Anda di halaman 1dari 12

KAPITALISME : SEJARAH, BENTUK DAN PERKEMBANGANNYA

DI INDONESIA

Oleh : A.A. Inten Amariati

ABSTRAK

Kapitalisme merupakan unsur penting yang ikut melahirkan imperalisme


modern, ekspansi besar-besaran dari kekayaan dan kekuasaan merupakan latar
belakang perkembangan ekonomi abad XIX. Abad XIX adalah suatu era
penguasaan dunia bangsa Eropa dengan kapitalisme dunianya, yang telah
menimbulkan bagian-bagian dunia ini, dan mengadakan emansipasi maupun
eksploitasi. Begitu pula kapitalisme di Indonesia yang diawali oleh penguasaan
bangsa barat di Indonesia. Seiring berkembangnya zaman kapitalisme pun
mengalami perkembangan hingga masuk ke daerah-daerah. Kapitalismepun
masuk dalam kehidupan masyarakat Bali sebagai bukti dari peristiwa sekarang ini
yang sangat marak yaitu : Rekalamasi Teluk Benoa senantiasa mendapat
penolakan dari masyarakat Bali.

Kata kunci : kapitalisme, eksploitasi, imperialisme modern


KAPITALISME : SEJARAH, BENTUK DAN PERKEMBANGANNYA

DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN

Orang Bali ke depan harus berpikir strategis dan cerdas dalam menjaga

wilayahnya. Sebagai pusat peradaban yang melahirkan beragam kebudayaan

wajib dijaga semua elemen bangsa termasuk pemerintahan pusat. Disampaikan

oleh Nyoman Dhamantra bahwa Bali jangan dihancurkan dengan pendekatan

investasi yang hanya mengejar keuntungan ekonomi. Pemerintah pusat harus

bersikap cepat mengatasi berbagai persoalan di Bali. Sebagai etalase Indonesia,

Bali jangan dijadikan tempat berbiaknya keserakahan ekonomi yang akhirnya

ingin merusak peradaban Bali. Berbagai kasus yang menyinggung tentang

ketidaknyamanan masyarakat Bali bermunculan seperti sekarang ini yang ramai

diperdebatkan mengenai masalah reklamasi Teluk Benoa. Hal ini tidak hanya

diperdebatkan oleh kalangan elit-elit politik, tokoh masyarakat, tokoh agama

hingga ke anak-anak yang belum memahami apa itu reklamasi.

Permasalahan yang ada di Pulau Bali ini tidak terlepas dari pulau Bali

merupakan pulau wisata atau pulau tujuan wisata. Keberadaan pulau Bali sebagai

daerah pariwisata justru menjadi daya tarik bagi para investor untuk melakukan

investasi secara besar-besaran. Para investor ini merupakan kelompok atau orang

kapitalis yang kenyataannya mereka memiliki modal yang kuat. Kekuatan modal

yang mereka miliki akan mampu mempengaruhi tradisi politik atau sosial budaya

di suatu wilayah.
Melalui tulisannya ini penulis ingin mereview kembali mengenai

kapitalisme itu sendiri dari kemunculannya hingga perkembangannya di wilayah

asia khususnya Indonesia.

II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KAPITALISME DI DUNIA

Kapitalisme ialah suatu cara mengadakan produksi, yang mana dalam

sistem kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk menutupi

kebutuhan hidup tetapi dengan tujuan mencari laba. Laba yang diperoleh, sesudah

dikurangi untuk menutupi ongkos-ongkos yang dikeluarkan, dipergunakan pula

untuk mengadakan perusahaan baru pula. Jadi laba bukan dianggap sebagai

karunia yang dapat diraih dengan cara yang mudah. Belum tentu bahwa tiap-tiap

milik / hasil disebut capital (Romein : 97).

