Anda di halaman 1dari 13

Konsep KepemIIIkan 0aIam IsIam

1. SSTE|SSTE| EKDND| 0UNA


SIstem ekonomI yang ada dI dunIa InI dalam perbIncangan dIsIplIn Ilmu ekonomI, hanya dIkelompokkan
menjadI dua. SebagaImana yang dIkemukakan oleh Samuelson E Nordhaus (1999)
SIstem perekonomIan komando (command economy). Pada sIstem InI pemerIntah dIberI kewenangan
penuh untuk mengambIl semua keputusan yang menyangkut soal produksI dan dIstrIbusI. Negara juga
menguasaI hampIr semua sarana produksI (tanah atau modal). Negara memIlIkI dan mengatur secara
langsung operasI semua perusahaan dI berbagaI sektor IndustrI. Negara merupakan majIkan darI semua
angkatan kerja. SIstem ekonomI InI bIasa dIsebut dengan sIstem ekonomI sosIalIsme atau komunIsme.
SIstem perekonomIan pasar (market economy). 0alam perekonomIan InI, IndIvIdu dan perusahaan
membuat keputusankeputusan utama mengenaI produksI dan konsumsI. Campur tangan pemerIntah
sangat terbatas. Keputusan ekonomI umumnya dIserahkan pada kekuatankekuatan pasar. SIstem
ekonomI InI bIasa dIkenal dengan sIstem ekonomI lIbelarIsme atau kapItalIsme.
0arI tInjauan lIteratur tersebut nampak bahwa sIstem ekonomI slam belum mendapat tempat, atau
bahkan mungkIn dIanggap tIdak ada. tulah sebabnya, darI kalangan ekonom muslIm muncul semangat
yang besar untuk menghadIrkan sosok ekonomI slam dI tengah kancah pergulatan pemIkIran ekonomI
dunIa.

SSTE| EKDND| SLA|
Sebenarnya ada tolok ukur yang sangat jelas apabIla kIta hendak membedakan antara satu sIstem
ekonomI dengan sIstem ekonomI laInnya.
Tolok ukur tersebut tIdak laIn adalah:
Sesungguhnya seluruh harta kekayaan yang ada dI dunIa Itu hak mIlIk sIapa:
SIapa sesungguhnya yang berhak untuk mengelolanya:
Produk hasIl pengelolaan tersebut akan dI dIstrIbusIkan kepada sIapa:

slam memandang bahwa seluruh harta yang ada dI dunIa InI (bahkan seluruh alam semesta InI)
sesungguhnya adalah mIlIk Allah, berdasarkan fIrman Allah:
"0an berIkanlah kepada mereka sebagIan darI harta Allah yang dIkarunIakannya kepadamu" (Q.S. An
Nuur: JJ).
0arI ayat InI dIpahamI bahwa harta yang dIkarunIakan Allah kepada manusIa sesungguhnya merupakan
pemberIan Allah yang dIkuasakan kepadanya. Hal Itu dIpertegas dengan mendasarkan pada fIrman
Allah:
"0an nafkahkanlah sebagIan darI hartamu yang Allah telah menjadIkan kamu menguasaInya" (Q.S. Al
HadIId: 7).

Penguasaan (IstIkhlaf) InI berlaku umum bagI semua manusIa. Semua manusIa mempunyaI hak
pemIlIkan, tetapI bukan pemIlIkan yang sebenarnya. Dleh karena Itu bagI IndIvIdu yang IngIn memIlIkI
harta tertentu, maka slam telah menjelaskan sebabsebab pemIlIkan yang boleh (halal) dan yang tIdak
boleh (haram) melaluI salah satu sebab pemIlIkan. slam telah menggarIskan hukumhukum perolehan
IndIvIdu, sepertI: hukum bekerja, berburu, menghIdupkan tanah yang matI, warIsan, hIbbah, wasIat
dsb.
Ternyata sIstem ekonomI slam memandang bahwa harta kekayaan yang ada dI dunIa InI tIdak hanya
dIperuntukkan pada IndIvIdu untuk dapat dImIlIkI sepenuhnya

