Anda di halaman 1dari 7

1

I1MA`, QIYAS, URF DAN MASLAHAH



1. I1MA`
A. Pengertian
Ijma` adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah waIatnya
Rasulullah SAW. Ijma dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum syara`
dan memiliki tingkatan setingkat di bawah Al quran dan Sunnah.

B. Unsur-unsur
Ijma` dianggap sah menurut syara` bila memenuhi 4 (empat) unsur:
Ada beberapa mujtahid untuk membahas suatu peristiwa tersebut, karena
kesepakatan tidak mungkin dilakukan sendiri
esepakatan atas hukum tersebut tidak memandang asal kelompok mujtahid
esepakatan diawali dengan pengungkapan pendapat oleh masing-masing
mujtahid
esepakatan tersebut benar-benar dari seluruh mujtahid

C. edudukan dalam Hukum Islam
Apabila syarat sebagaimana tersebut di atas sudah dipenuhi, maka hukum dari
hasil ijma` tersebut adalah hukum yang pasti, dan berkedudukan setelah Alquran
dan Sunnah, dan tidak dibenarkan menyalahi atau merubahnya.

D. Jenis Ijma`
Ditinjau dari penetapannya, Ijma` dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
Ijma` sharih, dimana pada ijma` ini para mujtahid sepakat atas hukum yang
disepakati dan masing-masing mujtahid telah menyampaikan pendapatnya.
Petunjuk hukum dari ijma` ini kuat.
Ijma` sukuti, dimana pada ijma` ini hanya sebagian mujtahid yang
menyampaikan pendapatnya atas suatu peristiwa hukum dan sebagian lain
diam atau tidak menyampaikan pendapat. Petunjuk hukum dari ijma` ini
bersiIat dugaan.


2

. QIYAS
A. Pengertian
Qiyas adalah menyamakan sesuatu hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nash
hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nash hukum, karena ada persamaan
ilat hukumnya
Contoh :
Minum khamr adalah sesuatu yang sudah jelas hukumnya yaitu haram. Atas hal
tersebut semua minuman yang mempunyai ilat memabukkan hukumnya
disamakan dengan khamr dan haram diminum.

B. Unsur-unsur
Semua qiyas terdiri dari 4 (empat) unsur, yaitu:
1. Al Ashlu, yaitu kejadian yang hukumnya disebutkan dalam nash;
Syarat al-Ashlu : suatu hal yang pokok, dan bukan merupakan cabang dari
yang lain, atau bukan cabang dari pokok (hukum) yang lain.
2. Al Faru, yaitu kejadian yang hukumnya tidak disebutkan dalam nash, yang
akan disamakan dengan Al Ashlu;
Syarat al-Faru :
Illat yang terdapat pada al-ashlu memiliki kesamaan dengan illat yang
terdapat pada Iar`u
%etapnya hukum asal; hukum asal tidak berubah setelah dilakukan 6s
%idak terdapat nash atau ijma` pada al-faru
3. Al Hukmul Ashl, yaitu hukum yang dibawa oleh nash dalam masalah asal
(sebagai hukum dasar);
Syarat Hukmu al-Ashl : Harus merupakan hukum syar`i dan tetap dan
merupakan sesuatu yang logis yang bisa ditangkap oleh akal
4. Al Illat, yaitu alasan yang dijadikan dasar oleh hukum asal, dimana
berdasarkan suatu illat pada masalah baru, maka masalah baru itu disamakan
dengan masalah asal dalam hukumnya.
Syarat Al Illat :
SiIat illat hendaknya nyata, terjangkau oleh akal dan pancaindera;
SiIat illat hendaklah pasti, tertentu, terbatas dan dapat dibuktikan bahwa
illat itu ada pada faru,
3

Illat harus berupa siIat yang sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan


hikmah hukum, dalam arti bahwa kuat dugaan illat itu sesuai dengan
hikmah hukumnya;
Illat tidak hanya terdapat pada ashlu saja, tetapi harus berupa siIat yang
dapat diterapkan juga pada masalah-masalah lain selain dari ashlu.

Contoh:
asus minuman air tape ketan (jawa : Badeg)
Al Far`u : Minuman air tape ketan, yang tidak ada nash-nya;
Al Ashlu : Minuman khamr, yang sudah disebutkan dalam nash-nya
Al Hukmul Ashliy : Haram, sesuai dengan QS Al Maidah 90
Al Illah : edua minuman tersebut sama-sama memabukkan
Berdasarkan pemenuhan unsur tersebut, maka hukum meminum air tape ketan
adalah haram, sebagaimana haramnya khamr.

C. edudukan dalam Hukum Islam
Jumhur ulama berpandangan bahwa qiyas adalah hujjah syara` yang keempat,
artinya apabila hukum suatu peristiwa tidak ditemukan nash-nya atau ijma`, sudah
pasti memiliki kesamaan ilat dengan peristiwa lain yang ada nash hukumnya,
maka peristiwa tersebut dihukumi sama dengan peristiwa yang sudah ada nash-
nya tersebut.

. URF
A. Pengertian
UrI adalah apa yang dikenal manusia dan sudah menjadi tradisi/adat di tengah
masyarakat.

B. Jenis
UrI terbagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
UrI Iasid (jelek/rusak), yang tidak bisa diterima dan bertentangan dengan
nash yang qathiy.
UrI shahih (baik/benar), yang bisa diterima sebagai salah satu sumber hukum
Islam, UrI shahih terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu UrI Am (umum) yang telah
4

disepakati oleh masyarakat secara keseluruhan dan UrI has (khusus) yang
dikenal berlaku di wilayah atau golongan tertentu.

