Anda di halaman 1dari 24

Soekarno, Nekolim dan Globalisasi

Kalau dalam desakan gelombang globalisasi, perekonomian


kita harus menerapkan sistem ekonomi pasar yang terbuka,
maka sebagai bangsa yang percaya diri, seharusnya kita tidak
merasa cemas dan takut. Bila keterbukaan dan kehidupan
demokrasi benar-benar telah kita menangakan dan oleh
karenannya rakyat dapat menjalankan fungsi kontrolnya,
maka segala bentuk ketakutan terhadap praktek-praktek neo-
kolonialisme lewat pintu pasar terbuka sebagaimana
kekhawatiran banyak orang, rasanya tidak perlu, kita jadikan
permasalahan yang hanya akan membuat kita menjadi bangsa
yang kerdil dan tak mampu menghadapi kenyataan.
Megawati Soekarnoputri
Pidato pembukaan Kongres Perjuangan
Di Bali, tanggal 08 Oktober 1998.

Pernyataan Megawati Soekarnoputri menerima pasar bebas, yang diyakini para


pengikut setia dan murid Soekarno, sebagai wujud Neo-Kolonalisme dan Imprealisme.
(Nekolim), membuat mereka menjadi gusar. Mereka mengganggap Megawati
Soekarnoputri bukan sebagai anak ideologis tapi hanya anak biologis. Bukankah
Soekarno telah menelanjangi kolonialisme di depan para hakim kolonial, dalam pidato
pembelanaanya Indonesia Menggugat , (1930). Kaum Soekarnois itu lupa bahwa
Megawati Soekarnoputri, bukan ketua PNI yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
ajaran-ajaran Soekarno, tetapi ketua PDI Perjuangan. Kekecewaan itu telah mendorong
mereka meng-hidup-kan PNI.
Ideologi pasar bebas yang diartikan sebagai kebutuhan terus-menerus dan
berkelanjutkan akan eksperimen modal kapitalis ke segala tempat untuk mencari pasar
baru menunjang sejarah pertumbuhan dan perkembangan kapitalisme. Perkembangan
terakhir dari ekspansi kapitalisme adalah privatisasi sebanyak-banyaknya dan konvensi
institusi-institusi publik menjadi badan usaha berorientasi profit. Sekarang kapitalisme
telah memasuki babak baru, yang melepaskan dirinya dari kontrol negara, dan ada yang
menyebut kapitalisme seperti ini sebagai ‘Turto Capitalisme’, yaitu akselerasi yang tepat
dari perubahan struktural dari pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, terutama dengan
meminggirkan negara dari pasar bebas, untuk menjadi suhu ekonomi yang kita kenal
dengan nama Globalisasi.
Globalisasi adalah mirip gelombang yang menyapu bersih segala hal. Di
dalammnya termasuk gelombang perdagangan dan gelombang valuta keuangan global.
Globalisasi dicerminkan oleh berbagai faktor yang semula berbeda-beda pasarnya yang
semakin cepat dan murah, tehnologi yang selalu di up-to-date dan selera yang semakin
seragam yang dibawakan oleh media-media harian nasional.
Semua perkembangan cepat dan seragam inilah yang memaksakan di lahirkannya
badan baru bernama WTO. WTO adalah hasil dari perjuangan pengaruh bebas yang ingin
lepas dari kontrol negara, bahkan ingin menghapus peran negara menjadi seminimal
mungkin.
WTO adalah sebuah institusi baru yang di ciptakan dari GATT, yang berdiri
tahun 1994 sebagai organisasi multilateral dunia. WTO merupakan puncak dari impian
kaum neo-liberal untuk mendapatkan mafaat organisasi yang jelas yang akan mengatur
1
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
suhu ekonomi dunia. WTO adalah rejim pasar bebas yang sepenuhnya menolak rejim
proteksionalisme. Ini adalah argumen pokok neo-liberalisme. Artinya, setiap anggota
WTO wajib melonggarkan pasarnya sampai ketitik di mana domestik bisa dimasuki oleh
barang-barang dan jasa-jasa secara bebas secara penuh. Di lain pihak, ini mengisyaratkan
dikurangi campur tangan negara hingga sepenuhnya lepas karena dianggap hanya
mendominasi pasar dan membuat pasar bebas sempurna. Negara tidak dapat lagi
melindungi atau memproteksi peran dalam negaranya. Istilah globalisasi dan pasar bebas
sekarang sangat populer. Namun tampaknya orang tidak menyadari bahasa bahaya yang
terkandung dalam gagasan yang sekarang dikampanyekan oleh kaum neoliberal. Tidak
banyak yang memahami, bahwa gagasan globalisasi dan pasar bebas itu pada hakekatnya
adalah bentuk baru dari perkembangan kapirtalisme.
Di masa lalu, untuk menjamin tersedianya bahan baku dan pasar bagi barang-
barang yang diproduksinya, maka kapitalisme berubah bentuk menjadi ‘Imprealisme’ dan
‘kolonialisme’. Dengan cara menaklukan negara-negara lain secara fisik dan menjadikan
negara-negara itu sebagai jajahan atau koloninya, maka kaum kapitalis bisa secara paksa
mendapat bahan baku dengan harga yang sangat murah dan sebaliknya, bisa menjualkan
produknya dengan harga yang sangat tinggi. Dalam konteks Indonesia, hal inilah yang
sebab musabab mengapa Bapak bangsa Republik ini bangkit melawan kolonialisme dan
berjuang untuk kolonialisme dan berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Cara-
cara pemaksaan yang terjadi pada masa kolonialisme sudah barang tentu tidak bisa lagi di
lakukan sekarang. Selain sudah ketinggalan jaman, cara semacam itu juga dianggap tidak
berada dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang diakui sebagai hak yang
universal. Oleh karena itu, diperlukan cara baru yang telah canggih dan seolah-olah
manusiawi. Dan cara ini dirumuskan oleh kaum neoliberal sebagai globalisasi dan pasar
bebas.
Kemampuan propaganda yang begini hebat dan canggih, dari kaum neoliberal
ternyata telah menjadikan globalisasi dan pasar sebagai sesuatu yang sangat populer.
Begitu hebatnya propaganda kaum neoliberal itu, maka bahaya yang sangat besar dan
sudah ada di depan mata menjadi tidak tampak sama sekali. Seperti misalnya, bahaya
persaingan bebas yang akan memenangkan fihak yang kuat saja dan pada tahap
berikutnya akan menjadikan jenjang perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin
menjadi semakin lebar, sama sekali luput dari perhatian kita. Sekalipun sebenarnya kita
selalu mengkhawatirkan bahaya kesenjangan tersebut, namun dalam konteks globalisasi
dan pasar bebas, bahaya tersebut seolah-olah hilang dengan sendirnya. Bahaya proses
persaingan bebas dan sebagai akibat tuntutannya, seperti proses proteksi kekuatan
dominan, lemah dan ketakutan yang merupakan bahaya dasar dari kapitalisme, sama
sekali tak terlupakan. Dari sejarah perkembangan masyarakat yang terjadi selama ini,
terutama sejak pertengahan abad ke 19, maka boleh dikatakan, kaum sosialis adalah
kalangan pertama baik yang memaksa bahaya kaptalisme bagi peradaban dan
kesejahbteraan umat manusia.
Marxisme lahir sebenrnya sebagai reaksi atas keburukan-keburukan kapitalisme.
Marxisme sebagai koreksi total terhadap gejala akses yang ditimbulkan, kalau kaum
Marxisme tampil ofensif, keras dan kritis. Sebaliknya kapitalisme tumbuh lebih defensif
terhadap serangan Marxisme. Kritik tajam yang diarahkan kepada kapitalisme melaui
bukunya Das Kapital (1867) telah memberi ispirasi terhadap gerakan kaum buruh di
dunia. Dimana Karl Marx menyatakan tentang hukum perkemabangan kapitalisme

2
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
berdasarkan teori nilai lebih. Maksudnya adalah selisih nilai barang jadi yang dihasilkan,
dikurangi upah yang dibayarkan kepada buruh untuk menjadikan barang itu siap masuk
pasaran. Barang jadi itu nilainya harus lebih besar dari upah buruh. Selisih nilai inilah
yang nikmati oleh kaum kapitalis.
Ketamakan kapitalisme itu menyebabkan Karl Marx menginginkan kehancuran
dari kapitalisme. Menurut Karl Marx, hal itu terjadi ketika produksi telah mencapai
konjuktor tinggi dimanapun juga, tingkat penyediaan jauh lebih besar dari permintaan,
maka barang yang masuk menembus pasaran konsekwensinya perusahaan akan
menurunkan produksinya. Pada situasi yang demikan akan terjadi krisis yang hebat.
Kesempatan krisis yang hebat tersebut akan digunakan kaum buruh untuk mengambil
proses menguasai alat-alat produksi. Maka akan dinamakan berakhirnya kapitalisme.
Akan tetapi dalam perjalanan kurun waktu tertentu teori Karl Marx banyak meleset
malahan eksitensi kapitalisme sebagai mana yang kita saksikan sekarang nampak makin
kukuh. Dengan disebabkannya kaum buruh ikut memiliki saham-saham perusahaan
dimana mereka bekerja. Penyebaran kepemilikan lewat saham ternyata mempersulit
pendefinisian kelas-kelas kapitalis yang berhadapan dengan kelas proletariat. Konsep
pembagian secara Marxsis menurunkan kapital dan tenaga kerja menjadi sulit diterapkan.
Manifesto komunis Karl Marx yang menyatakan tahap masyarakat yang ada sampai
sekarang tidak lain adalah sejarah perjuangan kelas sesudah diberlakukan. Perubahan ini
telah menyebabkan berhasil menunda revolusi.
Tidak terjadi revolusi sosial pada masyarakat kapitalis juga dijelaskan melalui
teori hegomoni ideologi atau ideologi dominan dan teori kesadaran ganda dari kelas
pekerja yang mula-mula dikembangkan oleh Antonio Gramci. Teori ini menolak
anggapan adanya determinisme ekonomi dimana kesadaran atau struktur atas ditentukan
atas dasar, yaitu pengakuan ekonomi dalam masyarakat. Menurut Gramci, praktek dan
ideologi itu bisa beroperasi indevenden terhadap bumi ekonomi.
Menurut teori Karl Marx yang asli, suatu kesadaran kelas akan tumbuh pada
kaum buruh yang memiliki dari perjalanan kongkret kaum buruh sendiri tentang
kontradiksi antara hubungan produksi kapitalis yang berdasarkan hak milik perseorangan
atau swasta dengan kekuatan produksi kolektif yang tumbuh, karena keterlibatan kolektif
mereka dalam proses produksi.
Dari pengalaman itu, akan terjadi suatu proses perubahan dari sekedar
terbentuknya kelas ‘pada dirinya sendiri’ yang merupakan kaum buruh yang menempati
proses yang sama, menjadi kelas untuk dirinya sendiri’, yaitu kelas yang memiliki
kesadaran kolektif Vis a vis kelas borjuis.
Sungguhpun demikian, kaum buruh bisa gagal untuk memahami situasi dan
memiliki apa yang disebut “kesadaran palsu”. Konsep yang terakhir itu, berdasarkan
pengalaman pada masyarakat industri yang telah maju dikembangkan oleh Althusser
menjadi teori “aparatus ideologi negara” dan “aparatus represif”. Aparatus yang
dimaksud itu antara lain, keluarga, gereja, partai politik dan media komunikasi, mahkan
juga organisasi buruh dan seluruh sistem kelembagaan masyarakat sosial.
Melalui lembaga-lembaga masyarakat seperti itu, gologan yang dominan
menanamkan yang mempertahankan kepentingan kelas yang dominan sehingga terjadi
proses inkoporasi ideologi yang melahirkan kesadaran palsu atau kesadaran ganda yaitu
kesadaran yang timbul dari pengalaman kerjanya sendiri dan kesadaran yang diciptakan
melalui aparatur negara. Selain hegemoni dari kelas dominan itu diamankan atau dijamin