J. Pandangan slam terhadap KepemIlIkan
slam mencakup sekumpulan prInsIp dan doktrIn yang memedomanI dan mengatur hubungan seorang
muslIm dengan Tuhan dan masyarakat. 0alam hal InI, slam bukan hanya layanan Tuhan sepertI halnya
agama YahudI dan NasranI, tetapI juga menyatukan aturan perIlaku yang mengatur dan mengorganIsIr
umat manusIa baIk dalam kehIdupan spIrItual maupun materIal.8
0alam pandangan slam, pemIlIk asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena
0Ialah PencIpta, Pengatur dan PemIlIk segala yang ada dI alam semesta InI:
= ~ ' ~ ~' ' ' ~ ' ~ + -- =- ' ~ -' ~ - ' _ = . , - ~ - ~
Kepunyaan Allahlah kerajaan langIt dan bumI dan apa yang dIantara keduanya. 0Ia mencIptakan apa
yang dIkehendakINya. 0an Allah |aha Kuasa atas segala sesuatu.
Sedangkan manusIa adalah pIhak yang mendapatkan kuasa darI Allah SWT untuk memIlIkI dan
memanfaatkan harta tersebut
' - ~' - ' ~ ' - -- ' ~ ~ = - - = ~ ~ -
8erImanlah kamu kepada allah dan FasulNya dan nafkahkanlah sebagIan darI hartamu yang Allah telah
menjadIkan kamu menguasaInya...
Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerIma tItIpan sebagaI
amanat untuk dIsalurkan dan dIbelanjakan sesuaI dengan kehendak pemIlIk sebenarnya (Allah SWT),
baIk dalam pengembangan harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa
harta hendaknya dIgunakan untuk kepentIngan bersama. 8ahkan tIdak berlebIhan jIka dIkatakan bahwa
pada mulanya masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan,
kemudIan Allah menganugerahkan sebagIan darInya kepada prIbadIprIbadI (dan InstItusI) yang
mengusahakan perolehannya sesuaI dengan kebutuhan masIngmasIng. SehIngga sebuah kepemIlIkan
atas harta kekayaan oleh manusIa baru dapat dIpandang sah apabIla telah mendapatkan IzIn darI Allah
SWT untuk memIlIkInya. nI berartI, kepemIlIkan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah dIdasarkan
pada ketentuanketentuan shara' yang tertuang dalam alQur'an, alSunnah, Ijma' sahabat dan alQIyas.
9 kepemIlIkan (almIlkIyyah),
9 mekanIsme pengelolaan kekayaan (kayfIyyah altasarruf fI almal) dan
9 dIstrIbusI kekayaan dI antara manusIa (altawzI' altharwah bayna alnas).
0arI beberapa keterangan nashnash shara' dapat dIjelaskan bahwa kepemIlIkan terklasIfIkasI menjadI
tIga jenIs, yaknI
KepemIlIkan prIbadI (almIlkIyat alfardIyah/prIvate property)
Adalah hukum shara' yang berlaku bagI zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkInkan pemIlIknya
untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasInyabaIk karena dIambIl
kegunaannya oleh orang laIn sepertI dIsewa ataupun karena dIkonsumsIdarI barang tersebut.
Adanya wewenang kepada manusIa untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagaI
bentuk transaksI atas harta yang dImIlIkI, sepertI jualbelI, gadaI, sewa menyewa, hIbah, wasIat, dll
adalah merIupakan buktI pengakuan slam terhadap adanya hak kepemIlIkan IndIvIdual.
Karena kepemIlIkan merupakan IzIn alsharI' untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemIlIkan atas
suatu benda tIdak semata berasal darI benda Itu sendIrI ataupun karena karakter dasarnya, semIsal
bermanfaat atau tIdak. Akan tetapI Ia berasal darI adanya IzIn yang dIberIkan oleh alsharI' serta
berasal darI sebab yang dIperbolehkan alsharI' untuk memIlIkInya (sepertI kepemIlIkan atas rumah,
tanah, ayam dsb bukan mInuman keras, babI, ganja dsb), sehIngga melahIrkan akIbatnya, yaItu adanya
kepemIlIkan atas benda tersebut.
KepemIlIkan Umum (almIlkIyyat al'ammah/ publIc property)
Adalah IzIn alsharI' kepada suatu komunItas untuk bersamasama memanfaatkan benda, Sedangkan
bendabenda yang tergolong kategorI kepemIlIkan umum adalah bendabenda yang telah dInyatakan
oleh alsharI' sebagaI bendabenda yang dImIlIkI komunItas secara bersamasama dan tIdak boleh
dIkuasaI oleh hanya seorang saja. Karena mIlIk umum, maka setIap IndIvIdu dapat memanfaatkannya
namun dIlarang memIlIkInya.
SetIdaktIdaknya, benda yang dapat dIkelompokkan ke dalam kepemIlIkan umum InI, ada tIga jenIs,
yaItu:
FasIlItas dan sarana umum
8enda InI tergolong ke dalam jenIs kepemIlIkan umum karena menjadI kebutuhan pokok masyarakat
dan jIka tIdak terpenuhI dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. JenIs harta InI dIjelaskan
dalam hadIth nabI yang berkaItan dengan sarana umum:
~ ~ ~' -' ~ , ' ` ' -' ~' ' -'
|anusIa berserIkat (bersamasama memIlIkI) dalam tIga hal: aIr, padang rumput dan apI (HF Ahmad
dan Abu 0awud) dan dalam hadIth laIn terdapat tambahan: ...dan harganya haram (HF bn |ajah darI
bn Abbas).18
AIr yang dImaksudkan dalam hadIth dI atas adalah aIr yang masIh belum dIambIl, baIk yang keluar darI
mata aIr, sumur, maupun yang mengalIr dI sungaI atau danau bukan aIr yang dImIlIkI oleh perorangan dI
rImahnya. Dleh karena Itu pembahasan para fuqaha mengenaI aIr sebagaI kepemIlIkan umum
dIfokuskan pada aIraIr yang belum dIambIl tersebut. Adapun alkala' adalah padang rumput, baIk
rumput basah atau hIjau (alkhala) maupun rumput kerIng (alhashIsh) yang tumbuh dI tanah, gunung
atau alIran sungaI yang tIdak ada pemIlIknya. Sedangkan yang dImaksud alnar adalah bahan bakar dan
segala sesuatu yang terkaIt dengannya, termasuk dIdalamnya adalah kayu bakar.
8entuk kepemIlIkan umum, tIdak hanya terbatas pada tIga macam benda tersebut saja melaInkan juga
mencakup segala sesuatu yang dIperlukan oleh masyarakat dan jIka tIdak terpenuhI, dapat
menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal InI dIsebabkan karena adanya IndIkasI alsharI' yang
terkaIt dengan masalah InI memandang bahwa bendabenda tersebut dIkategorIkan sebagaI
kepemIlIkan umum karena sIfat tertentu yang terdapat dIdalamnya sehIngga dIkategorIkan sebagaI
kepemIlIkan umum.