Kapital ialah milik yang dipergunakan untuk memperbanyak milik,

sebagai contoh yaitu sebuah cikar kepunyaan seorang tukang pedati atau perahu

seorang nelayan dipergunakan untuk mencari sesuap nasi bagi diri dan anak

istrinya dapat dinamakan kapital dalam bentuk yang kecil. Tukang pedati atau

pemilik perahu tadi itu bukan termasuk kaum kapitalis.

Kapitalis ialah orang yang membuat rumah atau membeli rumah dengan

tujuan menyewakannya atau seorang pemilik kapal yang melayarkan kapalnya

dengan tujuan sisa uang yang diperolehnya akan dipergunakannya mungkin

ditambah dengan uang yang didapatnya dengan berhutang dengan membeli kapal

yang kedua, ketiga dan seterusnya.


Hal-hal penting dalam dunia ini mula-mula timbul secara sederhana

demikian pula dengan kapitalisme ini. Mula-mula timbul di Eropa barat dalam

lapangan industri tekstil kra-kira tahun 1250. Pada mulanya sebuah perusahaan

tenun domba milik Negara Belanda memperoleh bahan dari daerahnya sendiri.

Tetapi kemudian ekspor barang tenunan meningkat, bulu domba didatangkan dari

daerah lain, terutama dari pasar Calais, yang mendatangkan bulu domba dari tanah

Inggris. Saudagar yang banyak modalnya menempatkan dirinya antara penenun

dan bahan tenunan, diborongnya bulu domba di Calais itu, lalu dijualnya kepada

penenun. Dalam taraf berikut bulu domba benar-benar telah menjadi milik

saudagar yang telah dapat disebut menjadi seorang pengusaha.

Dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk

menutupi kebutuhan hidup, misalnya seorang petani atau seorang pekerja tangan

dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi dengan mengandung laba.

Laba yang diperoleh sesudah dikurangi untuk menutup ongkos-ongkos yang

dikeluarkan, dipergunakan pula untuk mengadakan perusahaan baru pula. Jadi

laba bukan dianggap sebagai karunia, yang dapat diraih dengan suatu selamatan.

Belum tentu bahwa tiap-tiap milik dapat disebut kapital, sebuah rumah tempat kita

diam, atau sesuatu yang kita beli untuk menyenangkan hati bukan kapital

(Romein : 97).

Dalam abad pertengahan persaingan terbatas karena kebanyakan pekerja

tangan tergabung dalam organisasi yang disebut “gilda”. Organisasi itu

mengadakan aturan-aturan keras yang tidak memungkinkan terjadinya persaingan.


Perkembangan lebih lanjut yaitu efek dari Revolusi Industri di Inggris

sehingga bisa dikatakan kapitalisme memasuki era baru. Berbagai pendirian

pabrik sangat membutuhkan kapital. Akibat revolusi industri telah memunculkan

para pebisnis, mereka bertindak sebagai pengusaha. Sebagai suatu kemajuan

akibat industrialisasi, bagaimanapun juga keperluan kapital menjadi pengukur

kekayaan seseorang. Para kapitalis melakukan usaha bersama, membentuk

organisasi perdagangan, yang disebut korporasi. Seperti diketahui, bahwa kaum

borjuis atau kapitalis sebagai penganut politik eko liberal, menolak segala campur

tangan negara dalam perusahaan, sebab dianggap sebagai paksaan seperti qilda

yang mereka anggap telah menjadi using itu (Sundoro; 191).

Sebagai akibat revolusi industri, muncullah apa yang disebut sistem kerja

di pabrik, timbul apa yang dinamakan buruh pabrik. Pada awalnya, para borjuis

yang sebagian menjadi kaum industrialis itu semata-mata mencari dan menumpuk

kekayaan, maka mereka hanya memperhatikan hal-hal yang menurut mereka

dapat adalah kaum buruh karena mereka merasa khawatir akan kehilangan

sebagian keuntungannya jika mereka memperhatikan dan mengusahakan

kesejahteraan kaum pekerjanya. Tenaga murah sengaja dieksploitasi, para buruh

dipaksa untuk belanja 10-18 jam sehari sesuai dengan keinginan majikan. Pabrik-

pabrk pada masa ini masih memperlihatkan pabrik-pabrik yang kotor dan pengap

sehingga kaum buruh tidak saja mengalami penderitaan fisik, tetapi juga psikis

karena mereka seolah-olah menjadi bagian dari mesin dan bekerja seperti mesin.

