0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
137 tayangan13 halaman
Sistem ekonomi Islam memandang bahwa seluruh harta di dunia ini adalah milik Allah. Manusia hanya diizinkan menguasai dan memanfaatkannya sesuai aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama. Ada tiga jenis kepemilikan menurut Islam: kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan pribadi memberi hak pada individu untuk memanfaatkan barangnya sesuai syariat. Kepemilikan umum berl
Sistem ekonomi Islam memandang bahwa seluruh harta di dunia ini adalah milik Allah. Manusia hanya diizinkan menguasai dan memanfaatkannya sesuai aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama. Ada tiga jenis kepemilikan menurut Islam: kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan pribadi memberi hak pada individu untuk memanfaatkan barangnya sesuai syariat. Kepemilikan umum berl
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Sistem ekonomi Islam memandang bahwa seluruh harta di dunia ini adalah milik Allah. Manusia hanya diizinkan menguasai dan memanfaatkannya sesuai aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama. Ada tiga jenis kepemilikan menurut Islam: kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan pribadi memberi hak pada individu untuk memanfaatkan barangnya sesuai syariat. Kepemilikan umum berl
Hak Cipta:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
SIstem ekonomI yang ada dI dunIa InI dalam perbIncangan dIsIplIn Ilmu ekonomI, hanya dIkelompokkan menjadI dua. SebagaImana yang dIkemukakan oleh Samuelson E Nordhaus (1999) SIstem perekonomIan komando (command economy). Pada sIstem InI pemerIntah dIberI kewenangan penuh untuk mengambIl semua keputusan yang menyangkut soal produksI dan dIstrIbusI. Negara juga menguasaI hampIr semua sarana produksI (tanah atau modal). Negara memIlIkI dan mengatur secara langsung operasI semua perusahaan dI berbagaI sektor IndustrI. Negara merupakan majIkan darI semua angkatan kerja. SIstem ekonomI InI bIasa dIsebut dengan sIstem ekonomI sosIalIsme atau komunIsme. SIstem perekonomIan pasar (market economy). 0alam perekonomIan InI, IndIvIdu dan perusahaan membuat keputusankeputusan utama mengenaI produksI dan konsumsI. Campur tangan pemerIntah sangat terbatas. Keputusan ekonomI umumnya dIserahkan pada kekuatankekuatan pasar. SIstem ekonomI InI bIasa dIkenal dengan sIstem ekonomI lIbelarIsme atau kapItalIsme. 0arI tInjauan lIteratur tersebut nampak bahwa sIstem ekonomI slam belum mendapat tempat, atau bahkan mungkIn dIanggap tIdak ada. tulah sebabnya, darI kalangan ekonom muslIm muncul semangat yang besar untuk menghadIrkan sosok ekonomI slam dI tengah kancah pergulatan pemIkIran ekonomI dunIa.
SSTE| EKDND| SLA| Sebenarnya ada tolok ukur yang sangat jelas apabIla kIta hendak membedakan antara satu sIstem ekonomI dengan sIstem ekonomI laInnya. Tolok ukur tersebut tIdak laIn adalah: Sesungguhnya seluruh harta kekayaan yang ada dI dunIa Itu hak mIlIk sIapa: SIapa sesungguhnya yang berhak untuk mengelolanya: Produk hasIl pengelolaan tersebut akan dI dIstrIbusIkan kepada sIapa:
slam memandang bahwa seluruh harta yang ada dI dunIa InI (bahkan seluruh alam semesta InI) sesungguhnya adalah mIlIk Allah, berdasarkan fIrman Allah: "0an berIkanlah kepada mereka sebagIan darI harta Allah yang dIkarunIakannya kepadamu" (Q.S. An Nuur: JJ). 0arI ayat InI dIpahamI bahwa harta yang dIkarunIakan Allah kepada manusIa sesungguhnya merupakan pemberIan Allah yang dIkuasakan kepadanya. Hal Itu dIpertegas dengan mendasarkan pada fIrman Allah: "0an nafkahkanlah sebagIan darI hartamu yang Allah telah menjadIkan kamu menguasaInya" (Q.S. Al HadIId: 7).