KepemIlIkan Negara (mIlkIyyat aldawlah/ state prIvate)
Adalah harta yang merupakan hak bagI seluruh kaum muslImIn/rakyat dan pengelolaannya menjadI
wewenang khalIfah/negara, dImana khalIfah/negara berhak memberIkan atau mengkhususkannya
kepada sebagIan kaum muslIm/rakyat sesuaI dengan IjtIhadnya. |akna pengelolaan oleh khalIfah InI
adalah adanya kekuasaan yang dImIlIkI khalIfah untuk mengelolanya.
KepemIlIkan negara InI melIputI semua jenIs harta benda yang tIdak dapat dIgolongkan ke dalam jenIs
harta mIlIk umum (almIlkIyyat al'ammah/publIc property) namun terkadang bIsa tergolong dalam jenIs
harta kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyyat alfardIyyah).
8eberapa harta yang dapat dIkategorIkan ke dalam jenIs kepemIlIkan negara menurut alsharI' dan
khalIfah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan IjtIhadnya adalah:
1. Harta ghanImah, anfal (harta yang dIperoleh darI rampasan perang dengan orang kafIr), fay' (harta
yang dIperoleh darI musuh tanpa peperangan) dan khumus
2. Harta yang berasal darI kharaj (hak kaum muslIm atas tanah yang dIperoleh darI orang kafIr, baIk
melaluI peperangan atau tIdak)
J. Harta yang berasal darI jIzyah (hak yang dIberIkan Allah kepada kaum muslIm darI orang kafIr
sebagaI tunduknya mereka kepada slam)
4. Harta yang berasal darI darIbah (pajak)
5. Harta yang berasal darI ushur (pajak penjualan yang dIambIl pemerIntah darI pedagang yang
melewatI batas wIlayahnya dengan pungutan yang dIklasIfIkasIkan berdasarkan agamanya)
6. Harta yang tIdak ada ahlI warIsnya atau kelebIhan harta darI sIsa warIs (amwal alfadla)
7. Harta yang dItInggalkan oleh orangorang murtad
8. Harta yang dIperoleh secara tIdak sah para penguasa, pegawaI negara, harta yang dIdapat tIdak
sejalan dengan shara'
9. Harta laIn mIlIk negara, semIsal: padang pasIr, gunung, pantaI, laut dan tanah matI yang tIdak ada
pemIlIknya.

4. CAFS PEF8E0AAN
0arI uraIan global tentang sIstem ekonomI slam tersebut maka akan nampak perbedaan yang sangat
mendasar dengan sIstem ekonomI yang laIn, baIk kapItalIsme maupun sosIalIsme. SIstem ekonomI slam
tIdak membIarkan harta kekayaan yang ada dI bumI InI "dIperebutkan" secara bebas sebagaImana
dalam ekonomI kapItalIsme. AkIbat darI persaIngan bebas dalam ekonomI kapItalIsme, sebagaImana
telah umum dIfahamI telah mengakIbatkan pIhak yang kaya semakIn kaya, sedangkan yang mIskIn
semakIn mIskIn.
KIta tentu tIdak terlalu kaget jIka ada J orang terkaya dI dunIa InI, ternyata kekayaannya lebIh besar
darI gross domestIc product (C0P) 48 negara termIskIn dunIa. tu berartI setara dengan seperempat
jumlah total negara dI dunIa. tu adalah hasIl penelItIan 8recher dan SmIth. 0emIkIan juga, tIdak kalah
hebatnya, menurut penelItIan Noam Chomsky, 1 penduduk dengan pendapatan tertInggI dunIa, setara
dengan 60 penduduk pendapatan terendah dunIa, yaItu sama dengan pendapatan darI J mIlyar
manusIa (TrIono, 2005). tulah "karya" nyata darI ekonomI kapItalIsme.
0emIkIan juga, sIstem ekonomI slam juga dapat dIbedakan dengan dengan jelas terhadap sIstem
ekonomI sosIalIsme. Hal Itu dIsebabkan, dI dalam sIstem ekonomI slam tetap memberI IjIn kepada
IndIvIduIndIvIdu untuk memIlIkI harta kekayaan, sebanyak apapun, sepanjang harta Itu dIperoleh
melaluI jalan yang dIhalalkan oleh slam. JIka kepemIlIkan IndIvIdu tIdak dIakuI, maka akIbatnya dapat
dIlIhat pada sIstem ekonomI sosIalIsme, yaItu menyebabkan gaIrah kerja dan semangat berproduksI
menjadI hIlang.
ZaIn (1988), memberI buktI bahwa pengakuan terhadap kebabasan kepemIlIkan IndIvIdu memang dapat
mempengaruhI pertumbuhan ekonomI sebagaImana yang terjadI pada sIstem pertanIan IndIvIdual dI
Eropa 8arat dIbandIng dengan sIstem komunal dI FusIa dan FFC. SIstem pertanIan komunal dI FusIa dan
FFC produksInya selalu tIdak pernah mengunggulI produksI pertanIan IndIvIdu dI negaranegara Eropa
8arat. Faktafakta menunjukkan bahwa produksI pertanIan dI kedua negara tersebut cenderung selalu
mengalamI kegagalan.