C. edudukan dalam Hukum Islam
Para ulama menyatakan bahwa UrI merupakan salah satu sumber dalam istinbath
hukum dan menetapkan bahwa urI bisa menjadi dalil jika sekiranya tidak
ditemukan nash dari Al quran dan Sunnah. Sabda Rasulullah : 'Apa yang
dipandang baik kaum muslimin, maka menurut Allah pun digolongkan sebagai
perkara yang baik. Hukum yang didasarkan pada adat akan berubah seiring
waktu dan tempat. Dalam hal ada perbedaan tersebut, para ulama Iikih
berpendapat bahwa perbedaan itu adalah pada waktu, bukan pada dalil dan alasan.

D. Contoh UrI
Di suatu daerah, mahar saat walimah/pernikahan harus dibayarkan secara tunai. Si
Fulan melakukan akad nikah dengan si Fulanah dengan sejumlah mahar, tanpa
dijelaskan apakah dibayar sekaligus/tunai atau dicicil. Beberapa waktu kemudian,
si istri minta agar mahar dibayarkan lunas. Adat di tempat itu kemudian berubah,
dimana pembayaran mahar secara dicicil diperbolehkan. Suami berpegang kepada
adat yang baru muncul, sementara si istri minta bayaran lunas. Atas hal tersebut,
berdasarkan kaidah urI suami harus membayar lunas karena ia tidak boleh
berpegang kepada adat yang baru muncul.

. MASLAHAH
A. Pengertian
Maslahah artinya mutlak (umum), dimana penetapan suatu hukum tidak lain
adalah untuk memberikan manIaat bagi manusia.

B. edudukan dalam Hukum Islam
Jumhur ulama berpendapat bahwa maslahah dapat digunakan sebagai landasan
penetapan hukum dengan sangat memperhatikan kehati-hatian dalam penggunaan.
Syarat menjadikan maslahah dalam sebagai hujjah:
emaslahatan bersiIat hakiki, yaitu benar-benar menarik suatu manIaat atau
menolak bahaya dan menjamin keselamatan keyakinan, jiwa, akal, keluarga
dan keturunan serta harta benda;

emaslahatan bersiIat umum, yaitu menarik manIaat bagi mayoritas umat


manusia;
Penetapan hukum maslahah ini tidak boleh bertentangan dengan hukum yang
telah ditetapkan nash-nya atau ijma`

C. Contoh Maslahah
Penggunaan kran air untuk wudhu. Hal tersebut tidak diatur dalam hukum syara`
apakah diperkenankan atau tidak. arena penggunaan kran tersebut lebih
memudahkan bagi masyarakat untuk berwudhu, maka hal itu dianggap memiliki
hukum maslahah.

5. STUDI KASUS
asus : Adakah kewajiban kaum muslim atas harta selain zakat? Bagaimana
penerapan pengenaan pajak di suatu negara ditinjau dari hukum Islam?
Pajak dalam bahasa Arab disebut har-ah, dimana para ulama menggunakan
ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban. Sebagian
ulama berpendapat ada dan sebagian ulama berpendapat tidak ada. Ulama yang
berpendapat bahwa ada kewajiban kaum muslim atas harta selain zakat antara lain:
Imam Malik dalam Ahkam Al6uran berpendapat : 'waf- kepada kaum muslm
untuk mene-us tawanan mereka, meskpun harta mereka akan ha-s
karenana. emkan pula apa-la pemerntah menolak mem-erkan :akat
kepada mustahk setelah dlakukan pemungutan, apakah orang kaa waf-
mem-antu ang mskn? Menurut pendapat saa ang palng tepat alah waf-
menolong mereka`
Imam Qurtubi dalam %afsr Al Qurtu- berpendapat: 'Para ulama sependapat
-la datng satu ke-utuhan mendesak kepada kaum muslmn setelah
mem-aar :akat, maka waf- kepada ang kaa mengeluarkan hartana untuk
menanggulang keperluan terse-ut`
Imam Asy Syatibi dalam Al Itsham berpendapat: 'Apa-la harta Batul Mal
kosong, kemudan keperluan -aa mlter menngkat, maka mam ang adl
hendaklah mem-e-ankan -aa tu kepada mereka ang kaa sehngga dapat
mencukup ke-utuhan terse-ut`

Pendapat para ahli Iiqh yang menegaskan bahwa tidak ada hak lain di luar zakat
karena khawatir jika pungutan tersebut hanya dijadikan alat untuk keuntungan para
penguasa dan pengikutnya.
Aspek Ushul Fiqh dari kasus tersebut adalah bahwa berdasarkan ijma`, sebagian
ulama membolehkan pemungutan pajak oleh negara, hal ini dilakukan karena
pertimbangan kemaslahatan umat. Jika tidak ada pemungutan pajak tersebut, dana
pemerintah tidak mencukupi untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah. Jika
pengeluaran tersebut tidak dibiayai, maka akan timbul kemudharatan, dan mencegah
kemudharatan adalah suatu kewajiban (salah satu kaidah Ushul Fiqh).

REFERENSI:
1. usIahmi, Pafak Menurut Sarah, Raja raIindo Persada, Jakarta:200
2. hallaI, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fkh, Pustaka Amani, Jakarta:2003
3. ahrah, Muhammad Abu, Ushul F6h, Pustaka Firdaus, Jakarta: 2011

Anda mungkin juga menyukai