3
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
oleh aparatur refresif negara yang menggunakan cara-cara paksaan. Karena tidak adanya
kesadaran kelas, maka kaum buruh tidak bisa menghimpun kekuatan untuk mengalahkan
negara sejarah, dalam proses transformasi dari kapitalisme ke sosialisme.
Teori lain yang berusaha menjelaskan mengapa kapitalisme tidak mungkin di
negara-negara industri adalah teori imprealisme dan pasar dunia. Teori imprealisme ini
didukung oleh teori tentang timbulnya kapitalisme monopoli dan kapitalisme Negara,
sebagai tahap baru dalam perkembangan kapitalisme. Teori ini mengakatakan bahwa
Negara Kapitalis adalah instrumen mudal dalam memasuki pasar di luar negeri.
Di masa lampau, negara-negara yang kiri disebut kapitalis menjalankan
kolonialisasi atau dominan politik melalui kekuatan militer dan melakukan suhordinasi
langsung terhadap bangsa dan negara lain. Tapi kemudian, setelah negara-negara koloni
mencapai kemerdekaan melalui revolusi atau pemberian kemerdekaan, negara-negara
bekas penjajah tetap berusaha mempertahankan kedudukannya dlm hubungan dominasi-
dependensi, melalui perdagangan internasional. Dengan superioritas militer dan kekuatan
ekonomi dan politik, negara-negara industri maju memaksa suatu kondisi pertukaran
yang tidak seimbang antara negara-negara pinggiran yang terbelakang dan negara-negara
pusat ekonomi dunia. Dalam hubungan yang tidak seimbang ini, negra-negara industri
yang tadinya memaksa negara-negara pengekspor bahan mentah untuk bergantung
kepada pasararan dunia yang tidak stabil, kini melaui perusahaan-peruahaan multi
dimensi yang mendominasi perdagangan internasional dengan cara mengontrpol harga
bahan-bahan dasar tetap berusaha mempertahankan sistem pertukaran yang tidak
seimbang ini.
Nama kapitalisme berasal bukan dari para pendukung melainkan dari tentang
sistem ekonomi dan menyangkal kapitalis. Kapitalisme diturunkan dari kata kapital yang
berarti modal. Dalam sistem ekonomi kapitalis, tiap warga bebas merdeka, dapat
menggunakan milik pribadinya menurut kemauan dan pengaturannya untuk mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya. Kapitalisme dapat dinamakan literalisme di bidang
ekonomi. Kapitalisme muncul sejalan dengan individualisme dan liberalisme pada abad
ke-18. pelopor-pelopornya ialah para pemikir Perancis murid Francois Quesnay, yang
diberi julukan fisiokrat. Para fisiokrat-fisiokrat berpendapat bahwa hukum alam yang
mulai dirumuskan dengan teliti oleh Newton, juga merupakan padanannya dibidang
ekonomi, sosial dan politik. Dalam alam, tiap pengekangan, tiap pembatasan gerak
alamiah dari luar, menghambat perkembangan yang normal. Pertumbuhan dan gerak-
gerik menjadi kurang alamiah yang sama terjadi didalam kehidupan ekonomi.
Ekonomi tidak dapat berkembang apabila individu pendukung usaha ekonomi
dibatasi ruang geraknya. Individu harus diberikan kebebasan alamiah. Ia jangan dikekang
oleh rupa-rupa peraturan dan batasan dari masyarakat dan negara. Negara berpegang pada
prinsip laissea-faere (membiarkan orang bertindak menurut keputusannya sendiri).
Negara memberikan peluang kepada tiap warga untuk berusaha sekuat tenaga dibidang
ekonomi dalam rangka mencari nafkah dan memperbaiki kesejahtraan hidupnya. Negara
melindungi atau menjalankan proteksi terhadap usaha individu dan terhadap hak milik
individu serta penggunaannya yang bebas. Disamping itu negara mengusahakan tegaknya
keadilan diantara para warga. Memang ada beberapa usaha besar, yang mutlak diperlukan
oleh masyarakat umum, yang harus ditangani negara. Akan tetapi, diluar itu negara tidak
mencampuri apapun dan tidak turut berkecimpung dibidang perusahaan. Bidang ini
diserahkan sepenuhnya kepda prakarsa serta kegiatan individu. Individu dengn modalnya

4
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
akan berlomba-lomba berusaha. Perlombaan dalam usaha akan meningkatkan
penghasilan masing-masing pihak dengn sendirinya juga akan meningkatkan penghasilan
seluruh masyarakat.
Filsafat kapitalisme ditemukan dalam buku Adam Smith : An Inguiry Into the
Natural and Causes of the Wealth of Nations (1776). Adam Smith menentang kontrol
yang terlalu ketat terhadap kegiatan usaha di bidang ekonomi. Ia mendukung paham
laissez-faire yang dikemukakan oleh kaum fisiokrat. Berilah kebebasan kepada tiap
individu untuk mengejar keuntungan pribadi. Tiap orang akan berusaha sedapat mungkin.
Akan ada persaingan keras, tetapi justru persaingan meruapkan cambuk yang merangsang
dan mendorong tiap pihak untuk berihtiar dengan segala daya upaya. Dengan demikian
daya guna dan hasil guna usaha ditingkatkan ketarap yang paling tinggi. Negara
seyogyanya tidak terlalu ikut campur. Ia cukup menjamin iklim kebebasan usaha dan
kebebasab bersaing. Kepentngan pribadi tiap individu akan membawa hasil gemilang
kalau individu di beri kebebaan untuk berusaha demi kepentingan dirinya. Hasil gemilang
tiap individu dalam usaha dengan sendirinya akan ikut menyumbangkan kesejahtraan
seluruh masyarakat.
Filsafat kapitalisme dan penerapannya mula-mula nampak sebagai dewa
penyelamat. Di mana-mana timbul gairah berusaha pengusaha-pengusaha yang bermodal,
mampu mengembangkan industri dengan modal dan usahanya. Pengembangan industri
kebetulan ditunjang oleh penemuan-penemuan baru yang memadukan industri kedalam
era mekanisasi. Terjadilah apa yang disebut dengan revolusi industri. Akan tetapi
berbarengan dengan perkembangan perusahaan dan industri, timbul gejala
kemasyarakatan yang kurang menguntungkan individu-individu tertentu. Terjadi
kesenjangan yang parah antara pemilik modal yang mahakuasa dan yang tidak memiliki.
Karena ternyata dalam iklim individualisme leberalisme dengan persaingan bebas
sebagai perangsang, yang menang dalam pentas pertarungan ialah mereka-mereka yang
kuat. Mereka yang memiliki kekuasaan awal dan keampuhan yang selanjutnya lebih
besar di bandingkan dengan yang tidak atau kurang memiliki. Dalam bersaing, yang
bermodal menang. Yang tidak bermodal menjadi terpojok dan bergantung kepada
kemurahan hati serta kesewenangan pemilik modal, dari mereka yang kapitalis. Yang
kuat modalnya, lambat laun kelas penentu segala-galanya dalam masyarakat. Mereka
bukan saja menentukan bidang usaha dan ekonomi tetapi dengan kekuatan modalnya
dapat pula mempengaruhi dan memperalat percaturan politik, sehingga memperkuat
kepentingan dan posisi mereka. Mereka memperoleh berbagai macam kemudahan dan
kenikmatan hidup lalu maju dengan langkah yang pesat dalam jenjang-jenjang
kehidupan. Mereka menguasai perangkat lunak dan keras serta pendapat umum. Dengan
demikian kekuatan kemasyarakatan, yang dalam demokrasi liberal sangat menentukan
kehidupan umum, praktis dikuasai oleh kaum kapitalis.
Kesenjangan dalam masyarakat menjadi lebih terasa, ketika pada akhir abad ke-
18 revolusi industri menghadapi permasalahan yang gawat. Terdpat kelebihan tenaga
kerja, yang berdatangan dari seluruh penjuru untuk mengadu nasibnya dalam bidang
industri. Sedangkan industri tersebut belum mampu menyerap sedemikian banyak tenaga
kerja. Arus urbanisasi kedaerah-daerah industri menyedot tenaga dan daerah pertanian,
sedemikian rupa, sehingga angkatan kerja di bidang pertanian, merosot jauh dibawah
jumlah yang dibutuhkan. Sebaliknya, kelebihan tenaga kerja menyebabkan para
pengusah, para pemilik modal, membayar gaji yang minim kepada para buruh. Jam kerja