Terdapat pula berbagai macam pembagian kerja, misalnya buruh yang

pekerjaannya memutar sekrup, mengepak, mensortir dan sebagainya selama


berbulan-bulan bahkan dapat bertahun-tahun. Pekerjaan semacam itu tentu sangat

menjemukan dan dapat menekan jiwa, lebih-lebih banyak bekas petani yang

dahulu biasa bekerja di alam terbuka dapat memperoleh kepuasan batin dengan

melihat terwujudnya benda-benda hasil ciptaannya sendiri.

Para majikan yang telah menjadi kaya dan yang melihat negaranya

menjadi kuat dan disegani berkat usaha mereka, tidak mengalami kesulitan dalam

menemukan alasan-alasan mengapa kaum buruh sedemikian keadaannya. Mereka

menentang usaha-usaha pemerintahan untuk mencampuri dalam urusan-urusan

ekonomi yang dapat dianggap merugikan kepentingan mereka. Kaum borjuis atau

kapitalis yang mempunyai slogan “Laissez faire” (biarkan saja), pada awal

revolusi industri mampu menghadapi saingan dari manapun datangnya. Untuk

membela faham ini, mereka menunjuk pada bukti-bukti nyata berupa ekspansi

industri dan perdagangan Inggris yang dimungkinkan berkat tiadanya berbagai

perbatasan oleh pemerintah, berupa tarif-tarif, mereka menyayangkan banyak

kaum buruh yang hidup sengsara, tetapi keadaan ini bukan kesalahan siapapun,

melainkan sudah merupakan akibat “alamiah” berlakunya hukum-hukum ekonomi

demikian pandangan kaum kapitalis tersebut (Sundoro; 193).

Berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh para majikan terhadap

buruh, mendorong munculnya ide tentang martabat manusia yang menentang

segala bentuk pemerasan seseorang oleh orang lain, melainkan juga diusahakan

untuk memberikan hidup yang layak bagi setiap orang, kecuali penghapusan

perdagangan budak, dengan mengadakan peraturan upah m inimal dan juga jam

kerja maksimal bagi para pekerja, kewajiban belajar untuk memberi dasar pada
setiap orang dapat menentukan hidupnya dengan sebaik mungkin, disitu juga

diadakan perawatan umum bagi orang-orang cacat dan cedera yang mempunyai

hak untuk hidup seabgai manusia (Sartono; 53).

Proktariat industri tergabung dari perekonomian dunia dan mereka sangat

dieksploitasi. Organisasi pabrk, kebiasaan kehidupan di pabrik dan efisiensi

teknis, tidak memperhitungkan soal kemanusiaan dan nilai-nilai pekerja sebagai

manusia, maka akibatnya sebagai reaksi keras kerap kali timbul agitasi yang

berkobar-kobar. Hubungan antara kapital dan pekerja menimbulkan suatu problem

sosial, yang ternyata tidak dapat dipecahkan jika hanya dengan philantrhophy

(Sartono; 54), pekerja mulai sadar akan kedudukannya dan menjadi semakin peka

terhadap aturan perbaikan masyarakat.

III. PERJALANAN KAPITALISME SERTA DAMPAKNYA DI

INDONESIA

Kedatangan bangsa barat ke Indonesia melalui kongsi dagang yang

dibentuk di Indonesia yaitu Indische Vereniging Ost Company makin menguatkan

kelompok-kelompok kapital di nusantara. Mereka membawa pengaruh pada

sistem perekonomian nusantara. Telah diperkenalkan namanya sistem monopoli

dalam perdagangan serta redanya eksploitasi pada alam dan juga tenaga manusia.

