Anda di halaman 1dari 29

Membangun Kemandirian Bangsa Salah satu agenda besar bangsa Indonesia di masa mendatang adalah bagaimana mengurangi ketergantungan

pada luar negeri. Masalahnya, ketergantungan yang memperluas globalisasi tersebut justru menimbulkan kepincangan dunia. Pasar bebas yang diteriakkan dunia justru semakin kuat mencengkeram negara berkembang dan memperkuat Negara maju. Harga kebutuhan pokok juga mulai mencekik leher rakyat kecil. Globalisasi telah nyata menyebabkan kemiskinan dunia ketiga merajalela dan terperangkap dalam utang, sementara negara maju semakin kaya dan tambah makmur. Mengapa globalisasi digugat? Karena globalisasi adalah anak kandung kapitalisme. Jadi secara tidak langsung, memprotes globalisasi juga memprotes kapitalisme dunia. Kapitalisme mendasarkan diri pada pasar bebas, tanpa ada campur tangan pemerintah dalam segala urusannya. Kapitalisme hanya bisa berdiri tegak jika segala rintangan menuju pasar bebas dihilangkan. Bagi kelompok antiglobalisasi, bebasnya rintangan telah memungkinkan negara maju mengambil alih berbagai sumber daya, kekuatan dan kekayaan dunia ketiga. Perusahaan transnasional menancapkan kuku-kukunya di negara maju. Masyarakat dunia ketiga diciptakan untuk menjadi pekerja, sementara kekayaan perusahaan transnasional itu diangkut ke negara maju. Inilah yang menyebabkan kemiskinan. Masalahnya sekarang adalah, apakah kapitalisme harus dibenci sedemikian kerasnya, sehingga tidak ada sisi positif dari kapitalisme? Kita harus membedakan terlebih dahulu antara kapitalisme (baca juga: mental kapitalis) itu sendiri dengan semangat kapitalis. Kapitalisme intinya adalah paham yang menekankan pada akumulasi kapital. Dalam perkembangannya, kapitalisme berorientasi pada penciptaan modal dan keuntungan sebesarbesarnya. Kapitalisme (melihat sejarah perkembangannya) setali tiga uang dengan liberalisme. Kapitalisme hanya akan bisa menemukan titik pertumbuhan yang baik jika didukung oleh liberalisme. Dalam perkembangannya, karena mementingkan masalah akumulasi kapital, kapitalisme hanya berorientasi pada tujuan dan tidak mengindahkan cara mencapai tujuan. Akibatnya, kapitalime itu sendiri di satu sisi menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan, modal terkumpul, tetapi di sisi lain tidak jarang praktik kapitalisme justru merugikan khususnya mereka yang tidak mempunyai kapital. Kelompok orang miskin adalah korban utama dari kapitalisme ini. Karena kurangnya sumber daya yang mereka miliki, ditambah dengan tiadanya kekuatan kapital yang dimiliki, maka ia terpinggirkan atau sengaja dipinggirkan. Pada akhirnya, mereka cenderung dieksploitasi untuk kepentingan kapitalisme. Pembangunanisme yang tak lain adalah praktik kapitalisme cenderung menjadi bencana bagi kaum miskin. Karena kaum miskin biasanya banyak hidup di negara dunia ketiga, maka kapitalisme sesungguhnya juga bencana bagi dunia

ketiga. Pembangunanisme menjadi praktik eksploitasi manusia atas manusia. Manusia sengaja menghisap manusia lain. Dengan kata lain, negara kaya menghisap negara miskin. Anehnya, negara miskin tidak sadar bahwa mereka dihisap sedemikian rupa oleh negara maju, dan dibuat tergantung pada negara maju. Tetapi, sebenarnya, kapitalisme juga menyimpan semangat juang pantang mundur untuk kesejahteraan manusia. Dari sejarahnya, semangat kapitalis menekankan adanya semangat progresif. Setidaknya ada dua sosiolog yang dikonotasikan dengan semangat kapitalis. Yang pertama, adalah Max Weber, penulis The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Dalam buku itu diceritakan semangat kapitalis tidak saja diperbolehkan oleh etika Protestan, tetapi justru diwajibkan. Ia tak ragu-ragu lagi mengatakan, kemajuan Eropa seperti yang kita saksikan saat ini sangat dipengaruhi oleh etika Protestan tadi. Yang kedua adalah Peter L Berger. Ia menunjukkan bahwa semangat kapitalis memengaruhi dan merangsang timbulnya sistem hukum dan kebudayaan yang rasional, sistem ekonomi yang efisien dan sistem politik yang demokratis. Berdasarkan perspektif ini, semangat kapitalis memperoleh "pembenaran" sosial. Weber mulanya mengamati doktrin teologis dari beberapa sekte Protestan, terutama ajaran Calvinis (yang dianggapnya paling banyak mendukung tumbuhnya semangat kapitalis). Baginya, bahwa ajaran Calvinis mengenai takdir dan nasibmanusia "di hari nanti", merupakan doktrin yang memberi motivasi utama sikap hidup duniawi para penganutnya. Hanya manusia yang sanggup menyesuaikan ajaran Tuhan akan menjadi manusia terpilih. Karena ajaran Tuhan menurutCalvinis mengharuskan umatnya bekerja keras di dunia, maka kerja keras adalah jalan menuju manusia terpilih itu sendiri. Kesuksesan hidup di dunia adalah tolok ukur bahwa ia adalah manusia terpilih. Menurut Calvinis kerja keras adalah panggilan hidup, sementara menurut agama Katolik kerja keras diperlukan untuk kelangsungan hidup. Kerja keras tak lain adalah ibadah yang dalam perkembangannya memunculkan semangat kapitalis. Melihat pemaparan di atas, jadi semakin jelas bahwa memprotes kapitalisme secara serampangan tentu bukan pada tempatnya, karena semangat kapitalis (yang sebenarnya juga terkandung dalam kapitalisme) justru diperlukan untuk membangun peradaban dan kesejahteraan manusia. Sementara kapitalisme justru semakin memperburuk citra manusia. Dari sini bisa dipahami, bahwa yang diprotes oleh para antiglobalisasi itu sebenarnya (dan harus diarahkan) bukan pada semangat kapitalisnya, tetapi kapitalisme itu sendiri. Jadi, memprotes semangat kapitalis tentu salah sasaran. Masalahnya, saat sekarang sulit dibedakan mana yang semangat kapitalis dan mana yang kapitalisme. Dalamperkembangannya bisa jadi semangat kapitalis kemudian berubah menjadi mental kapitalis (kapitalisme). Orang yangsudah

makmur yang tidak punya semangat kapitalis seperti ajaran Calvinis, tentu akan mudah terseret dalam mentalkapitalis. Kalau sudah begini, protes yang diajukan oleh pihak antiglobalisasi bisa dimengerti. Tetapi, sebagai bangsa yang juga menjadi korban kapitalisme, kita tidak perlu gegabah menolak mentah-mentah kapitalisme. Siapa tahu di balik kekejamannya masih ada semangat kapitalis yang tumbuh. Jadi, kenapa tidak segera memilih semangat kapitalis, dan bukan kapitalisme?*** Oleh Dwi Nur Hindarto Penulis adalah peneliti di Pusat Advokasi Hak Asasi Manusia (PAHAM), Yogyakarta

IPTEK dan perannya dalam kemandirian bangsa Bukan lautan hanya kolam susu Kail dan jala cukup menghidupmu Tiada badai tiada topan kau temui Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkat kayu dan batu jadi tanaman Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkah kayu dan batu jadi tanaman Lirik lagu koes plus ini, memberikan kebanggaan tersendiri bagiku sebagai orang Indonesia. Sudah tak dapat dipungkiri. Bahwa Indonesia memiliki tanah yang spesial. Emas, Batu bara, minyak, biota laut, ikan ikan, mutiara, hutan, apa yang tidak kami punya. Bahkan saljupun kami punya. Luar biasa. Sebuah fasilitas yang Allah SWT berikan untuk Indonesia. Sebuah hadiah yang terlanjur berharga sehingga, lebih sering membuat kami lupa diri dan bersantai santai. Kami tak takut akan kelaparan saat musim dingin. Karena, di negara kami. padi ditanam sepanjang tahun. Namun, fasilitas tetaplah sebuah fasilitas. Suatu saat akan hilang dan rusak jika tak dirawat. Tak ada gunanya jika tidak dimanfaatkan. Seperti sebuah buku diperpustakaan. Jika tidak dibuka dan dipelajari, maka buku hanya sebuah buku. Tak berguna. Alam hanyalah bahan mentah yang pelu diolah untuk menambah nilai kemanfaatannya. Maka, disinilah peran ilmu pengetahuan dan teknologi itu ada. Sayangnya, kita tak terlalu suka jika berbicara masalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Seolah olah ilmu pengetahuan dan teknologi hanya pantas berada di laboratorium dan perpustakaan belaka. Tak tahukah mereka, bahwa ilmu pengetahuan apapun berangkat dari keterbatasan dilapangan yang ingin diatasi. Dan hampir semuanya berkaitan dengan kemanfaatan untuk umat manusia. Sebagian besar untuk kepentingan perekonomian. Misalkan saja jika ada sebuah persoalan atau kreatifitas, sebelum diterapkan, maka di uji coba terlebih dahulu agar saat di terapkan di lapangan bisa berhasil, atau ingin mengetahui metode mana yang terbaik. Perekonomianpun tak bisa dijauhkan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara maju, pasti memiliki ilmuan ilmuan terlebih dahulu sebelum memiliki para wirausahawan. Karena, dari sinilah sesuatu yang bernilai rendah tak tidak ekonomis akan bermanfaat besar. Banyaknya wirausahawan dan investasi tak menjamin kemajuan sebuah negara. Karena, kita hanya akan menjadi konsumen dari teknologi asing. Baik produk ataupun lisensinya. Ada beberapa kelebihan