5
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
menguras tenaga buruh jauh diluar batas-batas kemanuisaan. Iklim pekerjaan sangat
jelek, pengusaha lebih mengutamakan keuntungan dirinya, daripada nasib para buruh dan
hak-hak mereka wajar. Keadaan yang pincang ini mengundang kritik sosial. Orang
melihatnya sebagai tidak manusiawi, sebagai pemerasan manusia oleh manusia yang
bertentangan dengan kedaulatan martabat manusia. Kritik sosial akhirnya bermuara pada
gerakan kemasyarakatan yang dipelopori oleh aliran sosialisme.
Sistem kehidupan ekonomi yang berlaku di Eropa Barat sejak runtuhnya
kekaisaran Romawi sampai munculnya kapitalisme modern dikenal dengan sistem
ekonomi feodalisme. Unit produksi ketika itu dikenal dengan istilah manor. Manor
dikeloka oleh tuan tanah dan digarap oleh sejumlah petani. Rata-rata petani menggarap
sekitar 30 are, sekaligus menjadi tempat tinggal dan lahan pertanian mereka, sedangkan
tanah yang langsung digarap oleh tuan tanah untuk kepentingannya adalah tanah pribadi.
Petani harus berkerja pada tuan tanah di tanah pribadinya, petanu juga masih harus
membayar upeti. Adat manor menjadi undang-undang tak tertulis, fundamental, anarkis,
dan merupakan tempat yang terisolasi di bentang-bentang atau puri serta di kelilingi
hutan belantara.
Ekonomi feodal adalah salah satu dari sekian banyak yola ‘ produtri untuk dip[aki
‘ pada waktu itu. Hubungan ekonomi antara tuan tanah dan petani adalah se petani
berproduksi untuk dirinya dan untuk tuan nya. “Produksi –untuk- dijual” kecil
peranannya dalam kehidupan ekonomi tersebut. Walaupun telah munculnya pasar, namun
kurang populer sistem ekonomi pada abad ke-14 yang mulai memasuki periode krisis
mendorong bangsawan feodal untuk berusaha memperbaiki ekonominya yang merosot
ini dengan dua cara : (a) menyewakan tanah pribadi kepada penyewa yang mengelolah
tanah ini secara kapitalis ; (b) menutup tanah untuk penggembalaan beri-beri. Bentuk
baru dari pengelolahan dan pengguan tanah ini merupakan akhir dari sistem feodal kuno,
dan menjadi salah satu gejala awal transisi menuju pola menuju pola ekonomi kapitalis.
Ketika feodalisme runtuh, sistem produksi-untuk-dijual ” perlahan-lahan mulai
menggantikan peran ‘produksi-untuk-dipakai” sebagai tipe pokok aktivits ekonomi di
seluruh Eropa Barat Sistem “prodsuksi – untuk dijual” itu kemudian disebut oleh
Sanderson sebagai kapitalisme.
Sanderson mengatakan bahwa tak seorang pun tahu secara jelas kapan tepat-nya
kapitalisme itu lahir, namun perbedaan mengenai kelahiran kapitalisme ini dapat dilihat
melalui penjelasan Karl Marx. Marx mencoba menjelaskan kapitalisme dan sejarah
kelahirannya dalam sejarah Eropa. Meskipun Marx menganggap kapitalisme sebagai tipe
ekonomi yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan dalam usaha mencapai
keuntungan, namun dia tahu bahwa sebenarnya hal itu telah dilakukan orang-orang
puluhan tahun sebelumnya. Marx tidak menyebut prilaku ekonomi yang lebih awal itu
dengnan kapitalisme karena kapitalisme lebih dari sekedar pencarian keuntungan.
Menurut marx, kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa
individu menguasai sumber daya produksi vital yang mereka gunakan untuk meraih
keuntungan maksimal. Marx namakan mereka sebagai kaum borjuis.
Borjuis memperkerjakan sekelompok orang yang disebut Marx sebagai golongan
proletar. Golongan proletar memproduksi barang-barang yang oleh kaum kapitalis meraih
keuntungan karena membayar golongan proletar lebih rendah dari nilai barang yang
mereka hasilkan. Dengan demikian, menurut Marx, keuntungan Kapitalis di proleh dari
proses penjualan barang dan proses produksi. Dalam pandangan Marx, kapitalisme

6
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
menuntut adanya satu kelas pekerja yang menjual tenaga untuk mendapatkan upah.
Hanya melalui eksploitasi upah buruh inilah kaum kapitalis dapat meraih keuntungan.
Dengan demikian, Marx mengidentifikasikan permulaan pola produksi kapitalis
beriringan dengan Revolusi Industri di Inggris pada pertengahan abad ke 18, karena pada
saat itulah upah buruh dan sistem pabrik menjadi gejala ekonomi yang menonjol.
Marx beranggapan bahwa pola pencarian keuntungan pada abad ke-15 sampai ke
17 oleh beberapa bangsa di Eropa dilakukan dengan ekspansi kolonial. Sebelum revolusi
industri, keuntungan diperoleh melalui tukar-menukar barang dan bukan dari hubungan
diperoleh jual beli, bukan dari eksploitasi upah buruh. Inilah yang oleh Marx disebut
dengan ekonomi kapitalisme atau kapitalisme perdagangan, untuk membedakan dengan
kapitalisme industri abad-abad berikutnya. Menurut Marx, kapitalisme industri adalah
kapitalisme sejati.
Sebaliknya Eric Wolf mengidentifikasikan munculnya kapitalisme pada Revolusi
Prancis dengan menyebut periode pra-industri antara abad ke-15 dan ke-16, sebagai
priodeisasi. Pada priode tersebut, yang ada hanya “pencarian kemakmuran” dan bukan
“pencarian keuntungan” sebenarnya wolf telah melampui Marx ketika ia menegaskan
bahwa tidak ada hal-hal seperti kapitalisme perdagangan. menurutnya, yang ada hanyalah
perdagangan untuk kemakmuran, untuk bisa disebut sebagai kapitalisme, haruslah
merupakan kapitalisme dalam produksi. Sementara itu Immanuel Wallerstein menolak
pengelompokan antara kapitalisme industri dan kapitalisme perdagangan seperti yang
dilakukan oleh Marx. Wellerstein mengatakan, kapitalisme yang sebenarnya adalah
produksi dalam suatu pasar yang tujuan produksinya adalah untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan masalah bagi Wellterstein, apakah keuntungan
itu diperoleh dari eksploitasi upah buruh atau bukan karena sebenarnya pola pemaksaan
buruh telah ada dalam pola produksi pra-kapitalis. Hal terpenting bagi kapitalisme adalah
akumulasi keuntungan maksimal yang selalu menjadi tujuan semua ekonomi-ekonomi.
Wellerstein berpendapat bahwa kapitalisme lahir pada abad ke-15 seiring dengan
kebangkitan kolonialisme Eropa.
Wellterstein menggap kapitalisme sebagai sistem dunia. Anggapan itu
mengetengahkan pikiran Wellterstein yang memberi pemahaman tentang munculnya pola
produksi kapitalis. Wellterstein kemudian mengatakan sistem dunia itu sebagai sistem
sosial yang besar dan mempunyai tiga arti utama ; (a) tingkat otonomi yang tinggi , (b)
pembagian kerja yang luas, (c) adanya keragaman budaya.
Sistem dunia sebagai sistem sosial yang besar ditandai dengan tingkat tonomi
yang tinggi, dimana sistem tersebut berdiri sendiri dalam arti menjadi sistem dunia
karena eksistensinya tidak bergantung pada hal-hal lain diluarnya. Sistem dunia juga
menyebabkan terjadinya pembagian tingakat spesialisasi ekonomi yang tinggi yang
berperan dalam sistem tersebut. Karena sistem dunia juga adalah sistem sosial yang
kasar, maka terdapat keragaman budaya yang memungkinkan munculnya berbagai
kelompok yang berbedatradisi, berbicara dengan bahasa berbeda dan seterusnya.
Welterstein mengidentifikasikan dua tipe dasar sistem dunia, (a) kekaisaran dunia,
(b) ekonomi dunia. Kekaisaran dunia adalah suatu sistem dunia yang secara politis
dipusatkan dan disatukan. Setiap kelompok dalam kerajaan menjadi bawahan pusat
politik. Romawi kuno, Cina dan India Klasik, misalnya di organisir, menurut sistem
dunia ini. Sedangkan ekonomi dunia dimaksudkan sebagai sistem dunia yang tidak

7
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
menerapkan sentralisasi dan penyatuan politik. Karena itulah ekonomi dunia tidak hanya
terdiri dari keragaman budaya, tetapi juga keragaman unit-unit politik.
Di masa lalu ada sejumlah ekonomi dunia, walau kesemuanya telah runtuh dan
berubah menjadi kekaisaran dunia. Dalam dunia modern, hanya ada satu ekonomi dunia,
yaitu ekonomi dunia kapitalis, yang mucul sejak abad ke-16 sampai sekarang. Ada
beberapa usaha untuk mengubah ekonomi dunia menjadi kekaisaran dunia, terutama yang
dilakukan oleh Spanyol pada abad ke-16, namun usaha itu gagal dan sekarang hanya
kapitalisme yang menjadi sistem yang tersentralisir secara politik. Namun desentralisasi
politik itu pula yang berperan besar dalam pengokohan kapitalisme, antara lain karena
kekaisaran dunia cenderung tidak memberi ruang untuk inovasi dan pengembangan
kreatifitas individu. Dua hal ini merupakan faktor dasar bagi organisasi produksi
kapitalis.
Persoalannya sekarang, bagaimana kita mendefinisikan ekonomi dunia yang
sesungguhnya, termasuk apa yang harus dilakukan dan mengintegrasikan pola produksi
yang dilaksanakan secara bersama, karena dalam kenyataannya sistem ekonomi dunia
lebih bisa dilaksanakan dengan seperangkat hubungan ekonomi daripada diintegrasikan
oleh struktur politik oleh struktur politik yang terlalu kaku. Seperangkat hubungan
ekonomi itu adalah hubungan produksi dan pertukaran barang-barang bernilai serta jasa.
Ekonomi dunia tidak memiliki ikatan yang erat seperti yang dimiliki oleh kekaisaran
dunia karena ekonomi dunia merupakan jaringan hubungan ekonomi tersruktur yang agak
longgar yang mencakup wilayah geografis dan spesialisasi kerja yang luas. Berdasarkan
spesialisasi dalam hubungan-hubungan ekonomi inilah Wallterstain mengidentifikasikan
tiga tife unit dasar ekonomi yang membentuk jaringan sistem ekonomi dunia yaitu, (a)
wilayah pusat, (b) wilayah pinggiran, (c) wilayah semi pinggiran.
Wilayah pusat merupakan wilayah-wilayah dan negara yang mendominasi
ekonomi dunia kapitalis serta mengambil sejumlah besar surplus yang dihasilkan. Modal
terakumulasi lebih banyak pada wilayah pusat, sedangkan kolonialisme dikatakan sebagai
cara lain yang lebih bersifat politik yang dilakukan oleh negara sentral untuk melakukan
konsentrasi modal.
Ketika terjadi penurunan ekonomi pada abad ke-17, negara pusat dibelahan Timur
Eropa mencoba menciptakan dan menguasai wilayah-wilayah baru untuk melakukan
eksplorasi kemungkinan keuntungan ekonomis dari wilayah tersebut. Inilah yang memicu
persaingan untuk merebut koloni gula di Kribia, dan usaha ini pula yang mengakibatkan
terjadinya usaha koloni di Amerika.
Pada masa itu negara-negara diwilayah pusat tidak saja bersaing merebutkan
koloni, namun negara-negara itu juga bertarung untuk merebut posisi hegemoni di antara
mereka sendiri, di dalam sistem ekonomi dunia kapitalis. Pada masa ini pula Belanda
menunjukkan hegemoninya dengan menguasai industri pertanian, perdagangan, dan
komersial sehingga untuk menghadapi hegemoni ini, Inggris dan Prancis menggap perlu
menjalankan merkantilisme untuk memproteksi ekonomi mereka. Akhirnya Inggris dan
Prancis mampu mengambil alih hegemoni Belanda itu sekitar tahun 1672.
Pada kenyataanya wilayah pusat adalah wilayah yang memiliki perkembangan
ekonomi yang lebih baik, begitu pula masyarakatnya telah berkembang lebih maju.
Karena itu masyarakat diwilayah pusat memiliki tingkat kemajuan tehnologi yang paling
kuat wilayah pusat juga memiliki tenaga kerja upah dominan. Bursa tenaga kerja menjadi
sangat efektif untuk menjual tenaga kerja. Dalam kasus tertentu, tenaga kerja di pusat