Penguasaan (IstIkhlaf) InI berlaku umum bagI semua manusIa. Semua manusIa mempunyaI hak pemIlIkan, tetapI bukan pemIlIkan yang sebenarnya. Dleh karena Itu bagI IndIvIdu yang IngIn memIlIkI harta tertentu, maka slam telah menjelaskan sebabsebab pemIlIkan yang boleh (halal) dan yang tIdak boleh (haram) melaluI salah satu sebab pemIlIkan. slam telah menggarIskan hukumhukum perolehan IndIvIdu, sepertI: hukum bekerja, berburu, menghIdupkan tanah yang matI, warIsan, hIbbah, wasIat dsb. Ternyata sIstem ekonomI slam memandang bahwa harta kekayaan yang ada dI dunIa InI tIdak hanya dIperuntukkan pada IndIvIdu untuk dapat dImIlIkI sepenuhnya
J. Pandangan slam terhadap KepemIlIkan slam mencakup sekumpulan prInsIp dan doktrIn yang memedomanI dan mengatur hubungan seorang muslIm dengan Tuhan dan masyarakat. 0alam hal InI, slam bukan hanya layanan Tuhan sepertI halnya agama YahudI dan NasranI, tetapI juga menyatukan aturan perIlaku yang mengatur dan mengorganIsIr umat manusIa baIk dalam kehIdupan spIrItual maupun materIal.8 0alam pandangan slam, pemIlIk asal semua harta dengan segala macamnya adalah Allah SWT karena 0Ialah PencIpta, Pengatur dan PemIlIk segala yang ada dI alam semesta InI: = ~ ' ~ ~' ' ' ~ ' ~ + -- =- ' ~ -' ~ - ' _ = . , - ~ - ~ Kepunyaan Allahlah kerajaan langIt dan bumI dan apa yang dIantara keduanya. 0Ia mencIptakan apa yang dIkehendakINya. 0an Allah |aha Kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan manusIa adalah pIhak yang mendapatkan kuasa darI Allah SWT untuk memIlIkI dan memanfaatkan harta tersebut ' - ~' - ' ~ ' - -- ' ~ ~ = - - = ~ ~ - 8erImanlah kamu kepada allah dan FasulNya dan nafkahkanlah sebagIan darI hartamu yang Allah telah menjadIkan kamu menguasaInya... Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada hakekatnya hanya menerIma tItIpan sebagaI amanat untuk dIsalurkan dan dIbelanjakan sesuaI dengan kehendak pemIlIk sebenarnya (Allah SWT), baIk dalam pengembangan harta maupun penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa harta hendaknya dIgunakan untuk kepentIngan bersama. 8ahkan tIdak berlebIhan jIka dIkatakan bahwa pada mulanya masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudIan Allah menganugerahkan sebagIan darInya kepada prIbadIprIbadI (dan InstItusI) yang mengusahakan perolehannya sesuaI dengan kebutuhan masIngmasIng. SehIngga sebuah kepemIlIkan atas harta kekayaan oleh manusIa baru dapat dIpandang sah apabIla telah mendapatkan IzIn darI Allah SWT untuk memIlIkInya. nI berartI, kepemIlIkan dan pemanfaatan atas suatu harta haruslah dIdasarkan pada ketentuanketentuan shara' yang tertuang dalam alQur'an, alSunnah, Ijma' sahabat dan alQIyas. 9 kepemIlIkan (almIlkIyyah), 9 mekanIsme pengelolaan kekayaan (kayfIyyah altasarruf fI almal) dan 9 dIstrIbusI kekayaan dI antara manusIa (altawzI' altharwah bayna alnas). 0arI beberapa keterangan nashnash shara' dapat dIjelaskan bahwa kepemIlIkan terklasIfIkasI menjadI tIga jenIs, yaknI KepemIlIkan prIbadI (almIlkIyat alfardIyah/prIvate property) Adalah hukum shara' yang berlaku bagI zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkInkan pemIlIknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasInyabaIk karena dIambIl kegunaannya oleh orang laIn sepertI dIsewa ataupun karena dIkonsumsIdarI barang tersebut. Adanya wewenang kepada manusIa untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagaI bentuk transaksI atas harta yang dImIlIkI, sepertI jualbelI, gadaI, sewa menyewa, hIbah, wasIat, dll adalah merIupakan buktI pengakuan slam terhadap adanya hak kepemIlIkan IndIvIdual. Karena kepemIlIkan merupakan IzIn alsharI' untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemIlIkan atas suatu benda tIdak semata berasal darI benda Itu sendIrI ataupun karena karakter dasarnya, semIsal bermanfaat atau tIdak. Akan tetapI Ia berasal darI adanya IzIn yang dIberIkan oleh alsharI' serta berasal darI sebab yang dIperbolehkan alsharI' untuk memIlIkInya (sepertI kepemIlIkan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan mInuman keras, babI, ganja dsb), sehIngga melahIrkan akIbatnya, yaItu adanya kepemIlIkan atas benda tersebut. KepemIlIkan Umum (almIlkIyyat al'ammah/ publIc property) Adalah IzIn alsharI' kepada suatu komunItas untuk bersamasama memanfaatkan benda, Sedangkan bendabenda yang tergolong kategorI kepemIlIkan umum adalah bendabenda yang telah dInyatakan oleh alsharI' sebagaI bendabenda yang dImIlIkI komunItas secara bersamasama dan tIdak boleh dIkuasaI oleh hanya seorang saja. Karena mIlIk umum, maka setIap IndIvIdu dapat memanfaatkannya namun dIlarang memIlIkInya. SetIdaktIdaknya, benda yang dapat dIkelompokkan ke dalam kepemIlIkan umum InI, ada tIga jenIs, yaItu: FasIlItas dan sarana umum 8enda InI tergolong ke dalam jenIs kepemIlIkan umum karena menjadI kebutuhan pokok masyarakat dan jIka tIdak terpenuhI dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. JenIs harta InI dIjelaskan dalam hadIth nabI yang berkaItan dengan sarana umum: ~ ~ ~' -' ~ , ' ` ' -' ~' ' -' |anusIa berserIkat (bersamasama memIlIkI) dalam tIga hal: aIr, padang rumput dan apI (HF Ahmad dan Abu 0awud) dan dalam hadIth laIn terdapat tambahan: ...dan harganya haram (HF bn |ajah darI bn Abbas).18 AIr yang dImaksudkan dalam hadIth dI atas adalah aIr yang masIh belum dIambIl, baIk yang keluar darI mata aIr, sumur, maupun yang mengalIr dI sungaI atau danau bukan aIr yang dImIlIkI oleh perorangan dI rImahnya. Dleh karena Itu pembahasan para fuqaha mengenaI aIr sebagaI kepemIlIkan umum dIfokuskan pada aIraIr yang belum dIambIl tersebut. Adapun alkala' adalah padang rumput, baIk rumput basah atau hIjau (alkhala) maupun rumput kerIng (alhashIsh) yang tumbuh dI tanah, gunung atau alIran sungaI yang tIdak ada pemIlIknya. Sedangkan yang dImaksud alnar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkaIt dengannya, termasuk dIdalamnya adalah kayu bakar. 8entuk kepemIlIkan umum, tIdak hanya terbatas pada tIga macam benda tersebut saja melaInkan juga mencakup segala sesuatu yang dIperlukan oleh masyarakat dan jIka tIdak terpenuhI, dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal InI dIsebabkan karena adanya IndIkasI alsharI' yang terkaIt dengan masalah InI memandang bahwa bendabenda tersebut dIkategorIkan sebagaI kepemIlIkan umum karena sIfat tertentu yang terdapat dIdalamnya sehIngga dIkategorIkan sebagaI kepemIlIkan umum.