jika kita berpangku pada teknologi dalam membangun perekonomian sebuah bangsa. Produk yang dihasilkan akan benar benar memiliki nilai tambah. Apalagi jika nilai tambah itu bermanfaat untuk kebaikan. Akan mendatangkan keberkahan pada negeri ini. Sebuah teknologi tidak hanya menguntungkan disisi pembuatan produknya saja. Namun juga pada lisensi dan hak cipta yang dimiliki. Sehingga, bisa dibilang secara otomatis berinvestasi. Tanpa harus membangun apa apa, sudah mendapatkan hasil. Kita akan menjadi negara yang mandiri. Bisa berkehendak hati, karena tidak menggantungkan apa apa pada negara lain. Kita tak takut embargo dalam bentuk apapun. Ada yang berpendapat, tapi untuk meneliti memerlukan biaya. Yang disana memerlukan pengusaha. Kau tak sepenuhnya benar. Lihat saja sang pendiri Microsoft. Lihat saja Thomas Alfa Edison. Selama ini Edison hanya dikenal sebagai penemu lampu. Tak hanya itu, dia adalah seorang enterpreuner yang sukses karena menemukan banyak alat. Ingat! tak hanya lampu. Lampu adalah sekelumit kecil dari temuannya. Ada mesin cetak dan segala macamnya. Jika saja, sang Edison tak mau berbagi tentang temuan lampunya. Seberapa besar keuntungannya jika sedunia membeli lampu padanya? Negara ini harus membuat kegiatan produksi. Tak hanya pemasaran, kita bisa dari sekedar menjadi perusahaan sales. Kita bisa menggegerkan dunia dengan teknologi teknologi yang tak dimiliki oleh negara lain. Kita juga tak hanya sekedar penjual beras untuk membeli seperangkat alat tempur. Se-truk pasir sungai akan sama harganya dengan sesendok besi magnetik. Hanya dengan sentuhan teknologi. Dengan teknologi, Indonesia lebih mandiri.

Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa M. Hatta Rajasa Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Pendahuluan Pembangunan bangsa dan pembangunan karakter bangsa adalah dua istilah yang sering saling dipertautkan antara satu dengan lainnya. Hal ini sangat wajar karena artikulasi sebuah bangsa memang berbeda dengan sebuah benda fisik biasa, misalnya bangunan atau jembatan. Jika sebuah bangunan atau jembatan runtuh, maka keruntuhannya dapat tampak secara fisik, antara lain dengan berserakannya bagian bagian jembatan atau bangunan tersebut. Namun hal tersebut berbeda dengan bangsa. Sebuah bangsa adalah kumpulan dari tata nilai (values). Sendi sendi yang menopang sebuah bangsa umumnya adalah berupa karakter dan mentalitas rakyatnya yang menjadi pondasi yang kukuh dari tata nilai bangsa tersebut. Keruntuhan sebuah bangsa umumnya ditandai dengan semakin lunturnya nilai nilai bangsa tersebut, walaupun secara fisik bangsa tersebut sebenarnya masih eksis. Meskipun sudah bukan barang baru, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan populerisme asing. Di pihak lain, globalisasi adalah juga sebuah fenomena alami, sebuah fragmen dari perkembangan proses peradaban yang harus kita lalui bersama. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada makalah ini globalisasi akan dijadikan sebagai acuan untuk mengulas pembangunan karakter bangsa menuju pada kemandirian bangsa. Dan sehubungan bahwa generasi muda adalah komponen bangsa yang paling rentan dalam proses amalgamasi tata nilai dan budaya, maka menjelang 100 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional, secara khusus akan diberikan ulasan tentang peran kritis generasi muda dalam pembangunan dan pemberdayaan karakter kebangsaan yang positif, yang menunjang pada kemandirian bangsa di tengah terpaan arus globalisasi. Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Pada prinsipnya memang membangun sebuah bangsa tidaklah cukup hanya dalam esensi fisik belaka. Perlu adanya suatu orientasi yang sedemikian sehingga esensi fisik tersebut berlanjut dalam suatu internalisasi untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosio kemasyarakatan dan budaya, meskipun yang kedua ini umumnya lebih sulit dibandingkan dengan yang pertama. Setidaknya ada 2 (dua) argumen penting menyangkut pembangunan yang bertata nilai yakni:

1. Pembangunan yang bertata nilai merupakan esensi dari suatu pemahaman pembangunan yang sepenuhnya berorientasi pada manusia

sebagai subyek pembangunan atau lazim dikenal dengan human oriented development. Tanpa adanya orientasi hal yang demikian, maka pembangunan hanya akan mencakup tataran fisik dan tanpa disertai adanya pembangunan budaya serta peningkatan standar nilai kehidupan manusianya. 2. Pembangunan yang bertata nilai juga berarti jalur untuk dapat tercapainya suatu tata pemerintahan yang baik, atau good governance. Karena hanya melalui orientasi pembangunan yang semacam ini sajalah, maka dapat diharapkan akan terjadi interaksi positif antara pemerintah dan masyarakatnya untuk secara arif mengelola sumber daya alam maupun juga tentunya penataan sumber daya manusianya yang sedemikian sehingga tidak bernuansa eksploitasi, apalagi mengarah pada sejumlah bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Dengan cara ini, maka tidak saja pembangunan yang bertata nilai akan semakin meningkatkan kondusifitas interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya akan tetapi juga semakin mempercepat proses pembentukan suatu masyarakat madani yang lebih demokratis.

Untuk lebih dapat memahami dalam konteks yang lebih praktikal, maka dalam makalah ini akan diulas tentang sejumlah hal terkait dengan arti dan makna pembinaan karakter bangsa, potensi potensi bangsa yang harus dikembangkan untuk mencapai kemandirian bangsa yang bertata nilai, dan tentunya juga peran kritis dari generasi muda didalamnya. Arti dan Makna Pembinaan Karakter Bangsa Mantan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Sri Dr. Mahathir Muhammad pernah mengeluarkan sebuah pernyataan retorik tentang pembinaan karakter suatu bangsa yakni, Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang ada di dalamnya?. Pernyataan retorik di atas tentunya mengandung arti yang luas walaupun barangkali tidak terlalu paradoksal. Sebagian dari kita tentu memahami bahwa di negara-negara industri maju, memang umumnya fenomena hilangnya kohesivitas keluarga, sangat tampak dan sangat kentara, sejalan dengan semakin meningkatnya idiom modernisasi? di negara-negara tersebut. Sehingga pembangunan dan pembinaan karakter suatu bangsa menjadi suatu istilah yang semakin sering diungkapkan sekaligus di perlukan pemahamannya yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter manusianya. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia, yang umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terutama dalam hal ini adalah teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua jenis teknologi ini secara sangat radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa atau lazim dikenal dengan globalisasi. Salah satu unsur yang sejatinya sudah ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia dari jaman dahulu kala adalah daya saing atau competitiveness.

Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya, bukanlah baru muncul di era abad ke-21 sekarang ini. Gambar 1. Model rantai nilai Daya Saing (dimodifikasi dari Porter, 1999)

Peran daya saing dalam menjadikan suatu entitas lebih unggul dibandingkan lainnya sebenarnya bukan hal baru, akan tetapi sudah menjadi suatu keniscayaan bahkan semanjak masa lampau. Daya saing di sini tentunya harus dipahami dalam arti yang sangat luas. Peran teknologi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter, hanya sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Keunggulan yang dimaksud di atas, nantinya dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun penerapan, bisa berarti keunggulan ekonomi, keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Daya saing pada esensinya dapat dipandang sebagai sebuah rantai nilai proses yang dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous learning (diberikan pada gambar 1). Dalam alur proses rantai nilai tersebut terdapat dua hal yang sangat prinsipil yaitu (gambar 1):

1. Pertama: peran daya saing dalam menentukan keunggulan hanya dapat dijamin, jika dan hanya jika, daya saing tersebut bersifat adaptif. Yakni daya saing tersebut harus dikembangkan dan disesuaikan seiring dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Untuk dapat mencapai hal ini, maka setiap individu dalam entitas yang bersangkutan, entitas di sini dapat berupa sebuah organisasi, perusahaan ataupun bahkan sebuah negara, perlu melakukan proses pembelajaran yang terus menerus (atau sering disebut dengan continuous learning) dan selanjutnya juga melakukan proses internalisasi dari kapasitas pengetahuan yang didapat melalui pembelajaran tersebut. Hal yang

terakhir ini menuntut adanya suatu perubahan sikap atau mental model dari setiap individu setelah melalui suatu proses pembelajaran tertentu. 2. Kedua adalah bahwasanya daya saing perlu diarahkan pengembangan untuk adanya suatu pembinaan total dari kohesivitas antar komponen bangsa yang menuju pada keseimbangan harmonis antara suatu entitas dengan entitas lainnya. Hal yang kedua ini menuntut adanya suatu pembinaan karakter yang sedemikian, sehingga pengembangan daya saing tidak lantas diarahkan pada pola pikir yang bersifat predatorik, yakni saling mematikan dan membinasakan komponen bangsa lainnya, akan tetapi harus pada konteks adanya komplementasi sehingga peningkatan daya saing nantinya akan justru mengarah pada pencapaian kemajuan bangsa secara kolektif. Atau dengan kata lain pembinaan karakter bangsa harus mencetak suatu mentalitas daya saing bangsa yang bersifat komplementer dan non predatorik.

