti efisiensi, penghematan biaya dan hubungannya mitra yang lebih kuat), namun masih banyak hal yang harus dikembangkan dalam kaitannya dengan solusi e-SCM , selain komponen dasar supply chain itu sendiri, antara lain: penyiapan antarmuka (interface) dan pertukaran data (data interchange) dengan mitra usaha, pembangunan web store, penggunaan PDA untuk para sales-nya, penyiapan sistem e-procurement dan e-marketplace, serta beragam platform kolaborasi lainnya. Sejumlah rencana memang telah disiapkan tim TI FFI untuk membangun sistem TI yang lebih andal. Antara lain penerapan modul SDM mencakup fungsi kompensasi, benefit, pengembangan personal, pelatihan, rekrutmen hingga fasilitas employee self-service. Di samping itu, tahun ini FFI berencana mengembangkan sistem Business Warehousing/Business Intelligence untuk membantu pengambilan keputusan manajemen. Dalam satu-dua tahun ke depan akan menyusul penerapan fungsi bisnis yang terdapat dalam Customer Relationship Management (CRM), Strategic Enterprise Management (SEM), dan Advanced Planning Optimizer (APO). Keputusan pihak FFI untuk memperbarui SCM nya dinilai tepat oleh konsultan TI. Bila aplikasi ERP yang ada tidak cukup untuk mengantisipasi demand yang cepat berubah, harus ditunjang dengan fungsi SCM sebagai tool yang tepat untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai jaringan rantai pasokan. Terlebih, untuk jaringan bisnis perusahaan sebesar FFI, yang memiliki banyak pelanggan dan pemasok yang tersebar tidak hanya di wilayah Indonesia, tetapi hingga ke berbagai tempat di dunia. Sebab, karakteristik bisnis produk konsumer seperti FFI adalah produksi massal dan daur hidup produknya pendek, juga sangat tergantung pada persepsi pelanggan yang seleranya cepat sekali berubah (demand). Maka, kunci kemenangan bisnisnya terletak pada: right product, right time, right place, dan right price .. Agar perusahaan bisa selalu mendapatkan data atau informasi yang benar mengenai supply-demand, maka sebanyak mungkin stakeholder yang terlibat dalam rantai pasokan harus terhubung dan memperoleh informasi akurat secara cepat. Dengan begitu memudahkan para pengambil keputusan di FFI dan para vendornya yang terhubung dengan sistem tersebut untuk membuat perencanaan penyediaan barang, produksi dan distribusi yang efisien. Tujuan penerapan SCM adalah untuk

menciptakan kemampuan menjaga keseimbangan rantai pasokan antara perusahaan, pemasok dan pelanggan . Kunci utama bisnis produk konsumer terletak pada beberapa unsur, diantaranya: market business intelligence, eksekusi logistik (inventori/manajemen pergudangan dan manajemen distribusi), perencanaan produksi berbasis pada tingkat konsumsi (consumption-based planning), serta Supplier Relationship Management (SRM) dan e-procurement. Semua elemen tersebut harus terintegrasi. Itu akan menjadi kunci keberhasilan SCM, sekaligus menjadi prasyarat sebelum melakukan implementasi tool tingkat lanjut, seperti APO . Setelah kegiatan operasional menjadi lebih efisien, dan data tersedia secara terintegrasi, maka tahapan berikutnya adalah membangun kultur manajemen berbasis data atau istilahnya speak with data. 3.2. TANTANGAN DAN MASALAH IMPLEMENTASI Fakta dan Data FFI berkantor pusat di Jakarta, dan memiliki 7 kantor cabang penjualan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. FFI mempunyai dua fasilitas produksi. Salah satu fasilitas produksi berlokasi di Pasar Rebo, didirikan tahun 1969. Fasilitas produksi lainnya berada di Ciracas, didirikan tahun 1973 sebelumnya bernama PT Foremost Indonesia yang di akuisisi oleh FFI tahun 1976. FFI saat ini memiliki 150 distributor, dan mempekerjakan lebih dari 1.500 karyawan di 27 provinsi. Tantangan dan masalah: (1) Kegiatan pengadaan barang, pengiriman, hingga transaksi belum bisa dilakukan secara terintegrasi. (2)Belum terintegrasinya perusahaan secara virtual dengan para vendor, pelanggan dan mitra bisnis. (3) Sistem back office/ ERP yang ada (Prism) tidak bisa lagi menopang kebutuhan dan proses bisnis. Solusi:Mengganti sistem inti lama (Prism) dengan ERP dari SAP, selanjutnya menerapkan e-SCM yang berjalan paralel dengan ERP, meningkatkan Infrastruktur jaringan serta menerapkan penggunaan teknologi RFID. Hasil dan manfaat yang dicapai: Efisiensi, penghematan biaya dan hubungan mitra yang lebih kuat,transaksi sudah bisa dilakukan secara online dan real time dan perusahaan dapat terhubung dengan 150 distributor melalui Web.

BAB IV PENUTUP Penerapan sistem ERP memang melibatkan banyak pihak, baik internal perusahaan (seperti departemen logistik, penjualan, keuangan dan TI) maupun mitra usaha seperti logistic provider, perusahaan transportasi, distributor, key account dan pihak lainnya. Bila aplikasi ERP yang ada tidak cukup untuk mengantisipasi demand yang cepat berubah, harus ditunjang dengan fungsi SCM sebagai tool yang tepat untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai jaringan rantai pasokan . Aplikasi ERP, SCM, dan CRM pada dasarnya bekerja berdasarkan proses yang berkaitan dengan mekanisme penciptaan informasi dan penyeberannya ke berbagai entiti organisasi yang membutuhkannya. Di bagian muka (front office) yang berhadapan langsung dengan pelanggan, terdapat

aplikasi CRM yang bertujuan agar perusahaan dapat menjalin relasi/hubungan intim dengan customernya, sehingga yang bersangkutan akan menjadi pelanggan yang loyal. Sementara itu, berdasarkan kebutuhan pelanggan tersebutlah maka perusahaan harus menerapkan konsep ERP, yang pada dasarnya, memberikan keleluasaan kepada perusahaan untuk dapat melakukan pengelolaan terhadap seluruh sumber daya yang dimilikinya agar efektif, efisien, dan terkontrol secara menyeluruh (holistik) dan terintegrasi (berbasis proses dan lintas fungsi). Antara ERP dan SCM memang terdapat keterkaitan antara lain dengan cara mengaplikasi electronicSupply Chain Management (e-SCM) yang berjalan paralel dengan ERP sehingga dihasilkan beberapa keuntungan pada saat yang bersamaan , efisiensi, penghematan biaya dan hubungan mitra yang lebih kuat serta transaksi akan bisa dilakukan secara online dan real time serta terhubung dengan distributor melalui web .

Anda mungkin juga menyukai