KepemIlIkan Negara (mIlkIyyat aldawlah/ state prIvate) Adalah harta yang merupakan hak bagI seluruh kaum muslImIn/rakyat dan pengelolaannya menjadI wewenang khalIfah/negara, dImana khalIfah/negara berhak memberIkan atau mengkhususkannya kepada sebagIan kaum muslIm/rakyat sesuaI dengan IjtIhadnya. |akna pengelolaan oleh khalIfah InI adalah adanya kekuasaan yang dImIlIkI khalIfah untuk mengelolanya. KepemIlIkan negara InI melIputI semua jenIs harta benda yang tIdak dapat dIgolongkan ke dalam jenIs harta mIlIk umum (almIlkIyyat al'ammah/publIc property) namun terkadang bIsa tergolong dalam jenIs harta kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyyat alfardIyyah). 8eberapa harta yang dapat dIkategorIkan ke dalam jenIs kepemIlIkan negara menurut alsharI' dan khalIfah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan IjtIhadnya adalah: 1. Harta ghanImah, anfal (harta yang dIperoleh darI rampasan perang dengan orang kafIr), fay' (harta yang dIperoleh darI musuh tanpa peperangan) dan khumus 2. Harta yang berasal darI kharaj (hak kaum muslIm atas tanah yang dIperoleh darI orang kafIr, baIk melaluI peperangan atau tIdak) J. Harta yang berasal darI jIzyah (hak yang dIberIkan Allah kepada kaum muslIm darI orang kafIr sebagaI tunduknya mereka kepada slam) 4. Harta yang berasal darI darIbah (pajak) 5. Harta yang berasal darI ushur (pajak penjualan yang dIambIl pemerIntah darI pedagang yang melewatI batas wIlayahnya dengan pungutan yang dIklasIfIkasIkan berdasarkan agamanya) 6. Harta yang tIdak ada ahlI warIsnya atau kelebIhan harta darI sIsa warIs (amwal alfadla) 7. Harta yang dItInggalkan oleh orangorang murtad 8. Harta yang dIperoleh secara tIdak sah para penguasa, pegawaI negara, harta yang dIdapat tIdak sejalan dengan shara' 9. Harta laIn mIlIk negara, semIsal: padang pasIr, gunung, pantaI, laut dan tanah matI yang tIdak ada pemIlIknya.
4. CAFS PEF8E0AAN 0arI uraIan global tentang sIstem ekonomI slam tersebut maka akan nampak perbedaan yang sangat mendasar dengan sIstem ekonomI yang laIn, baIk kapItalIsme maupun sosIalIsme. SIstem ekonomI slam tIdak membIarkan harta kekayaan yang ada dI bumI InI "dIperebutkan" secara bebas sebagaImana dalam ekonomI kapItalIsme. AkIbat darI persaIngan bebas dalam ekonomI kapItalIsme, sebagaImana telah umum dIfahamI telah mengakIbatkan pIhak yang kaya semakIn kaya, sedangkan yang mIskIn semakIn mIskIn. KIta tentu tIdak terlalu kaget jIka ada J orang terkaya dI dunIa InI, ternyata kekayaannya lebIh besar darI gross domestIc product (C0P) 48 negara termIskIn dunIa. tu berartI setara dengan seperempat jumlah total negara dI dunIa. tu adalah hasIl penelItIan 8recher dan SmIth. 0emIkIan juga, tIdak kalah hebatnya, menurut penelItIan Noam Chomsky, 1 penduduk dengan pendapatan tertInggI dunIa, setara dengan 60 penduduk pendapatan terendah dunIa, yaItu sama dengan pendapatan darI J mIlyar manusIa (TrIono, 2005). tulah "karya" nyata darI ekonomI kapItalIsme. 0emIkIan juga, sIstem ekonomI slam juga dapat dIbedakan dengan dengan jelas terhadap sIstem ekonomI sosIalIsme. Hal Itu dIsebabkan, dI dalam sIstem ekonomI slam tetap memberI IjIn kepada IndIvIduIndIvIdu untuk memIlIkI harta kekayaan, sebanyak apapun, sepanjang harta Itu dIperoleh melaluI jalan yang dIhalalkan oleh slam. JIka kepemIlIkan IndIvIdu tIdak dIakuI, maka akIbatnya dapat dIlIhat pada sIstem ekonomI sosIalIsme, yaItu menyebabkan gaIrah kerja dan semangat berproduksI menjadI hIlang. ZaIn (1988), memberI buktI bahwa pengakuan terhadap kebabasan kepemIlIkan IndIvIdu memang dapat mempengaruhI pertumbuhan ekonomI sebagaImana yang terjadI pada sIstem pertanIan IndIvIdual dI Eropa 8arat dIbandIng dengan sIstem komunal dI FusIa dan FFC. SIstem pertanIan komunal dI FusIa dan FFC produksInya selalu tIdak pernah mengunggulI produksI pertanIan IndIvIdu dI negaranegara Eropa 8arat. Faktafakta menunjukkan bahwa produksI pertanIan dI kedua negara tersebut cenderung selalu mengalamI kegagalan.