Keunggulan darI sIstem ekonomI slam terutama dapat dIlIhat darI adanya kepemIlIkan umum. Sumber
sumber daya alam yang besar sepertI hutan, tambang, mInyak, gas, batubara, lIstrIk, aIr dsb. adalah
termasuk dalam kategorI kepemIlIkan umum, sehIngga seluruh hasIl darI sumber daya alam tersebut
harus dIkembalIkan kepada rakyat sebagaI pemIlIk hakIkI darI harta tersebut. Harta tersebut bukanlah
mIlIk negara, bukan mIlIk IndIvIdu, bukan mIlIk swasta, apalagI mIlIk swata asIng sebagaImana fakta
terjadInya "perampokan" dan "penjarahan" yang saat InI banyak dIlakukan oleh perusahaan
perusahaan asIng darI negara maju kepada negara berkembang.
A. |ekanIsme EkonomI
|ekanIsme ekonomI yang dItempuh SIstem EkonomI slam dalam rangka mewujudkan dIstrIbusI
kekayaan dIantara manusIa yang seadIladIlnya, adalah dengan sejumlah cara, yaknI:
(1) |embuka kesempatan seluasluasnya bagI berlangsungnya sebabsebab kepemIlIkan (asbabu al
tamalluk) dalam kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyah alfardIyah).
|enurut AnNabhanIy (1990), slam telah menetapkan sebabsebab tertentu dImana seseorang dapat
memIlIkI harta yang berkaItan dengan kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyah alfardIyah) yaknI (1) bekerja;
(2) warIsan; (J) kebutuhan akan harta untuk menyambung hIdup; (4) harta pemberIan negara yang
dIberIkan kepada rakyat; dan (5) hartaharta yang dIperoleh oleh seseorang dengan tanpa
mengeluarkan harta atau tenaga apapun.
Agar berbagaI jenIs pekerjaan yang telah dItetapkan tersebut dapat dIjalankan dengan baIk, maka
negara mempunyaI kewajIban untuk menyedIakan lapangan pekerjaan serta membuat berbagaI
ketentuan yang memudahkan setIap orang menjalankan pekerjaan tersebut.
(2) |emberIkan kesempatan seluasluasnya bagI berlangsungnya pengembangan kepemIlIkan (tanmIyatu
almIlkIyah) melaluI kegIatan InvestasI.
Pengembangan KepemIlIkan (tanmIyatu almIlkIyah) adalah suatu mekanIsme yang dIpergunakan
seseorang untuk menghasIlkan tambahan kepemIlIkan tersebut. Karenanya slam mengemukakan dan
mengatur serta menjelaskan suatu mekanIsme untuk mengembangkan kepemIlIkan.
0alam masalah pengembangan kepemIlIkan, Syara' telah menjelaskan garIsgarIs besar tentang
mekanIsme yang dIpergunakan untuk mengembangkan kepemIlIkan, dIsampIng juga menyerahkan
rIncIan hukumnya kepada para mujtahId agar mereka menggalI hukumhukumnya secara rIncI
berdasarkan pada nashnash yang menjelaskan tentang mekanIsme tersebut serta berdasarkan
pemahaman terhadap fakta yang ada. 0engan demIkIan syara' telah menjelaskan berbagaI muamalah
dan transaksItransaksI yang dapat dIgunakan untuk mengembangkan kepemIlIkan sekalIgus juga
menjelaskan berbagaI muamalah dan transaksItransaksI yang tIdak boleh dIlakukan dalam rangka
mengembangkan kepemIlIkan. 0alam hal InI slam memIlIkI hukumhukum tentang pertanIan,
perdagangan, dan IndustrI.
0arI sInIlah kIta ketahuI teknIk yang umumnya dIgunakan orangorang mengembangkan untuk harta
kekayaan adalah dengan jalan melaksanakan aktIvItas pertanIan, perdagangan dan IndustrI. Yang
kesemuanya dItujukan dalam rangka menIngkatkan produktIvItasnya.
(J) Larangan menImbun harta benda walaupun telah dIkeluarkan zakatnya. Harta yang dItImbun tIdak
akan berfungsI ekonomI. Pada gIlIrannya akan menghambat dIstrIbusI karena tIdak terjadI perputaran
harta.
Al8adrI (1992) menjelaskan bahwa slam mengharamkan menImbun harta benda walaupun telah
dIkeluarkan zakatnya dan mewajIbkan pembelanjaan terhadap harta tersebut agar Ia beredar dI
tengahtengah masyarakat sehIngga dapat dIambIl manfaatnya.
(4) |embuat kebIjakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagaI kegIatan syIrkah
dan mendorong pusatpusat pertumbuhan.
slam memerIntahkan agar harta benda beredar dI seluruh anggota masyarakat, dan tIdak hanya
beredar dI kalangan tertentu, sementara kelompok laInnya tIdak mendapat kesempatan. Caranya