8
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
lebih terampil di bangdingkan dengan wilayah lain. Akhirnya para kapitalis yang paling
makmur berada dipasar dengan mendirikan perusahaan di satu dan di bagian lain sistem
dunia.
Wilayah pinggiran tidak jauh beda dengan negara sentral dalam menanggapi
krisis abad ke-17 karena wilayah ini lebih bergantung pada industri bahan makanan
pokok. Wilayah pinggiran kemudian melakukan berbagai alternatif kebijaksanaan
ekonomi melalui perekaan biaya, khususnya biaya produksi.
Dalam hal-hal tertentu wilayah pinggiran jauh berbeda dengan wilayah pusat,
selain karena wilayah pinggiran merupakan segmen ekonomi dunia yang diarahkan
secara ekstensif. Oleh pusat utnuk pengembalian surplus. Memang ada bungan yang erat
antara jaringan ekonomi wilayah pusat dan pinggiran, namun hubungan ini terjadi secara
tidak seimbang karena pinggiran didominasi oleh pusat sehingga pinggiran sangat
tergantung kepada pusat secara ekonomi.
Pada kenyataannya, wilayah pinggiran adalah wilayah yang memiliki
perkembangan ekonomi yang lebih buruk. Karena itu masyarakat di wilayah pinggiran
memiliki tingkat kemajuan tehnologi yang rendah, serta memiliki pemerintahan dan
struktur militer yang lemah. Wilayah pinggiran juga memiliki tenaga kerja bukan upahan.
Sistem perbudakaan adalah sistem yang melarang penjualan tenaga kerja di pasar, kerena
itu buruh dipaksa secara politis oleh kelompok tertentu untuk berkeja pada mereka.
Karena sistem kerja paksa ini pula maka tenaga kerja secara total berada dibawah
pengawasan majikan-majikan mereka. Tenaga kerja berkerja dalam perhambaan dan
perbudakan, serta ditempatkan disuatu tempat yang tak memungkinkan mereka
meloloskan diri. Dalam banyak kasus, tenaga kerja di pinggiran berkerja tidak terampil
bila di bandingkan dengan wilayah lain. Karena itu tenaga kerja pinggiran hanya cocok
bekerja di wilayah pinggiran dengan pembayaran yang murah.
Semi pinggiran adalah bagian ekonomi dunia yang beroperasi di antara pusat dan
pinggiran. Dalam hal ini Wellerstein membedakan dua kategori berdasarkan dua kategori
berdasarkan proses lahirnya. (1) negara semi pinggiran muncul karena proses penurunan,
(2) negara semi pinggiran yang muncul karena proses meningkatnya posisi relatifnya.
Semi pinggiran merupakan pengeksploitasi sekaligus dieksploitasi oleh pusat. Kendati
demikian tehnologi di semi pinggiran lebih baik dari pinggiran, sekaligus dieksploitasi
oleh pusat. Kendati demikian tehnologi di semi lebih baik dari pinggiran dan sistem
pemerintahan serta struktur militernya lebih baik daripada pinggiran. Semi pinggiran juga
memiliki karakteristik masyarakat pusat sekaligus masyarakat pinggiran.
Menurut Wallerstein, kapitalisme adalah sistem pengembalian surplus yang tidak
hanya berbatas kepada suatu negara, tetapi jauh melampaui atas negara. Dengan
demikian, kapitalisme berperan dalam sistem dunia merupakan suatu sistem kesatuan.
Untuk mengetahui suatu tempat dalam sistem dunia, seseorang harus mengetahui apa
yang terjadi di bagaian lain dalam sistem dunia.
Adanya revolusi industri menyebabkan munculnya cara produksi ekonomi baru
yaitu berkembangnnya kapitalisme industri di mana bentuk-bentuk pencarian keuntungan
dilakukan dengan memanfaatkan kaum buruh. Perkembangan kapitalisme industri dalam
skala besar memerlukan reorganisasi kekuatan kerja yang diubah menjadi sistem pabrik,
dan masyarakat yang dijadikan unit sosial produksi kapitalis. Industrialisasi tidak
berhenti pada perkembangan tehnologi dan ekonomi. Lebih dari sekedar sebagai suatu
kejadian atau serangkaiaan kejadian, industrialisasi paling baik dianggap sebagai proses

9
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
yang berkeseimbangan, berlangsung, dan berkembang sampai sekarang. Pada
pertengahan abad ke – 19 berbagai penemuan tehnologi muncul dengan pesat pengadaan
tehnologi muncul dengan pesat dan dikembangbiakkan dan dipakai untuk produksi
kapitalis.
Menurut Wallerstein, adanya tiga kecenderungan besar dalam perkembangan
ekonomi dunia kapitalis yang disebutnya dengan ‘pendalaman’ perkembangan kapitalis
(a) berkembangnya produksi mekanisasi yang ditandai dengan meningkatnya penerapan
tehnologi maju, terutama mesin untuk produksi; (b) meningkatkan komodifikasi faktor
produksi yang disebabkan karena tanah, buruh, tehnologi, dan kekuatan produksi lainnya
lalu dipasaran serta meningkatnya nilai tukar faktor-faktor produksi tersebut; (c)
berkembangnnya proletarisasi kelompok buruh. Hal ini terjadi ketika sebagian besar
pekerjaan di nilai dengan upah. Secara bersama-sama ketika arah kecederungan tersebut
dikenal sebagai ‘pendalaman’ dan perkembangan kapitalisme.
Ketika kecenderungan kapitalisme menunjukkan sebuah proses perubahan sebuah
konseptialisasi kapitalisme yang semakin menjauhi feodalisme, namun demikian citra
kapitalisme tetap saja sebagai pola produksi yang jahat, seperti terlihat pada kaum buruh
di Eropa Barat atau oleh kolonialisme dan imprealisme. Kapitalisme tetap menjadi cita-
cita yang kuat dalam kognisis masyarakat dunia, terutama masyarakat yang ada di
wilayah pinggiran. Meskipun demikian dalam perkembangan selanjutnya kapitalisme
banyak beruba, terutama setelah dipengaruhi oleh sosialisme.
Samuelson mengatakan bahwa yang berlaku sekarang di negara-negara industri
maju yang disebut kapitalis tidak lain adalah ‘sistem ekonomi campuran”, yaitu
campuran antara sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi dengan peran pemerintah.
Samuelson mengingatkan kita pada perkembangan kapitalisme abad ke-15, ke-16, ke-17.
pertarungan antara negara pusat untuk merebut keuntungan dalam perdagangan dan
menguasai hegemoni mengakibatkan kapitalisme ekonomi berkembang menjadi sistem
ekonomi pasar dan ahirnya membentuk sistem dunia kapitalis.
Namun di sisi lain, negara-negara pusat lainnya seperti Inggris dan Prancis,
mengganggap bahwa sistem ekonomi pasar tidak selamanya menguntungkan mereka.
Maka pada abad ke-17 negara-negara pusat kemudian menerapkan sistem kapitalisme
merkatilisme dimana kebijakan tersebut melibatkan pemerintah pemberian hak monopoli
kepada perusahaan agang. Walaupun akhirnya campur tangan pemerintah itu mampu
memberi proteksi terhadap perdagangan dalam negeri, namun nasip-nasip negara
pinggiran semakin memburuk karena kuota produksi dan perdagangan justru lebih
menguntungkan negara-negara di wilayah pusat.
Akan tetapi apa yang dikatakan oleh Samuelson tentang campur tangan
pemerintah itu disatu sisi berbeda dengan apa yang terjadi pada abad ke-17, terutama
dengan istilah kapitalisme merkantilisme. Merkatilisme menyebabkan perusahaan-
perusahaan melakukan monopoli dan proteksi, sedangkan yang dimaksud dengan sistem
ekonomi dengan peran pemerintah merupakan bentuk lain dari kritik pemerintah terhadap
pelaksanaan sistem ekonomi kapitalis. Oleh Samuelson, kritik-kritik ini dianggap telah
mampu menghilangkan kejahatan-kejahatan pokok dalam sistem kapitalisme.
Peran negara dalam masyarakat kapitalisme menimbulkan persoalan tersendiri.
Idiologi Laissez Faire berargumentasi bahwa pasar akan bisa mengkoordinasikan segala
aktivitas ekonomi, baik produksi, distribusi maupun pertukaran yang dilakukan individu
ataupun badan usaha melalui mekanisme penawaran dan permintaan. Tanpa campur

10
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
tangan pemerintah atau pembatasan seminimal mungkin, setiap individu tetap dapat
memaksimalkan kepentingan dan keuntungan mereka.
Kapitalisme industri abad ke-20 di tandai dengan dua hal penting ; (1)
menurunnya pamor Inggris secara relatif dalam ekonomi duni dan naiknnya pamor
bangsa-bangsa lain terutama Amerika Serikat. Di abad ke-20, Amerika sama sekali telah
mengambil alih pamor Inggris sebagai pusat kekuatan terpenting di dunia. (2) masuknya
fase baru dari perkembangan kapitalisme yaitu kapitalisme monopoli. Di bawah
kapitalisme monopoli ciri persaingan kapitalisme menjadi sangat berkurang seiring
dengan perkembangan persekutuan kapitalisme dalam ukuran dan pemusatan modal.
Persekutuan besar mulai mendominasi pasar dan menggusur para produsen kecil dengan
menjatuhkan mereka secara ekonomis. Lahirnya kapitalisme monopoli dicirikan dengan
naiknnya tingkat penanaman modal asing oleh negara kapitalisme pusat. Pada abad ke-
20, ekonomi dunia kapitalis telah melahirkan unit ekonomi baru yaitu perusahaan multi-
nasional yang memiliki cabang-cabang produksi pada lebih dari satu negara.
Kapitalisme, monopoli merupakan tahapan baru dalam perkembangan
kapitalisme. Paul Baron menggungkapkan kenyataan empiris bahwa sistem itu cenderung
meningkatkan surplus secara relatif maupun absolut. Dengan kemampuan meningkatkan
surplus, maka rezim-rezim ekonomi kapitalis mampu mempertahankan tingkat
pertumbuhan dan memeperbesar pembelanjaan militer. Itulah antara lain penjelasan
mengapa sistem kapitalis belum juga mengalami krisis menuju keruntuhannya.
Unsur yang paling berperan dalam mempertahankan sistem kapitalisme adalah
peran negara, sebagaimana hal itu pernah terjadi di awal perkembangan kapitalisme pada
abad ke-17.(Periode kapitalisme merkatilisme I). Negara bukannya menjauhkan diri dari
investasi, melainkan justru melayani kepentingan kaum pemilik modal.
Sebenarnya negara bukan semata-mata kumpulan eksekutif yang melayani
kentingan kaum borjuis secara keseluruhan seperti yang dikatakan Marx, melainkan
memiliki kepentingan sendiri sebagai lembaga yang tidak sepenuhnya berada di bawah
kontrol kaum borjuis.
Perkembangan kapitalisme monopoli dan teori tentang peran negara dalam
kaitannya dengan peran kelas yang memerintah serta kepentingan kapital secara
keseluruhan akhirnya memunculkan konsep teoritis tentang kapitalisme negara monopoli.
Negara dalam sistem kapitalis terutama berkepentingan untuk memperjuangkan
dan mempertahanan kepentingan kelas dominan, yaitu pemilik kapital. Hal yang
sebenarnya terjadi menurut teori ini adalah suatu kerja sama antara yang mengontrol
negara dan mereka yang memiliki dan mengkontrol negara dan mereka yang meiliki dan
mengkontrol alat-alat kegiatan ekonomi. Negara memang memiliki identitas sendiri dan
mampu bertindak secara independen dalam memelihara dan mempertahankan tata sosial.
Namun kelas ekonomi dominan yang akhirnya menerima manfaat terbesar.
Munculnya kapitalisme pinggiran, tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiohistoris
pendukungnya, yaitu berlangsungnya ekspansi kolonialisme. Oleh karena itu, bisa
dikatakan, kata lain untuk kapitalisme pinggiran adalah kapitalisme kolonial. Menurut
defenisi, kolonialisme merupakan suatu faham yang muncul secara modial di kalangan
bangsa-bangsa Barat, yang berorientasi pada perluasan wilayah atau perluasan batas-
batas negara, untuk kepentingan hegemoni politik dan hegemoni ekonomi.
Era kolonialisme yang menandai sejarah Eropa abad 17-19, berlangsung secara
intensif, sebagaimana ditunjukkan oleh semakin banyaknya dan semakin mekarnya