Pada hari terakhir dari tahun 1799 VOC dibubarkan dan seluruh miliknya

diambil alih oleh pemerintah Belanda. Demikianlah maka sejak hari pertama

tahun 1800 Indonesia menjadi jajahan negeri Belanda.


Bataafsche Republik adalah sekutu Prancis dan dengan demikian ikut

terlibat dalam peperangan yang terus menerus dengan Inggris beserta sekutu-

sekutunya. Peperangan ini dilangsungkan pula di Indonesia sehingga dimulai dari

Sumatra barat dan di Maluku, kepulauan nusantara menjadi jajahan Inggris

(Soekmono; 113).

Maka untuk memenuhi kebutuhan perang Belanda daerah jajahan

dijadikan sebagai daerah eksploitasi terutama pada sektor ekonomi. Selama

peperangan berlangsung menyebabkan ekonomi negaranya merosot tajam, karena

kas negeri Belanda telah kosong dan ditambah lagi adanya hutang-hutang luar

negeri dalam jumlah yang tidak sedikit (Badrika; 155).

Untuk mengatasi ekonomi negara seperti ini, pemerintah colonial mencoba

untuk menggali potensi Indonesia melalui pelaksanaan sistem tanam paksa.

Tanam paksa telah membawa hasil yang sangat besar dalam usaha memperbaiki

ekonomi negara dan pemerintah kolonial Belanda, sehingga penduduk negeri

Belanda terhindar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Setelah tanam paksa dihapuskan, sistem ekonomi yang diterapkan oleh

pemerintah kolonial Belanda bersifat liberal dan mengembangkan sistem ekonomi

kapitalisme. Walaupun di masa tersebut negara melaksanakan sistem ekonomi

kapitalis tetapi keuntungan yang berhasil diperolehnya cukup besar.

Peranan golongan swasta asing yang terjun dalam kegiatan perekonomian

di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda diantaranya orang-orang

Belanda sendiri, orang-orang eropa, orang-orang timur asing (Cina, India dan
Arab). Perkembangan ekonomi swasta asing di Indonesia berasal dari penanaman

modal eksploitasi terhadap beberapa wilayah di Indonesia.

Pengusaha swasta Belanda maupun orang-orang eropa lainnya, lebih

ban8yak mengusahakan perkebunan-perkebunan dengan tananam yang laku di

pasaran eropa. Selain itu, juga banyak yang terjun dalam bidang pertambangan.

Sementara orang timur aisng yang terjun dalam bidang perekonomian diantaranya

sebagai pedagang kelontong dan menguasai pusat-pusat perekonomian yang

dianggap strategis seperti mengontrak pasar kepada pemerintah kolonial Belanda,

sehingga setiap orang yang memasuki pasar, baik sebagai pedagang maupun

sebagai pembeli harus membayar sewa masuk. Disamping itu, perkembangan

ekonomi dari golongan timur asing cukup tinggi, karena mereka memiliki

hubungan dekat dengan pemerintah kolonial Belanda dan menguasai

perekonomian masyarakat Indonesia.

Pada zaman pemerintahan kolonial Inggris dibawah Raffles berkuasa di

Indonesia, diperkenalkan sistem sewa tanah. Bahkan sistem sewa tanah dijadikan

pegangan pemerintah Inggris dalam menjalankan kebijakan ekonominya selama

berkuasa di Indonesia. Sistem itu diteruskan oleh pemerintah Belanda setelah

Indonesia diserahkan kembali oleh Inggris.

Raffles berpendapat bahwa tanah adalah milik pemerintah kolonial

sehingga para petani yang mengerjakan tanah dianggap sebagai penyewa tanah

yang wajib membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah yang dikenakan

pemerntah kepada para petani adalah dalam bentuk pajak tanah atau lands rent.