Keunggulan darI sIstem ekonomI slam terutama dapat dIlIhat darI adanya kepemIlIkan umum. Sumber sumber daya alam yang besar sepertI hutan, tambang, mInyak, gas, batubara, lIstrIk, aIr dsb. adalah termasuk dalam kategorI kepemIlIkan umum, sehIngga seluruh hasIl darI sumber daya alam tersebut harus dIkembalIkan kepada rakyat sebagaI pemIlIk hakIkI darI harta tersebut. Harta tersebut bukanlah mIlIk negara, bukan mIlIk IndIvIdu, bukan mIlIk swasta, apalagI mIlIk swata asIng sebagaImana fakta terjadInya "perampokan" dan "penjarahan" yang saat InI banyak dIlakukan oleh perusahaan perusahaan asIng darI negara maju kepada negara berkembang. A. |ekanIsme EkonomI |ekanIsme ekonomI yang dItempuh SIstem EkonomI slam dalam rangka mewujudkan dIstrIbusI kekayaan dIantara manusIa yang seadIladIlnya, adalah dengan sejumlah cara, yaknI: (1) |embuka kesempatan seluasluasnya bagI berlangsungnya sebabsebab kepemIlIkan (asbabu al tamalluk) dalam kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyah alfardIyah). |enurut AnNabhanIy (1990), slam telah menetapkan sebabsebab tertentu dImana seseorang dapat memIlIkI harta yang berkaItan dengan kepemIlIkan IndIvIdu (almIlkIyah alfardIyah) yaknI (1) bekerja; (2) warIsan; (J) kebutuhan akan harta untuk menyambung hIdup; (4) harta pemberIan negara yang dIberIkan kepada rakyat; dan (5) hartaharta yang dIperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. Agar berbagaI jenIs pekerjaan yang telah dItetapkan tersebut dapat dIjalankan dengan baIk, maka negara mempunyaI kewajIban untuk menyedIakan lapangan pekerjaan serta membuat berbagaI ketentuan yang memudahkan setIap orang menjalankan pekerjaan tersebut. (2) |emberIkan kesempatan seluasluasnya bagI berlangsungnya pengembangan kepemIlIkan (tanmIyatu almIlkIyah) melaluI kegIatan InvestasI. Pengembangan KepemIlIkan (tanmIyatu almIlkIyah) adalah suatu mekanIsme yang dIpergunakan seseorang untuk menghasIlkan tambahan kepemIlIkan tersebut. Karenanya slam mengemukakan dan mengatur serta menjelaskan suatu mekanIsme untuk mengembangkan kepemIlIkan. 0alam masalah pengembangan kepemIlIkan, Syara' telah menjelaskan garIsgarIs besar tentang mekanIsme yang dIpergunakan untuk mengembangkan kepemIlIkan, dIsampIng juga menyerahkan rIncIan hukumnya kepada para mujtahId agar mereka menggalI hukumhukumnya secara rIncI berdasarkan pada nashnash yang menjelaskan tentang mekanIsme tersebut serta berdasarkan pemahaman terhadap fakta yang ada. 0engan demIkIan syara' telah menjelaskan berbagaI muamalah dan transaksItransaksI yang dapat dIgunakan untuk mengembangkan kepemIlIkan sekalIgus juga menjelaskan berbagaI muamalah dan transaksItransaksI yang tIdak boleh dIlakukan dalam rangka mengembangkan kepemIlIkan. 0alam hal InI slam memIlIkI hukumhukum tentang pertanIan, perdagangan, dan IndustrI. 0arI sInIlah kIta ketahuI teknIk yang umumnya dIgunakan orangorang mengembangkan untuk harta kekayaan adalah dengan jalan melaksanakan aktIvItas pertanIan, perdagangan dan IndustrI. Yang kesemuanya dItujukan dalam rangka menIngkatkan produktIvItasnya. (J) Larangan menImbun harta benda walaupun telah dIkeluarkan zakatnya. Harta yang dItImbun tIdak akan berfungsI ekonomI. Pada gIlIrannya akan menghambat dIstrIbusI karena tIdak terjadI perputaran harta. Al8adrI (1992) menjelaskan bahwa slam mengharamkan menImbun harta benda walaupun telah dIkeluarkan zakatnya dan mewajIbkan pembelanjaan terhadap harta tersebut agar Ia beredar dI tengahtengah masyarakat sehIngga dapat dIambIl manfaatnya. (4) |embuat kebIjakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagaI kegIatan syIrkah dan mendorong pusatpusat pertumbuhan. slam memerIntahkan agar harta benda beredar dI seluruh anggota masyarakat, dan tIdak hanya beredar dI kalangan tertentu, sementara kelompok laInnya tIdak mendapat kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegIatan InvestasI dan pembangunan Infrastruktur. Untuk merealIsasIkan hal InI, maka negara akan menjadI fasIlItator antara orangorang kaya yang tIdak mempunyaI waktu dan kesempatan untuk mengelola dan mengembangkan hartanya dengan para pengelola yang profesIonal yang modalnya kecIl atau tIdak ada. |ereka dIpertemukan dalam kegIatan perseroan (syIrkah). SelaIn Itu negara dapat juga memberIkan pInjaman modal kepada orangorang yang memerlukan modal usaha. 