11
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
daerah-daerah atau koloni baru. Satu hal penting yang tidak bisa dilupakan adalah, bahwa
keberhasilan ekspansi semacam ini untuk sebagian hal dapat di pandang sebagai
keberhasilan para kolonialis meniupkan gagasan-gagasan ideologi kolonialisme, yang
antara lain terekam dalam selogan The White Man Burden Mission Sacred for
Civilization, yang secara langsung maupun tidak langsung berhasil meredam atau
setidak-tidaknya mampu mengalihkan kemarahan rakyat jajahan, akibat penindasan dan
pemiskinan yang ditimbulkan.
Masuknya kolonialisme di Indonesia, dapat dikatakan terjadi pada sekitar abad
ke-17 bersamaan dengan munculnya arus besar kapitalisme komersial (Merkatilis).
Kolonialisme ini dibedakan kedalam kolonialisme baru dan kolonialisme lama.
Persamaan diantara dua bentuk kolonialisme ini adalah adanya pelaku yang sama, yakni
kerajaan Belanda. Sedangkan perbedaanya adalah, kalau kolonialisme lama dilakukan
oleh VOC, dan kalau kolonialisme baru dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Dengan konsekwensinya munculnya kemauan dan kesanggupannya yang berbeda. Dalam
merekayasa masyarakat Indonesia khususnya dimasyarakat Jawa.
VOC pada dasarnya merupakan institusi negara (kerajaan Belanda) yang
esensinya ekerja untuk memenuhi tuntutan logika kapitalisme komersial. Oleh sebab itu,
meskipun VOC melakukan praktek-praktek negara (kolonial), seperti melakukan
perluasan wilayah yang berarti memperbesar kekuasaan, memelihara tentara, memungut
pajak dan upeti, semata-mata hanya diarahkan untuk kepentingan ekonomi belaka, dan
mengabaikan penguatan dan peningkatan negara secara kualitatif. Contoh terbaik tentang
masalah ini adalah kontrak-kontrak pertama VOC dengan raja-raja Mataram, mulai dari
Amangkurat I sebagai munculnya perjanjian Gianti pada tahun 1755. di sisni voc, hanya
berkepentingan dengan tanah berikut dengan hasil buminya seperti tebu dan penduduk
untuk tenaga kerja, yang berbeda di bawah kekuasaan raja-raja Jawa, sehingga bisa
dipahami apabila VOC tidak memiliki akses penguasaan terhadap segi-segi lain di luar
ekonomi, yang sama penting untuk berdirinya sebuah negara.
VOC bangkrut dan hancur bukan karena perang untuk tujuan perluasaan wilayah
misalnya, melainkan karena misadministrasi khususnya korupsi di kalangan pejabat-
pejabat VOC sendiri yang menduduki posisi strategis. Fakta ini memperlihatkan, lahirnya
VOC pertama-tama adalah untuk kepentingan ekonomi, atau secara lebih umum dapat
dikatakan VOC bekerja dalam kerangka memenuhi tuntutan logika kapitalisme
komersial, yang pada saat itu sedang giat-giatnya meningkatkan perdagangan luar negeri.
Kehadiran VOC dengan segala keterbatasannya sering diklaim sebagai cikal bakal
negara Indonesia modern,karena praktek-praktek VOC sendiri sebagai sebuah institusi
ekonomi kerajaan Belanda. Sekaligus menjadi representasi negara kolonial di Hindia
Belanda. Anggapan yang lebih benar adalah, cikal bakal negara Indonesia modern lahir
bersamaan dengan masuknya babakan sejarah kolonialisme baru dibawah naungan
negara-negara Hindia Belanda. Negara Hindia Belanda inilah prototipe sesungguhnya
dari negara Indonesia modern.
Sang kolonialis semacam Daendels inilah yang meletakka dasar-dasar negara
Indonesia modern, yang mencoba menerapkan sosok negara Eropa ketanah jajahannya di
Indonesia.dalam praktek, mengingat mungkin masih sangat kuatnya kekuasaan-
kekuasaan tradisional mapun belum munculnya infrastruktur ekonomi kolonial yang
memadai, maka usaha-usaha tersebut dapat dikatakan kurang berhasil.

12
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Selanjutnya, dilanjutkan oleh Van den Bosch dengan membangkitkan kembali
staatbedriijf, yakni memperlakukan wilayah kolonial sebagai perusahaan negara seperti
ditunjukkan dengan pembentukan NHM (Nederlandsche Handel Maatsehappij), sejenis
BUMN milik kerajaan Belanda (1825), didirikannya Javansche Bank (1828), dan
dimulainya sistem tanam paksa (1830-1870), dengan tugas yang berbeda-beda untuk satu
kepentingan yang sama, yakni untuk menciptakan sebuah negara kolonial yang kuat.
NHM bertugas sebagai agen tunggal negara untuk ekspor-impor, Javasche Bank bertugas
menangani masalah-masalah finansial, sedangkan cultuur stelsel bekerja dalam kerangka
memberi dasar-dasar institusi dan organisasi ekonomi maupun negara modern.
Kemunculan staatbedriijf berhasil menumbuhkan antusianisme dikalangan swasta
di negeri Belanda untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda. Karena dianggap
kondusif bagi akumulasi modal yang mereka miliki. Terlebih-lebih setelah diterapkannya
Undang-undang Agraria (1870), dan Undang-Undang Persewaan Tanah (1871), yang
memungkinkan mereka untuk memiliki dan sekaligus mengeksploitasi tanah seluas
mungkin bagi kepentingan usaha-usaha mereka. Faktor-faktor lain yang turut mendukung
antusiasme sektor swasta tersebut, yang dalam praktek tampil sebagai keuatan modal,
adalah kemenangan kelompok liberal yang disokong oleh para industriawan di negeri
Belanda sendiri, disamping adanya perkembangan disektor perbankan yang lebih
canggih. Pada fase inilah hubungan antara negara Hindia Belanda, pertumbuhan modal
dan kapitalisme pinggiran, telah menjadi dasar lahirnya negara Indonesia modern.
Meskipun demikian, pencanggihan cikal bakal negara Indonesia modern baru
menemukan sosoknya setalh diberlakukan politik Etis, yakni edukasi, irigasi dan
emigrasi. Kebijakan ini pada dasarnya merupakan dampak lain dari kemengan politik
kelompok menengah di parlemen kelompok Belanda. Secara profesional mereka terdiri
dari industriawan terkemuka, yang mencoba memadukan aspek humanisme seraya
menjaga kepentingan akumulasi modal. Untuk sebgaian hal, kebijakan ini juga
merupakan bentuk persuasi yang berhasil dari kubu Wilhelmina yang menggimbau agar
segera di usahakan upaya-upaya kesejahtraan ditanah Jawa, yang secara konsisten
dipraktekan oleh W.F. Idenbung, seorang Gubernur Jendral Hindia Belanda yang
memrintah antara tahun 1902-1918.
Politik etis ini tak ubahnya pisau bermata dua, yang membawa perubahan besar
dalam kaitan tumbuhnya cikal bakal negara Indonesia modern. Dengan edukasi
dimungkinkan mekarnya kesempatan pencerdasan bangsa terjajah, yang disatu pihak
berhasil menjadi embrio pemimpin-pemimpin pergerakan, tapi pihak lain menjadi sarana
pendidikan tenaga-tenaga administrasi untuk ditempatkan dalam jajaran brikrasi negara
Hindia Belanda. Dengan irigasi dimungkinkan adanya perbaikan infrastruktur ekonomi
negara Hindia Belanda bersamaan dengan semakin digalakkannya industri perkebunan.
Denngan emigrasi, diharapkan terjadi pemerataan penduduk untuk menanggulangi
masalah kemiskinan, tetapi sekaligus menjadi sarana efektif untuk meredam timbulnya
keresahan sosial.
Praktek-praktek politik Etis berhasil menyempurnakan bentuk negara Hindia
Belanda, yang semasa VOC dianggap tidak memadai secara kualitatif. Politik etis adalah
gong pamungkas bagi tumbuhnya negara Hindia Belanda, sebagai cikal bakal negara
Indonesia modern, yang secara skematis dapat dikatakan sebagai hasil kerjasama segitiga
dalam suatu hubungan antara Negara Hindia Belanda, pertumbuhan modal dan
kapitalisme pinggiran. Secara konseptual, meminjam istilah Hamcah Alavi, kapitalisme

