Anda di halaman 1dari 112

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Teori Umum

II.1.1 Uraian Spons Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya melalui pori-pori (ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran (channel) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori-pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane: cerobong, kytos=berongga). Diduga hewan ini berasal dari jaman paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu. (1)

Gambar Anatomi spons

Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan. Ukuran dan bentuk spons bervariasi. Ukurannya mulai dari mikroskopis hingga mencapai 2 meter. Sedangkan bentuknya merambat, bercabang, tegak seperti cerobong atau pipa. (2) Warna spons bervariasi, dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan oleh pigmen karotenoid. Spesies spons tertentu memiliki pigmen yang berwarna gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya mampu menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi jika diamati secara seksama, di dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir melalui pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam, sehingga membuatnya seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air laut untuk memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri, protozoa), bahan-bahan organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang telah mati, serta senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian dimodifikasi oleh spons di dalam tubuhnya.(3)

Secara garis besar, spons dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Demospongiae, Calcarea, Hexactinellida dan Sclerospongiae. 1. Demospongiae Umumnya hidup di laut, tetapi ada pula yang hidup di air tawar. Kelas ini mendominasi lebih dari 90 % spesies Spons. Kerangka tubuhnya ada yang terbuat dari silika, Sponsin, dan campuran keduanya. Tingginya ada yang mencapai 1 meter dan memiliki warna yang cemerlang. Contohnya Cliona, Spongilla, dan Haliclona. 2. Calcarea atau Calcispongiae Hidup di daerah pantai yang dangkal. Bentuk tubuhnya sederhana dengan kerangka yang terbuat dari CaCO3. Tingginya kurang dari 10 cm dan umumnya hidup di air laut. Contohnya Leucosolenia, Clathrina, Grantia, Scypha, dan Sycon. 3. Hexactinellida atau Hyalospongiae Umumnya dikenal sebagai Spons kaca yang hidup di laut dalam. Kerangka tubuhnya terbuat dari silika dan spikulanya berduri enam (hexaxon). Tingginya rata-rata 10-30 cm. Contohnya Euplectella dan Hyalonema. 4. Sclerospongiae Jumlah spesiesnya sangat terbatas. Umumnya ditemukan dalam gua dan terowongan karang laut. Bentuknya mirip dengan Demospongiae. (3)

Menurut Pechenik (2005), spons diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia atau hewan, subkingdom Metazoa, dan filum Porifera. Spons dimasukkan ke dalam filum Porifera dikarenakan seluruh tubuhnya yang berpori dimana dalam bahasa Latin Porifera berarti memiliki pori. Spons memiliki 3 pembagian dasar struktur tubuh, yaitu asconoid, syconoid dan leuconoid. Sebagian besar spesies spons memiliki struktur tubuh leuconoid. Berdasarkan komposisi kimia dan morfologinya filum Porifera terbagi atas tiga kelas, yaitu, Calcarea, Demospongiae, dan

Hexactinellida. Namun saat ini telah diketahui kelas ke-4 dari filum ini, yaitu: Sclerospongia terdiri atas 16 spesies yang memiliki struktur leuconoid dan hanya terdapat di bagian gua-gua dan celah-celah terumbu karang yang gelap. (4) Spons pada umumnya berwarna putih atau abu-abu, dan ada pula yang berwarna kuning, jingga, merah, atau hijau. Spons yang berwarna hijau biasanya disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut sebagai zoochlorellae yang terdapat didalamnya (Romimohtarto & Juwana 1999). Warna spons tersebut sebagian dipengaruhi oleh fotosintesis mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons pada umumnya adalah cyanophyta (sianobakteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau zooxanthellae). Beberapa spons memiliki warna yang berbeda walaupun termasuk dalam jenis yang sama. Beberapa spons juga memiliki warna dalam tubuh yang berbeda dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup di lingkungan yang gelap akan berbeda warnanya dengan spons sejenis

yang hidup pada lingkungan yang cerah (2). Spons termasuk hewan filter feeder yang menyaring air yang memasuki tubuhnya melalui pori-pori kecil yang disebut sebagai ostia sebagai tempat masuknya air laut untuk bersirkulasi melalui sejumlah kanal dimana partikel-partikel plankton dan organik akan dimakan dan disaring keluar kembali. Pori-pori dan sistem kanal tersebut berfungsi untuk menyaring air setiap 5 detik. Kanal tersebut adalah choanocytes yang merupakan lapisan sel yang terdapat pada bagian dalam mesohyl, sejajar dengan spongocoel. Sel ini memiliki struktur yang menyerupai protozoa choanoflagelata. Choanocyte berbentuk bulat, dengan satu ujungnya terhubung ke mesohyl. Partikel-partikel plankton dan organik tersebut di pompa masuk menuju ruang makan yang lebih besar yang disebut sebagai spongocoel. Sel choanocyte berperan dalam pergerakan air dalam tubuh spons dan untuk menyediakan makanan. Pada bagian atas tubuhnya terdapat kanal yang berfungsi sebagai tempat keluarnya air yang disebut osculum dengan jumlah yang lebih sedikit daripada ostia. (4) Kelas Demospongiae adalah kelompok spons yang paling dominan di antara Porifera masa kini. Jenis ini tersebar luas di alam, serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak. Umumnya berbentuk masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan kamar-kamar yang mengandung cambuk kecil yang berbentuk bundar. Spikulanya ada yang terdiri dari silikat dan ada beberapa spikulanya hanya terdiri dari serat spongin, serat kolagen atau tanpa

spikula yaitu terdapat dalam famili Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida. (4) Walaupun terlihat tidak memiliki pertahanan, spesies-spesies ini jarang dimakan oleh beberapa jenis ikan dan kepiting. Kenyataan inilah yang dijadikan acuan bahwa spesies-spesies tersebut memiliki semacam mekanisme pertahanan diri (Castro & Huber 2007). Sebagian besar spons laut yang bersifat sessile mengandung sistem imun yang primitif dan menghasilkan senyawa kimia yang bersifat toksik sebagai bentuk pertahanan dirinya. Beberapa senyawa ini memiliki aktivitas farmakologi karena interaksi mereka dengan reseptor dan enzim yang spesifik.(4)

II.1.2 Penyiapan Sampel Bioprospeksi didefinisikan sebagai pengambilan biota laut yang akan digunakan untuk proses penemuan, pengembangan dan jika memungkinkan, penyediaan bahan obat secara komersial. Kajian bioprospeksi merupakan bagian dari penelitian penemuan dan

pengembangan obat dari bahan alami laut dan bioprospeksi merupakan tahap awal dalam proses penemuan tersebut. (4) Bioprospeksi melibatkan pengambilan ribuan biota laut telah dikoleksi dari habitatnya untuk memenuhi harapan dapat menemukan substansi bioaktif awal baru dan mengembangkannya bersifat luas dan menjadi spekulatif obat. untuk

Pengambilan

biasanya

memaksimalkan kemungkinan ditemukannya substansi bioaktif atau

metabolit sekunder. (4) Hingga saat ini, sebagian besar sumber substansi bioaktif adalah metabolit sekunder yang berasal dari avertebrata laut yang bertubuh lunak dan menempel pada substrat (sessile), seperti Porifera (spons), Cnidaria (ubur ubur, karang batu, karang lunak, anemon laut), dan Urochordata (ascidian). Hal ini disebabkan karena biota-biota tersebut relatif lebih mudah dikoleksi hanya dengan menggunakan tangan pada saat penyelaman dari habitat dengan keanekaragaman yang tinggi, dangkal dan perairan yang hangat seperti terumbu karang. (4) Sampel seringkali harus dikumpulkan dari suatu tempat yang jauh dari laboratorium analisis sehingga sampel tidak biasa langsung dianalisis karenanya sampel harus disimpan lebih dahulu. Baik wadah yang digunakan untuk menyimpan sampel atau kondisi penyimpanan sehingga tidak ada perubahan-perubahan yang signifikan yang akan berpengaruh pada validasi data analisis. (5) Simplisia adalah bahan alamiah (bahan tumbuhan, bahan hewani, atau bahan mineral) yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. (6) Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. (7)

Syarat suatu simplisia yaitu : a) Harus bebas serangga, fragmen hewan dan kotoran hewan b) Tidak boleh menyimpang dari bau dan warna c) Tidak boleh mengandung lendir, cendawan dan atau menunjukkan tandatanda pengotoran lain d) Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya e) Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%. (7) Simplisia terbagi 3 golongan yaitu : 1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni. 2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. (7). Berdasarkan asal bahan bakunya, simplisia dibagi atas : 1. Tanaman budidaya 2. Tanaman liar

Bagian tanaman yang dapat dijadikan simplisia antara lain : Kulit batang (klika, cortex), batang (caulix), kayu (lignum), daun (folium), bunga (flos), akar (radix), rimpang (rhizome), buah (fructus), biji (semen), dan bulbus. (6) Agar simplisia yang kita butuhkan bermutu baik, maka dilakukan pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan agar diperpoleh simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan oleh Depkes RI dalam buku resmi seperti materi medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan ekstra Farmakope Indonesia. (7) Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari alam yang baik dan memenuhi syaratsyarat mutu yang dikehendaki. Cara cara pembuatan simplisia adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan bahan/panen a. Teknik pengumpulan Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan benar merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas. Setiap jenis tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang dipanen buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga tanaman yang mengalami

stres lingkungan akan memiliki waktu panen yang berbeda meskipun jenis tanamannya sama. (8) Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si pemetik, agar diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki, misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya. Kalau menggunakan alat, harus disesuaikan dengan kandungan kimianya agar tidak merusak zat aktif yang dikandungnya, misalnya jangan menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang mengandung senyawa fenol dan glikosa. (7) b. Waktu pengumpulan atau panen Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga diperlukan satu waktu pengumpulan yang tepat yaitu pada saat kandungan zat aktifnya mencapai jumlah maksimal tanaman yang diambil harus sehat, tidak berpenyakit atau terjangkit jamur, bakteri dan virus karena dapat menyebabkan berkurangnya kandungan zat aktif dan terganggunya proses metabolisme serta terbentuknya produk metabolit yang tidak diharapkan. (8) Pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :

1) Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi masak 2) Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar. 3) Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik sebelum buah masak. 4) Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna. 5) Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus), dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti. (8) c. Bagian Tanaman Adapun sebagai berikut : a) Klika batang/klika/korteks Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara cara pengambilan simplisia/bagian tanaman adalah

berselangseling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk klika yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat pengelupas yang bukan terbuat dari logam. b) Batang (caulis) Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar,

dipotongpotong dengan panjang dan diameter tertentu. c) Kayu (Lignum) Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan potongpotong kecil.

d) Daun (Folium) Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu persatu secara manual. e) Bunga (Flos) Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik langsung dengan tangan. f) Akar (Radix) Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah permukaan tanah, dipotongpotong dengan ukuran tertentu. g) Rimpang (Rhizoma) Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar, dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Pengambilan sebaiknya pada musim kering dan bagian atas tanaman mengering (layu). h) Buah (Fructus) Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik dengan tangan i) Biji (Semen) Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat, biji dikumpulkan dan dicuci. j) Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan memotongnya.(2)

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lainlain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebabkan terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gangguan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan). Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah

(keranjang, kantong, karung dan lainlain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebabkan terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gangguan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).

Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan kebersihan dari alatalat dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. (8) 2. Pencucian dan Sortasi Basah Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan simplisia dari bendabenda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya), dan memisahkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki. Pencucian terutama dilakukan bagi simplisia utamanya bagian tanaman yang berada di bawah tanah (akar, rimpang, bulbus), untuk membersihkan simplisia dari sisasisa tanah yang melekat. (7) a. Perendaman bertingkat Perendaman biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada

rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotorankotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. penggunaan air, namun sangat Metode ini akan menghemat melarutkan zatzat yang

mudah

terkandung dalam bahan. b. Penyemprotan Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lainlain. Proses penyemprotan dilakukan dengan menggunakan air yang

bertekanan tinggi. Untuk lebih menyakinkan kebersihan bahan, kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya menggunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan. c. Penyikatan (manual maupun otomatis) Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotorannya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang digunakan bentuknya bisa

bermacammacam, dalam hal ini perlu diperhatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode pencucian ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan dengan metode pencucian lainnya,

namun meningkatkan resiko kerusakan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme. (8) 3. Perajangan Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda asing, materi/sampel dijemur dulu 1 hari, kemudian dipotongpotong

kecil. Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya lama dan mudah berjamur. (7) Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice). (8) 4. Pengeringan Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah sebagai berikut :

a) Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat digunakan dalam jangka yang relatif lama. b) Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik tidak dapat berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang dari 10 %. c) Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat serbuk. Cara pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dan secara buatan, yaitu : a. Pengeringan alamiah Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1) Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang keras (kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat aktif yang relative stabil oleh panas) 2) Dianginanginkan dan tidak terkena sinar matahari secara langsung, umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga, daun dan lainlain) dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil oleh panas (minyak atsiri). b. Pengeringan buatan Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat diatur suhu, kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya. (7)

Pengeringan hasil rajangan dari temutemuan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 500C. Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak

komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rimpang jahe dapat dikeringkan menggunakan alat pengering energi surya, dimana suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 45 0C dengan tingkat kelembaban 32,8 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan matahari langsung maupun oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai perenaman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas

matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi kurkuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah penguapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya 13,18% dan kurkumin 1,89%. Di samping menggunakan sinar matahari langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 500C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, dibandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengering tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat tersebut waktu pengeringan selama 3

hari. Untuk daun atau herba, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup

dikeringanginkan saja. (8) 5. Pengawetan simplisia Cara pengawetan untuk tanaman atau bagian tanaman sebelum dikeringkan direndam dahulu dalam alcohol 70 % atau dialiri uap panas, sedangkan cara pengawetan untuk hewanhewan laut terutama yang mudah berubah bentuknya setelah mati seperti bintang laut (Asteroida), bulu babi (Echinoidea), jenis hewan berongga (Coelenterata) dan hewan berduri (Echinodermata) terdiri dari zat kapur maka binatang ini diawetkan dengan alcohol 70 % agar zat kapurnya tidak larut. (7) 6. Pewadahan dan penyimpanan simplisia Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan memisahkan sisasisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah. Simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah terbuat dari plastic tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya, wadah dari logam tidak dianjurkan agar tidak berpengaruh terhadap simplisia. Ruangan penyimpanan simplisia harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan sirkulasi udara ruangannya. (7)

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah : Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemungkinan masuk air hujan. Suhu gudang tidak melebihi 300C. Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering. Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah. Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan harus dicegah. (8) 7. Pemeriksaan mutu Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia Edisi terakhir.(9)

Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Simplisia

sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar (wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu baik (konstan) karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umum dan cara) panen, serta proses pascapanen dan preparasi akhir. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa variabel tersebut tidak berakibat besar pada mutu ekstrak nantinya. Variabel tersebut juga dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan setelah sedikit prosedur Analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produksi. Usaha untuk menjaga variabel tersebut dianggap sebagai usaha untuk menjaga mutu simplisia. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk

menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut : 1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan

transportasi).

2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality Safety Efficacy (mutu, aman, manfaat). 3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan. (10)

II.1.3 Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.(11) Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. (12) Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. (13)

Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat aktif dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzen dan etil asetat. (13) Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel tanaman adalah : pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. (13) Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. (12) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah : a) Tipe persiapan sampel b) Waktu ekstraksi c) Kuantitas pelarut d) Suhu pelarut e) Tipe pelarut. (14) Selain itu, faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini : 1. Murah dan mudah diperoleh 2. Stabil secara fisika dan kimia 3. Bereaksi netral 4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar 5. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki 6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat 7. Diperbolehkan oleh peraturan Untuk penyarian ini, Farmakope Indonesi menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter.(12) A. Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. (15)

Keterangan: A = Bejana untuk maserasi berisi bahan yang sedang dimaserasi B = Tutup C = Pengaduk yang digerakkan secara mekanik Ekstraksi dilakukan dengan melakukan perendaman atau maserasi sampel biota laut di dalam larutan kimia seperti alkohol untuk memperoleh ekstrak kasar. Ekstraksi didefinisikan sebagai suatu metode pemisahan atau pengambilan secara selektif zat terlarut dari campuran yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan (Triyulianti 2009). Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode fase organik karena dalam prosesnya digunakan pelarut organik yaitu berupa alkohol teknis (96%) atau etanol.(16) Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

mengandung benzoin, tiraks dan lilin. (12) Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. (12) Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna. (12) Maserasi dapat dimodofikasi misalnya: Digesti, adalah maserasi dengan pemanasanlemah, yaitu pada suhu 40-500C. Hanya untuk simplisia yang zat aktifnya tahan pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain : (12) a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan-lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan. Maserasi dengan mesin pengaduk, yaitu dengan mesin yang terus berputar, maserasi dapat dipersingkat 6-24 jam. (12) Remaserasi, dimana cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah

diendaptuangkan, ampas disari lagi dengan cairan penyari ke-2. (12) Maserasi melingkar. Dengan cara ini, penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini : (12) a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas. b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil kepekatan setempat. c. Waktu yang diperlukan lebih pendek. (12) Maserasi melingkar bertingkat, hampir sama dengan maserasi melingkar. Hanya saja, bejana penampungnya lebih dari 1, atau disesuaikan. Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat

dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan

berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat. (12) B. Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. (15) Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi). (12)

Keterangan: A = Perkolator B= Botol Cairan-penyari C = Keran D = Tutup karet E = Gabus F = Sarangan G = Botol Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan

yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. (12) Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator sambil tiapkali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. (12) Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena: (12)

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal. (12) Keuntungan dari perkolasi adalah aliran cairan penyari

menyebabkan adanya pergantian larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

Kerugiannya adalah waktu kontak pelarut dengan simplisia sangat singkat. (12) C. Soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan

sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. (15) Ekstraksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Pelarut penyari yang ditempatkan di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan, melewati pipa samping alat Soxhlet dan mengalami pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut akan jatuh pada bagian dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan menyisiknya hingga mencapai bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian larut tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terus menerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang dikehendaki. Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan untuk senyawa senyawa termolabil. (12)

Keterangan a = Pendingin b = mantel c = Pipa samping d = sifon e = labu alas bulat

Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok. Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin. (13) Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak tejadi sirkulasi). (12)

D. Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.(15) E. Destilasi Uap Air Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri. (15) Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk

cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap, dan hal ini merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. (12) Kalau komposisi fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka pemisahan dengan jalan destilasi tidak dapat dilakukan.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton. (12) Keterangan : 1: Heat source 2: Still pot 3: Still head 4: Thermometer 5: Condenser 6: Cooling water in 7: Cooling water out Alat Destilasi 8: Distillate/receiving flask 9: Vacuum/gas inlet 10: Still receiver

11: Heat control 12: Stirrer speed control 13: Stirrer/heat plate 14: Heating (Oil/sand) bath 15:Stirrer bar/anti-bumping granules 16: Cooling bath. Ini adalah gambaran destilasi yang sangat sederhana ditemukan. Namun konsep dasar destilasi tersebut seperti gambar di atas. Tujuan destilasi umumnya antara lain : (12) a. Untuk memisahkan dan sekaligus menurunkan suatu zat (zat padat maupun zat cair) dari suatu campuran yang mempunyai titik didih berbeda. b. Untuk mengetahui titik didih suatu zat Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan dengan destilasi uap.

Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian di adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa kesuatu media yang bergerak. (12) Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrofusi. Di bawah ini contoh alat dan fungsi bagian-bagiannya : (12) Alat Destilasi (12) 1. Labu destilasi, berfungsi sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat cair yang akan di destilasi. Terdiri dari :

a. Labu dasar bulat. b. Labu erlenmeyer khusus untuk destilasi atau refluks. 2. Steel Head, berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. 3. Thermometer, biasanya digunkan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan seringnya thermometer yang digunakan harus, a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi. b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. 4. Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar, untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa,tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang dihasilkan lebih sempurna. 5. Labu didih, biasanya selalu berasa atau keset, yang berfungsi untuk sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air. 6. Pipa dalam = pipa destilasi, berfungsi sebagai tempat mengalirnya uap air yang telah didinginkan oleh pendingin pada bagian luarnya.

7. Adaptor (Recervoir Adaptor), berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah tersedia. Minyak Menguap merupakan subtansi yang menyebabkan/

menimbulkan bau dari bemacam-macam tanaman. Sifat-sifat Umumnya tidak berwarna dan tidak bercampur dengan air. Sumber-sumber simplisia terutama dari tumbuh-tumbuhan, mineral, dan memperoleh Minyak Menguap antara lain : (12) 1. Penyulingan dengan uap air, dengan memanaskan atau menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan bantuan kondensor. 2. Hidrolisa enzimatik, dilakukan pemecahan dengan ikatan glikosidisterhadap yang disebut mikroorganisme. Cara

glikosidayang glikosidase.

enzim

tertentu

3. Dekstruksi (Penyulingan biasa), merupakan metode yang sangat penting dari dalam menganalisis suatu bahan yang bertujuan untuk merubah sampel menjadi bahan yang dapat diukur. 4. Pengurangan tekanan, beberapa minyak menguap dapat disuling dengan pengurangan tekanan atmosfer. 5. Pemerasan, atau pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak jeruk dengan menggunakan alat pemeras. 6. Enfleurage, merupakan ekstraksi menggunakanpelaut cara kuno yang sampe sekarang digunakan. Bahan pelarut yang digunakan adalah

minyak murni. Lemak murni biasanya dengan bahan-bahan lain dioleskan pada permukaan kaca tipis. Lembaran kaca yang telah dioles lemak disusun dalam rak secara teratur. Kemudian ditempeli dengan bunga-bunga, setelah dua atau tiga hari, bunga-bunga yang layu dibuang diganti dengan segar, dilakukan berulang, sampai lemak benar-benar telah jenuh dengan minyak bunga. Kegunaan minyak menguap antara lain sebagai korigensia odoris, karminatifum, makanan, dan antiseptik. Untuk klasifikasi minyak menguap antara lain : (12) 1. Hidrokarbon : Terpen-terpen/Siskuiterpen 2. Alkohol : Ester dan alkohol 3. Aldehid 4. Keton 5. Fenol 6. Ester Fenolik : Ester dan Fenol 7. Oksida-oksida : Peroksida 8. Ester-ester : Ester-ester dan Alkohol F. Infus Merupakan metode ekstraksi panas yang dilakukan dengan merendam sampel tanaman dalam pelarut dengan suhu 90C selama 15 menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan suhu berlangsung paling sedikit 15 menit hingga 30 menit. Jika dilakukan selama 30 menit maka metode ekstraksinya disebut dekok. Biasanya alat yang digunakan

disebut panci infus. Jika tidak dinyatakan lain prosedur kerja infus dengan merendam sampel dalam pelarut yang bersuhu 90C selama 15 menit setelah itu didinginkan dan disaring. (12) Keterangan: A = Panci berisi bahan dan air B = Tangas air

G. Dekokta Dekokta adalah penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Hampir mirip dengan infundasi, hanya saja waktunya yang berbeda yaitu 30-40 menit. Kelebihannya adalah pengerjaannya yang cepat. Sedangkan kerugiannya adalah tidak stabil dan mudah tercemar oleh kapang dan kuman. (12)

II.1.3 Partisi Ekstraksi juga dapat digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya, yaitu : a. Bentuk campurannya 1. Ekstraksi Padat-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang

terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-bijian 2. Ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air. b. Proses pelaksanaannya Menurut proses pelaksanaannya, ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi berkesinambungan (kontinya) dan ekstraksi bertahap. 1. Ekstraksi Kontinyu (Continues Extraction). Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau Craig Countercurent. 2. Ekstraksi Bertahap (Batch). Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru, sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanya digunakan adalah berupa corong pisah.(17) Ekstraksi cair padat adalah pemisahkan satu atau lebih senyawa dengan menggunakan satu pelarut dimana senyawa tersebut akan terdistribusi menurut tingkat kepolarannya menggunakan magnetik stirrer atau sentrifus, dan yang tidak larut akan membentuk endapan.(13) Ekstraksi cair padat pada prinsipnya sama dengan ekstraksi caircair. Pada ekstraksi cair-padat, pelarut yang digunakan hanya satu

macam. Dengan demikian kompoen kimia akan terdistribusi kesatu macam pelarut saja. Sehingga akan diperoleh ekstrak yang larut dan tidak larut. (17) Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.(13) Ekstraksi cair-cair merupakan cara pemisahan satu atau lebih senyawa dengan menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur, dimana senyawa tersebut akan terdistribusi diantara dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya sehingga masing-masing jenuh dengan perbandingan konsentrasi tertentu dan terjadi pemisahan. Metode ekstraksi ini sering kali disebut proses partis dari crude extract atau ekstrak kasar sehingga diperoleh sekumpulan senyawa kimia dengan tingkat polaritas yang berbeda-beda. (17) Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. KD =

KD

adalah

koefisien

distribusi

atau

koefisien

partisi

yang

merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relati dari suatu senyawa terlarut dalam 2 pelarut yang tidak bercampur. C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2. (17)

II.1.4 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalm bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom, fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipi, fase gerak yang digunakan selalu cair. (18) Istilah kromatografi mula-mula ditemukan oleh Michael Tswett (1908), seorang ahli botani rusia. Ia telah memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman dengan cara ini. Nama kromatografi diambil dari bahasa Yunani (chromato = penulisan, dan grafe = warna). Kromatografi berarti penulisan dengan warna, saat ini telah dikenal berbagai macam kromatografi, namun istilah kromatografi sebenarnya sudah tidak tepat lagi, karena dengan kromatografi juga dapat dipisahkan senyawa-senyawa yang tidak berwarna termasuk gas. (17) Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya,

kromatografi dibedakan

menjadi

(a) kromatografi adsorbsi,

(b)

kromatografi partisi, (c) kromatografi pasangan ion, (d) kromatografi penukar ion, (e) kromatografi eksklusi ukuran, dan (f) kromatografi afinitas. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : (a) kromatografi kertas, (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut dengan kromatografi planar, (c) kromatografi cair kierja tinggi (KCKT), dan (d) kromatografi gas (KG). (19) Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan kromatografi kertas (KKr) dengan berbagai macam variasinya pada umumnya dirujuk sebagai kromatografi planar. Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Scharaiber pada tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. (19) Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari berbagi macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan fase bergerak. Semua pemisahan pada kromatografi tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen diantara ke dua fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan (mobilitas) antara komponen yang satu dengan lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, atau penguapan diantara

kedua fase. Jika perbedaan-perbedaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam kromatografi, pemilihan terhadap fase bergerak maupun fase diam perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga semua komponen bisa bergerak dengan kecepatan yang berbada-beda agar dapat terjadi proses pemisahan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem dalam mana komponenkomponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam. (18) Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. Dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG), KLT mempunyai beberapa keuntungan : KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak. Berbagai macam 2 teknik untuk optimasi pemisahan seperti dan KLT

pengembangan pembaceman

dimensi,

pengembangan dapat dilakukan

bertingkat, pada

penjerap

proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.(18)

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. (19)

Waktu pemisahan lebih cepat Sensitif, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi

Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna. (17) Peralatan yang dibutuhkan pada kromatografi lapis tipis dan penyiapan pelat lapis tipis diberikan secara singkat dan jelas dalam Ph.Eur I. Peralatan terdiri dari : Suatu peralatan untuk membuat lapis tipis, dengan bantuan alat ini

bahan sorpsi (sorben) dapat dibuat rata pada pelat dan dapat dilapiskan d engan ketebalan yang diingini. Pelat dengan panjang 200 mm dan kelebaran yang memungkinkan sejumlah larutan yang diperiksa dan larutan pembanding ditotolkan pada titik awal. Bejana (bejana

kromatografi) dari bahan tembus cahaya dengan tutup rapat. Ukuran bejana harus disesuaikan dengan pelatnya. Dari sorben dibuat suspensi kental, yang dilapiskan pada pelat yang sudah dibersihkan dengan hati-

hati menggunakan alat untuk membuat lapisan dengan ketebalan 0,25 sampai 0,30 mm, jika dalam monografi tidak dikatakan lain. Pelat yang sudah dilapisi mula-mula dikeringkan di udara, kemudian dikeringkan 1 jam dalam lemari pengering pada 100 sampai 105 C, jika tidak dikatakan lain. Jika pelat tidak segera digunakan, maka disimpan dalam eksikator di atas silika gel. Sebelum pengunaan pelat ini diaktivasi dengan pengeringan kembali selama 1 jam pada 100 sampai 105 C. pada kedua sisi panjang pelat segaris sorben dihilangkan. Bejana kromatografi dilapisi kertas saring dan sejumlah besar fase mobil dituangkan untuk penjenuhan kertas dan pada dasar bejana diisi dengan pelarut pengembang setinggi 1,5 cm. tutup ditutupkan rapat lagi dan jika tidak dikatakan lain didiamkan selama 1 jam pada suhu kamar (penjenuhan bejana). (20) Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. (19) Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminium oksida mempunyai

kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan

senyawa yang mengandung gugus fungsi berbeda. Aluminium oksida mengandung ion alkali dan dengan demikian bereaksi basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan kieselgur yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi. (20) Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang palaing sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak : 1) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif 2) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan 3) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam

etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam. (19) Bila sampel telah ditotolkan, maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel tersebut dalam suatu bejana kromatografi yang sebelumnnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring, jika fase gerak telah mencapai ujung atas kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi, bejana kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar aluminium dan sebagainya. Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi memlalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan

fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi, membuat bercak akan terlihat

jelas. Jika senyawa tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam, sedang latar belakangnya akan kelihatn berfluoresensi. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak : a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secar kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadangkadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak b. Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluotesensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang

diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fluoresen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan pengembangan. c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan

densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatat (recorder). (20) Pemisahan kromatografi planar (kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas) pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dicirikan dengan faktor retardasi atau jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Faktor Retardasi Solut (Rf) didefinisikan sebagai : Rf = Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k) sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal dipermukaan fase diam (tidak bergerak sama sekali dari titk awal penotolan). (18) Contoh soal perhitungan nilai Rf. Pemisahan suatu senyawa yang tidak diketahui dengan KLT diperoleh nilai Rf 9,75. Tinggi permukaan untuk senyawa standar X, Y, dan Z masing-masing adalah 12,1 ; 17,3, dan 20,5 cm. Sedangkan untuk pelarutnya 23 cm. Tentukan senyawa yang tidak diketahui. (17) Penyelesai soal diatas adalah sebagai berikut:

Diketahui : nilai Rf suatu senyawa yang tidak diketahui adalah 0,75 jarak yang ditempuh senyawa X, Y, dan Z adalah : 12,1 ; 17,3; 20,5 cm. Jarak tempuh fase gerak adalah 23 cm. Ditanya Jawab Rf = : senyawa apa yang memiliki Rf 0,75 ? :

Rf X =

= 0,52

Rf Y =

= 0,75

Rf Z =

= 0,89

Jadi, senyawa yang memiliki nilai Rf 0,75 adalah senyawa Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT, yaitu : 1) Struktur kimia dari senyawa yang akan dipisahkan 2) Sifat dari penjerap dan derajat aktivitasnya 3) Tebal dan kerataan lapisan penjerap. Ketidakrataan akan

menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata 4) Pelarut dan derajat kemurniannya 5) Derajat kemurnian dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan 6) Jumlah cuplikan yang digunakan 7) Panjang trayek migrasi

8) Adanya zat asing atau pencemar 9) Kelembaban udara 10) Suhu. (6) Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam dan fase gerak) disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus-menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan

kesetimbangan ini. (19) Adsopsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan sekali-kali dikacaukan dengan proses absorbsi yang berarti penyerapan keseluruhan. Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksiinteraksi elektrostatik seperti ikatan hydrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang diinduksi oleh dipol. Solut akan bersaing dengan fase gerak untuk berikatan dengan sisi-sisi polar pada permukaan adsorben. Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang

penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus atau gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hydrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena ai akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105 C, meskipun demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut makan semakin tertgahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini. Solut-solut non polar tidak mempunyai afinitas atau mempunyai sedikit afinitas terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang terpolarisasi mempunyai afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipole atau interaksi-interaksi yang diinduksi oleh dipole. Solut-solut polar, terutama yang mampu membentuk ikatan hydrogen akan terikat kuat pada adsorben karenanya butuh fase gerak yang cukup polar untuk mengelusinya. Partisi merupakan proses sorpsi yang analog dengan ekstraksi pelarut. Dalam partisi yang sebenarnya, solut akan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam sesuai dengan kelarutan relatif diantara keduanya. (19) Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. (18) Mengenai pelaksanaan kromatografi lapis tipis Ph.Eur I, juga memberikan penjelasan eksak dan singkat :

Larutan uji ditotolkan 2,5 cm dari bawah dan minimum 2 cm dari sisi pelat sedemikian rupa hingga terjadi noda teratur yang maksimum berdiameter 6 mm, jika larutan uji digunakan untuk lebih dari satu kromatogram, maka noda paling sedikit harus terpisah 1,5 cm satu dari yang lain dan terletak parallel terhadap bagian bawah pelat. Setelah penguapan pelarut larutan uji, pelat diletakkan vertical dalam bejana kromatogafi dan titik awal harus tetap berada di sebelah atas permukaan fase mobil. Bejana ditutup dan disimpan pada suhu 20 sampai 25 C. Jika fase mobil sudah melewati trayek yang diberikan dalam monografi, pelat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan di udara. Selain itu berlaku teknik penotolan dan konsentrasi larutan yang diperikasa seperti pada kromatografi kertas, cara pengembangan kroamtaografi lapis tipis adalha menaik. Seperti pada kromatograf kertas, dalam hal ini jauga mungkin dilakukan kroamtografi dua dimensi. Disamping itu, masih ada cara pengembangn lainnya, antara lain teknik ganda, kromatografi fungsional, dan teknik gradien. (20)

II.1.5 Kromatografi Cair Vakum Kromatografi cair-vakum merupakan kromatografi kolom yang dikemas kering biasanya dengan penyerap mutu kromatografi lapis tipis 10-4 g pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan

maksimum. Setelah diperoleh kemasan yang maksimum, kemudian vakum dihentikan dan pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke dalam permukaan penjerap lalu divakum lagi, kolom dihisap sampai kering dan kolom sekarang siap dipakai. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dari pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi biaya. (21) Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam corong G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kertas saring. Elusi diawali dengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat. Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 1030 g ekstrak diperlukan 50 ml pelarut. Dalam hal ini diameter corong dipilih

sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaan kolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah sehingga menghasilkan sejumlah fraksi. (22) Kromatografi cair vakum dapat digunakan untuk fraksinasi dan memurnikan fraksi. Metode KCV digunakan karena lebih efektif dan efisien dalam pemisahan dibandingkan kromatografi kolom gravitasi.

Kromatografi cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan dari Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk separasi menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak dalam metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum. Kromatografi cair vakum pada awalnya digunakan untuk separasi senyawaan steroid dan produk-produk natural dari laut. Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu corong Buchner yang memiliki kaca masir. Corong Buchner ini diiisi dengan fase diam yang tingkat kehalusannya seperti yang umumnya dipakai dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh). Corong Buchner yang berisi fase diam ini digunakan dalam kondisi

vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang dihasilkan oleh kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi gravitasi namun diperlukan waktu yang lebih singkat. Cara asli yang diperkenalkan oleh Coll menggunakan corong Buchner kaca masir atau kolom pendek,

sedangkan Targett menggunakan kolom yang lebih panjang untuk meningkatkan daya pisah. (23) Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi. (24) Kromatografi Kolom Isap terbagi atas beberapa yaitu: A. Suction Colomn Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang banyak, berdasarkan absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi. (24) B. Rapid-Sigel Isolasi komponen kimia dalam jumlah yang sedikit berdasarkan absorpsi dan partisi, dimana kolom diisi dengan fase diam divakumkan dengan suatu pompa vakum agar eluen dapat turun mengelusi komponen kimia yang selanjutnya keluar sebagai fraksi-fraksi. (25) C. Press Colomn Kromatografi kolom sederhana di mana fase gerak bergerak dengan cepat karena penggunaan tekanan positif dari tabung nitrogren. Udara yang ditekan mengandung O2 dan uap air yang dapat menyebabkan peruraian produk dari ekstrak dan berubah saat pemisahan kromatografi. (25)

Gambar kromatografi kolom vakum Kromatografi Vakum Cair mempunyai keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional yaitu : - Konsumsi fase gerak KCV hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor

kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100l/menit) Adanya aliran fase gerak lebih lambat membuat kolom mikrobor

lebih ideal jika digabung dengan spectrometer massa Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas missal sampel klinis Kerugian KCV (Kromatogravi Vakum Cair) : Membutuhkan waktu yang cukup lama Sampel yang dapat digunakan terbatas. (23)

II.1.6 Kromatografi Kolom Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk

memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.. (5) Sifat, derajat, atau tingkat keaktifan penjerap, dan ukuran partikelnya sangat penting dalam pengembangan sistem kromatografi. Penjerap dapat diubah dan diperlakukan sedemikian untuk mengubah sifat dan kapasitasnya, usaha yang terpenting adalah tata kerja tingkat keaktifan Brockmann (sifat penjerap tergantung pada pH dan tingkat keaktifannya). (5) Ukuran penjerap untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk

KLT. Kemasan kolom biasanya 63-250m, untuk kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi. Kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi, kolom yang dijalankan dengan tekanan, apakah menggunakan udara atau pompa, biasanya mengandung partikel 40-63m atau lebih halus.(26) Untuk kromatografi kolom dari larutan dibutuhkan tabung pemisah tertentu yang diisi dengan bahan sorpsi dan juga pelarut pengembang yang berbeda. Tabung pemisah yang diisi dengan bahan sorpsi disebut kolom pemisah. Tergantung dari masalah bahan pemisahan dapat digunakan tabung filter dengan gelas berpori yang pada ujung bawah menyempit (tabung Allihn) atau tabung gelas, yang pada ujung bawah menyempit dan dilengkapi dengan kran. Tabung bola jarang digunkan. Perbandingan panjang tabung terhadap diameter pada umumnya adalah 40:1. Harga 20 berlaku sebagai batas bawah. Pengisisan tabung pemisah dengan adsorben, yang juga disebut kemasan kolom, harus dilakukan secara hati-hati, harus rata. Aluminium oksida atau silika gel dapat diisikan kering ke dalam tabung pemisah. Agar pengisian rata, tabung setelah diisi divibrasi, diketok-ketok atau dijatuhkan lemah pada pelat kayu. Adsorben lainnya harus diisikan sebagai suspensi, terutama jika zat ini menggelembung dengan pelarut pengembang. Yang umum dilakukan adalah, adsorben dibuat seperti bubur dengan pelarut elusi, kemudian dimasukkan ke dalam tabung pemisah. Sebagai bahan sorpsi digunakan bahan yang sama dengan kromatografi lapis titpi yaitu silika gel, aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya juga arang

aktif dan gula tepung. Tergantung dari cara pengembangan dapat dibedakan kromatografi elusi, kromatografi garis depan dan kromatografi pendesakan. (20) Kolom kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal. (27)

Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawasenyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam : Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi. - Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke

dalam kolom Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi (25) Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran 60230 mesh (63-250 m), umumnya laju aliran sekitar 10-20 mL/cm2 penampang kolom/jam. Untuk partikel yang lebih kecil dari 200 mesh diperlukan semacam pemompaan atau sistem bertekanan. Kemudian laju dapat ditingkatkan sampai 2 mL atau lebih setiap menitnya, atau sampai batas sistem tekanan. (28) Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah sebagai berikut : a. Pemisahan lambat b. Penjerapan linarut yang tidak bolak-balik

c. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil. Kombinasi antara kromatografi kolom kering dan kromatografi cair vakum memiliki kelebihan dimana laju pengelusian lebih tinggi dan memperpendek waktu kontak linarut dengan penjerap. (29)

II.1.7 Fraksinasi Fraksinasi adalah suatu teknik untuk memisahkan komponen organik dan ionik (larut dalam air) dalam suatu senyawa campuran menjadi dua fraksi berbeda. Fraksinasi merupakan kegiatan awal pemurnian dalam tahapan isolasi dan melibatkan uji identifikasi untuk menentukan apakah ekstrak memiliki aktivitas atau tidak. (30) Salah satu metode fraksinasi yang digunakan adalah

menggunakan kromatografi kolom. Kolom diisi dengan penyerap padat sebagai fase diam dan dialiri dengan pelarut sebagai fase gerak. Cuplikan yang difraksi dimasukkan ke dalam kolom dan dialiri fase gerak akan membentuk jalur-jalur serapan dari senyawa. Bila pelarut dibiarkan mengalir ke kolom, ia akan mengangkut senyawa-senyawa yang merupakan komponen-komponen dari campuran. Pemisahan campuran tergantung pada tingkat kepolaran dan dari fase gerak dan senyawa yang terkandung dalam campuran tersebut. (5) Kromatografi kolom yang digunakan dalam fraksinasi ada dua, kolom konvensional dan vakum. Metode kromatografi kolom cair vakum merupakan modifikasi dari kromatografi cair kolom konvensional

(gravitasi) dengan menambahkan vakum (penarik udara) pada bawah kolom. Dapat digunakan untuk fraksinasi. (26) Prinsip dari fraksinasi adalah penggabungan senyawa berdasarkan bercak noda pada lempeng dengan pengamatan pada UV 254 nm dan 366. Tujuan dilakukan penggabungan adalah untuk memisahkan dan memperoleh senyawa dalam jumlah yang maksimal, di mana

penggabungannya didasarkan pada nilai Rf yang sama dan penampakan warna yang ditunjukan itu sama. (31)

II.1.8 Identifikasi Senyawa Uji identifikasi dilakukan untuk mengetahui senyawa yang

terkandung dalam sampel. Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk mengusir predator, kompetisi dengan hewan sesil lain dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi. Menurut Harper et al., mengatakan bahwa Metabolit sekunder merupakan salah satu cara organisme untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder ini digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan sinar ultra violet. Lebih dari 10 % spons memiliki aktifitas sitotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan. Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada

fraksi non polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak. (32) a. Steroid Steroid didefinisikan sebagai kelompok senyawa organik bahan alam yang merupakan salah satu metabolit sekunder. Gambar kerangka dasar karbon steroid sebagai berikut: (33)

Gambar 1. Kerangka dasar karbon steroid di mana R1, R2 dan R3 adalah substituen Di alam, steroid terdapat dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Senyawa ini berasal dari senyawa triterpen. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpen lanosterol, sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpen sikloartenol. Tahap-tahap awal dari biosintesis steroid adalah sama bagi semua steroid alam, yakni pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpen) menjadi lanosterol atau sikoartenol. Kemudian lanosterol atau sikloartenol mengalami beberapa tahap perubahan menjadi steroid. (34) b. Terpenoid Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpenoid,

merupakan metabolit sekunder. Terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpenoid merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpen; juga karoten dan retinol. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren: (35) Ekor Kepala Ekor

Isopren

Unit Isopren Gambar 2. Isopren dan unit isopren

Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya tiga reaksi dasar yaitu: (36) 1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat 2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 menghasilkan triterpenoid dan steroid.

atau C-20

Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 = C (CH3) CH = CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan isoprena. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpena dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). Setiap golongan terpenoid itu seperti yang terdapat pada Tabel 1, sangat penting baik pada pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi hewan dan tumbuhan (35). Tabel 1. Golongan Utama Terpenoid Jumlah satuan isoprena 1 2 3 4 6 8 Jumlah karbon C5 C10 C15 C20 C30 C40 Isoprene monoterpenoid seskuiterpenoid diterpenoid triterpenoid tetraterpenoid Golongan

Cn

poliisoprena

1. Monoterpenoid Monoterpenoid merupakan senyawa "essence" dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui. Monoterpenoid dapat dipilah menjadi tiga golongan, bergantung pada apakah struktur kimianya (gambar 3) asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonena), atau bisiklik (misalnya - pinena). Dalam setiap golongan, monoterpenoid dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (misalnya limonena) atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol (misalnya mentol), aldehida, atau keton (misalnya; menton, karvon). (35)

Asiklik

Monosiklik

Geraniol

Limonena

Bisiklik

Alkohol

pinena

Mentol

Menton

Karvon

Gambar 3. Beberapa contoh monoterpenoid Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isopren. struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan senyawa komersial yang banyak diperdagangkan. (35) 2. Seskuiterpenoid Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid (C15) yang

dibangun oleh 3 unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen. Anggota seskuiterpenoid asiklik yang

terpenting ialah farnesol, alkohol yang tersebar luas (33) :

Gambar 4. Struktur farnesol Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis. Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya dan kedua senyawa antara ini merupakan kunci dalam biosintesis terpenoid.

Trans- farnesil pirofosfat

Cis- farnesil pirofosfat

Gambar 5. Isomer farnesil pirofosfat Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme isomerisasi. (5)

3. Diterpenoid Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol. (35)

Gambar 6. Struktur Fitol Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan

tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial (36). 4. Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan (unit) isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.

Gambar 7. Struktur Skualena Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen. Senyawa ini berupa senyawa tak berwarna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (35). c. Alkaloid Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ). Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa

sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai pentasiklik seperti estrikhnina yaitu racun kulit strychnos. (16) Alkoloid, sekitar 5500 telah di ketahui, merupaan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkoloid yang memuaskan tetapi pada umumnya alkoloid mencakup senyawa bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkoloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar .uji sederhana tetapi yang sama sekali tidak satu sempurna, untuk alkoloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. (35) Misalnya, alkoloid kinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada konsentrasimolar 1x 103 membeikan rasa pahit yang berarti.prazat alkoloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun sebenarnya, biosintesis kebanyakan alkoloid lebih rumit. Secara kimia, alkoloid merupakan suatu golongan heterogen. Banyak alkoloid bersifat terpenoid dan beberapa (misalnya solanina alkoloid steroid kentang, Solanum tuberosum) sebaiknya ditinjaudari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatik ( misalnya kolkhisina, alkoloid tropolon umbi crocus musim gugur) yang mengandung

gugus basa sebagai gugus rantai samping. (35) Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam

memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan Kalium mercuri Iodida); reagen Wagner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat, reagen Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent Dragendrof (larutan Kalium Bismuth Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna. Kream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah merahan (Wagner dan Dragendroff). Caffein dan beberapa alkaloid tidak menimbulkan reaksi pengendapan. Ketelitian harus dimulai dari ekstraksi alkaloid yang diuji karena bahan akan membentuk endapan dengan protein. sebagian dari protein akan membuat tidak larut dari bahan yang telah diekstrak oleh proses evaporasi atau mungkin disebabkan filtrat yang terbongkar. Jika ekstrak asli telah dikonsentrasi ke konsentrasi rendah akan membentuk ekstrak alkaloid yang berbentuk basa dengan pertolongan suatu pelarut organik kemudian dimasukan dalam larutan asam encer (misalnya : Tartarat), larutan harus bebas dari protein dan siap untuk dilakukan uji alkaloid. Untuk pereaksi Dragendrof dibuat dua larutan persediaan : (1) 0,6 g bismut subnitrat dalam 2 ml HCl pekat dan 10 ml air ; (2) 6 g Kalium iodide dalam 10 ml air. Larutan persediaan ini dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air. Untuk menyemprot kertas dengan pereaksi iodoplatinat, 10 ml larutan platina klorida 5% dicampur dengan 240 ml Kalium iodide 2%

dan diencerkan dengan air sampai 500 ml. untuk menyemprot pelat, campurkan 10 ml platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240 ml Kalium iodide 2%. (16) Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai: 1) Alkaloid Sesungguhnya Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut

menunjukkan aktivitas phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino ; biasanya terdapat aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa. 2) Protoalkaloid Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin. 3) Pseudoalkaloid Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino.

Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein).(16) d. Fenol Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lignin terikat sebagai ester atau terdapat pada daun di dalam fraksi yang tidak larut dalam etanol; atau miungkin terdapat dalam fraksi yang larut dalam etanol, yaitu sebagai glikosida sederhana. Deteksi asam fenolat dan lignindalam jaringan tumbuhan Lignin ialah polimer fenol yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan, yang bersama selulosa, menyebabkan kekakuan dan kekokohan batang tumbuhan. Lignin terutama terdapat pada tumbuhan berkayu karena sampai 30% bahan organic pepohonan terdiri atas zat ini. Bila dioksidasi dengan nitrobenzene, lignin menghasilkan tiga aldehida fenol sederhana yang ada kaitannya dengan asam fenolat tumbuhan umum.(35) e. Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam

angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya menyambung silang protein. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim

sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya, sebagian besar tubuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. (35) e. Flavonoid Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis secara kromatografi.(35) f. Kuinon Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar

seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol. Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhana masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. (37)

II.1.9 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan. (29) Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan

yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (38) Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap. (39) Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan memakai peralatan sedarhana ialah KLT preparatif. Walaupun KLT preparatif dapat memisahkan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah miligram. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm) sebagai pengganti lapisan penyerap yang tipis (0,10-0,25 mm). pita-pita sampel yang sudah dipisah dapat diperoleh kembali dengan cara mengerok penyerap dari plat KLT preparatif yang telah dikembangkan. Demikian kuatnya lapisan penyerap melekat pada kaca penyokong sehingga memungkinkan

pengembangan plat berulang-ulang dengan pengembang yang sama atau pengembang yang berbeda, dengan terlebih dulu mngeringkan plat sebelum pengembangan berikutnya. (35) Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita. KLTP merupakan metode isolasi dari suatu simplisia untuk mendapatkan senyawa tunggal. (31) Teknik kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1983 oleh Ismailoff dan Schraiber. Absorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase akan bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. (40) Fase diam yang paling sering dugunakan biasanya dengan ketebalan 0,5-2 mm dan ukuran plat kromatogram biasanya 20x20 cm. fase diam yang paling umum dipakai ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan berbagai campuran senyawa lipofil maupun senyawa hidrofil. Sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLT preparatif. Pelarut yang baik ialah pelarut yang mudah menguap (atsiri), karena jika pelarut kurang atsiri terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel harus sekitar 5-10%. Sampel ditotolkan berupa pita yang harus ditotolkan sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar

pita. Pemilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada KLT analitik dapat dipakai pada KLT preparatif. Pengembangan plat KLT preparatif biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tecelup ke dalam larutan pengembang. Keefisienan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan pemisahan Harus

berulang.

diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian. (29) Lapisan preparatif normalnya adalah lapisan KLT yang lebih

tebal dari 0,5 mm. Seperti aturan umumnya dimana ketebalan maksimumnya adalah 2 mm meskipun beberapa pengerjaan melibatkan penggunaan lempeng yang tebalnya mencapai 10 mm. (31) Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun hidrofil. Dilakukan pencuplikan dengan cara melarutkan cuplikan dengan sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP. Cuplikan yang ditotol harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada lebar pita, penotolan dapat dilakukan dengan pipa kapiler akan tetapi lebih baik jika menggunakan penotol otomatis. (5) Lempeng yang sudah ditotolkan dikembangkan pada chamber yang jenuh dengan cairan pengembang yang cocok secara tegak lurus,

sehingga komponen kimia akan terpisah membentuk pita yang berupa garis horizontal yang tampak di bawah sinar UV. (5) Demikian kuatnya lapisan penjerap melekat pada kaca sehingga memungkinkan penggunaan pelat berulang-ulang dengan pengembang yang sama atau beberapa pengembang yang berbeda, dengan

mengeringkan plat sebelum pengembangan berikutnya.(35) Fase gerak biner ialah (dalam berbagai perbandingan) sangat sering dipakai dalam pemisahan secara KLTP : n.heksana-etil asetat, n.heksana-aseton, kloroform-metanol. Penambahan sedikit asam asetat atau dietilamina berguna untuk memisahkan, berturut-turut, senyawa asam dan senyawa basa. (5) Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator flourosensi ynag membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadangkadang bahkan dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan yaitu, menyemprot dengan air (misalnya saponin), menggunakan chamber iodin, menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot, dan dengan menambahkan senyawa pembanding.(5) Deteksi senyawa pada pelat KLT biasanya dilakukan dengan penyemprotan dan karena permukaan pelat lebih sempit (20x20cm) maka penyemprotannya merupakan prosedur yang nisbi sederhana. Satu

keuntungan bila dibandingkan kromatografi kertas ialah pelat kaca dapat disemprot dengan asam sulfat pekat, yaitu pereaksi pendeteksi untuk senyawa umum. (35)

II.1.9 Kromatografi Dua Dimensi Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat.(19) Kromatografi planar adalah satu-satunya teknik kromatografi dimana kromatografi dua dimensi dapat dilakukan. Ini merupakan alat pemisahan yang baik dan cukup sering dilirik sebagai suatu prosedur untuk dilakukan. Sayangnya kebanyakan pemisahan dua dimensi dahulunya telah melibatkan pemisahan kurang lebih 20 jenis asam amino pada selulosa atau silika gel, dimana prosedurnya memakan waktu seharian untuk dilakukan dan hanya satu sampel per lempeng yang bisa di analisa dalam satu waktu. Hasilnya adalah suatu kromatogram seperti cetakan jari, mengidentifikasi noda dengan membandingkannya dengan standar sangat memakan waktu dan harus dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama . Bagaimanapun juga, suatu metode telah dikembangkan. Dulunya asam amino telah dipisahkan dengan cara ini selama berabad-abad.

Dalam hal untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan pelarut yang sama ini cukup sulit tetapi penting. (31)

Gambar mekanisme KLT 2 dimensi KLT 2 dimensi atau KLT 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai

karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda. (19) Kromatografi Lapis Tipis dua arah merupakan cara yang

memungkinkan pemakaian lapisan penjerap yang paling luas untuk memisahkan campuran yang mengandung banyak komponen. Selain itu, dua sistem pelarut yang sangat berbeda dapat dipakai secara berurutan pada campuran tertentu, jadi memungkinkan pemisahan campuran yang mengandung komponen yang kepolarannya sangat berbeda. (41)

KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, sebagaimana dalam sampel asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada campuran tertentu sehingga memungkinkan untik melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama. KLT dua dimensi dilakukan dengan melakukan penotolan sampel di salah satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya sebagaimana biasa dengan eluen pertama. Lempeng kromatografi selanjutnya dipindahkan dari chamber pengembang dan eluen dibiarkan menguap dari lempeng. Selanjutnya, lempeng dimasukkan dalam chamber yang menggunakan eluen kedua sehingga pengembangan dapat terjadi pada aeah kedua sehingga pengembangn dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah pengembangn yang pertama. Suksesnyapemisahan tergantung pada kemampuan untuk memodifikasi selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas eluen. (18) Pada teknik ganda, setelah pengembangan dan pengeringan pelat kromatografi dilakukan pengembangan kedua, dan untuk ini dapat digunakan pelarut pengembang yang sama atau berbeda. Seteleh itu dilakukan proses pengembangan selanjutnya dan seterusnya. Melalui pengembangan ganda dengan fase mobil sama atau berbeda ini dalam hal ekstrim akan dicapai hasil pemisahan yang lebih baik. (5)

Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90, dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. (19) Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan. Pengembangan gradient dilakukan dengan menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit. (26) Dalam kromatografi dua dimensi, pengembangan sampel adalah dengan melihat pada sudut pelat kromatografi dan dikembangkan dengan eluen pertama (dalam arah pertama). Setelah perkembangan ini, eluen diuapkan dari lempeng tempat diposisikan sepanjang tepi dari pelat kromatografi. Pelat ini kemudian diputar melalui 90 dan perkembangan selanjutnya dilakukan dengan eluen kedua dari tepi dengan bintik-bintik yang dipisahkan pada eluen pertama menuju tepi berlawanan. campuran yang dapat didistribusikan pada seluruh permukaan pelat jika kedua eluen

(atau sistem kromatografi) menunjukkan perubahan dramatis dalam selektivitas. (42)

Kromatografi

dua

dimensi.

metode

ini

didasarkan

pada

pengembangan beberapa eluen yang analog dengan yang sebelumnya, tetapi dengan perbedaan bahwa lapisan kuadrat digunakan, sampel diterapkan dekat salah satu sudut, dan pengembangan kedua dilakukan dalam arah tegak lurus dengan yang pertama . Metode ini cocok terutama untuk pemisahan campuran kompleks dari senyawa. Dalam pengaturan biasa, berbagai jenis sistem pelarut yang digunakan dalam masing-masing dari dua arah. Misalnya seseorang dapat menggunakan fase gerak asam pada yang pertama dan untuk fase gerak kedua dapat menggunakan pelarut yang akseptor elektron dan donor elektron atau bahkan dapat memilih untuk menggunakan mekanisme pemisahan yang berbeda dalam dua arah (misalnya partisi dan adsorpsi) . Sifat interaksi dapat diubah dengan mengubah komposisi fase diam.

Kasus khusus dari dua dimensi kromatografi adalah teknik diagonal. Dalam teknik ini, kromatogram dikembangkan dengan sistem pelarut yang sama dalam kedua dimensi. Zat yang tidak mengalami perubahan kimia selama kromatografi akan terletak pada diagonal dari kromatogram. Metode ini terutama digunakan untuk karakterisasi lebih lanjut dari tempat di kromatogram dengan melakukan uji kimia tertentu, biologi, atau reaksi fotokimia antara dua perkembangan. (43) Kadang-kadang, khususnya dalam kasus kelompok besar senyawa kimia yang mirip struktur dan bersifat seperti asam amino, nilai-nilai Rf terlalu dekat bersama-sama untuk memberikan pemisahan yang baik menggunakan salah satu teknik pengembangan dimensi linier. Dalam hal ini, resolusi lebih baik dapat diperoleh dengan pengembangan dua dimensi, yaitu suatu teknik yang dikembangkan oleh Martin, yang mempekerjakan sistem eluan kedua yang dijalankan pada sudut ketat untuk yang pertama. Sampel dapat dilihat dengan cara yang normal dan dikembangkan dengan tepi akhir dalam kontak dengan sistem pelarut pertama. Pelat ini kemudian dibiarkan kering. Kemudian dikembangkan dengan pelarut kedua pada sudut kanan ke tepi pertama dari pelat dalam pelarut. Dimana komponen murni dari campuran tidak tersedia atau tidak diketahui maka diperoleh kromatogram dapat berfungsi sebagai sidik jari atau peta dalam mengidentifikasi dan karakterisasi sampel. (44) Keuntungan dari KLT 2 dimensi adalah:

1. Akan meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, yang nilai Rfnya juga hampir sama, karena digunakan kertas yang luas dan di elusi lebih lanjut dengan membaliknya 90o. 2. Karena digunakan 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda. 3. Memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak. 4. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan daat dihentikan kapan saja. 5. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi. Karena menggunakan teknik elusi lebih lanjut, maka hasil profil bisa lebih di optimasi pemisahannya.(46) Kerugian dari KLT dua dimensi yaitu pengerjaannya lama, dalam sekali pengerjaan hanya diperoleh satu senyawa atau analit pada lempeng yang dapat dianaisis campuran pelarut mempengaruhi hasil resolusi. (26) Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan resolusi, sensitifitas, kecepatan, reprosudibilitas dan selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi, Pengembangan kontinyu dan pengembangan gradient. (26)

II.1.10 Kromatografi Multieluen KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu adsorbi dan partisi tetapi yang membedakannya ada KLT 2 dimensi

didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal edangkan pada

multieluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang berkesinambungan dan menghasilkan hasil elusi berupa pita. (31) Pada multi eluen, pengembangan ini dilakukan dengan

menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Lempeng yang berisi analit dapat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang beisi fase gerak tertentu lalu komponen fase gerak selanjutnya ditambahkan seditik demi sedikit ke dalam bejana dan daduk sampai homogen. Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik kromatografi ini kurang begitu popular. (19) Pada multi eluen, kromatogram berulang kali dikembangkan di arah yang sama dan dengan demikian resolusi lengkap dari dua atau lebih zat dengan nilai Rf yang sangat serupa dapat diperoleh. Sebagai fase gerak, seseorang dapat menggunakan baik sistem pelarut yang sama atau sistem pelarut yang berbeda. Modifikasi yang sering digunakan dari teknik ini adalah prosedur yang bertahap, dimana perkembangan pertama berjalan jarak pendek dari satu detik. Pengembangan pertama dengan

fase gerak lebih polar memisahkan zat-zat yang lebih polar, sedangkan zat yang kurang polar bermigrasi dengan pelarut lainnya. Zat kurang polar kemudian dipisahkan dalam pengembangan kedua dengan fase gerak kurang polar. (43) Alternatif prosedur elusi selanjutnya dapat diubah: misalnya, sistem pelarut yang berbeda dapat dimanfaatkan dan pelarut diizinkan untuk bermigrasi ke diperluas secara berbeda. Penggunaan sekuensial dari serangkaian eluen dari perbedaan kekuatan elutropik dapat digunakan untuk pemisahan campuran polaritas. Tergantung pada sifat campuran baik seri meningkatkan atau menurunkan kekuatan pelarut dapat digunakan. Pendekatan terakhir ini disebut pembangunan bertahap. Kedua prosedur pengembangan melengkapi teknik gradien dan

menawarkan keuntungan sebagai berikut: Meningkatkan efisiensi karena memusatkan atau rekonsentrasi dari tempat analit pada masing-masing berjalan Deteksi ditingkatkan karena zona terpisah lebih kecil Pemisahan jangkauan yang lebih luas pada polaritas analit. (44) KLT 2 dimensi biasanya dikombinasikan dengan pengembangan multieluen agar memperoleh beberapa rute yang menjanjikan yang harus mengarah pada perbaikan nyata dalam kromatografi planar dalam waktu dekat. (41) Kromatografi multi eluen diperlukan sebelum fraksi aktif dapat terkonsentrasi ke keadaan kemurnian. Teknik lain seperti kromatografi

lapis tipis preparatif, kromatografi cair kinerja tinggi. Elektroporesis dan kristalisasi mungkin diperlukan pada tahap akhir isolasi senyawa murni. (46) Tabel data elutropic pelarut. (42)

Adanya proses partisi dikarenakan polaritas fase gerak. Polaritas fase gerak dipengaruhi oleh adanya tetapan dielektrik dari pelarut. Tetapan dielektrik adalah suatu tetapan yang menunjukkan kemampuan molekul mempolarisasikan dirinya atau kemampuan mengatur muatan listrik yang tedapat dalam molekulnya sendiri sedemikian rupa sehingga dapat mengarah pada menetralkan muatan-muatan listrik yang terdapat di sekitarnya. Dalam hal ini, kekuatan tarik menarik muatan yang belawanan akan sangat diperkecil bila medianya mempunyai tetapan dielektrik besar. (47)

II.1.11 Pemurnian Tidak ada cara unik untuk memisahkan campuran menjadi komponennya. Satu-satunya cara adalah menggunakan perbedaan sifat kimia dan fisika masing-masing komponen. Titik kritisnya dapat

menggunakan perbedaan sifat yang sangat kecil. (48) a. Filtrasi Filtrasi, yakni proses penyingkiran padatan dari cairan, adalah metoda pemurnian cairan dan larutan yang paling mendasar. Filtrasi tidak hanya digunakan dalam skala kecil di laboratorium tetapi juga di skala besar di unit pemurnian air. Kertas saring dan saringan digunakan untuk menyingkirkan padatan dari cairan atau larutan. Dengan mengatur ukuran mesh, ukuran partikel yang disingkirkan dapat dipilih. Biasanya filtrasi alami yang digunakan. Misalnya, sampel yang akan disaring dituangkan ke corong yang di dasarnya ditaruh kertas saring. Fraksi cairan melewati kertas saring dan padatan yang tinggal di atas kertas saring. Bila sampel cairan terlalu kental, filtrasi dengan penghisapan digunakan. Alat khusus untuk mempercepat filtrasi dengan memvakumkan penampung filtrat juga digunakan. Filtrasi dengan penghisapan tidak cocok bila cairannya adalah pelarut organik mudah menguap. Dalam kasus ini tekanan harus diberikan pada permukaan cairan atau larutan (filtrasi dengan tekanan). (48)

b. Adsorpsi Tidak mudah menyingkirkan partikel yang sangat sedikit dengan filtrasi sebab partikel semacam ini akan cenderung menyumbat

penyaringnya. Dalam kasus semacam ini direkomendasikan penggunaan penyaring yang secara selektif mengadsorbsi sejumlah kecil pengotor. Bantuan penyaring apapun akan bisa digunakan bila saringannya berpori, hidrofob atau solvofob dan memiliki kisi yang kaku. Celit, keramik diatom dan tanah liat teraktivasi sering digunakan. Karbon teraktivasi memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mengadsorbsi banyak senyawa organik dan sering digunakan untuk menyingkirkan zat yang berbau (dalam banyak kasus senyawa organik) dari udara atau air. Silika gel dapat mengadsorbsi air dan digunakan meluas sebagai desikan. Lapisan-lapisan penyaring dalam unit pengolah air terdiri atas lapisan-lapisan material. Lapisan penyaring yang mirip untuk penggunaan domestik sekarang dapat diperoleh secara komersial. (48) c. Rekristalisasi Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya (tidak perlu alat khusus) dan karena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan padatan.

Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan. Saran-saran yang bermanfaat diberikan di bawah ini. Saran untuk membantu rekristalisasi: 1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki

ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. 2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit, menggaruk dinding mungkin akan berguna. 3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. Kit a harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut polar. Bahkan bila

tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan kompleks antara pelarut-zat terlarut. 4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana. (48) Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (direfluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. (49) Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi dan rekristalisasi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (49) 1. 2. Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat kelarutannya. Titik didih pelarut harus dibawah titik lebur senyawa yang akan dikristalkan. 3. Titik didih pelarut yang rendah sangat menguntungkan saat pengeringan. 4. Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap senyawa yang akan dikristalkan atau direkristalisasi.

Dalam teknik ini, produk yang kotor mula-mula dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut panas (umumnya digunakan solven dimana produk tersebut kurang larut dibandingkan kotorannya). Jika larutan panas tersebut dibiarkan mendingin produk yang murni memisah dari campuran, meninggalkan kotoran dalam larutannya. Akhirnya Kristal-kristal dari produk disaring dari larutannya yang sudah dingin dan dikeringkan. Jumlah produk murni dapat diperoleh dengan cara ini tergantung dari kadar kotoran-kotoran dari kelarutannya. (5) d. Distilasi Distilasi adalah seni memisahkan dan pemurnian dengan

menggunakan perbedaan titik didih. Distilasi memiliki sejarah yang panjang dan asal distilasi dapat ditemukan di zaman kuno untuk mendapatkan ekstrak tumbuhan yang diperkirakan dapat merupakan sumber kehidupan. Teknik distilasi ditingkatkan ketika kondenser

(pendingin) diperkenalkan. Gin dan whisky, dengan konsentrasi alkohol yang tinggi, didapatkan dengan teknik yang disempurnakan ini.(48) Pemisahan campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi fraksional. Prinsip distilasi fraksional dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram titik didih-komposisi. Dalam gambar ini, kurva atas menggambarkan komposisi uap pada berbagai titik didih yang dinyatakan di ordinat, kurva bawahnya menyatakan komposisi cairan. Bila cairan dengan komposisi l2 dipanaskan, cairan akan mendidih pada b1.

Komposisi uap yang ada dalam kesetimbangan dengan cairan pada suhu b1 adalah v1. Uap ini akan mengembun bila didinginkan pada bagian lebih atas di kolom distilasi (Gambar 12.2), dan embunnya mengalir ke bawah kolom ke bagian yang lebih panas. Bagian ini akan mendidih lagi pada suhu b2 menghasilkan uap dengan komposisi v2. Uap ini akan mengembun menghasilkan cairan dengan komposisi l3. Jadi, dengan mengulang-ulang proses penguapan-pengembunan, komposisi uap betrubah dari v1 ke v2 dan akhirnya ke v3 untuk

mendapatkan konsentrasi komponen A yang lebih mudah menguap dengan konsentrasi yang tinggi. (48)

Gambar Diagram titik didih- komposisi larutan ideal campuran campuran A dan B. Bila perbedaan titik didih A dan B kecil, distilasi fraksional harus diulang-ulang untuk mendapatkan pemisahan yang lebih baik. Produksi

minyak bumi tidak lain adalah distilasi fraksional yang berlangsung dalam skala sangat besar.

e. Ekstraksi Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.

Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk

mendapatkan kembali fenolnya. Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air,

pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. (48)

II.2

Uraian Sampel

II.2.1 Klasifikasi Domain Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eukariota : Animalia : Porifera : Demospongiae : Hadromerida : Tethyidae : Aaptos : Aaptos sp. (50)

II.2.2 Kandungan Senyawa Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak. (32)

II.2.3 Morfologi Jenis spons ini mempunyai rangka yang menyebar dengan 3 ukuran kategori seperti berbentuk kecil, berdinding tebal, atau tidak mikrosklera. Spons ini seperti kerang yang besar dengan permukaan alasnya seperti akar yang memiliki tonjolan, reproduksinya aseksual dan teksturnya halus dan licin. (50)

II.2.4 Kegunaan Menurut Souza et al (2007), senyawa 4-metilaaptamin yang diisolasi dari spons Aaptos aaptos dapat menghambat infeksi Herpes Simplex Virus-1 (HSV-1). Nakamura et al. (1987) menemukan 2 senyawa baru golongan alkaloid dari spons Aaptos aaptos yang berasal dari perairan Okinawa yaitu dimetilaaptamin dan dimetil(oksi) aaptamin yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antimikrobial. Laporan lain menyebutkan bahwa isoaaptamin dari Aaptos memiliki aktivitas untuk mencegah infeksi Staphylococcus aureus dengan menghambat enzim sortase A (SrtA) (Jang et al., 2007). (50)

II.2.5 Data Ekologi Aaptos sp. banyak tumbuh di daerah perairan karang dangkal dan laguna. (50)

II.3 Uraian Bahan 1. Air Suling (11) Nama Resmi : Aqua Destillata Nama Lain RM/BM Pemerian : Air Suling : H2O/ 18,02 : Cairan jernih ; tidak berwarna ; tidak berbau; tidak mempunyai rasa Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik Penggunaan : untuk mencuci sampel

2. Metanol (11) Nama Resmi : Metanol Pemerian Kelarutan : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas : Dapat bercampur dengan airm membentuk cairan jernih tidak berwarna Penggunaan : sebagai cairan penyari pada ekstraksi dengan metode maserasi dan juga sebagai eluen

3. Heksan (11) Nama Resmi : Heksana Pemerian : Berupa cairan tidak berwarna, stabil, sangat mudah terbakar Penggunaan : sebagai cairan penyari pada saat partisi metode ekstraksi padat-cair dan juga sebagai eluen

4. Etil Asetat (11) Nama Resmi : Etil Asetat Pemerian : Cairan, tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P dan dengan eter P Penggunaan : sebagai eluen

5. Butanol (11) Nama Resmi : Butanol Pemerian Kelarutan : Cairan jernih ; tidak berwarna : Larut dalam 11 bagian air pada suhu 15,5

Penggunaan: sebagai pelarut

6. Asam Sulfat (11) Nama Resmi : Acidum Sulfuricum Nama Lain RM/BM Pemerian : Asam Sulfat : H2SO4 / 98,07 : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat Penggunaan : pereaksi dalam penampakan noda dan bahan reagen liebermann buchard

7. Etanol (11) Nama Resmi Nama Lain Pemerian : Alkohol, etanol : Air suling, aquadest : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam chloroform P, dan dalam etet P.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

Kegunaan

: untuk sortasi basah

8. Bismut Subnitrat (11) Nama Resmi Nama Lain Pemerian : Bismut subnitras : Bismut Subnitrat : Serbuk hablur renik, putih, tidak berbau, tidak berasa, berat. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan pelarut organik, larut sempurna dalam asam klorida P dan asam nitrat P. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya Kegunaan : bahan reagen dragendorf

9. KI (11) Nama Resmi Nama Lain RM Pemerian : Kalium Iodidum : Kalium Iodida : KI/166,00 : Hablur heksahedral, transparan tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran putih, higroskopik.

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%)P, sangat mudah larut dalam gliserol P.

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup baik : bahan reagen dragendorf, meyer

10. Iodin (11) Nama Resmi Nama Lain RM/ BM Pemerian : Iodum : Iodin : I/126,91 : keping atau putih, berat mengkilap, seperti logam, hitam kelabu, bau khas. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 3500 bagian air. Dalam 13 bagian etanol (95%)P dan lebih kurang 80 bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 4 bagian karbondisulfida P, dan larut dalam kloroform P. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat : bahan reagen wagner, meyer

11. Asam Asetat anhidrat (11) Nama Resmi Nama Lain : Acidum Asetat : Asam Asetat

RM Pemerian

: CH3COOH : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam, tajam

Kelarutan

: dapat bercampur dengan air, dengan etanol 95%P dan dengan gliserol P.

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup rapat : bahan reagen liebermann buchard

DAFTAR PUSTAKA

1.

Munifa, I.;Wikanta, T. dan Nursid, M., 2008, Spons:biota laut penghasil senyawa bioaktif yang potensial, Laboratorium Bioteknologi Kelautan, Pusat Riset Pengolahan Produk dan SosialEkonomi Kelautan dan Perikanan. Bergquist, P.R., 1978, Sponges, Hutchinson and Company, London Hooper, J.N.A., 2002, Sponguide: guide to spons collection and identification, Queensland Museum, South Brisbane. Tim Penyusun. 2011. Jurnal Ilmiah Institut Pertanian Bogor. Bogor : IPB Live Journal Alam, Gemini, dkk. 2011. Penuntun Pratikum Senyawa Bioaktif. Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Rahim, Abdul, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fitokimia. Makassar : Universitas Hasanuddin. Anonim. 2010. Simplisia. Diakses dari www.penyiapan sampel/jufriprabu.com. Diakses tanggal 10 Mei 2011 Anonim. 2010. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat. Diakses dari http://balittro.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 14 November 2011 Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Depkes RI

2. 3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10. Anonim.1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Depkes RI 11. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta : Depkes RI 12. Ditjen POM. 1986. Sediaan Kesehatan Republik Indonesia Galenik. Jakarta: Departemen

13. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : UGM Press 14. Anonim. 2010. Prinsip Ekstraksi. Diakses dari www.ekstraksi.com. Diakses tanggal 9 Mei 2011

15. Anonim. 2009. Ekstraksi. Diakses dari www.wiropharmacy kuliah/ekstraksi.com. Diakses tanggal 10 Mei 2011 16. Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. Phiadelphia : Lea &Febiger.187 188. 17. Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit Andi 18. Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta : Graha Ilmu. 19. Gandjar, Ibnu Gholib. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 20. Roth, Hermann J. 1998. Analisis Farmasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press 21. Johnson, Edward. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB 22. Soediro. I., dkk. 1986. Kromatografi Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak Tanaman. Acta Pharmaceutica Indonesia. 23. Adriana, Renalitha Devri. 2009. Skripsi : Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Non Polar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga. Surakarta : Universitas Muhammadiah Fakultas Farmasi 24. Conners.A.K. Pharmaceutical Analysis Solvent Extraction. 25. Kisman, Sastro ,ddk .1994. Analisis Farmasi. Cet. 2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 26. Meronda, G.Rahmah. 2008. Kromatografi, Makalah. Makassar : FFUH. Dikutip dari Kromatografi Makalah journal. 27. Anonim. 2007. Kromatografi Kolom. Diakses dari http://www.chem-istry.org. Diakses tanggal 14 November 2011 28. Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB. Pengantar

29. K. Hostettmann, M. Hostettmann, A. Marston. 1995. Kromatografi Preparatif. Bandung : Penerbit ITB.

Cara

30. Saad, Muh. 2009. Skripsi : Uji Aktivitas Penangkap Radikal Isolat A & B Fraksi IV Ekstrak Etanol Daun Dewandru dengan Metode DPPH. Surakarta : FF UNISMUH 31. Smith, R.M, dkk. Thin Layer Chromatography : A Modern Practical Approach. United Kingdom :Royal Society of Chemistry 32. Anton Timur, 2008, Makalah: Peran Ilmu Kelautan dalam Pembangunan Indonesia, Potensi Obat dari Laut Nusantara, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. 33. Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Padmawinata, K., ed. Ke-6, ITB, Bandung. Tumbuhan Tinggi,

34. Arifin, A., 1985, Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta. 35. Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua, a.b: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro, ITB Bandung. 36. Lenny, S., 2006, Senyawa Terpenoida dan Steroida, Universitas Sumatera Utara, Medan. 37. Saud, Mulz. 2009. Skripsi Uji Aktivits Penangkap Radikal Isolat A&B Fraksi IV Ekstrak Etanol Daun Dewandu dengan Metode DPPH. Surakarta : FF Universitas Muhammadiah Surakarta 38. Stahl, E., Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik, terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1985, 3-18. 39. Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling, Pengantar Kromatografi , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1991, 5-9. 40. Khopar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. 41. Mondello, Luigi, et al. 2002. Multidimensional Chromatography. Italy : John Wiley&Sons Ltd. 42. Wilson, Ian D. 2009. Handbook of Methods and Instrumentation in Separation Science. New York : L Elsevier Ltd

43. Heftmann, E. 1983. Journal of Chromatography Library Volume 22A. New York : L Elsevier Ltd 44. Braithwaite, A and Smith, F.J. 1999. Chromatographic Methods. Netherlands : Kluwer Academic Publishers 45. Anonim. Kromatografi Lapis Tipis. Diakses dari http://lansida.com/2010/06/klt-kromatografi-lapis-tipis-tlcthin.html. Diakses pada tanggal 30 November 2011 :

46. Bhakuni and Rawat. 2005. Bioactive Marine Natural Products. New Delhi : Anamaya Publisher 47. Hartati, Indah. 2010. Isolasi Alkaloid dari Tepung Gadung dengan Teknik Ekstraksi Berbantu Gelombang Mikro. Semarang : Undip 48. Takeuchi Yoshito. 2009. Pemurnian. Diakses dari http://www.chemis-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/pemurnian-material/metodapemisahan-standar/. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011 49. Atmojo, Susilo Tri. 2011. Proses Rekristalisasi. Diakses dari http://chemistry35.com/2011/08/proses_rekristalisasi.html. Diakses tanggal 4 Desember 2011 50. Proksch, P., 2005, Isolation and Structure Elucidation of Secondary Metabolites from Marine Spons and a Marine-derived Fungus, Dsseldorf.

Anda mungkin juga menyukai