0an tentu saja pInjaman yang dIberIkan tanpa dIkenakan bunga rIbawI. 8ahkan kepada orang orang tertentu dapat saja dIberIkan modal usaha secara cumacuma sebagaI hadIah agar Ia tIdak terbebanI untuk mengembalIkan pInjaman. Cara laIn yang dIlakukan oleh negara untuk mendorong pusatpusat pertumbuhan ekonomI adalah dengan membuat dan menyedIakan berbagaI fasIlItas sepertI jalan raya, pelabuhan, pasar dan laIn sebagaInya. Juga membuat kebIjakan yang memudahkan setIap seorang membuat dan mengembangkan berbagaI macam jenIs usaha produktIf. (5) Larangan kegIatan monopolI, serta berbagaI penIpuan yang dapat mendIstorsI pasar. slam melarang terjadInya monopolI terhadap produkproduk yang merupakan jenIs kepemIlIkan IndIvIdu (prIvate property). Sebab dengan adanya monopolI, maka seseorang dapat menetapkan harga jual produk sekehendaknya, sehIngga dapat merugIkan kebanyakan orang. 8ahkan negara tIdak dIperbolehkan turut terlIbat dalam menetapkan harga jual suatu produk yang ada dI pasar, sebab hal InI akan menyebabkan terjadInya dIstorsI pasar. slam mengharamkan penetapan harga secara mutlak. mam Ahmad merIwayatkan sebuah hadIts darI Anas ra. Yang mengatakan : "Harga pada masa Fasulullah saw mengalamI kenaIkan sangat tajam (membumbung). Lalu mereka melaporkan : 'WahaI Fasulullah, kalau seandaInya harga InI engkau tetapkan (nIscaya tIdak membumbung sepertI InI). 8elIau saw menjawab : 'Sesungguhnya Allahlah Yang |aha mencIptakan, Yang |aha |enggenggam, Yang |aha |elapangkan, Yang |aha |emberI FIzkI, lagI |aha |enentukan Harga. Aku IngIn mengadap ke hadIrat Allah, sementara tIdak ada satu orang pun yang menuntutku karena suatu kezalIman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah." mam Abu 0aud merIwayatkan darI Abu HuraIrah ra. yang mengatakan : "8ahwa ada seorang lakIlakI datang lalu berkata : 'WahaI Fasulullah, tetapkanlah harga InI.' 8elIau menjawab : '(TIdak) justru, bIarkan saja.' KemudIan belIau dIdatangI lakIlakI yang laIn lalu mengatakan : 'WahaI Fasulullah, tetapkanlah harga InI.' 8elIau menjawab: '(TIdak) tetapI Allahlah yang berhak menurunkan dan menaIkkan." HadItshadIts InI menunjukkan haramnya penetapan harga, dImana penetapan harga tersebut merupakan salah satu bentuk kezalIman yang harus dIhIlangkan. Larangan penetapan harga bersIfat umum untuk semua jenIs barang, tanpa dIbedakan antara bahan makanan pokok dengan yang tIdak. |eskIpun demIkIan terhadap produkproduk yang termasuk kepemIlIkan umum, slam membolehkan adanya monopolI oleh negara. Namun monopolI oleh negara bukan berartI negara dapat menetapkan harga seenaknya demI mengejar keuntungan semata. Namun negara justru berkewajIban menyedIakan berbagaI produk tersebut dengan harga semurah mungkIn. Hal laIn yang juga dIlarang oleh slam adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dIlakukan oleh pedagang perantara, sehIngga para produsen terpaksa menjual pruduknya dengan harga sangat murah, padahal harga yang berlaku dI pasar tIdak serendah yang mereka peroleh darI pedagang perantara. 0IrIwayatkan oleh Abdullah bn Umar ra. Ia berkata : "KamI pernah keluar menyambut orangorang yang datang membawa hasIl panen darI luar kota lalu kamI membelInya darI mereka. Fasulullah saw melarang kamI membelInya sampaI hasIl panen tersebut dIbawa ke pasar." (HF. 8ukharI) |enurut rIwayat Abu HuraIrah ra, Fasulullah saw bersabda : "Janganlah kamu keluar menyambut orangorang yang membawa hasIl panen ke dalam kota kIta." (HF. 8ukharI)
8. Problem KepemIlIkan SIstem EkonomI ndonesIa yang bercorak kapItalIstIk sudah mulaI terasa sejak rezIm Soeharto berkuasa. Pada saat Itu, sejarah memang mencatat, bagaImana pertumbuhan ekonomI begItu pesat. Para analIs pada saat Itu mengakuI ndonesIa sebagaI ekonomI IndustrI dan pasar utama yang berkembang. Selama lebIh darI J0 tahun pemerIntahan Drde 8aru, ekonomI ndonesIa tumbuh darI C0P per kapIta S70 menjadI lebIh darI S1.000 pada 1996. |elaluI kebIjakan moneter dan keuangan yang ketat, InflasI dItahan sekItar 5-10, rupIah stabIl dan pemerIntah menerapkan sIstem anggaran berImbang (www.wIkIpedIa.org). Namun, pertumbuhan yang dItopang oleh utang luar negerI InI pada akhIrnya mencapaI bubble economIc pada tahun 1998.