13
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
pinggiran adalan bentuk kapitalisme yang telah mengalami distorsi struktural akibat
berkembangnya masa panjang kolonialisme, meskipun esensi dari kapitalisme sendiri
tidak berubah.
Perbedaan yang tampak antara kapitalisme yang tumbuh di Eropa dengan
perkembangan kapitalisme pinggiran, sebagai mana terjadi di Hindia Belanda (khususnya
di Jawa), secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam dua aspek berikut :
Pertama, tidak sebagaimana yang terjadi di Eropa, kapitalisme pinggiran tidak
memungkinkan lahirnya modal dan akumulasi modal yang terorientasi ke dalam negeri
sendiri. Naiknya surplus dalam neraca perdagangan dan besarnya jumlah uang yang
masuk ke negeri Belanda selama masa Tanam Paksa yang merupakan bukti, bahwa arus
modal mengalir dan menuju ke luar bukan kedalam. Implikasinya, institusi ekonomi di
dalam sisitem kapitalisme pinggiran hanya akan berkerja efektif bial mengaitkan diri
dengan kapitalisme pusat sebgai sumber modal. Karena satu dari lain hal, apabila
keterkaitan dengan pusat terputus, kapitalisme pinggiran akan senantiasa memposisikan
diri sebagai sebagai kapitalisme yang bersifat tergantung. Implikasi lainnya, ketiadaan
sumber modal dan akumulasi modal di dalam negeri, menyebabkan kesulitan dalam
menumbuhkan suatu program industrialisasi, atau suatu rekayasa ke arah masyarakat
industri dalam arti yang sebenarnya.
Kedua, adanya proses produksi komoditi yang tidak selesai. Penyelesaiannya
justru dilakukan oleh kapitalisme pusat. Dalam hal ini, negara kapitalisme pinggiran
bersangkutan hanya berperan sebagai pengekspor bahan-bahan mentah, dan sekaligus
sebagai pengimpor atau tempat pemasaran barang jadi dari kapitalisme pusat. Salah satu
implikasinya adalah tidak terjadinya integrasi sektor industri dan sektor pertanian di
dalam negeri. Itulah sebabnya, kalau dinegara-negara Eropa dan Amerika Utara, sektor
pertanian sering dikatan disap oleh sektor industri untuk kepentingan industrialisasi
khususnya dan pertumbuhan ekonomi umumnya, yang terjadi di sini sektor pertania
diisap dan menderita bukan untuk industrialisasi melainkan untuk kepentingan ekonomi
negara-negara kapitalisme pusat yang menjadi ‘patron’nya.
Dalam zaman pergerakan, yang berlangsung menjelang akhir abad 19 dan awal
abad 20. infrastruktur ekonomi kapitalisme pinggiran sebelum defresi besar tahun 1929
tampil semakin canggih, dalam arti mengalami pertumbuhan yang pesat dan mampu
memberikan tingkat kemakmuran, yang ironisnya hanya dinikmati oleh golongan
tertentu. Golongan-golongan yang beruntung dan bersifat minoritas ini mencakup
golongan pengusaha dan birakrat Belanda, golongan pengusaha Eropa non Belanda yang
tampil sebagai golongan atas masyarakat dengan latar belakang kebudayaan metropolitan
kolonial.
Golongan lain adalah orang-orang Cina yang disebut sebagai kelompok perantara,
dan berperan mengkontrol, perdagangan eceran, industri kecil serta pengumpulan barang
dagangan. Sementara golongan-golongan yang tidak beruntung dan bersifat mayoritas
adalah ‘orang-orang pribumi’, yang secara kategoris dapat di bedapakan kedalam kelas
menengah pribumi dan rakyat jelata.
Dalam hal ini dapat diamati tumbuhnya paham kebangsaan dan lahirnya berbagai
pergerakan kebangsaan terutama di Jawa, untuk sebagian hal dapat dijelaskan melalui
konstelasi penguasaan aset ekonomi seperti di atas. Sebagaian lain dapat diterangkan
dengan munculnya kebangkitan bangsa-bangsa Asia yang mempunyai hak yang sama
untuk meningkatkan dirinya sebagai bangsa berdaulat. Nasionalisme sebagai paham

14
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
kebangsaan bangsa-bangsa Asia itu muncul sebagai sebuah kedaulatandalam arus besar
skla dunia, yang sedikit banyak telah memberi inspirasi pada para pemimpin pergerakan
untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Hindia Belanda.
Meluasnya paham kebangsaan dan menguatnya pergerakan kebangsaan, pada
dasarnya merupakan suatu reaksi balik yang dilakukan oleh golongan menengah pribumi
terhadap berbagai ketimpangan struktur sosial-ekonomi-politik di masyarakat, mengigat
menguatnya perkembangan kapitalisme pinggiran. Golongan menengah pribumi yang
mencakup kelompok priyayi dan kelompok borjuis atau kelompok perdagangan pribumi
menyadari bahwa akses mereka untuk penguasaan aset-aset ekonomi maupun peluang
mobilitas sosial ke atas sangat terbatas, kalau tidak mau disebut sudah tertutup sama
sekali. Di pihak lain, mereka tampaknya menyadari kedudukannya sebagai golongan
menengah yang sudah tercerabut, di mana mengigat status sosial ekonominya mereka
boleh disebut sebagai kelompok istimewa yang melebihi atau berada di atas rakyat jelata
sehingga sedikit banyak mengalami ke-tercerabutan dari akar-akar kelompok rakyat
jelata, namun yang pada saat yang sama mobilitas sosial vertikal untuk tujuan meraih
posisi sosial ketingkat yang lebih atas, sangat terbatas.
Pada titik ini, golongan menengah tersebut tak ubahnya sosok manusia perbatasan
dengan satu kaki berpijak pada kondisi yang sudah sejak kecil membentuknya, sementara
kaki lain sudah melangkah maju. Oleh sebab itu, untuk memberi arti sosial dan
mengukuhkan jati diri, golongan menengah pribumi ini mencari wilayah lain, yang secara
akumulatif terartikulasikan dalam lapangan politik.

Soekarno yang terkenal yang berjudul Nasionalisme, Islam dan Maxsisme, yang
dimuat secara berseri di Indonesia Muda tahun 1926 menunjukkan secara jelas sikap anti
kolonialisme Soekarno. Menurut Soekarno, yang pertama-tama perlu disadari adalah
bahwa alasan utama kenapa para kolonialis Eropa datang ke Asia bukankan untuk
menjalankan suatu kewajiban luhur tertentu. Mereka datang terutama ‘untuk, mengisi
perutnya yang keroncongan belaka.” Artinya motivasi pokok dari kolonialisme itu adalah
ekonomi.
Sebagai sistem yang motivasi utamanya adalah ekonomi. Soekarno percaya,
kolonialisme erat terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola
oleh sekelompok kecil pemilik modal yang tujuan pokoknya adalah memaksimalisasi
keuntungan itu, kaum kapitalis tak segan-segan untuk mengekploitasi orang lain. Melalui
kolonialisme inilah di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, kapitalisme mendorng
terjadinya apa yang ia sebut sebagai exploitation de I’hommie par i’hommie atau
eksploitasi manusia atas manusia lain.
Sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong imprealisme,
baik imprealisme politik maupun imprealisme ekonomi. Tetapi Soekarno muda tak ingin
menyamakan begitu saja imprealisme dengan pemerintah kolonial. Imprealisme, menurut
dia, “bukanlah pegawai pemerintah, ia bukanlah suatu pemerintahan; ia bukan
kekuasaan ; ia bukanlah pribadi atau organisasi apapun,” Sebaliknya, ia adalah sebuah
hasrat berkuasa, yang antara lain terwujud sebuah sistem yang memerintah atau mengatur
ekonomi dan negara lain. Lebih dari sekedar suatu instuisi, imprealisme merupakan
“kumpulan dari kekuatan-kekuatan yang kelihatan maupun tak kelihatan.”
Soekarno mengibaratkan Imperialisme sebagai “Nyai Blorong” alias ular naga.
Kepala naga itu, menurut dia, berada di Asia dan sibuk menyerang kekayaan alam negra-

15
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
negra terjajah. Sementara itu tubuh dan ekor naga itu ada di Eropa menikmati hasil
serapan tersebut. Bersama dengan kolonialisme dan kapitalisme, imprealisme merupakan
tantangan besar bagi setiap orang Indonesia yang menghendaki kemerdekaan. Tujuan
perjuangan kemerdekaan menurut Soekarno bukan kemerdekaan itu sendiri, melaikan
pembebasan dari ‘kapitalisme dan imperialisme’.
Sikap konsisten Soekarno melawan imperialisme ekonomi dan politik termasuk
dalam mewujudkan yang modern didasarkan alasan fundamental filosofi dan sikap
politiknya. Imperialisme ekonomi dan politik dianggapnya bertentangan dengan prinsip-
prinsip moral yang dijunjung tinggi di seluruh dunia. Dengan kata lain, Soekarno
menentang Imperialisme politik dan ekonomi, pertama-tama bukan semata-mata karena
alasan politik, yaitu bahwa bangsa kita di jajah secara ekonomi dan politik. Lebih dari itu,
karena ini adalah sebuah praktek yang tidak bermoral dan sangat bertentangan dengan
prikemanusiaan universal.
Ada beberapa alasan untuk itu.
(1) Karena imperialisme menimbulkan, atau bahkan merupakan penindasan terhadap
rakyat. Praktek imperialisme jelas-jelas tidak menghormati dan melanggar harkat
dan martabat manusia.
(2) Berkaitan dengan itu, prakek imperialisme juga jelas-jelas merampas kebebasan
manusia, karena rakyat negara jajahan hanya tunduk kepada kemauan kaum
penjajah. Hak paling dasar berupa self-determination dan self-realication tidak
diakui oleh bangsa penjajah. Lebih menyakitkan lagi, kebebasan yang merupakan
hak dasar setiap manusia dilanggar dan diabaikan bahkan dengan perangkat legal
berupa undang-undang.
(3) Imperialisme juga telah menumbuhkan dan memelihara secara struktur
perlakuakn diskriminatif diantra kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,
yaitu antara penjajah dan yang terjajah, antara kulit putih dan kulit berwarna,
antara suku yang satu dengan suku yang lain, antara kelas sosial dan ekonomi
yang satu dengan kelas sosial dari ekonomi yang lain. Imperialisme telah
menanamkan kebencian dan permusuhan saling curiga, dan konflik laten di dalam
masyarakat kita antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Penjajahan
telah menanamkan prasangka kesukuan dan kedaerahan yang menghancurkan
bangsa ini.
(4) Imperialisme politik dan ekonomi telah menimbulkan pemerasan dan eksploitasi
sumber daya ekonomi bangsa ini, baik sumberdaya alam maupun tenaga-tenaga
produktif yang dibayar sangat rendah atau bahkan dalam bentuk kerja rodi dan
kerja paksa. Kekayaan alam dan rakyat kita diperas dan dirampas demi
kemakmuran dan kesejahtraan bangsa penjajah.
(5) Dalam wujud yang lebih modern, imprealisme juga menimbulkan penjajahan
ekonomi oleh negara industri yang maju. Wujudnya jauh lebih terselubung karena
mengambil pola hubungan dagang yang saling membutuhkan dimana yang satu
memerlukan pasokan produk. Industri dan yang lain menjadi pasar dan konsumsi
bagi produk-produk industri modern. Tetapi, yang terjadi dibalik itu, dalam
pemikiran Soekarno, adalah penjajahan ekonomi karena pasar domestik kita
diserbu oleh produk-produk industri negara maju dan membuat kita semakin
tergantung pada produk mereka tanpa bisa mengembangkan ekonomi kita secara
mandiri.