adalah dengan menggalakkan kegIatan InvestasI dan pembangunan Infrastruktur. Untuk merealIsasIkan
hal InI, maka negara akan menjadI fasIlItator antara orangorang kaya yang tIdak mempunyaI waktu
dan kesempatan untuk mengelola dan mengembangkan hartanya dengan para pengelola yang
profesIonal yang modalnya kecIl atau tIdak ada. |ereka dIpertemukan dalam kegIatan perseroan
(syIrkah).
SelaIn Itu negara dapat juga memberIkan pInjaman modal kepada orangorang yang memerlukan modal
usaha. 0an tentu saja pInjaman yang dIberIkan tanpa dIkenakan bunga rIbawI. 8ahkan kepada orang
orang tertentu dapat saja dIberIkan modal usaha secara cumacuma sebagaI hadIah agar Ia tIdak
terbebanI untuk mengembalIkan pInjaman.
Cara laIn yang dIlakukan oleh negara untuk mendorong pusatpusat pertumbuhan ekonomI adalah
dengan membuat dan menyedIakan berbagaI fasIlItas sepertI jalan raya, pelabuhan, pasar dan laIn
sebagaInya. Juga membuat kebIjakan yang memudahkan setIap seorang membuat dan mengembangkan
berbagaI macam jenIs usaha produktIf.
(5) Larangan kegIatan monopolI, serta berbagaI penIpuan yang dapat mendIstorsI pasar.
slam melarang terjadInya monopolI terhadap produkproduk yang merupakan jenIs kepemIlIkan
IndIvIdu (prIvate property). Sebab dengan adanya monopolI, maka seseorang dapat menetapkan harga
jual produk sekehendaknya, sehIngga dapat merugIkan kebanyakan orang. 8ahkan negara tIdak
dIperbolehkan turut terlIbat dalam menetapkan harga jual suatu produk yang ada dI pasar, sebab hal
InI akan menyebabkan terjadInya dIstorsI pasar. slam mengharamkan penetapan harga secara mutlak.
mam Ahmad merIwayatkan sebuah hadIts darI Anas ra. Yang mengatakan :
"Harga pada masa Fasulullah saw mengalamI kenaIkan sangat tajam (membumbung). Lalu mereka
melaporkan : 'WahaI Fasulullah, kalau seandaInya harga InI engkau tetapkan (nIscaya tIdak
membumbung sepertI InI). 8elIau saw menjawab : 'Sesungguhnya Allahlah Yang |aha mencIptakan,
Yang |aha |enggenggam, Yang |aha |elapangkan, Yang |aha |emberI FIzkI, lagI |aha |enentukan
Harga. Aku IngIn mengadap ke hadIrat Allah, sementara tIdak ada satu orang pun yang menuntutku
karena suatu kezalIman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah."
mam Abu 0aud merIwayatkan darI Abu HuraIrah ra. yang mengatakan :
"8ahwa ada seorang lakIlakI datang lalu berkata : 'WahaI Fasulullah, tetapkanlah harga InI.' 8elIau
menjawab : '(TIdak) justru, bIarkan saja.' KemudIan belIau dIdatangI lakIlakI yang laIn lalu
mengatakan : 'WahaI Fasulullah, tetapkanlah harga InI.' 8elIau menjawab: '(TIdak) tetapI Allahlah
yang berhak menurunkan dan menaIkkan."
HadItshadIts InI menunjukkan haramnya penetapan harga, dImana penetapan harga tersebut
merupakan salah satu bentuk kezalIman yang harus dIhIlangkan. Larangan penetapan harga bersIfat
umum untuk semua jenIs barang, tanpa dIbedakan antara bahan makanan pokok dengan yang tIdak.
|eskIpun demIkIan terhadap produkproduk yang termasuk kepemIlIkan umum, slam membolehkan
adanya monopolI oleh negara. Namun monopolI oleh negara bukan berartI negara dapat menetapkan
harga seenaknya demI mengejar keuntungan semata. Namun negara justru berkewajIban menyedIakan
berbagaI produk tersebut dengan harga semurah mungkIn.
Hal laIn yang juga dIlarang oleh slam adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dIlakukan
oleh pedagang perantara, sehIngga para produsen terpaksa menjual pruduknya dengan harga sangat
murah, padahal harga yang berlaku dI pasar tIdak serendah yang mereka peroleh darI pedagang
perantara. 0IrIwayatkan oleh Abdullah bn Umar ra. Ia berkata :
"KamI pernah keluar menyambut orangorang yang datang membawa hasIl panen darI luar kota lalu
kamI membelInya darI mereka. Fasulullah saw melarang kamI membelInya sampaI hasIl panen tersebut
dIbawa ke pasar." (HF. 8ukharI)
|enurut rIwayat Abu HuraIrah ra, Fasulullah saw bersabda :
"Janganlah kamu keluar menyambut orangorang yang membawa hasIl panen ke dalam kota kIta." (HF.
8ukharI)