Berdasarkan dari dua hal yang sangat prinsipil di atas, maka arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era yang sarat dengan daya saing sekarang ini adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:

1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya. 2. Adapun pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar supaya kapasitas pengetahuan yang terbangun akan meningkatkan daya saing, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama, bukan kemajuan yang bersifat predatorik atau saling mematikan antara satu dengan lainnya. 3. Sejalan dengan hal tersebut, maka pemaknaan dari karakter positif bangsa harusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas. Karakter positif bangsa yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia, antara lain adalah karakter pejuang. Dalam kaitan ini masyarakat internasional pun mengakui bahwa dua bangsa pejuang yang berhasil merebut kemerdekaannya dengan darah di era pasca Perang Dunia ke-2 hanya dua yakni bangsa Indonesia dan Vietnam. Selanjutnya masih ada lagi karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya. Seluruhnya perlu dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing dan bersifat komplemen (atau non predatorik).

Dalam pemahaman yang bersifat artikulatif umumnya arti dan makna pembinaan karakter bangsa sudah bukan merupakan masalah lagi. Namun pada kenyataannya kita masih didera oleh sejumlah permasalahan dalam pembinaan karakter bahkan yang paling kritis justru yang menyangkut masalah daya saing, sebuah parameter yang semakin meningkat nilai pentingnya di era global sekarang ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada paragraf berikut akan diulas secara singkat tentang permasalahan umum yang dihadapi dalam pembinaan karakter bangsa. Permasalahan Umum dalam Pembinaan Karakter Bangsa Sebagaimana telah disinggung pada paragraf 2 di atas, bahwasanya pencapaian

daya saing yang adaptif menuntut adanya pembelajaran yang terus menerus dan pembentukan mental model sebagai kelanjutan dari internalisasi pembelajaran yang dilakukan. Adapun esensi yang paling utama untuk dapat mewujudkan hal tersebut dalam konteks yang praktis adalah adanya perubahan (changes) baik bagi individu maupun kelompok/kumpulan masyarakat atau seluruh bangsa ini pada umumnya. Perubahan atau changes inilah yang merupakan kunci dari adaptifitas daya saing. Pada gambar 2 diberikan suatu formasi ideal dari proses pembinaan karakter suatu bangsa. Gambar 2. Tatanan Ideal dalam Proses Pembinaan Karakter

Gambar 3. Kondisi faktual yang terjadi, baik di Indonesia, maupun di beberapa negara lain. Elemen Perubahan umumnya masih belum menjadi bagian integral dari proses pembinaan karakter.

Umumnya tanpa adanya fitur adaptifitas ini, maka daya saing akan bersifat kaku dan statis, dan daya saing yang demikian pada akhirnya hanya akan menjadi kebanggaan historika masa lampau serta tidak memiliki esensi sama sekali di era masa depan yang menuntut adanya bentuk daya saing yang baru. Gejala ini pun tampaknya dapat dirasakan di kalangan masyarakat kita, meskipun hal ini juga menggejala di negara-negara lain, yang cenderung mengisolasi artikulasi daya saing dalam pemahaman yang bersifat konstan dari perspektif historis perjalanan bangsa tersebut.

Barangkali satu contoh menarik yang dapat dijadikan pelajaran dalam konteks ini adalah perjalanan hidup bangsa Korea (Selatan). Bangsa ini, kalau berdasarkan perspektif historis, tidak atau belum pernah masuk kategori bangsa yang dominan di wilayah regionalnya. Sejarah mencatat bahwa Korea umumnya selalu di bawah bayang-bayang dua negara tetangganya yang sangat kuat, yakni Kekaisaran Jepang di Selatan dan (dahulu Kekaisaran) Cina di Timur. Namun melalui suatu proses internalisasi pengetahuan yang berjalan secara konsisten dan terutama dengan adanya semangat untuk melakukan perubahan secara signifikan, Korea (khususnya Selatan) saat ini telah tumbuh menjadi kekuatan yang paling diperhitungkan di kancah regional Asia Timur bahkan dunia. Pakar reformasi Korea Selatan, Linsu Kim (2002) pernah mengatakan bahwa pembelajaran secara kontinyu atau continuous learning tidak akan memberikan pengaruh apa-apa, tanpa disertai adanya kemampuan untuk berubah atau ability to change. Bahkan menurutnya, proses pembelajaran barulah menemukan maknanya setelah terjadinya proses perubahan pasca proses pembelajaran tersebut, khususnya dalam konteks pola pikir, pola sikap dan perilaku. Rantai nilai pembelajaran yang terdiri dari elemen, peningkatan kapasitas pengetahuan, internalisasi pengetahuan dan selanjutnya kesanggupan untuk melakukan perubahan tampaknya masih belum dapat diimplementasikan secara lengkap di umumnya kalangan masyarakat kita (gambar 3). Gambaran umum yang terjadi adalah kemampuan kita, tampaknya baru sebatas pada dua elemen yang pertama yakni peningkatan kapasitas pengetahuan dan internalisasi pengatahuan. Sedangkan elemen yang ketiga tampaknya masih diaplikasikan dalam dimensi yang sangat terbatas (gambar 3). Sehingga tidaklah terlalu mengherankan kalau kita mendengar atau mengetahui bahwasanya sudah terlalu banyak contoh dan kasus dimana segenap idea, pemikiran dan konsepsi-konsepsi yang telah dirumuskan dan dirancang dengan baik, bahkan melibatkan banyak orang yang pakar di bidangnya masing masing pada akhirnya hanya menjadi sebatas tata wacana atau kumpulan buku-buku dan referensi tanpa adanya upaya kongkrit untuk menginternalisasikannya dan untuk selanjutnya menjadi landasan dalam proses perubahan sikap maupun perilaku, baik bagi individu maupun masyarakat dan bangsa. Dari kenyataan ini maka dapat dideduksi bahwa permasalahan umum dalam konteks pembinaan karakter bangsa adalah mencakup upaya-upaya untuk mencapai suatu proses internalisasi pengetahuan yang kemudian dapat berlanjut sampai dengan terjadinya suatu pergantian atau changes tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka agenda terpenting dalam konteks pembinaan karakter bangsa adalah menyangkut adanya reformasi kolektif dari segenap komponen bangsa ini untuk sanggup melakukan pergantian atau changes setelah menjalani setiap proses pembelajaran. Karena sifatnya yang kolektif, maka tentunya hal tersebut tidak mungkin menjadi tugas atau kewajiban dari pemerintah saja, akan tetapi juga menyangkut tugas dan kewajiban dari seluruh masyarakat. Meskipun demikian, pemerintah, yang dalam hal ini tentunya lebih banyak dari kompartemen pendidikan dan komunikasi harus sanggup memberikan fasilitasi yang paling ideal dalam mengakselerasi proses pemahaman kolektif, bahwasanya perubahan

atau changes dari setiap adanya peningkatan kapasitas pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran apapun juga adalah hal yang sama pentingnya, atau bahkan dalam beberapa hal lebih penting, dibandingkan dengan aktifitas peningkatan kapasitas pengetahuan itu sendiri. Pada paragraf berikut akan diulas secara tentang potensi bangsa yang seharusnya dapat dijadikan sebagai unsur penting untuk membangun kemandirian bangsa. Unsur Pokok Pembangun Kemandirian Bangsa The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment, its performance is solely dependent on its soldiers. Douglas MacArthur, General, US Army, 1945 Penggalan kalimat di atas diambil dari ungkapan salah seorang komandan militer yang cukup terkenal, yaitu Jendral MacArthur. Seorang Jendral AS yang pernah menjadi panglima mandala Pasukan Sekutu di Pasifik pada era Perang Dunia ke-2 (1941-1945) dan selanjutnya menjadi panglima mandala Pasukan Gabungan PBB semasa Perang Korea (1951-1955). Penggalan kalimat di atas cukup menarik, karena memberikan esensi pada peran sumber daya manusia sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu entitas tertentu (dalam kasus di atas tentunya entitas militer yakni Angkatan Bersenjata). Namun demikian hal di atas berlaku pada hampir seluruh aspek, mulai dari organisasi yang sangat kecil seperti klub olahraga ringan sampai dengan sebuah negara. Sebenarnya apa yang diungkapkan oleh Jend. MacArthur di atas bukanlah hal yang baru. Lebih dari seabad sebelumnya (1815), kaisar Perancis yang juga Jendral besar dari Eropa, Napoleon Bonaparte pernah mengatakan, Une arme marche son estomac? atau Angkatan Bersenjata berjalan dengan perutnya?. Meskipun oleh banyak pihak penggalan kalimat ini diartikan dalam konteks pentingnya unsur logistik dalam suatu operasi militer, akan tetapi sejatinya penggalan kalimat ini ikut menekankan bahwa faktor prajurit (atau esensinya adalah faktor manusia) merupakan komponen terpenting dalam setiap proses atau rantai nilai apapun juga. Meskipun sumber daya manusia merupakan suatu hal yang sangat krusial, namun terkadang kalau sudah berbicara mengenai hal ini banyak kalangan masyarakat yang menganggapnya sebagai hal yang terlalu normatif. Beberapa di antaranya malah menganggap bahwa pada jaman pemerintahan sebelumnya pernah ada masa dimana hampir setiap pejabat negara menekankan tentang pentingnya SDM namun pada akhirnya refleksi kemajuan yang dicapai juga tidak sebesar sebagaimana yang diharapkan. Terlepas dari semua hal tersebut, tetap sumber daya manusia adalah potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan dikembangkan. Bahkan Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson, pernah mengatakan bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya. Tataran tertinggi adalah ketika organisasi yang bersangkutan telah sanggup menganggap bahwa sumber daya manusia adalah aset dan bahkan aset yang paling menentukan dari kelangsungan hidup organisasi tersebut. Sebaliknya, tataran terendah adalah ketika organisasi masih menganggap bahwa sumber daya manusia tidak lebih