Pada sistem ini, petani diberikan kebebasan menanam dan menjual hasil
tanamannya kepada siapapun juga. Petani berhasil memiliki sejumlah uang dar

penjualan hasil tanamannya. Kesejahteraan meningkat dan kemampuan daya beli

rakyat akan naik. Sedangkan pemerintah hanya memperoleh pajak tanah dari

seperlima atau dua perlima ataupun sepertiga dari hasil tanaman yang diperoleh

petani.

Setelah Indonesia diserahkan oleh Inggris kepada Belanda tahun 1816,

pemerintah kolonial Belanda melanjutkan sistem pemerintahan yang dilakukan

oleh Inggris, tetapi mengalami kegagalan. Akibat kegagalannya itu, pemerintah

kolonial Belanda dibawah Gubernur Jenderal van den Bosch melaksanakan tanam

paksa (culture stelsel). Tanam paksa telah berhasil mengembalikan kejayaan

negeri Belanda berlimpah-limpah. Ketika kaum liberal memperoleh kemenangan

di negeri Belanda, mereka menuntut kepada pemerintah kerajaan Belanda agar

menghapuskan sistem tanam paksa.

Setelah sistem tanam paksa dihapuskan, maka sesuai dengan tuntutan

kaum liberal, pemerintah kolonial memberi peluang kepada pengusaha dan

pemilik modal swasta untuk menanamkan modal dalam berbagai usaha dan

kegaitan di Indonesia, terutama pada perkebunan-perkebunan besar di Jawa dan

luar Jawa. Dalam pelaksanaan sistem liberal ini memunculkan kelompok kapitalis

(pemilik modal), hal ini semakin luas dengan masuknya kelompok kapitalisme

eropa dalam kehidupan pemerintah pada saat itu terutama di sektor ekonomi,

membuat kehidupan masyarakat Indonesia semakin merosot (Sartono; 183).

Kapitalisme dalam perkembangan dari Indonesia merdeka hingga ke

zaman reformasi ini memiliki ben tuk yang berbeda-beda. Di masa sebelum
meredeka kapitalis dipegang oleh pihak penjajah namun sekarang ini kelompok

kapitalis tidak hanya oleh kalangan pengusaha yang memiliki modal besar namun

juga sudah masuk ke kelompok penguasa (Kompas; 2). Sebagai contoh yang real

yaitu kasus Reklamasi di Teluk Benoa Bali telah disusupi oleh muatan

kepentingan beberapa pihak.

Sejak era galobalisasi, Bali merupakan arena pertarungan kekuatan

internal dan eksternal dengan segala kepentingan. Setelah peristiwa puputan

Badung yang merujsak citra pemerintahan kolonial, penjajahan atas Bali

dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Salah satunya melalu proyek

“Balinisasi” untuk membuat orang Bali mencintai dirinya sendiri, sehingga

diharapkan bisa menghadang ide-ide orang asing seperti nasionalisme, kristenisasi

dan islamisasi.

IV. KESIMPULAN

Kapitalisme dalam perjalanan sejarah memberi pengaruh yang tidak baik

dalam kehidupan manusia bila digunakan secara negatif karena kapitalisme

memunculkan imperialisme dalam kehidupan manusia. Begitu pula yang terjadi di

dunia termasuk salah satunya di Indonesia. Masuknya kelompok-kelompok

kapital merambah hingga ke daerah-daerah dan peranan generasi muda

mengantisipasi perkembangan kapitalisme ke arah yang tidak baik.


DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris, 2004, Culture Studies Teori & Praktek (Nurhadi penerjemah),
Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Bungin, Burhan, 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodelogi Sejarah,


Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Moleong, IJ, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya.

Romein, Aera Eropa, Peradaban Eropa Sebagai Penyimpangan dari Pola Umum,
Bandung, Ganaco.

Sundoro, Muhammad Hadi, Dari Renaisance sampai Imperialisme Modern


Sejarah Peradaban Barat Abad Modern, 2007, Jember University Press.

Anda mungkin juga menyukai