16
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
(6) Imprerilisme ekonomi dan politik juga telah menimbulkan praktek-praktek
ekonomi politik yang curang dalam bentuk perlindungan politik yang tidak sehat
dari pemerintahan kolonial terhadap individu-individu mereka, sehingga terjadilah
persaingan yang tidak sehat dengan menguntungkan ekonomi kolonial tersebut.
Dengan latar belakang sikap anti imperialisme ekonomi dan politik diatas, cita-
cita Soekarno adalah mengembangkan demokrasi politik, yang khas Indonesia.
Demokrasi ekonomi yang khas Indonesia tersebut dirumuskan oleh Soekarno sebagai
sosialisme ala Indonesia yang biasanya disebut sebagai Marhaenisme.
Cita-cita Marhaenisme adalah cita-cita kemerdekaan dengan dua pilar utama. (1)
Kemerdekaan ekonomi dan politik dalam bentuk kemandirian dan kemampuan untuk
berdikari secara ekonomi dan politik. (2) Kemerdekaan eksistensial berupa kemampuan
untuk mewujudkan dirinya sendiri lepas dari ketergantungan pada orang atau pihak lain.
Wujud dan cita-cita moral ini diungkpkan dalam bentuk menjadi tuan atas diri sendiri dan
menjadi tuan atas dirinya sendiri.
Secara ekonomis dan politik si Marhaen adalah orang yang memmiliki alat
produksi itu, bekerja untuk dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain. Dan
dalam arti itu, ia tidak teraliniasi dari dirinya sendiri maupun dari kerja dan hasil
kerjanya. Ia juga tidak diperas karena seluruh hasil kerjanya menjadi miliknya dan
digunakan sepenuhnya oleh dirinya sendiri.
Soekarno memaksudkan Marhaenisme sebagai sosialisme ala Indonesia karena
beberapa alasan. (1) Rakyat Marhaen berkerja untuk dirinya sendiri Rakyat Marhaen
membanting tulang akan tetapi semua hasil jerih payahnya untuk diri sendiri. Dia
mencukupi kebutuhan hidupnya sendri. Dalam sisitem seperti itu memang tidak ada pasar
sebgaimana dipahami seperti dalam sistem kapitalisme, yang memungkinkan pemilik alat
produksi menjual nilai lebih yang di eksploitasinya dari pekerja demi keuntungan dirinya.
(2) Selain kebebasan individu sebagaimana dijungjung tinggi dalam kapitalisme, hal yang
membedakan Marhaenisme dan kapitalisme adalah keberpihakannya dalam pada nilai
keadilan sosial, yang dicita-citakan Marhaenisme tidak hanya persaman politik melainkan
juga persamaan ekonomi.
Konsistensi Soekarno menentng Nekolim dan memberi angin PKI harus dibayar
mahal Soekarno dengan disingkirkan soekarno dari panggung kekuasasan atas
pemerintah Soekarno tidak bisa dilepaskan dari peran AS dan sekutunya. Kenyataan ini
tentunya tidak lepas dri konsteks perang idiologi global pasca Perang Dunia II, dimana
Amerika Serikat mencoba membendung kekuasaan komunis yang memperluas kepenjuru
dunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politikny disaja sampai di Eropa Timur,
tetapi juga sampai ke Asia seperti Korea, Cina, Vietnan dan Kampuchia. Kenyataan ini
mendorong AS untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain
selain Eropa Barat. Sebagai salah satu upaya pembendungan penyebaran idiologi
komunisme.
Pada tahun 1948 Presiden AS, Harry Truman mengundang ilmuwan terkemuka
AS untuk bertemu di MIT guna membahas strategi membendung Komunisme. Dalam
pertemuan tersebut berhasil dirumuskan idieologi developentalisme sebagai suatu hal
yang harus disebarluaskan di negara yang baru merdeka. Idiologi developmentalisme
merupaan bentuk baru dari kapitalisme – modernisme- imperialisme yang juga
propagandan politis sekaligus alat penangkal ideologi komunis. Dengan demikian, secara

17
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
idieologis, baik blok kapitalis maupun blok komunis yang sedang bermain dalam
percaturan politik di Indonesia, yang kemudian berujung pada terjadinya perang dingin.
Penerapan developmentalisme sebagai kebijakan di negara-negara berkembang
menyebabkan perusahaan-perusahaan besar negara kapitalis memiliki kesempatan besar,
sehingga muncul MNC dan TNC, yaitu perusahaan-perusahaan besar lintas negara
dengan pusat-pusat pengendalian dinegara-negara kapitalis. Hal ini sebenarnya
merupakan eksploitasi sumberdaya alam dengan gaya baru.
Sebagai negara yang memiliki arti strategis secara geografis maupun akademis,
maka Indonesia menjadi sasaran bagi dunia internasional untuk menanamkan
pengaruhnya. Untuk menanamkan pengaruhnya sekaligus membendung berkembangnya
idiologi komunisme, Amerika Serikat bermain secara intens di Indonesia melalui
berbagai cara pemerintah AS banyak memberi bahkan kepada Indonesia. AS juga
melakukan berbagai manuver politik yang menggoyangkan pemerintahan Soekarno yang
dianggap tidak berpihak kepadanya.
Pentingnya posisi Indonesia dalam hubungannya dengan strategi global.
Pemerintahn AS dengan cepat mengambil keputusan untuk meningkatkan bantuan militer
serta meningkatkan operasi CIA yang lebih agresif di Indonesia. AS membiayai berbagai
pemberontakan sebagai upaya terjadinya destabilisasi di Indonesia.
Pengaruh pertarungan kepentingan negara-negara besar di Indonesia ini
nampaknya disadari penuh oleh Soekarno. Menghadapi kondisi demikian, Soekarno
mencoba bersikap pada garis yang telah di tetapkan yaitu tidak berpihak kepada satu
kekuatan baik pada blok komunis maupun blok kapitalis. Untuk mempertahankan
sikapnya yang demikian, ketika Soekarno melihat pengaruh amerika Serikat di Indonesia
sudah berlebihan maka dia mencoba melakukan manuver politik untuk membuat
keseimbangan. Misalnya dengan menyelenggarakan konfrensi Asia-Afrika pada tahun
1955, membuat poros Jakarta, Phompenh-Hanoi, Pyong yang pada tahun 1962 dan keluar
dari PBB. Upaya Soekarno mempertahankan PKI, meski ada usulan agar dibubarkan
sejak peristiwa Madiun 1948, bisa dipahami dalam rangga mencari keseimbangan ini,
yaitu mengeliminir pengaruh kapitalisme internasional.
Dalam melakukan perlawanan terhadap kapitalisme internasional yang telah
masuk ke Indonesia. Soekarno berusaha menggelorakan kembali semangat nasionalisme
yang dipahami sebagai itikad bersama untuk hidup bersatu dan berdaulat dalam suatu
negara yang bebas dan merdeka meskipun untuk itu harus makan batu untuk
menyambung hidup.
Melihat kegigihan Soekarno dalam menghadapi kapitalisme – imperialisme maka
negara-negara kapitalis semakin gencar melakukan serangan kepada Soekarno. Karena
kegigihan Soekarno ini, bebagai skenario yang dilancarkan berhasil dipatahkan. Oleh
karena itu, Amerika Serikat berkerja sama dengan kekuatan militer dan beberapa
kelompok intelektual untuk menghancurkan Soekarno.
Untuk menopang perlawanan terhadap negara-negara kapitalis, Soekarno
melakukan aliansi dengan blok COMECCON misalnya dalam pembangunan pabrik baja
krakatau stee, pengadaan pesawat tempur MIG, dan senjata untuk AK, yang
keseluruhannya buatan Uni Soviet.
Karena kuatnya pengaruh Soekarno maka digunakan teori domino, yaitu dengan
cara menghancurkan kekuatan PKI, dengan logika kalau PKI hancur maka kekuatan
Soekarno akan hancur. Melalui sebuah rekayasa politik yang maha canggih akhirnya

18
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
pada tahun 1965 terjadi “ darama politik “ yang menghancurkan kekuatan Soekarno
setelah kekuatan PKI di lumpuhkan.
Ada yang mengatakan setelah 500. 000 – 1. 000. 000 orang PKI dan
pendukungnya di bantai dan puluhan ribu yang dimasukkan kedalam penjara tanpa
perlawanan sama sekali. Pembantaiyan yang terjadi pada dasarnya merupakan proyek
pembunuhan secara sistematik tanpa pandang bulu. Ia tak pandang bulu karena dalam
kategori korban yang dituju, semua anggota di bunuh, tak peduli umur, tingkat kesalahan
dan ukuran-ukuran lain.
Dokumen-dokumen arsip yang diperoleh dari pemerintah AS menyebutkan bahwa
mulai akhir 1965 sampai awal 1966, para pejabat AS menyetujui dan melaporkan kepada
pemerintah AS mengenai unit-unit AD dan kelompok yang berkerja sama untuk
membantai orang di curigai simpatisan PKI. Antuseanisme kedutaan besar Barat terhadap
pertumpahan darah ini mencerminkan kepentingan strategis dan polits yang dalam.
Peristiwa ini menandai kemenangan kubu kapitalis – modernis di Indonesia
melaui bangkitnya pemerintahan Orba di bawah pimpinan Soeharto. Setelah
pemerintahan Soekarno berhasil ditumbangkan atas bantuan kekuasaan kapitalisme
modernisme, maka dengan mudah kepentingan-kepentingan negara kapitalis bisa di
jalankan di Indonesia. Dari sini dapat dikatakan bahwa sesungguhnya pemerintah Orba
pada hakekatnya adalah agen kepentingan kapitalis internasional modern di bawah
komando AS.
Sejak saat itu, beberapa strategi sosial, politik ekonomi yang dibangun oleh
negara-negara kapitalis mulai diterapkan di bawah payung ideologi developmentalisme.
Ideologi developmentalisme mulai diterapkan oleh pemerintah Orba pada tahun 1968.
sejak saat itu developmentalisme menguasai kereta kekuasaan di Indonesia. Untuk
merealisasikan ideologi tersebut, di bidang ekonomi, pemerintah Orde Baru segera
melaksankan konsep-konsep W.W. Kostow – the Stages of Growth – Five Stages
Schenic.
Sejak memasuki dasawarsa tahun 1980-an, mulai nampak kecenderungan
ekonomi Indonesia semakin terintegrasi oleh ekonomi global. Setidaknya berbagai
kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan diawal tahun 1980-an adalah awal dari
liberalisme ekonomi dan dominasi paham ekonomi neo-libertal di antara para ekonom.
Sejak itu berbagai kebijakan, peraturan, dan tindakan pemerintah adalah untuk melayani
kepentingan korporasi, yang pada masa itu adalah konglomerat Orde Baru. Keluarga
Cendana dan TNC yang di gandengnya. Dengan liberalisme itu, mereka menjarah
berbagai asset dan sumber daya nasional untuk memenuhi kepentingan keserakahan
modal.
Globalisasi melestarikan kompradorisme (kaki tangan dan kepanjangan tangan
kapitalisme internasional), dan sekaligus juga hendak menancapkan kukunya lebih dalam
lagi guna menguasai secara total perekonomian nasional suatu negara. Pada intinya
adalah menghancurkan kedaulatan nasional, komprador yang terlalu berkuasa secara
nasional juga mereka tidak sukai, seperti kerajaan bisnis Soehato serta kroni-kroni
konglomeratnya, karena seringkali mampu menghalang-halangi kepentingan kapital
global untuk kepentingan mereka sendiri yang mengganggu kepentingan pasar.
Runtuhnya negara komunis Uni Soviet menandai berakhirnya era perang dingin,
karena sejak saat itu berguguran pula negara-negara komunis di Eropah Timur. Dengan
berakhirnya perang dingin, maka negara-negara kapitalis tidak lagi membutuhkan