8. Problem KepemIlIkan
SIstem EkonomI ndonesIa yang bercorak kapItalIstIk sudah mulaI terasa sejak rezIm Soeharto berkuasa.
Pada saat Itu, sejarah memang mencatat, bagaImana pertumbuhan ekonomI begItu pesat. Para analIs
pada saat Itu mengakuI ndonesIa sebagaI ekonomI IndustrI dan pasar utama yang berkembang. Selama
lebIh darI J0 tahun pemerIntahan Drde 8aru, ekonomI ndonesIa tumbuh darI C0P per kapIta S70
menjadI lebIh darI S1.000 pada 1996. |elaluI kebIjakan moneter dan keuangan yang ketat, InflasI
dItahan sekItar 5-10, rupIah stabIl dan pemerIntah menerapkan sIstem anggaran berImbang
(www.wIkIpedIa.org). Namun, pertumbuhan yang dItopang oleh utang luar negerI InI pada akhIrnya
mencapaI bubble economIc pada tahun 1998.

|SAL, FFEEPDFT, PENCUASAAN 8LDK CEPU DLEH EXXDN |D8L

2) Problem 0IstrIbusI kekayaan
0alam sebuah artIkel khusus harIan FepublIka dIlaporkan bahwa omset tahun 199J darI 14 konglomerat
ndonesIa terbesar yang tergabung dalam grup Praselya |ulya, dIantaranya Dm LIem (SalIm Croup),
CIputra (CIputra Croup), |ochtar FIady (LIppo Croup), Suhargo Condokusumo (0harmala Croup), Eka
TjIpta (SInar |as Croup) mencapaI 47,2 trIlyun rupIah atau 8J AP8N ndonesIa tahun Itu
(PurnawanjatI,SIddIq. |embangun EkonomI AlternatIf Pasca KapItalIsme). nI menandakan, bahwa lebIh
darI 80 perputaran uang dI ndonesIa, hanya berkutat pada segelIntIr orang saja. Sementara sIsanya,
terbagI ke seluruh wIlayah dI ndonesIa dengan penduduknya sejumlah 200 juta jIwa. |aka wajar
apabIla kemIskInan semakIn merajalela, memperbesar jurang antara sI kaya dan sI mIskIn.

J) SIstem Uang Kertas
Salah satu penyebab utama jatuhnya perekonomIan ndonesIa pada tahun 1997/1998 adalah,
menIngkatnya nIlaI tukar dollar terhadap rupIah yang pada saat Itu menembus angka Fp.8000 per
0ollar. AkIbatnya, ImpIan ndonesIa untuk menjadI Negara ndustrI 8aru (N8) pupus sudah. ndonesIa
bukan lagI menjadI negara mIskIn tetapI super mIskIn dI bawah ndIa dan setara dengan Kamboja,
Kenya atau 8angladesh yang mempunyaI pendapatan per kapIta dIbawah J00 dolar (PurnawanjatI,
SIddIq. |embangun EkonomI AlternatIf Pasca KapItalIsme). 8elum lagI dampak darI sIstem uang yang
fluktuatIf InI yang akan menyebabkan InflasI, sehIngga hargaharga melambung tInggI terutama untuk
barang kebutuhan pokok, sebagaImana yang pernah melanda ndonesIa pada tahun 1997/1998.

KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM
Oleh: Agus Arwani, SE, M.Ag.
Dosen STAIN Pekalongan
Kepala Perpustakaan PonPes Modern Al Qur`an Buaran
Guru MA KH. SyaIi`i Buaran
A. Pendahuluan
Memahami sistem ekonomi Islam secara utuh dan komprehensiI, selain memerlukan
pemahaman tentang Islam juga memerlukan pemahaman yang memadai tentang
pengetahuan ekonomi umum mutakhir.
Sebaliknva, keterbatasan dalam pemahaman tentang ekonomi umum mutakhir (kapitalis
dan sosialis) akan berakibat pada anggapan bahwa sistem ekonomi Islam tidak memiliki
konsep operasional, namun hanya memiliki konsep-konsep teoritis dan moral seperti
yang terdapat pada hukum-hukum Iikih tentang muamalah, seperti perdagangan, sewa-
menyewa, simpan-pinjam dan lain-lain. Dengan kata lain sistem ekonomi Islam hanya
berada pada tatanan konsep teoritis namun tidak memiliki konsep operasional praktis
seperti halnya sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan
yang mendasar dengan sistem ekonomi manapun termasuk kapitalis maupun sosialis.
Perbedaan itu tidak hanya mencakup IalsaIah ekonominya, namun juga pada konsep-
konsep pokoknya serta pada tataran praktisnya. Meskipun terdapat perbedaan yang
Iundamental antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, namun tidak
dipungkiri bahwa pada tataran rincian praktis dijumpai beberapa persamaan. Namun pada
hakikatnya terdapat perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya karena landasan sistem ekonominya berbeda . Diantara perbedaan yang mendasar
berkaitan masalah kepemilikan harta kekayaan.
B. Konsep Kepemilikan Harta kekayaan.
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal
konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem
ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem
ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari
segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta
yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang dapat
dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas)
kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni
dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain.
Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas)
tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh
harta (ada aturan halal dan haram).
Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi
sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya
kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh
individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi
kepemilikan individu. Berbeda dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal
kepemilikan individu (private property) serta kepemilikan umum (public property).
Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada
kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta
kepemilikan negara (state property).
C. Konsep Pengelolaan Kepemilikan Harta kekayaan
Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah
dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi naIkah maupun upaya
pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi konvensional, harta yang telah
dimiliki dapat dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas
tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai
contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang
dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman
keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Sedangkan menurut Islam harta yang telah dimiliki, pemanIaatan (konsumsi) maupun
pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan
demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak
diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik
barang-barang haram juga dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan
mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi
Islam.
D. Konsep Distribusi Harta kekayaan di Tengah Masyarakat.
Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah
dalam hal konsep distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut sistem ekonomi
konvensional, distribusi kekayaan di tengah masyarakat dilakukan oleh negara secara
mutlak. Negara akan membagikan harta kekayaan kepada individu rakyat dengan sama
rata, tanpa memperhatikan lagi kedudukan dan status sosial mereka. Akibatnya adalah
meskipun seluruh anggota masyarakat memperoleh harta yang sama, namun penghargaan
yang adil terhadap jerih payah setiap orang menjadi tidak ada. Sebab berapapun usaha
dan produktivitas yang mereka hasilkan, tetap saja mereka memperoleh pembagian harta
(distribusi) yang sama dengan orang lain, meskipun orang tersebut memberikan jerih
payah yang kecil atau bahkan sama sekali tidak bekerja. Karena itulah sistem ekonomi
sosialis menolak mekanisme pasar (harga) dalam distribusi kekayaan.
Berbeda juga dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengandalkan pada
mekanisme pasar (harga) dan menolak sejauh mungkin peranan negara secara langsung
dalam mendistribusikan harta di tengah masyarakat. Menurut mereka mekanisme harga
(pasar) dengan invisible hands-nya akan secara otomatis membuat distribusi kekayaan di
tengah masyarakat. Karena itulah maka sistem ekonomi kapitalis akan mengabaikan
setiap orang yang tidak mampu mengikuti mekanisme pasar dengan baik. Seolah-olah
menurut mereka hanya orang-orang yang mampu mengikuti makanisme pasar artinya
mampu mengikuti persaingan pasarlah yang layak hidup. Sedangkan orang-orang lemah,
jompo, cacat tidaklah layak untuk hidup, sebab hanya menjadi beban masyarakat.
Sedangkan sistem ekonomi Islam, dalam hal distribusi kekayaan di tengah masyarakat,
selain mengandalkan mekanisme ekonomi yang wajar juga mengandalkan mekanisme
non ekonomi. Mekanisme distribusi yang ada dalam sistem ekonomi Islam secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu (1) apa yang
disebut mekanisme ekonomi dan (2) mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi
adalah mekanisme utama yang ditempuh oleh Sistem Ekonomi Islam untuk mengatasi
persoalan distribusi kekayaan. Mekanisme dijalankan dengan jalan membuat berbagai
ketentuan yang menyangkut kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan distribusi
kekayaan. Dengan sejumlah ketentuan-ketentuan yang menyangkut berbagai kegiatan
ekonomi tertentu, diyakini distribusi kekayaan itu akan berlangsung normal. Namun jika
mekanisme ekonomi tidak dapat atau belum mampu berjalan untuk mengatasi persoalan
distribusi, baik karena sebab-sebab alamiah yang menimbulkan kesenjangan, atau pun
kondisi-kondisi khusus seperti karena bencana alam, kerusuhan dan lain sebagainya,
maka Islam memiliki sejumlah mekanisme non-ekonomi yang dapat digunakan untuk
mengatasi persoalan distribusi kekayaan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Sistem Ekonomi Islam sangat berbeda dengan
Sistem Ekonomi Kapitalis yang untuk terjadinya distribusi kekayaan mengandalkan
kepada mekanisme (harga) pasar. Tegasnya, distribusi kekayaan secara lebih baik tidak
bisa dilakukan bila hanya mengandalkan mekanisme ekonomi saja (itupun banyak
kegiatan seperti berbagai jenis kegiatan ribawi, juga judi, yang bila dicermati justru
menimbulkan hambatan terhadap lancarnya distribusi kekayaan). Maka mestinya harus
ada pula mekanisme non ekonomi yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan
distribusi.
Menurut Zallum (1983); Az-Zein (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990), atas
dasar pandangan di atas maka asas yang dipergunakan menurut pandangan Islam berdiri
di atas tiga pilar (Iundamental) yakni :
1. Pilar Pertama : Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan merupakan izin As-Syari` (Allah SWT)
untuk memanIaatkan zat tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan
berdasarkan ketetapan dari As-Syari` (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-
sebab pemilikannya dan kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan
Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya
pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam.
Makna Kepemilikan
Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan
milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga
Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berIirman :
'Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada
kalian.(QS. An-Nuur : 33)
Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT
telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada
mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan
menguasai harta tersebut. Sebagaimana Iirman-Nya :
'Dan naIkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa
terhadapnya. '(QS. Al-Hadid : 7)
'Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu. (QS. Nuh : 12)
Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal
kepemilikan harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya,
dimana Allah SWT menyatakan 'Maalillah (harta kekayaan milik Allah). Sementara
ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka
Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT
menyatakan dengan Iirman-Nya :
'Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. '(QS. An-Nisaa` : 6)
'Ambillah dari harta-harta mereka. '(QS. Al-Baqarah : 279)
'Dan harta-harta yang kalian usahakan. (QS. At-Taubah : 24)