2) Problem 0IstrIbusI kekayaan 0alam sebuah artIkel khusus harIan FepublIka dIlaporkan bahwa omset tahun 199J darI 14 konglomerat ndonesIa terbesar yang tergabung dalam grup Praselya |ulya, dIantaranya Dm LIem (SalIm Croup), CIputra (CIputra Croup), |ochtar FIady (LIppo Croup), Suhargo Condokusumo (0harmala Croup), Eka TjIpta (SInar |as Croup) mencapaI 47,2 trIlyun rupIah atau 8J AP8N ndonesIa tahun Itu (PurnawanjatI,SIddIq. |embangun EkonomI AlternatIf Pasca KapItalIsme). nI menandakan, bahwa lebIh darI 80 perputaran uang dI ndonesIa, hanya berkutat pada segelIntIr orang saja. Sementara sIsanya, terbagI ke seluruh wIlayah dI ndonesIa dengan penduduknya sejumlah 200 juta jIwa. |aka wajar apabIla kemIskInan semakIn merajalela, memperbesar jurang antara sI kaya dan sI mIskIn.
J) SIstem Uang Kertas Salah satu penyebab utama jatuhnya perekonomIan ndonesIa pada tahun 1997/1998 adalah, menIngkatnya nIlaI tukar dollar terhadap rupIah yang pada saat Itu menembus angka Fp.8000 per 0ollar. AkIbatnya, ImpIan ndonesIa untuk menjadI Negara ndustrI 8aru (N8) pupus sudah. ndonesIa bukan lagI menjadI negara mIskIn tetapI super mIskIn dI bawah ndIa dan setara dengan Kamboja, Kenya atau 8angladesh yang mempunyaI pendapatan per kapIta dIbawah J00 dolar (PurnawanjatI, SIddIq. |embangun EkonomI AlternatIf Pasca KapItalIsme). 8elum lagI dampak darI sIstem uang yang fluktuatIf InI yang akan menyebabkan InflasI, sehIngga hargaharga melambung tInggI terutama untuk barang kebutuhan pokok, sebagaImana yang pernah melanda ndonesIa pada tahun 1997/1998.
KEPEMILIKAN DALAM EKONOMI ISLAM Oleh: Agus Arwani, SE, M.Ag. Dosen STAIN Pekalongan Kepala Perpustakaan PonPes Modern Al Qur`an Buaran Guru MA KH. SyaIi`i Buaran A. Pendahuluan Memahami sistem ekonomi Islam secara utuh dan komprehensiI, selain memerlukan pemahaman tentang Islam juga memerlukan pemahaman yang memadai tentang pengetahuan ekonomi umum mutakhir. Sebaliknva, keterbatasan dalam pemahaman tentang ekonomi umum mutakhir (kapitalis dan sosialis) akan berakibat pada anggapan bahwa sistem ekonomi Islam tidak memiliki konsep operasional, namun hanya memiliki konsep-konsep teoritis dan moral seperti yang terdapat pada hukum-hukum Iikih tentang muamalah, seperti perdagangan, sewa- menyewa, simpan-pinjam dan lain-lain. Dengan kata lain sistem ekonomi Islam hanya berada pada tatanan konsep teoritis namun tidak memiliki konsep operasional praktis seperti halnya sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi manapun termasuk kapitalis maupun sosialis. Perbedaan itu tidak hanya mencakup IalsaIah ekonominya, namun juga pada konsep- konsep pokoknya serta pada tataran praktisnya. Meskipun terdapat perbedaan yang Iundamental antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, namun tidak dipungkiri bahwa pada tataran rincian praktis dijumpai beberapa persamaan. Namun pada hakikatnya terdapat perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya karena landasan sistem ekonominya berbeda . Diantara perbedaan yang mendasar berkaitan masalah kepemilikan harta kekayaan. B. Konsep Kepemilikan Harta kekayaan. Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep kepemilikan harta. Pandangan tentang kepemilikan harta berbeda antara sistem ekonomi Sosialis dengan sistem ekonomi Kapitalis serta berbeda juga dengan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan harta (barang dan jasa) dalam Sistem Sosialis dibatasi dari segi jumlah (kuantitas), namun dibebaskan dari segi cara (kualitas) memperoleh harta yang dimiliki. Artinya cara memperolehnya dibebaskan dengan cara apapun yang dapat dilakukan. Sedangkan menurut pandangan Sistem Ekonomi Kapitalis jumlah (kuantitas) kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Sedangkan menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram). Demikian juga pandangan tentang jenis kepemilikan harta. Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property). Yang ada hanya kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Berbeda dengan itu di dalam Sistem Ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property) serta kepemilikan umum (public property). Berbeda lagi dengan Sistem Ekonomi Islam, yang mempunyai pandangan bahwa ada kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (public property) serta kepemilikan negara (state property). C. Konsep Pengelolaan Kepemilikan Harta kekayaan Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep pengelolaan kepemilikan harta, baik dari segi naIkah maupun upaya pengembangan kepemilikan. Menurut sistem ekonomi konvensional, harta yang telah dimiliki dapat dipergunakan (konsumsi) ataupun di kembangkan (investasi) secara bebas tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman keras dilegalkan dan tidak dilarang. Sedangkan menurut Islam harta yang telah dimiliki, pemanIaatan (konsumsi) maupun pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah tidak diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barang-barang haram juga dilarang. Karena itulah memproduksi, menjual, membeli dan mengkonsumsi minuman keras adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam. D. Konsep Distribusi Harta kekayaan di Tengah Masyarakat. Perbedaan lainnya antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah dalam hal konsep distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut sistem ekonomi konvensional, distribusi kekayaan di tengah masyarakat dilakukan oleh negara secara mutlak. Negara akan membagikan harta kekayaan kepada individu rakyat dengan sama rata, tanpa memperhatikan lagi kedudukan dan status sosial mereka. Akibatnya adalah meskipun seluruh anggota masyarakat memperoleh harta yang sama, namun penghargaan yang adil terhadap jerih payah setiap orang menjadi tidak ada. Sebab berapapun usaha dan produktivitas yang mereka hasilkan, tetap saja mereka memperoleh pembagian harta (distribusi) yang sama dengan orang lain, meskipun orang tersebut memberikan jerih payah yang kecil atau bahkan sama sekali tidak bekerja. Karena itulah sistem ekonomi sosialis menolak mekanisme pasar (harga) dalam distribusi kekayaan. Berbeda juga dengan sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengandalkan pada mekanisme pasar (harga) dan menolak sejauh mungkin peranan negara secara langsung dalam mendistribusikan harta di tengah masyarakat. Menurut mereka mekanisme harga (pasar) dengan invisible hands-nya akan secara otomatis membuat distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Karena itulah maka sistem ekonomi kapitalis akan mengabaikan setiap orang yang tidak mampu mengikuti mekanisme pasar dengan baik. Seolah-olah menurut mereka hanya orang-orang yang mampu mengikuti makanisme pasar artinya mampu mengikuti persaingan pasarlah yang layak hidup. Sedangkan orang-orang lemah, jompo, cacat tidaklah layak untuk hidup, sebab hanya menjadi beban masyarakat. Sedangkan sistem ekonomi Islam, dalam hal distribusi kekayaan di tengah masyarakat, selain mengandalkan mekanisme ekonomi yang wajar juga mengandalkan mekanisme non ekonomi. Mekanisme distribusi yang ada dalam sistem ekonomi Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu (1) apa yang disebut mekanisme ekonomi dan (2) mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi adalah mekanisme utama yang ditempuh oleh Sistem Ekonomi Islam untuk mengatasi persoalan distribusi kekayaan. Mekanisme dijalankan dengan jalan membuat berbagai ketentuan yang menyangkut kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan distribusi kekayaan. Dengan sejumlah ketentuan-ketentuan yang menyangkut berbagai kegiatan ekonomi tertentu, diyakini distribusi kekayaan itu akan berlangsung normal. Namun jika mekanisme ekonomi tidak dapat atau belum mampu berjalan untuk mengatasi persoalan distribusi, baik karena sebab-sebab alamiah yang menimbulkan kesenjangan, atau pun kondisi-kondisi khusus seperti karena bencana alam, kerusuhan dan lain sebagainya, maka Islam memiliki sejumlah mekanisme non-ekonomi yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan distribusi kekayaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa Sistem Ekonomi Islam sangat berbeda dengan Sistem Ekonomi Kapitalis yang untuk terjadinya distribusi kekayaan mengandalkan kepada mekanisme (harga) pasar. Tegasnya, distribusi kekayaan secara lebih baik tidak bisa dilakukan bila hanya mengandalkan mekanisme ekonomi saja (itupun banyak kegiatan seperti berbagai jenis kegiatan ribawi, juga judi, yang bila dicermati justru menimbulkan hambatan terhadap lancarnya distribusi kekayaan). Maka mestinya harus ada pula mekanisme non ekonomi yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan distribusi. Menurut Zallum (1983); Az-Zein (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990), atas dasar pandangan di atas maka asas yang dipergunakan menurut pandangan Islam berdiri di atas tiga pilar (Iundamental) yakni : 1. Pilar Pertama : Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah) An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan merupakan izin As-Syari` (Allah SWT) untuk memanIaatkan zat tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari` (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab- sebab pemilikannya dan kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam. Makna Kepemilikan Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berIirman : 'Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.(QS. An-Nuur : 33) Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta tersebut. Sebagaimana Iirman-Nya : 'Dan naIkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. '(QS. Al-Hadid : 7) 'Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu. (QS. Nuh : 12) Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT menyatakan 'Maalillah (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan Iirman-Nya : 'Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. '(QS. An-Nisaa` : 6) 'Ambillah dari harta-harta mereka. '(QS. Al-Baqarah : 279) 'Dan harta-harta yang kalian usahakan. (QS. At-Taubah : 24) 'Dan hartanya tidak bermanIaat baginya, bila ia telah binasa. (QS. Al-Lail :11) Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaI) tersebut bersiIat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu agar manusia benar-benar memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut dan hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya. Macam-Macam Kepemilikan Zallum (1983); Az-Zain (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990) mengemukakan bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan Islam dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Kepemilikan Individu (private property) Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara` yang berlaku bagi zat ataupun manIaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanIaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. An-Nabhaniy (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehemsiI hukum- hukum syara` yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini : (1) Bekerja. (2) Warisan. (3) Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup. (4) Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat. (5) Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun. 2). Kepemilikan Umum (collective property) Kepemilikan umum adalah izin As-Syari` kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanIaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok : a. Benda-benda yang merupakan Iasilitas umum Yang merupakan Iasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana siIat Iasilitas umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda: 'Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.(HR. Abu Daud) Anas ra meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan : Wa tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan. lbnu Majah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda : 'Tiga hal yang tidak akan pemah dilarang (untuk dimiliki siapapun) yaitu air, padang rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah). b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar Bahan tambang dapat dikiasiIikasikan menjadi dua, yaitu: Barang tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20). Adapun bahan tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan oleh individu, maka bahan tambang tersebut termasuk milik umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. c. Benda-benda yang siIat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Yang juga dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum yaitu jalan raya, sungai, masjid dan Iasilitas umunn lainnya. Benda-benda ini dari segi bahwa merupakan Iasilitas umum adalah hampir sama dengan kelompok pertama. Namun meskipun benda-benda tersebut seperti jenis vang pertama, namun benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama, dari segi siIatnya, bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu. Barang-barang kelompok pertama dapat dimiliki oleh individu jika jumlahnya kecil dan tidak menjadi sumber kebutuhan suatu komunitas. Misalnya sumur air, mungkin saja dimiliki oleh individu, namun jika sumur air tersebut dibutuhkan oleh suatu komunitas maka individu tersebut dilarang memilikinya. Berbeda dengan jalan raya, mesjid, sungai dan lain-lain yang memang tidak mungkin dimiliki oleh individu. 3). Kepemilikan Negara (state property) Harta-harta yang terrnasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya semisal harta Iai, kharaj, jizyah dan sebagainya. Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan oleh negara, namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk milik umum pada dasamya tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara dapat membolehkan kepada orang-orang untuk mengambil dan memanIaatkannya. Berbeda dengan hak milik negara dimana negara berhak untuk memberikan harta tersebut kepada individu tertentu sesuai dengan kebijakan negara. 2. Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruI Ii al milkiyah) Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanIaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanIaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanIaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanIaatan dan pengembangan harta. 3. Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang Iixed, seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara` melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah SWT berIirman : 'Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS. Al-Hasyr : 7) E. Penutup Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, adalah dengan sejumlah cara, yakni : 1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu. 2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi. 3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berIungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta. 4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan. 5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. 6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa. 7. PemanIaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat. Didorong oleh sebab-sebab tertentu yang bersiIat alamiah, misalnya keadaan alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadinya musibah bencana alam, dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut. Dengan mekanisme ekonomi biasa, distribusi kekayaan dapat saja tidak berjalan karena orang-orang yang memiliki hambatan yang bersiIat alamiah tadi tidak dapat mengikuti derap kegiatan ekonomi secara normal sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu, termasuk mereka yang tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin terpinggirkan secara ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang rentan terhadap perubahan ekonomi. Bila terus berlanjut, bisa memicu munculnya problema sosial seperti kriminalitas (pencurian, perampokan), tindakan asusila (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin revolusi sosial. Untuk mengatasinya, Islam menempuh berbagai cara. Pertama, meneliti apakah mekanisme ekonomi telah berjalan secara normal. Bila terdapat penyimpangan, misalnya adanya monopoli, hambatan masuk (barrier to entry) baik administratiI maupun non- adminitratiI dan sebagainya, atau kejahatan dalam mekanisme ekonomi (misalnya penimbunan), harus segera dihilangkan. Bila semua mekanisme ekonomi berjalan sempuma, tapi kesenjangan ekonomi tetap saja terjadi, Islam menempuh cara kedua, yakni melalui mekanisme non-ekonomi. Cara kedua ini bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, yang akan ditempuh dengan beberapa cara. Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut adalah : 1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan. 2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik. 3. Pemberian inIaq, sedekah, wakaI, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada yang memerlukan. 4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.