dari komponen bahan baku yang menjadi obyek untuk dieksploitasi begitu saja. Permasalahan utama tentunya adalah mendorong agar pengembangan sumber daya manusia ini sanggup menghantarkan suatu bangsa mencapai tingkat kemandirian yang berkesinambungan. Dan sebagaimana telah disinggung pada paragraf sebelumnya, era globalisasi menuntut adanya parameter daya saing sebagai satu satunya hal yang penting untuk menjamin suatu kemandirian, lebih lanjut, pembinaan karakter yang menuju pada mentalitas daya saing sendiri menuntut adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses, atau yang lazim dikenal dengan rantai nilai. Sejalan dengan hal tersebut, maka unsur pokok pembangun kemandirian bangsa terfokus pada tiga aspek penting yaitu:

1. Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan, 2. Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan untuk adanya kemandirian bangsa yang berkesinambungan, 3. Pemahaman bahwasanya mencetak mentalitas daya saing membutuhkan suatu rantai nilai dengan tatanan dan urutan tertentu. Serta keberhasilannyapun tergantung dari sampai sejauh mana tingkat pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.

Ketiga aspek penting di atas perlu mendapatkan suatu pelaksana atau agents yang akan mengimplementasikannya di lapangan dalam suatu rangkaian tindakan nyata. Dan agents tersebut tentunya adalah generasi muda yang dimiliki oleh bangsa, karena dalam keadaan dimana mereka umumnya adalah masih berusia produktif maka diharapkan mereka dapat memiliki kemampuan tanggap khususnya dalam mengakselerasi proses internalisasi pengetahuan dan yang terutama adalah menjadi motor penggerak perubahan atau generator of change. Tanpa adanya hal tersebut, maka selamanya rantai nilai dari proses pembangunan karakter dalam bentuk apapun tidak akan pernah bergeser dari tata wacana dan selamanya bangsa ini akan terus berhadapan dengan berbagai masalah dan apabila bangsa ini lambat dalam bereaksi maka akan berpotensi untuk semakin rendahnya daya saing bangsa di jangka panjang serta semakin menurunnya daya adaptifitas bangsa dalam mensikapi dinamika perkembangan global dan pada akhirnya akan menjadikan bangsa ini sulit untuk dapat mencapai tatanan kehidupan yang bermartabat. Pada paragraf berikut akan diulas tentang peran generasi muda dalam meng-engineer atau merekayasa proses pengembangan daya saing yang diperlukan oleh bangsa ini menuju pada kemandirian. Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri Secara normatif, dan sebagaimana telah hampir dapat diterima oleh umumnya kita sekalian, pembentukan karakter bangsa merupakan hal yang amat penting bagi generasi muda dan bahkan menentukan nasib bangsa di masa depan. Selanjutnya, kita juga telah sering mendengar bahwasanya generasi muda perlu memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet, pantang menyerah, disiplin, inovatif dan bekerja keras, untuk dapat menjadikan bangsanya menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi, sehingga dapat berada sejajar dengan bangsa bangsa lain.

Namun pada kenyataannya, pernyataan di atas sering hanya sebatas pada retorika. Kondisi yang kita hadapi sekarang menunjukkan bahwa era globalisasi telah menempatkan generasi muda Indonesia pada posisi yang berada di tengah-tengah derasnya arus informasi yang sedemikian bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi. Sebagai akibatnya, maka nilai-nilai asing secara disadari ataupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda. Walaupun masih belum ada bukti empiris secara langsung bahwa nilai nilai asing tersebut seluruhnya memberikan dampak negatif bagi generasi muda, akan tetapi jika tidak dilakukan upaya antisipasi apapun, bukan tidak mungkin, di masa depan nanti, bangsa ini akan menjadi bangsa yang berpendirian lemah serta sangat mudah hanyut oleh hiruk-pikuknya dinamika globalisasi; dan pada akhirnya akan mudah dikendalikan oleh bangsa lain. Gambaran umum, keadaan di atas akan memberikan pengaruh pada rasa kebangsaan (nasionalisme) di kalangan generasi muda. Meskipun belum nampak secara jelas, akan tetapi harus diakui bahwa saat ini telah mulai ada gejala dari menurunnya semangat dan rasa kebangsaan atau nasionalisme di kalangan generasi muda yang ditunjukkan dari semakin berkurangnya pemahaman generasi muda terhadap sejarah dan nilai nilai budaya bangsanya sendiri. Upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda dalam menghadapi hal tersebut adalah sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Adapun generasi muda dalam melaksanakan koordinasi gerakan tersebut memiliki 3 (tiga) peran penting yakni:

1. Sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di tengah tengah derasnya arus globalisasi, kemudian ditambah dengan sejumlah erosi karakter positif bangsa sementara adanya gejala amplifikasi atau penguatan mentalitas negatif, seperti malas, koruptif dan sebagainya, maka peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif bangsa. Peran ini tentunya sangat berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk menjunjung nilai-nilai moral di atas kepentingan kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitasnya sehari-hari. 2. Sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Peran ini pun juga tidak kalah beratnya dengan peran yang pertama, karena selain kemauan kuat dan kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi, masih dibutuhkan adanya kekuatan untuk terlibat dalam suatu ajang konflik etika dengan entitas lain di masyarakat maupun entitas asing.

3. Sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan perlunya adaptifitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran yang terakhir ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Harus diakui bahwa pengembangan karakter positif bangsa, bagaimanapun juga, menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan perkembangan jaman. Sebagai contoh karakter pejuang dan patriotisme tentunya tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, akan tetapi dapat dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Peran generasi muda dalam hal ini sangat diharapkan oleh bangsa, karena di tangan mereka-lah proses pembelajaran adaptif dapat berlangsung dalam kondisi yang paling produktif.

Hal yang berat bagi para generasi muda adalah untuk memainkan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Memang masih diperlukan adanya peran pemerintah dan komponen bangsa lainnya dalam memfasilitasi aktualisasi peran tersebut oleh generasi muda. Namun demikian konsentrasi peran tetap pada generasi muda. Tanpa adanya peran aktif mereka dalam gerakan revitalisasi kebangsaan yang dimaksud di atas, maka bukan tidak mungkin penggerusan nilai-nilai budaya bangsa akan berjalan terus secara sistematis dan pada akhirnya bangsa ini akan semakin kehilangan integritas dan jati-dirinya. Penutup Harus diakui bahwa sorotan terhadap kemandirian bangsa saat ini telah semakin mengemuka. Memang benar, bahwa sebagian dari sorotan tersebut dapat dijawab dengan argumen fenomena globalisasi. Sebuah kondisi dimana mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus memberikan peluang dan akses yang sama kepada segala pihak, termasuk pihak asing, untuk ikut terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang, berikut segala konsekuensinya. Menghadapi kondisi tersebut, maka satu satunya demarkasi atau garis pembatas yang tegas yang dapat kita tegakkan bersama adalah daya saing bangsa (atau national competitiveness), tentunya daya saing di sini dalam arti yang luas. Mencapai suatu daya saing yang kuat membutuhkan upaya besar dan peran aktif segenap komponen masyarakat. Salah satu fitur yang berperan kritis dalam upaya besar tersebut adalah pembinaan karakter bangsa, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan melalui proses pembelajaran yang kontinyu sedemikian sehingga memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa. Dalam upaya untuk mengaktualisasikan hal tersebut, maka dituntut peran penting dari generasi muda, khususnya perannya sebagai character enabler, character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga peran tersebut secara efektif, generasi muda nantinya masih memerlukan dukungan dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya, namun esensi utamanya tetap pada peran generasi muda. Hal tersebut selain karena generasi muda masih berada dalam puncak produktifitasnya, juga karena generasi muda adalah komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi.

Peran Teknologi, Netizen dan Leadership untuk Kemandirian Bangsa http://netsains.com/2011/10/peran-teknologi-netizen-dan-leadership-untukkemandirian-bangsa/ Netsains.Com Berbicara kekuatan dunia, tak akan lepas dari kekuatan ekonomi, karena inilah kapital penting dalam mendukung sebuah negara-bangsa menjadi respectable dan menjadi leader negara-negara lain. Dari sekian banyak negara mapan, ternyata saat ini sudah menjadi aging nations, negara yang menua akibat sedikitnya generasi produktif (18-50 tahun).

Dari kapasitas Produk Domestik Bruto (PDB)[1] atau bahasa internasionalnya, GDP (Gross Domestik Bruto), pertumbuhan setiap tahunnya sangat kecil, berkisar 1% hingga 2% saja, bandingkan dengan negara-negara baru seperti Chindia (China India) dan Korsel. Dan saya ingin menyebut satu lagi, yaitu Indonesia. Bayangkan, PDB 6000 Trilyun rupiah, dengan peningkatan PDB 6% pertahun, Indonesia dipastikan bakal menjadi raksasa ekonomi baru.

Masalahnya, pertumbuhan ini apakah juga diiringi dengan kepemimpinan yang membuat bangsa ini bisa menjadi pemimpin dunia sebagaimana teori mengenai kekuatan ekonomi yang merupakan juga saling resiprokal sebagai kekuatan politik dunia? Bahkan kekuatan politik mencari sumberdaya ekonomi untuk dikuras, demi menghidupi dirinya, sebagaimana layaknya War for Oil yang dipertontonkan dunia barat yang sedang stagnan saat ini?

Indonesia dan Teknologi Dari sudut pandang berbeda, penguasaan teknologi adalah kunci dari persaingan internasional. Perekonomian yang baik seyogyanya diratakan dengan teknologi yang mumpuni, sebab teknologi menjamin perlindungan negara dari penyusupan intelijen asing, dus kedaulatan negara. Teknologi menjamin maksimalisasi pemanfaatan potensi Sumber daya alam untuk membangun perekonomian itu. Tak hanya sekedar seremonial memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional [2] atau Hari Nusantara [3] yang bahkan Anda pembaca belum tentu tahu peringatan hari tersebut bukan?

Kasus RIM (Research In Motion) versus Menkominfo, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang kontroversial dan Perlawanan Blogger dan Facebooker ala Prita Mulyasari dan Bibit-Chandra menjadi bagian dari tapak menuju masa depan bangsa ini. Jika tertinggal, tak bisa dipastikan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin di ranah yang lebih luas, tak hanya masalah perekonomian ala pertanian, sebab Industri kreatif [4] (Creative Industry) adalah penunjang dari perekonomian masa depan. Tak hanya hasil bumi atau hasil laut, namun masa depan akan dikuasai oleh yang empunya sistem informasi dalam memasarkan, mendistribusikan dan mengolah hasil tersebut. To say the least, computerize management.

Generasi digital native yang lahir di tahun 2000-an akan menyerap lebih banyak model sosial-budaya berbasiskan internet yang kini sudah dalam genggaman tangan akibat konvergensi dunia IT. Bayangkan, kita akan menjadi pemain domestik dan konsumen setengah mati. Sebab, apabila dilihat, konsumerisme sudah merasuk. PDB yang besar sebagian besar, sekitar 63% dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri juga. Artinya yang belanja ya orang Indonesia juga. Ini sekilas kabar baik, karena peningkatan taraf hidup, namun mengkhawatirkan karena adanya gap yang semakin renggang antara si kaya dan si miskin.

Cina, negara kekuatan ekonomi baru, berpanglima-kan Teknologi Informasi. Divisi laptopnya IBM, nama besar di dunia IT, pun bisa diakuisisi oleh perusahaan lokal, yaitu Lenovo lewat tangan dingin Yang Yuanqin. Taiwan dengan brand international misalnya Gigabyte, MSI dan tak boleh dilupakan, Stan Shih dengan Acernya. Juga Korsel lewat Samsung dan LG serta Hyundai dan KIA. Bahkan Malaysia dengan Protonnya mulai menggurita dikawasan Asia. Semua brand global dewasa ini yang muncul dari serpihan ide dan didukung iklim perindustrian dalam negeri yang tentunya, sangat dipengaruhi oleh kebijakan dalam negeri pemerintahnya. Apa kabar Indonesia?

India, sebagaimana dilihat oleh Thomas Friedman dalam World is Flat [5], juga berperan besar dalam kemajuan negerinya adalah Teknologi. NR Narayana Murthy dan Nandan M. Nikelani mengembangkan Infosys Technologies Ltd., yang menjadi perusahaan teknologi informasi berskala internasional dan menduduki peringkat kedua terbesar di India. Perusahaan minyak goreng, Wipro saja bisa diubah menjadi perusahaan IT kelas kakap oleh Azim Premji, menjadi Wipro Technologies Ltd.

Bagaimana dengan Singapura dan Malaysia? Tidak kurang dana trilyunan dolar singapura digunakan negeri singa ini membangun Bio Valley di Jurong. Sedangkan Malaysia membangun super corridor di kota baru Putra Jaya. Apa kabar Indonesia? kabar terkini dari Indonesia, pembangunan Cyber Park di daerah Bogor terkendala dana dan bangkrutnya perusahaan pengembang. Saat ini, sungguh ironis, sudah berubah fungsi menjadi ladang jagung, walau menurut penjaga lahan, hanya sementara karena keisengan dia semata.

Belum lagi kita melihat geliat industri elektronik dan otomotif. Home appliances dikuasai Korsel dan Cina, Smartphone dan gadget juga sama. Redupnya Nokia melawan Samsung dan LG. Bahkan Samsung harus dipengadilankan oleh Apple karena merambah ranah jajahan pemasaran Apple di eropa, dengan dalih plagiasi desain dan HKI. Hanya Blackberry yang bertahan karena memiliki fitur karakteristik khas Indonesia, suka mengobrol, dengan teknologi BBM (Blackberry Messenger) dan keypad yang mana sangat nyaman bagi masyarakat

untuk mengetik, tak lewat layar sentuh semata, sebagaimana biasanya Android (Sistem Operasi pesaingnya). Juga ada sisi-sisi emosional dengan model kelas menengah atas yang dimainkan atas nama Brand.

Untuk itu, kita, Indonesia, jika ingin maju perlu penguasaan teknologi. Untuk itu pulalah kita perlu teknologi yang mandiri, sebab terkait national security, dan terkait Sumberdaya manusia lokal yang mumpuni dan globalisasi. Bocornya pipa gas di Siberia [6] akibat aktivitas CIA (Central Intelligence Agency) nya Amerika Serikat merupakan penyesalan dikemudian hari dalam penggunaan peranti lunak yang tertutup dan buatan asing.

Langkah tepat, Indonesia Go Open Source (IGOS) [7] dicanangkan. Gerakan ini merupakan gerakan Kemandirian sebab perangkat lunak yang di-develop dengan pola open source (kode sumber program tersebut disertakan dan dibuka), membuat tidak ada yang ditutup-tutupi dari sebuah perangkat lunak. Dengan demikian anak bangsa bisa membuat hal yang serupa dan bahkan memperbaikinya. Gerakan ini juga mengisyaratkan Be Legal dan Go Open Source guna memerangi pembajakan peranti lunak yang selama ini, Indonesia menjadi salah satu yang terbesar [8]. Sementara Internet masuk desa dan Desa berdering sebagai program Kementrian Komunikasi dan Informatika masih berjalan, teman-teman relawan TIK [9] berjuang keras melakukan edukasi ke masyarakat mengenai dunia teknologi informasi khususnya penggunaan internet yang sehat, aman. Sebab berkembangnya jejaring sosial dan media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube menjadikan kita semua melek teknologi, tapi mungkin dari 50 juta pengguna internet 10, tak banyak yang bijak dalam menggunakannya. Ini tantangan sekaligus peluang besar bagi bangsa ini. Mereka ini akan menjadi intelektual baru atau malah menambah lost generation?

Kemandirian dan Masa Depan Untuk mandiri, kita perlu menguasai teknologi, bukan dikuasai teknologi. Untuk bersaing dan menjadi bagian dari masyarakat dunia (world society) kita perlu berkomunikasi. Globalisasi tak dapat dilawan, yang ada adalah mempersiapkan diri. Masuknya ekspatriat sebagai sumberdaya manusia dan produk-produk asing ke dalam negeri adalah bagian dari globalisasi. Mau tidak mau, baik sumberdaya manusia Indonesia maupun produk Indonesia harus mampu bersaing secara global, dan meminjam istilah Friedman, secara datar (flat). Penguasaan teknologi adalah jalan utamanya.

Untuk menjadi pemenang, selain sumberdaya, perlu mental juga pemenang bukan pecundang. Disini leadership dari tokoh-tokoh negarawan bangsa ini diuji. Kepemimpinan di ASEAN Misalnya, bisa menjadi batu pijakan yang jelas untuk

menjadi manajer komunitas ASEAN 2015 [11] yang menjadi satu benteng dalam menghadapi gempuran, misalnya Uni Eropa yang sudah bersatu padu.

Teknologi Informasi dan Komunikasi menjadi sangat penting dalam merajut keunggulan global dari negara-bangsa. Tak hanya berpatokan PDB. Tapi juga kita mencoba menyelamatkan generasi yang akan datang dari konsumerisme sejati dan selalu menjadi tempat melempar produk, sebagai pasar dan dilihat bagai potongan kue Tart yang besar dan dibagi-bagi oleh negara maju. Kita akan lihat, dengan penerapan visi teknologi dan merangkul netizen, merupakan fondasi yang jelas bagi bangsa ini untuk bangkit dan maju. Di luar negeri, media sebagai pilar kelima sudah berubah menjadi media (sosial). Revolusi twitter di Moldova salah satunya [12], atau kemenangan Obama yang memanfaatkan Facebook dan Twitter. Juga Kasus Iran, Libya dan Timur Tengah yang juga secara independen, masyarakat membuat gerakan sosial via jejaring sosial guna memantapkan langkah menuju perubahan.

Carut marut sistem politik dan pemerintahan pun bisa diharapkan hilang, apabila adanya Sistem IT yang maju, teknologi yang khas dibangun bangsa, dan adanya transparansi sebagai bagian dari akuntabilitas. Tanpa terang benderang inilah kecenderungan korupsi banyak terjadi. Untuk itu, teknologi akan mentransparankan, akan mengefektifkan, mengefisienkan penyelenggaraan negara dan segala sesuatunya. Tentu dengan penjagaan kita semua selaku LSM era baru, yaitu Blogger dan Netizen (dari ranah maya) dan akademisi dan praktisi ahli dari ranah nyata. Semua bahu-membahu untuk Indonesia yang lebih baik, men-support sekaligus memberi kritik membangun atas kebijakan publik para penyelenggara negara. Jika demikian, maka kita baru bisa melihat masa depan bangsa yang lebih baik, tak buram dan durjana!

Kemandirian adalah masa depan dan tak ada masa depan bagi negeri ini. Tanpa kemandirian di bidang teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia akan selalu menjadi konsumen dan tak pernah memperoleh kembali kewibawaan di kancah internasional apabila tak ada faktor penyeimbang sekaligus pembeda antara Indonesia dengan negara lain yang maaf sebenarnya kecil jika dibandingkan Indonesia. Kepemimpinan yang efektif, konsistensi kepada kemandirian dan entah apa namanya Visi 2020 ataupun 2045 (100 tahun Indonesia merdeka) silakan, asal pemimpin tak mau ditekan oleh pemimpin bangsa lain dan mengubah jalan hidup bangsa ini yang sudah dalam goresan darah harus ditentukan sendiri, adalah syarat mutlak.

Jika demikian, seharusnya, dalam 20 tahun kedepan, sekali lagi jika arahnya benar, negara lain bagi Indonesia adalah benar-benar kecil baik dari sisi demografis maupun sisi politis. Bukan ancaman apa-apa bagi bangsa besar ini. Nantikan episode Sriwijaya dan Majapahit dalam belasan tahun kedepan. Waktu yang tak begitu lama, kawan!

catatan kaki : [1] PDB adalah indikator untuk melihat pertumbuhan suatu negara, yaitu total output produksi dari negara tersebut. Selain jumlah, tingkat persentase pertumbuhan menjadi acuan. Di Indonesia, PDB sangat tinggi bahkan menurut beberapa ahli pemasaran misalnya Yuswohady (2010) melihatnya sebagai era Consumer 3000 dan pertumbuhan PDB Indonesia ternyata empat kali lipat dari Amerika Serikat. Pakar Manajemen Strategik seperti Yodhia Antariksa (2011) bahkan berani menyebut kata Pasti!

[2] Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ternyata sudah berjalan selama 16 kali (tahun 2011 adalah yang ke-16). Mengenai Hakteknas dan Inovasi ini, bisa dibaca juga tulisan saya di http://netsains.com/2011/06/inovasianak-negeri-untuk-bangsa-yang-mandiri/

[3] Peringatan Hari Nusantara dimulai pada Pemerintahan KH. Abdurahman Wahid (tahun 1999) dengan menjadikan hari dimana Deklarasi Djuanda, pada 13 Desember 1957 sebagai tonggak peringatan Hari Nusantara. Deklarasi yang dicetuskan oleh Perdana Menteri Indoenesia, Djuanda Kartawidjaja itu menegaskan kepada dunia, bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian ditetapkan konsepsi negara kepulauan (Archipelago) oleh PBB melalui Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982.

[4] Industri Kreatif ini bisa dilihat ditulisan saya di http://www.unggulcenter.org/2010/04/25/momentum-kebangkitan-

bangsa-melalui-industri-kreatif-tik/ yang memperoleh penghargaan

[5]Dalam bukunya World is Flat Sejarah Ringkas Abad 21 (2006), Thomas L Friedman, seorang kolumnis senior terkagum-kagum dengan pesatnya perkembangan India khususnya di ranah Teknologi Informasi. Bahkan jaringan India merambah Silicon Valley dan saat ini banyak CEO dan Profesional IT berasal dari India.

[6] Pada tahun 1982, terjadi ledakan dahsyat dijalur pipa gas Uni Sovyet di Siberia. Kekuatan ledakan tersebut sekitar 3 kiloton atau berkekuatan 25% dari Bom Hiroshima. 16 tahun kemudian baru diketahui oleh publik bahwa ledakan tersebut disebabkan oleh software komputer proprietary/ tertutup yang telah diubah oleh CIA. Software Open Source bebas dari bahaya ini, karena bisa dilakukan audit terhadap kode programnya. Selengkapnya bisa dibaca di

http://www.damninteresting.com/?p=829

[7] Gerakan ini ditandangani Ditandangani oleh empat (4) Kementrian yang berkaitan yaitu Kementrian Riset dan Teknologi (Kemristek), Kementrian Komunikasi dan Informatika (dulu Departemen Komunikasi dan Informatika), Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementrian Hukum dan HAM ( dulu Departemen Kehakiman dan HAM), dan Kementrian Pendidikan Nasional (dulu Departemen Pendidikan Nasional) pada tanggal 30 Juni 2004. Kemudian Gerakan ini diredeklarasi pada tanggal 27 Mei 2008 (biasanya disebut Deklarasi IGOS II), dengan memperluas penggunaannya meliputi 18 (delapan belas) kementrian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).

[8] Sebagai Sebagai pedoman untuk menjalankan strategi ini dilapangan, kampanye be legal dan atau go open source tersebut diperkuat oleh beberapa produk hukum dalam menjerat pelaku pelanggaran Hak Cipta. Misalnya saat ini sudah ada UU No.14 tahun 2001 tentang paten, UU No.15 tahun 2001 tentang merk, UU No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dasar itu-lah yang mendasari penerbitan Surat Himbauan dari Bareskrim Polri mengenai Himbauan Penanggulangan Pembajakan Hak Cipta No. B/2/08/XI/2006/Bareskrim. Bagi yang beragama Islam mungkin Fatwa MUI No.1/Munas VII/MUI/15/2005 yang menyatakan bahwa Pembajakan itu Haram hukumnya perlu jadi pertimbangan. Bagi Pegawai negeri dan aparatur pemerintahan, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Apartur Negara No. SE/01/M.PAN/3/2009 sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 05/SE/M.KOMINFO/10/2005 bisa jadi acuan. Pada Surat tersebut secara jelas mewajibkan penggunaan peranti lunak Open Source di kalangan pemerintahan dan diberikan deadline hingga 31 Desember 2011.

[9] Relawan TIK (www.relawan-tik.org) adalah organisasi sosial yang melakukan banyak kegiatan sosialisasi TIK baik internet, jaringan, penggunaan peranti lunak legal dan seterusnya kepada masyarakat secara langsung dan terorganisir.

[10] Seperti dilansir oleh http://www.indonesiafinancetoday.com/read/2041/Pengguna-Internet-diIndonesia-Tahun-IniNaik-Jadi-50-Juta-Orang dan http://www.teknojurnal.com/2011/09/26/datapengguna-internet-di-kawasan-asia-dan-

indonesia-di-tahun-2011/

[11] Terdapat deklarasi mengenai pembentukan ASEAN COMMUNITY pada KTT ASEAN di Bali tahun 2003 yang sering disebut Deklarasi Bali Concord II yaitu : Masyarakat Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-cultural Community), Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)

[12] Revolusi ini pernah saya bahas dalam sebuah kesempatan forum diskusi, dengan judul presentasi Ada Revolusi di Dunia Maya bisa dilihat slide presentasinya di http://www.slideshare.net/unggulux/peran-generasimudainternet

MEMBANGUN IPTEK UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA http://mahasiswanegarawan.wordpress.com/2007/08/15/membangun-iptekuntuk-kemandirian-bangsa/ Bangsa yang menguasai dunia adalah yang menguasai teknologi, pencipta teknologi, penyerap teknologi dan pengguna teknologi. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah -kekayaan laut, hutan, bahan tambang, dan minyak- tidak serta merta dapat dinikmati untuk kesejahteraan rakyatnya. Hal itu hanya menjadi dongeng kebanggaan yang diajarkan untuk murid-murid sekolah dasar. Betapa banyak industri pertambangan yang dikuasai perusahaan asing. Bangsa kita hanya menjadi pekerja dan negara hanya mendapat royalti yang sedikit. Sementara kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat industri pertambangan cukup besar. Beberapa bulan yang lalu sedang ramai tentang kasus ladang minyak Blok Cepu yang telah dikuasai Exxon mobile dan tambang emas di Papua yang telah dikuasai oleh Freeport. Betapa banyak elemen masyarakat yang menginginkan agar kekayaan alam bangsa kita agar dikelola oleh industri dalam negeri. Tetapi, salah satu alasan yang diajukan pemerintah adalah bahwa industri teknologi kita belum mampu mengelola pertambangan-pertambangan tersebut. Negara kita pun dibanjiri produk-produk teknologi dari luar negeri. Produkproduk elektronika dan otomotif membanjiri pasar Indonesia. Para kapitalis global tertawa di balik layar melihat masyarakat kita berbondong-bondong

menyerbu produk-produk mereka. Lihat saja setiap launching prosuk handphone terbaru, masyarakat mengantri untuk mendapatkan produk tersebut. Sejak banyak terjadi kasus HAM di Indonesia sejak tahun 1998, Amerika Serikat menggunakan alasan ini untuk mengembargo peralatan militer ke Indonesia. Bisa dibayangkan TNI yang banyak menggunakan peralatan militer dari Amerika Serikat seperti pesawat tempur, akhirnya kelimpungan karena sulit mendapatkan suku cadang. Negara kita pun lemah dalam pertahanan dan keamanan, beberapa kali kedaulatan NKRI dilecehkan dengan melintasnya pesawat-pesawat tempur asing ke dalam wilayah teritorial Indonesia. Industri pertahanan nasional belum mampu mendukung kemandirian alutsista TNI. Dari uraian di atas, kita menyadari bahwa negara kita masih lemah dalam penguasaan teknologi. Dalam setiap periode pemerintahan, teknologi seringkali dipandang sebelah mata. Industri berbasis teknologi di Indonesia pun sulit bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dukungan pemerintah terhadap industri teknologi nasional sangat minim. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah mulai meninggalkan beberapa industri teknologi strategis nasional yang sebelumnya telah dibangun, kasus IPTN misalnya. Secara kualitas SDM, bangsa kita memiliki banyak tenaga ahli. Mereka aset-aset bertebaran, dan seringkali direkrut oleh perusahaan asing di dalam dan di luar negeri. Belum lagi beberapa tahun terakhir, beberapa anak bangsa sering menjuarai kompetisi ilmiah internasioanal, seperti olimpiade fisika dan kimia. Kini saatnya kita mulai melirik bisnis teknologi. Teknologi sangat berperan terhadap kemajuan suatu bangsa, jangan sampai 220 juta rakyat Indonesia hanya menjadi penonton kekayaan alamnya dipanen oleh bangsa asing. Peran bersama pemerintah, industri, dan institusi pendidikan (perguruan tinggi) perlu dikembangkan. Selama ini ketiga sektor tersebut seolah berjalan sendirisendiri. Riset-riset perguruan tinggi dan lembaga riset pemerintah jarang dipakai untuk industri dan hanya menumpuk di perpustakaan. Inovasi teknologi Industri pun sangat minim, akibatnya sulit bersaing dengan produk luar. Pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat memproteksi industri dalam negeri memasuki era perdangan bebas. Kalau dilepas begitu saja, jelas industri kita akan kalah bersaing dengan produk-produk luar. Teknopreneurship perlu digalakan pada mahasiswa di universitas teknologi. Teknopreneur adalah pengusaha yang memanfaatkan teknologi untuk mengerjakan sesuatu yang baru (inovasi) atau menemukan teknologi sebagai basis untuk mengembangkan usahanya. Dengan ini, para lulusan perguruan tinggi tidak usah menjadi agen-agen perusahaan asing. Selain itu perlu dibangun Technology Park, suatu kawasan untuk menghasilkan produk, perawatan, inovasi dan transfer teknologi. Kawasan ini menjadi area riset sains dan teknologi, industri, dan bisnis berbasis teknologi. Kawasan ini terdiri dari universitas teknologi dan industri. Kebijakan dan anggaran pemerintah untuk riset dan pengembangan teknologi sangat dibutuhkan. Selama ini, anggaran pemerintah kita untuk riset teknologi

sangat minim, bahkan lebih rendah daripada anggaran riset sebuah perusahaan asing. Investasi teknologi sangat menjanjikan untuk jangka waktu panjang. Dengan teknologi, pengelolaan kekayaan alam Indonesia bisa lebih optimal. Kekayaan alam yang dikandung di bumi Indonesia benar-benar akan dinikmati dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jepang yang miskin kekayaan alamnya saja bisa menjadi negara maju akibat penguasaannya di bidang teknologi. Bisa dibayangkan Indonesia yang memiliki banyak kekayaan alam, apabila mampu meguasai teknologi tentunya mampu menjadi negara maju. Kini sudah saatnya kita mengembangkan teknologi untuk kemandirian bangsa agar bangsa kita tidak hanya sebagai penonton dalam kemajuan peradaban.

Wapres : Teknologi Hendaknya dapat Mendukung Kemandirian Bangsa Teknologi bukan sekedar untuk dipamerkan, melainkan harus bisa meningkatkan produktivitas dengan cara dijual dan dipakai. Kita ada di suasana mengglobal yang penuh persaingan dalam hal harga, kualitas, dan delivery. Oleh karena itu, teknologi hendaknya dijadikan pendukung kemajuan bangsa di era global. Teknologi yang dapat mendukung kemandirian adalah teknologi mendasar yang dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, papar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sambutan acara puncak Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-12, Jumat (10/8). Wapres menegaskan bahwa kemandirian hanya bisa terwujud jika bangsa Indonesia berani untuk keluar dari paradigma lama. Paradigma lama yang dimaksud adalah cara pandang yang meyakini bahwa bangsa ini tidak bisa berkarya tanpa bantuan bangsa lain. Contohnya masalah MOU, ada baiknya jika di kemudian hari jangan hanya bangsa kita saja yang teken MOU di luar negeri, tetapi bangsa lain yang teken MOU di sini. Kita juga harus bisa meningkatkan produktivitas dengan sumber daya kita sendiri. Hal ini akan menunjukkan bangsa kita mandiri dan merdeka, karena kemandirian adalah puncak dari kemerdekaan, imbuhnya. Acara yang berlangsung di Ruang Auditorium Gedung II Lantai 3 BPPT Jl. M. H. Thamrin No. 8 Jakarta tersebut merupakan salah satu rangkaian dari gelaran Ritech Expo 2007 yang diadakan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT). Menurut Menristek Kusmayanto Kadiman, pameran teknologi yang diadakan di Mega Glodok Kemayoran (MGK) menjadi salah satu upaya KNRT untuk mendekatkan inventer dengan investor. Terkait pameran tersebut, Wapres mengingatkan agar teknologi jangan hanya dibuat dan kemudian dipamerkan, tetapi harus bisa dimanfaatkan dan dijual demi kepentingan bangsa. Pameran teknologi itu penting, tapi lebih penting lagi adalah bagaimana agar teknologi tersebut dapat dipakai. Misalnya saja OSS (Open Source Software).

Menurut saya, OSS sangat penting. Kita harus punya kebanggaan karena kebanggaan merupakan spirit bangsa dalam mencapai kemandirian. Kebijakan pemerintah yang mendukung hal tersebut terwujud melalui banyaknya insentif untuk teknologi nasional. Tapi teknologi tidak berguna jika hanya dibuat. Teknologi juga harus bisa digunakan dan membuat sesuatu menjadi lebih cepat, serta meningkatkan produktivitas. Perbedaan Ristek/BPPT dengan museum adalah museum melihat ke belakang, sedangkan penelitian yang dilakukan Ristek dan BPPT melihat ke depan. Nasib bangsa di masa mendatang bergantung pada kekuatan teknologi yang ada sekarang. Kendala utama sebenarnya bukan masalah uang, karena seharusnya teknologi itulah yang mendatangkan uang.Teknologi seharusnya memberikan manfaat kepada masyarakat dan hal ini menjadi tanggung jawab kita semua, khususnya KNRT yang diberi amanah, jelas Wapres. Bagi Wapres, Hakteknas harus menjadi suatu neraca guna mengukur sejauh mana pencapaian kemajuan teknologi bangsa ini. Indonesia memiliki banyak hari untuk diperingati. Mulai Hari Proklmasi, Hari TNI, sampai Hakteknas. Hal ini merupakan neraca untuk mengukur apa yang sudah dicapai. Hakteknas yang berawal saat peluncuran pesawat N-25 atau Gatotkaca, saat itu serupa dengan peluncuran pesawat pertama buatan Wilbur Wright bersaudara. Perbedaannya, pesawat mereka terbang terus, sedangkan pesawat kita tidak. Hal ini membuat peringatan Hakteknas menjadi sesuatu yang tragis, karena merupakan beban bangsa untuk dapat membangkitkan kemampuan teknologi nasional. Peringatan ini diharapkan dapat menjadi semangat untuk mewujudkan kemandirian bangsa, harap Wapres.

Kuasai Teknologi 100% Bukan Anti Asing Tetapi Kemandirian Bangsa!!! Cina, India Bisa Kita Kapan http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/05/18/kuasai-teknologi-100-agarmenjelma-menjadi-negara-maju-cina-india-bisa-kita-kapan/ Benarkah mobil nasional 100 persen indonesia apa tidak, percuma!! kalo ternyata mobil nasional itu masih menggunakan mesin luar negeri berarti belum 100 persen dalam negeri sama sajalah dengan produk yang ada dipasaran dengan merek jepang dan pabrik perakitannya saja diindonesia seperti perusahaan multinasional yaitu toyota, daihatsu, suzuki, honda. Jika masih menggunakan mesin luar sama saja produk mobil tersebut dengan produk yang sudah ada seperti toyota, honda tidak ada bedanya. coba anda pikir bagian terpenting dari suatu mobil tentu penggeraknyakan yaitu mesin Bisakah mobil berjalan tanpa mesin tentu tidak. Sebaiknya dibuat contoh Tahap tahap dalam pembuatan mobil 1.Mesin dahulu harus 100 persen dalam negeri 2.setelah itu body baru dirancang

3.aerodinamis suatu kendaraan 4.model harus bagus agar bisa bersaing dan menarik konsumen Dalam contoh itulah tahap2 yang harus dibuat perusahaan otomotif dalam negeri dalam membuat produk kendaraan 100 persen asli indonesia bukan produk kendaraan 80%-90% indonesia jadi maksud perencanaannya harus jelas sehingga menghasilkan suatu produk. Saya pernah melihat iklan cintailah produk indonesia termasuk mobil buatan indonesia yang mana!! Toyota, honda, suzuki semua buatan jepang!! Mobil nasional seperti mobil Esemkan Mesinnya saja masih menggunakan mesin impor apa itu cinta produk indonesia mesinnya saja bukan buatan indonesia mengapa saya harus cinta produk 100 persen yang bukan buatan indonesia. Indonesia sudah terlalu sering menjadi bangsa yang selalu dikadalin oleh asing banyak penjual mobil diindonesia mengatakan produk tersebut indonesia jadi harus cinta produk indonesia. Tanggapan saya bagi penjual kendaraan, jika begitukan anda yang jualan bukan memikirkan konsumen tetapi memikirkan keuntungan toh anda tidak mau tahu dengan mesin yang penting mesinnya impor jika terjadi kerusakan perusahaan luar negerilah yang bertanggung jawab disinilah konsumen kurang senang dengan produk indonesia bukan karena tidak cinta tetapi merugikan bangsa sendiri begitu juga sebaliknya konsumen juga memikirkan barang yang menguntungkan yang enak digunakan, modelnya menarik bukan kendaraan yang ada sekarang merek dalam negeri tetapi tdak 100% dalam negeri mesinnya saja masih impor. Kapan bangsa ini mandirinya!! jika mau buat perusahaan cinta produk indonesia harus barang yang asli 100 persen indonesia juga lihat jepang bisa alih teknologi pada mobil BMW jerman sekarang namanya Toyota, korea, cina sekarang india juga bisa kemana indonesia. Jika dilihat dalam pembuatan mobil pada mesin suatu enggine penggeraknya yang harus dikuasai dalam membuat mobil agar bisa berlari kencang, bisa irit dijalanan, baru anda memikirkan desain mobil begitulah seharusnya mobil nasional. Mobil Esemka Saya teringat Mobil Esemka Lucu mobil ini memang dibuat anak SMK tetapi hanya 80%-90% tetapi mesinnya masih menggunakan mesin impor celaka!! jika rusak mereka tidak mengetahui dalam perbaikannya karna mereka buat hanyalah body saja tidak pada mesin apalagi seluk beluk mesin sangat payah, yang terpenting pada mobil itu seharusnya mesinnya bukan body kendaraan, yang mempunyai nilai tinggi itu mesin bukan body, lihat kendaraan termahal dengan mesin super cepat banyak seperti Ferari, Lamborgini, BMW, Mercedez benz, Roll royce mobil buatan inggris terkenal mesinnya bandel bukan desainnya bandel lucukan, desain perlu tetapi hanya untuk menarik perhatian konsumen

ibarat wanita sebuah mobil mobil, desain body mobil hanya baju saja sedangkan badan wanita dari ujung kepala hingga kaki itulah mesinnya. Mobil Roll royce Presiden direktur dan Komisaris Toyota, BMW, Mercedez benz selalu mementingkan keunggulan produknya pada mesin dan kenyamanan pengunanya sebelum meluncurkan produknya dipasaran!! Alih teknogi dan Tranfer teknologi itu tidak sembarangan, Mahal harganya itu merupakan sebuah ilmu bukan sembarang jadi. Sebenarnya jika dihitung mesinlah yang mempunyai nilai tinggi dengan menjual alat komponennya saja atau spare parts mereka sudah untung besar, hingga sekarang apa perusahaan toyota diindonesia sudah mentransferkan teknologi dalam pembuatan mesin belumkan dalam pembuatan mesin sangat rahasia masih dipegang ATPM agen tunggal pemegang merek, disinilah peran pemerintah membuat kebijakan agar perusahaan asing yang berada diindonesia mentransferkan teknologinya, cina sudah alih teknologi motor dengan yamaha, india sudah alih teknologi mesin dengan suzuki, lihatkan kendaraan india sudah banyak dijalan raya yang bermerek bajaj. Toyota sampai sekarang punya banyak pabrik diindonesia tetapi tidak mau mentransfer teknologi mesin karna teknologi tersebut sangat mempunyai nilai tambah yang tinggi bagi mereka!! maka dari itu hanya merekalah yang membuat mesin, indonesia hanya pada perakitannya saja ibarat indonesia hanya tukang jahit saja. Kedepan indonesia harus alih teknologi hingga mencuri teknologi kalau perlu, lembaga peneliti harus sering bekerja sama dengan luar negeri karna kita tidak bisa hidup sendiri, jangan mau negara kita dikadalin negara asing, negara kita seperti jalan ditempat, bayangkan malaysia saja sudah punya produk mobil asli malaysia 100% yaitu Proton dengan menggunakan mesin asli karya anak bangsa malaysia. Jika dlihat Panser indonesia memang itu buatan indonesia tetapi mesinnya masih menggunakan mesin renault prancis, jika mereka memboikot mesin kepada perusahaan pindad apa panser anoa buatan indonesia bisa berjalan tanpa mesin tentu tidakkan kecuali TNI indonesia mau menjalankannya sambil mendorong kendaraan tersebut secara beramai ramai. Pada saat study banding dijepang orang jepang mengatakan pada teman saya bahwa dalam pembuatan mobil dulunya mereka tidak bisa tetapi dengan keberanian mereka alih teknologi mobil BMW buatan jerman pada asat itu, berkat kerja keras hingga sekarang mereka bisa membuat produk 100 persen asli jepang bukan sebagian impor!! mereka mengimpor hanya pada bahan baku saja yang tidak ada dijepang contoh besi mereka harus impor setelah itu diolah menjadi kendaraan yang anda nikmati, ban masih menggunakan karet tetap saja mereka masih impor karna disana tidak mempunyai karet, tetapi mereka mengimpor karet mentah bukan yang sudah jadi dan diolah menjadi ban pada kendaraan, dengan mereka kuasai teknologinya maka mereka dapat menciptakan produknya sendiri, tidak ada yang tidak mereka produksi sebut saja apa yang tidak bisa dibuat oleh bangsa jepang, nihil mereka bisa buat semua

barang teknologi kecuali produk pertanian seperti kelapa sawit karna mereka keterbatasan lahan. Pada saat temen saya kejepang dia melihat tumpukan besi yang sangat banyak dia bertanya kepada pimpinan pabrik toyota yang mendampinya pada saat itu, dia mengatakan buat apa besi sebanyak itu dipabrik sebesar ini apa semua untuk dibuat kendaraan terus dia menjawab tentu tidak sebagian akan disimpan sebagai cadangan dan sebagian akan diproduksi dalam menjalankan perusahaannya mereka sudah mutlak wajib menguasai teknologinya 100 persen jika kami tidak mengetahui teknologinya merupakan suatu kemunduran bisabisa perusahaan asing bisa mempermainkan perusahaannya. Etos kerja mereka sangat tinggi selalu kerja keras untuk mewujudkan keinginan, Teknologinya sudah kami kuasai jadi jika kami punya ilmunya tidak satupun perusahaan asing yang bisa mempermainkan perusahaannya apalagi perusahaan asing yang mau berniat mengambil keuntungan darinya tidak satupun bisa karna mereka sudah bisa menguasai teknologinya. Jika melihat Besi yang ditumpuk disana sangat banyak mereka berkata besi yang sangat banyak katakanlah ambil sedikit sekitar 100-200 Kilo jika langsung dijual paling2 harganya dijepang cuma dapat 60-70 juta jika dirupiahkan, diindonesia juga begitu besi yang seberat 100-200Kg jika dijual ketukang besi harga yang didapat sekitar 60-70 juta tentu tidak mempunyai nilai tambahnya tetapi dengan mengolah besi tersebut menjadi kendaraan dapat memberi nilai tambah yang besar!! mereka mengatakan besi seberat ini jika kami buat mobil keluarga seperti kijang yang ada diindonesia mereka saja sudah untung menjualnya dengan harga 200-270 juta, apalagi jika kami olah menjadi mobil mewah yang berkelas kami bisa menjual mobil tersebut dengan harga 400-900 juta jika dirupiahkan!! disinilah keuntungan kami mengapa kami harus menguasai teknologinya 100% apalagi mobil berkelas membutuhkan mesin yang handal, peforma mesin handling yang tinggi, irit jika bisa, tentu saja kita sebagai bangsa indonesia kedepan harus begitu. Memang pada barang seperti ban dia masih impor, bahan baku seperti besi masih impor karna sumber daya alam jepang yang terbatas tetapi mereka sudah menguasainya teknologinya 100 persen dalam mengolah besi tersebut. Bangsa ini sudah terlalu tua sudah hampir 75 tahun merdeka tetapi dalam teknologi sebagai penggerak ekonomi masih terdengar awam dimasyarakat, jepang yang usianya hampir sama dengan indonesia setelah dibom atom porak poranda dengan cepat bangsanya bangkit, cina, korea selatan sudah menyalip indonesia baik dibidang ekonomi dan teknologi, lihat jarum saja masih buatan cina, pulpen pilot yang anda gunakan buatan jepang.

Anda mungkin juga menyukai