19
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
penyangga untuk menghadapi komunisme. Akibatnya pemerintah Orde Baru menjadi
rapuh. Dengan hilangnya peran sebagai buffer. Maka negara-negara kapitalis hanya
memiliki kepentingan bisnis dengan Indonesia. Oleh karena itu pemerintah yang tidak
menjalankan prinsip ekonomi pasar yang benar harus disingkirkan. Keluarga cendana dan
kroni-kroni yang dianggap menghalangi kepentingan kapitalis global internasional
disingkirkan dengan melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan. Hal itu
menunjukkan bahwa terjadinya proses reformasi bukan semata-mata, namun ada tangan-
tangan yang tak kelihatan ikut bermain.
Jatuhnya Soeharto berbarengan dengan krisis ekonomi Asia, khususnya di
Indonesia, Thailan dan Korea Selatan telah menimbulkan keraguan akan teori
mordenisasi yang percaya bahwa perjalanan sejarah manusia yang bersifat linier ini akan
mencapai suatu tahap akhir nilai-nilai kapitalisme dan demokrasi liberal akan menjadi
idiologi hegemonik tanpa tanding. Menggambarkan pula bahwa seluruh aspek kehidupan
umat manusia, baik ekonomi, politik, maupun sosial akan sangat kental diwarnai oleh
norma-norma kapitalisme sebagai konsekuensi dari terintegrasinya ekonomi nasional
dalam kapitalisme global.
Melalui bukunya, Krisis Kapitalisme Global, George Soros mengendalikan ada
dua hal yang menyebabkan kapitalisme berada dalam situasi krisis (1) berkaitan dengan
kerusakan pada mekanisme pasar yang dapat mengarah pada guncangan dan instabilitas
pasar uang. (2) Berkaitan dengan kekurangan-kekuranganpada sektor non-pasar. Artinya,
kegagalan-kegagalan politik dan erosi nilai-nilai moral, baik pada tingkat nasional
maupun internasional.
Para pengamat fundalisme pasar memiliki konsepsi yang cacat mengenai cara
beroprasi. Padahal pasar uang tidak mengenal ekuliberium, tetapi lebih dekat dengan
refleksifitas. Refleksifitas di nilai dapat merefleksikan realitas yang terjadi dalam
mekanisme pasar yang salah akan menyebabkan terjadinya instabilitas inkeresi
kapitalisme global.
Sedangkan apa yang dimaksud sektor non-pasar adalah kepentingan kolektif
masyarakat, dan nilai-nilai sosial yang tidak mengemuka dalam pasar. Lebih lanjut,
terdapat perbedaan antara membuat aturan main dari memainkan aturan. Pembuatan
aturan main melibatkan keputusan kolektif, atau politik. Bermain dengan aturan
melibatkan keputusan individual, atau prilaku pasar. Orang pada umunya memberi suara
dengan kepentingan dompetnya dan melakukan lobi untuk pembuatan perundang-
undangan agar memenuhi kepentingan pribadinya. Memasukkan kepentingan sendiri
kedalam suatu prinsip moral telah merusak politk dan kegagalan politik telah menjadi
argumen yang paling kuat demi memberi keleluasaan terhadap pasar.
Buku yang ditulis pialang pasar modal menganggap bahwa fundamentalisme
pasar saat ini merupakan sebuah ancaman yang lebih besar bagi masyarakat terbuka
ketimbang idiologi totalitarian manapun. Masyarakat terbuka sendiri disini diartikan
sebagai suatu sistem yang mengedepankan kebebasan, demokrasi, dan penegakan hukum,
tanpa ada konsesi-konsesi ekonomi.
Fundamentalisme pasar berupaya menghapuskan pengambilan keputusan kolektif
dan menerapkan supermasi nilai-nilai pasar atas seluruh nilai-nilai politik dan sosial.
Padahal apa yang dibutuhkan adalah suatu keseimbangan antara politik dan pasar, antara
membuat aturan main dan bermain dengan aturan main.

20
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Kendati demikian, sampai saat ini sistem kapitalisme masih memiliki kekuatan,
memang ia terancam oleh bahaya krisis global saat ini, tetapi supermasi ideologisnya
tidak mengenal batas perbandingan dengan sistem-sistem yang lain. Kapitalisme global
adalah alternatif yang lebih baik. Murid dari filusuf Karl Popper ini menyatakan bahwa
mencampakkan kapitalisme global bukanlah sebuah pilihan untuk mengatasi krisis
kapitalisme global, melainkan menciptakan suatu tatanan kelembagaan yang memiliki
mekanisme koreksi-kesalahan . Mekanisme itu meliputi pola hubungan antara pasar dan
demokrasi.
Kejadiaan yang terjadi pada saat ini mengigatkan pada kejadiaan Dperesi besar
1929 – 1933, yang hampir-hampir saja membenarkan ramalan dari Marx mengenai krisis
kapitalisme yang berpangkal pada teori siklis dunia usaha. Keadaan itu mengigatkan
orang pada teori Marx, walaupun tidak persis tentang “merosotnya daya beli masyarakat
dalam sistem kapitalis. Tapi Jhon Maynard Keynes mengusulkan resep penyembuhan
depresi, yaitu meningkatkan peranan pemerintah dalam mengelola sistem uang, agar
selalau menjaga keseimbangan tingkat investasi besar-besaran dalam proyek pekerjaan
umum, guna menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan daya beli serta permintaan
umum masyarakat terhadap barang-barang yang selanjutnya akan mendorong industri
dalam meningkatkan kegiatan produksinya.
Konferensi Word Trade Organization ke – III di seattle, Amerika Serikat adalah
konferensi yang sangat penting dari WTO, karena disitu hendak ditaruh landasan-
landasan dari peran WTO selanjutnya dan agenda globalisasi. Semenjak itu dimulailah
gaung anti globalisasi menggema keseluruh dunia. Dari sejak itulah, gerakan anti
globalisasi selalu membayangi pertemuan-pertemuan badan multilateral dengan berbagai
demontrasi dan aksi aktiatifnya yang menarik perhatian dunia dan media konsolidasi
terjadi dari berbagai kelompok masyarakat sipil dan berbagai kelompok lain dalam
melawan globalisasi.
Ekspansi globalisasi ternyata banyak membawa kontroversi dan perbedaan di
kalangan kaum liberal sendiri. Semakin banyak kaum liberal yang mengeritik dan
menolak paham neo-liberal. Ekonom-ekonom liberal semacam Jettiey Sachs, Paul
Krugman, Joseph Stiglizt, Steve Radelet dan lain-lain melakukan kritik pedas terhadap
peran-peran IMF dan Bank Dunia. Bahkan George Soros ikut keras mengeritik praktek
globalisasi yang semakin ekstrim dengan istilah “Market Fundamentalism”.
Globalisasi dapat meningkatkan kemakmuran negara-negara di dunia dan menjadi
dasar bagi kerja sama budaya internasional yang baru. Namun demikian, globalisasi juga
dapat menimbulkan persaingan baru antara negara seperti tampak dari munculnya pusat-
pusat perdagangan baru, bahkan globalisasi juga dapat memicu terjadinya konflik-konflik
internasional baru. Arah perkembangan globalisasi tergantung pada tanggapan-tanggapan
para pemimpin politik terhadap tantangan baru tersebut. Dalam hal ini mereka
berkewajiban untuk merumuskan formulasi-formulasi sebagai tanggapannya atas
tantangan-tantangan di abad ke-21. Cara pandang baru dan menunjukkan bagaimana
peluang-peluang sekaligus melakukan upaya pengurangan terhadap resiko-resiko
globalisasi perlu mendapat perhatian.

21
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Daftar Pustaka

Berger, Peter L. 1990. Revolusi Kapitalisme. Jakarta. LP3ES

Bxzezinsti, Zbignien. 1992. Kegagalan Besar Muncul dan Runtuhnya Komunisme Dalam
Abad Kedua Puluh. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Giddens, Antony. 2001. Runaway World. Bagaimana Globalisasi Merombak Kita.


Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Iswandi. 1998. Bisnis Militer Orde Baru. Keterlibatan ABRI Dalam Bidang Ekonomi dan
Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Rezim Otoriter. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya

Kasenda, Peter. 2002. Soekarno, Nasionalisme, dan Imprealisme. Jakarta. Pusat Kajiam
Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan. Tidak di Terbitkan

Keraf, A. Sony. 1996. Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah. Yogjakarta.
Kanisius

Keraf, A. Sony. 20 Oktober 2001. Ekonomi Bung Karno: Sosialisme Indonesia atau
Kapitalisme Indonesia. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional
“Konteks tulisan gagasan ekonomi Bung Karno Masa Kita,” yang
diselenggarakan oleh Eksekutif Mahasiswa Jayabrada. Yogjakarta

Kunio, Yoshiharo. 1990. Kapitalisme Semu Asia Tenggara. Jakarta. LP3ES

Latontaine, Oscar, et. al. 2000. Shaping Globalisation. Jawaban Kaum Demokrat Atas
Neoliberalisme. Yogyakarta. Jendela

Naisbitt, Jhon. 1994. Global Paradox. Jakarta. Bina Aksara

Raharjo, Dawam M (ed). 1987. Kapitalisme Dulu dan Sekarang. Jakarta. LP3ES

Raharjo, Dawam M. 1985. Esai – Esai Ekonomi Politik. Jakart. LP3ES

Sastriapritedja, M, J. Riberu dan Frans M. Parera (reed). 1986. Menguak


Mitos-mitos
Pembangunan. Telaah Etis dan Kritis. Jakarta. PT Gramedia

Setiawan, Bonnie. 2001. Menggugat Globalisasi. Jakarta. INFID

22
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Setiawan, Bonnie. Stop WTO ! 2002. Seattle Sampai Bangkok. Jakarta.
INFID

Soros, Geoge. 2001. Krisis Kapitalisme Global. Masyarakat Terbuka dan Ancaman
Terhadapnya. Yogjakarta. Galam

Sularto, St. 2001. Dialog Dengan Sejarah. Soekarno Seratus Tahun. Jakarta. Kompas

Susanto, Dwi dan Zinuddin Djafar. 1990. Perubahan Politik di Negara-negara Eropa
Timur. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Suseno, Frans Magnis. 1999. Karx Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Wahid, Hasyim, dkk. 1999. Telingkungan Kapitalisme Global Dalam


Sejarah Kebangsaan Indonesia. Jakarta. LKIS

Yaffe, David, et.al. 2001. Meglobal Gombal. Globalisasi Dalam Perfeksi Sosialis.
Yogyakarta. Cubuc dan Sumbu

Yuliharto, Freddy. 1993. Gejolak Kapitalisme. Jakarta. Golden Terayon


Press

23
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
24
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

Anda mungkin juga menyukai