'Dan hartanya tidak bermanIaat baginya, bila ia telah binasa. (QS. Al-Lail :11)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia
(istikhlaI) tersebut bersiIat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Oleh karena
itu agar manusia benar-benar memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam
memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk
memiliki harta kekayaan tersebut dan hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang
yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
Macam-Macam Kepemilikan
Zallum (1983); Az-Zain (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990) mengemukakan
bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan Islam dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara` yang berlaku bagi zat ataupun
manIaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk
memanIaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi jika barangnya diambil
kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk
dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut.
An-Nabhaniy (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehemsiI hukum-
hukum syara` yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan
nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini :
(1) Bekerja.
(2) Warisan.
(3) Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
(4) Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
(5) Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau
tenaga apapun.
2). Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin As-Syari` kepada suatu komunitas untuk sama-sama
memanIaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan
Rasulullah saw bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka
masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum
Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil
orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan
umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :
a. Benda-benda yang merupakan Iasilitas umum
Yang merupakan Iasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan
manusia secara umum. Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana
siIat Iasilitas umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda:
'Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.(HR.
Abu Daud)
Anas ra meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan : Wa
tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan.
lbnu Majah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda :
'Tiga hal yang tidak akan pemah dilarang (untuk dimiliki siapapun) yaitu air, padang
rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah).
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
Bahan tambang dapat dikiasiIikasikan menjadi dua, yaitu: Barang tambang yang sedikit
(terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan
terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang
darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20).
Adapun bahan tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya, yang
tidak mungkin dihabiskan oleh individu, maka bahan tambang tersebut termasuk milik
umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.
c. Benda-benda yang siIat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh
individu secara perorangan.
Yang juga dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum yaitu jalan raya, sungai,
masjid dan Iasilitas umunn lainnya. Benda-benda ini dari segi bahwa merupakan Iasilitas
umum adalah hampir sama dengan kelompok pertama. Namun meskipun benda-benda
tersebut seperti jenis vang pertama, namun benda-benda tersebut berbeda dengan
kelompok yang pertama, dari segi siIatnya, bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh
individu. Barang-barang kelompok pertama dapat dimiliki oleh individu jika jumlahnya
kecil dan tidak menjadi sumber kebutuhan suatu komunitas. Misalnya sumur air,
mungkin saja dimiliki oleh individu, namun jika sumur air tersebut dibutuhkan oleh suatu
komunitas maka individu tersebut dilarang memilikinya. Berbeda dengan jalan raya,
mesjid, sungai dan lain-lain yang memang tidak mungkin dimiliki oleh individu.
3). Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang terrnasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum
muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat
memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna
pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk
mengelolanya semisal harta Iai, kharaj, jizyah dan sebagainya.
Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan oleh negara,
namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk milik
umum pada dasamya tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara
dapat membolehkan kepada orang-orang untuk mengambil dan memanIaatkannya.
Berbeda dengan hak milik negara dimana negara berhak untuk memberikan harta tersebut
kepada individu tertentu sesuai dengan kebijakan negara.
2. Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruI Ii al milkiyah)
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah
telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya
sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas
harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanIaatkan dan
mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang
telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanIaatkan dan
mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanIaatkan dan mengembangkan harta
yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum
Islam yang berkaitan dengan pemanIaatan dan pengembangan harta.
3. Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam
memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme
distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab
kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam
masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan
perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka.
Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan
membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja,
sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar
yang Iixed, seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara` melarang perputaran
kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut
terjadi di antara semua orang. Allah SWT berIirman :
'Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
(QS. Al-Hasyr : 7)
E. Penutup
Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan
menjadi dua, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme
ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi
kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, adalah dengan sejumlah cara, yakni :
1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan
dalam kepemilikan individu.
2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan
kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang
ditimbun tidak akan berIungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi
karena tidak terjadi perputaran harta.
4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan
berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar.
6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
7. PemanIaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah
al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air
dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Didorong oleh sebab-sebab tertentu yang bersiIat alamiah, misalnya keadaan alam yang
tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadinya musibah bencana alam,
dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan
kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut. Dengan mekanisme ekonomi biasa,
distribusi kekayaan dapat saja tidak berjalan karena orang-orang yang memiliki hambatan
yang bersiIat alamiah tadi tidak dapat mengikuti derap kegiatan ekonomi secara normal
sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu, termasuk mereka yang
tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin terpinggirkan secara
ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang rentan terhadap perubahan ekonomi.
Bila terus berlanjut, bisa memicu munculnya problema sosial seperti kriminalitas
(pencurian, perampokan), tindakan asusila (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin
revolusi sosial.
Untuk mengatasinya, Islam menempuh berbagai cara. Pertama, meneliti apakah
mekanisme ekonomi telah berjalan secara normal. Bila terdapat penyimpangan, misalnya
adanya monopoli, hambatan masuk (barrier to entry) baik administratiI maupun non-
adminitratiI dan sebagainya, atau kejahatan dalam mekanisme ekonomi (misalnya
penimbunan), harus segera dihilangkan. Bila semua mekanisme ekonomi berjalan
sempuma, tapi kesenjangan ekonomi tetap saja terjadi, Islam menempuh cara kedua,
yakni melalui mekanisme non-ekonomi. Cara kedua ini bertujuan agar di tengah
masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, yang akan ditempuh
dengan beberapa cara. Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut
adalah :
1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.
2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.
3. Pemberian inIaq, sedekah, wakaI, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada
yang memerlukan.
4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai