Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA Oleh: Diyah Retno

Palupi A. Pendahuluan Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/ karakter seorang siswa. Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter siswa yang lurus dan terarah. Pembinaan mental yang baik pada akhirnya akan bermuara pada kebaikan di kehidupan yang akan datang. Kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan persoalan-persoalan yang rumit. Dengan berbekal pendidikan yang baik, maka siswa akan mempunyai mental/ karakter yang kuat, dan mempunyai pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang luas bisa diperoleh dari bangku sekolah. Di sekolah anak-anak akan memperoleh ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru-guru mereka. Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran (role playing) diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Dalam bermain drama, memerlukan cara/ strategi untuk mengajarkan. Strategi yang cocok untuk meningkatkan keterampilan bermain drama adalah strategi bermain peran (role playing). B. Rumusan masalah Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah: 1. bagaimana penerapan strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan kemampuan apresiasi drama? 2. bagaimana perencanaan pembelajaran apresiasi drama menggunakan strategi bermain peran (role playing)? 3. kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi pada penerapan strategi bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama? 4. bagaimana mengatasi kendala-kendala penerapan strategi bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama?

C. Strategi Pembelajaran Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi sangat penting untuk memperlancar tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan bergantung pada pendekatan pembelajaran yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi tersebut dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Menurut Kemp, 1995 (dalam Wina Sanjaya: 294) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pada dasarnya strategi menunjuk sebuah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain strategi adalah A plan of operation achieving omething. (Wina Sanjaya, 2008: 295). Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Menurut Wijianta strategi pembelajaran dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) strategi langsung (direct instruction), (2) strategi tidak langsung (indirect), (3) strategi interaktif (interactive), (4) strategi melalui pengalaman (experimental), dan (5) strategi mandiri (independent). 1. Strategi pembelajaran langsung (direct instruction) Strategi ini berpusat pada guru dan paling sering digunakan. Dalam strategi ini termasuk di dalamnya adalah metode-metode ceramah, pertanyaan didaktif, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Strategi ini efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah. 2. Strategi pembelajaran tidak langsung (Indirect Instruction) Strategi ini memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, dan pembentukan hipotesis. Peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung dan sumber personal. Guru memberikan umpan balik kepada siswa ketika melakukan inkuiri. Strategi ini mengisyaratkan digunakannya bahan-bahan cetak dan sumber-sumber manusia. 3. Strategi pembelajaran interaktif (interactive Instruction) Merujuk pada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Strategi ini dikembangkan dalam rentang pengelompokkan dan metode-metode interaktif. Di dalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, atau pengerjaan tugas kelompok dan kerjasama siswa secara berpasangan. 4. Strategi belajar melalui pengalaman (Experiental Learning) Menggunakan bentuk induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas. Penekanan dalam strategi ini adalah proses belajar, bukan hasil belajar. 5. Strategi belajar Mandiri ( Independent Study )

Strategi ini merujuk pada penggunaan metode-metode pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri, dan perbaikan diri. Fokus strategi ini adalah merencanakan belajar mandiri siswa di bawah bimbingan dan supervise dari guru. http: //johnherf.wordpress.com/2007/03/13/peran-guru-sdmenyikapi-ktsp/.). Menurut (Masnur Muslich, 2007: 67) strategi pembelajaran meliputi aspek yang lebih luas daripada metode pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola piker guru dalam mengajar. Dalam mengembangkan strategi pembelajaran paling tidak guru perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: bagaimana mengaktifkan siswa, bagaimana siswa membangun peta konsep, bagaimana mengumpulkan informasi dengan stimulus pertanyaan efektif, bagaimana menggali informasi dari media cetak, bagaimana membandingkan dan mensintesakan informasi, bagaimana mengamati kerja siswa secara aktif, serta bagaimana melakukan kerja praktik. D. Strategi Pembelajaran Drama Strategi pembelajaran drama berkaitan dengan dua hal yaitu (1) strategi pembelajaran teks drama dan (2) strategi pembelajaran drama pentas. Strategi pembelajaran teks drama yang diuraikan meliputi: (a) strategi stratta, (b) strategi analisis, (c) role playing (bermain peran), (d) sosio drama dan (e) simulasi. Strategi pembelajaran drama pentas meliputi: (a) pementasan drama di kelas dan, (b) pementasan drama oleh teater sekolah (Herman J. Waluyo, 2008: 186). Strategi yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi drama di sini adalah salah satu strategi pembelajaran teks drama, yaitu bermain peran (role playing). Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Strategi Role Playing (bermain peran) termasuk metode pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kisah kehidupan nyata sehari-hari (bukan imajinatif).Role Playing dan sosiodrama merupakan langkah awal dalam pengajaran drama. Dalam Role playing dan sosiodrama ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Ada sepuluh hal yang dikemukakan oleh Torrance, 1976 (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 189), yaitu sebagai berikut: 1) Jika mengadakan role playing, hendaknya dapat mencoba peranan dari situasi, jadi orangnya. Aktivitas ini jangan digunakan sebagai terapi. 2) Tujuannya harus bersifat pendidikan, bukan memiliki hiburan. 3) Jangan buru-buru, siswa harus mempunyai kesempatan untuk mengikuti peranannya dan situasi kedalaman dan meliputi beberapa aspek. 4) Problem dan konflik hendaknya berhubungan dengan hal yang akan digunakan siswa, dan berkenaan dengan hal yang akan digunakan siswa. 5) Situasi hendaknya tepat dengan tingkat daya tarik siswa dan kematangannya. 6) Perasaan yang kompleks tidak boleh secara mudah diubah. 7) Fokus dari usaha kelompok ditujukan untuk mencoba cara yang dapat ditempuh untuk mengelola kelakuan seefektif mungkin. 8) Situasi hendaknya bersifat open ended. 9) Tekanan juga ditujukan untuk membantu siswa belajar berfikir untuk mereka sendiri. 10)Situasi dan respon dari actor berkembang. Jangan bicara terlalu banyak untuk diri sendiri. Shaffel

dan Shaffel, 1967 (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 196) menyebutkan ada Sembilan langkah dalam role playing, yaitu: (1) memotivasi kelompok; (2) memilih pemeran ( casting ); (3) menyiapkan pengamat; (4) menyiapkan tahap-tahap peran; (5) pemeranan (pentas di depan kelas); (6) diskusi dan evaluasi I (spontanitas) ; (7) pemeranan (pentas) ulang; (8) diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah, dan (9) membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. Unsur sampingan yang dapat dicapai melalui role playing adalah: (1) analisis nilai dan perilaku pribadi, (2) pemecahan masalah, (3) empati terhadap orang lain, (4) masalah social dan nilai; dan (5) kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Pada pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik. Hakekat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1) mengeksplorasi perasaannya; (2) memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara. Pembelajaran partisipatif memiliki prinsip tersendiri dalam kegiatan belajar dan kegiatan pembelajaran. Prinsip dalam kegiatan belajar adalah bahwa peserta didik memiliki kebutuhan belajar, memahami teknik belajar, dan berperilaku belajar. Prinsip dalam kegiatan membelajarkan bahwa pendidik menguasai metode dan teknik pembelajaran, memaham materi atau bahan belajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan berperilaku membelajarkan peserta didik. Prinsip-prinsip tersebut dijabarkan dalam langkah operasional kegiatan pembelajaran, sebagai wujud interaksi dukasi antara pendidik dengan peserta didik dan/atau antar peserta didik. Pendidik berperan untuk memotivasi, menunjukkan, dan membimbing peserta didik supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar. Seangkan peserta didik berperan untuk mempelajari, mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya. Penerapan metode role palaying (bermain peran) adalah metode yang cocok untuk pembelajaran apresiasi drama. Karena dengan metode role playing (bermain peran), pembelajaran apresiasi drama akan dapat dilaksanakan dengan baik. E. Pembelajaran Apresiasi Drama Menurut Moody (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 197) pengajaran sastra membekali para siswa dengan empat keterampilan, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran sastra khususnya drama merupakan perpaduan antara

keempat keterampilan tersebut. Pembelajaran apresiasi drama memang lebih menekankan pada keterampilan berbicara, tetapi tidak tertutup kemungkinan, bahwa mendengar (pada menyimak pementasan drama), membaca (berlatih dialog/ naskah drama), dan menulis (menulis tekas drama/ scenario). Jadi, keempatempatnya saling berkaitan. Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Apresiasi menurut Grove (dalam Aminudin, 1991: 34) memberikan pengertian bahwa (1) pengenalan melalui perasaan tau kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi melibatkan tiga unsur inti yakni: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluative, Squire dan Taba (dalam Aminudin, 1991: 34). Aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan, keterlibatan intelegensi pembaca dalam memahami unsure-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Aspek emotif berkaitan dengan unsure psikis, keterlibatan unsure emosi pembaca atau penikmat dalam upaya menghayati unsure-unsur karya sastra yang ditonton/ dilihat. Aspek emotif ini sangat berperanan sekali dalam memhami unsure-unsur secara subjektif. Sedangkan aspek evaluatif berkaitan dengan sebuah penilaian terhadap suatu karya sastra yang dibaca dan dilihat. Penilaian sebuah karya sastra itu bisa dilaksanakan apabila dia sudah membaca atau menonton dalam hal ini sebuah pementasan drama. Baik buruknya sebuah pementasan drama bergantung pada bagaimana unsure-unsur pendukung dalam drama dapat berperan secara pas sesuai dengan karakter masing-masing tokoh. Drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni lakon. Teknik penulisan teks drama berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja. Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu: gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa. Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teksteks lainnya di luar unsur sastra, seperti: teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media massa, esai, dan lain-lain. Baik drama sebagai karya sastra maupun sebagai bagian dari kelengkapan teater, teks drama selalu mengarah pada pementasan. Hal inilah yang membedakan genre sastra drama dengan genre sastra puisi maupun prosa fiksi. Arah terhadap pementasan itu menyebabkan drama identik dengan pementasan. Berdasarkan pembelajaran yang ditawarkan, guru dapat merancang pembelajaran drama yang mengajak siswa beraktivitas dengan kegiatan drama. Misalnya, guru akan melaksanakan pembelajaran menulis pengalaman yang manarik dalam bentuk drama. Untuk menulis naskah drama tentunya diperlukan pemahaman tentang unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama. Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk, yaitu adanya alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan (sarana). Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika, yaitu bahasa serta dialog yang digunakan sesuai dengan lingkungan sosial, watak yang diemban tokoh, serta amanat yang disampaikan melalui dialogdialog yang dikemukakan. Fungsi pengajaran sastra menurut Situmorang (1983: 25) adalah penciptaan watak/ karakter, yaitu untuk

menanamkan rasa cinta sastra, sehingga setelah dewasa anak didik akan dewasa pula dalam kegemaran, kemampuan apresiasi, dan penilaian terhadap hasil-hasil sastra. F. Langkah-langkah penerapan bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama 1. 2. 3. 4. 5. Guru menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan; Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM; Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai; Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; 6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan; 7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas; 8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum; 10. Evaluasi; 11. Penutup; http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif2/ G. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi drama dengan strategi bermain peran (role playing) dan cara mengatasinya 1. Segi waktu Waktu yang dibutuhkan dalam pembelajarn apresiasi drama dengan strategi ini lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. Apalagi bagi siswa yang masih awam tentang bermain peran/ drama. Mereka membutuhkan waktu untuk menghafalkan dialog-dialog teks drama yang akan diperankan; 2. Materi/ bahan Materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran ini masih sangat terbatas. Di perpustakaan sekolah buku-buku, majalah, yang ada hubungannya dengan pembelajaran apresiasi drama masih sedikit. Hal ini sangat menghambat kelancaran proses pembelajaran apresiasi drama; 3. Guru, kurangnya pengetahuan guru tentang drama, sehingga pembelajaran drama menjadi tidak menarik. Bahkan cenderung terkesan diabaikan, hanya sekedar teori. Sedangkan pelaksanaan/ praktek bermain drama masih sangat kurang;

4. Siswa, siswa kurang memahami tentang bermain drama. Kurangnya keberanian dalam memerankan seorang tokoh. Mereka masih cenderung menghafalkan saja, sehingga penjiwaannya kurang. Kendala-kendala tersebut bias diatasi dengan cara: (1) dengan menambah alokasi waktu di luar jam pelajaran, sehingga menjadi kegiatan ekstrakurikuler; (2) dengan melengkapi koleksi buku-buku, majalah, teks drama, di perpustakaan; (3) dengan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi guru tentang pembelajaran apresiasi drama yang kreatif dan menyenangkan; (4) dengan melatih keberanian siswa dengan cara sering mengadakan pentas drama meskipun paling sederhana, misalnya tiap akhir semester atau tiap akhir tahun pelajaran. H. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan makalh adalah: 1. Penggunaan strategi bermain peran (role playing) dalam pembelajaran apresiasi drama sangat cocok digunakan. Karena dengan strategi ini siswa diharapkan dapat memerankan masing-masing tokoh dalam drama dengan sebaik-baiknya. 2. Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing), antara lain: (1) Guru menyusun/ menyiapkan skenario yang akan ditampilkan; (2) Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM; (3) Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang; (4)Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai;(5) Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan; (6) Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan; (7) Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas; (8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya; (9) Guru memberikan kesimpulan secara umum; (10) Evaluasi; (11) Penutup; 3. c. Kendala-kendal yang dihadapi dalam penerapan strategi pembelajaran bermain peran (role playing), antara lain: waktu, materi/ bahan, kemampuan guru, dan kesiapan siswa. Keempat kendala tersebut bias diatasi dengan menambah alokasi waktu di luar jam pelajaran, melengkapi materi (buku-buku, majala-majalah, teks-teks drama, dll di perpustakaan), mempersiapkan guru dengan baik, misalnya dengan pelatihan-pelatihan tentang apresiasi drama), melatih siswa dengan baik dan sering mengadakan pentas. 2. Saran Saran bagi guru bahasa khususnya dan guru lain pada umumnya, agar terus belajar mengembangkan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai. Agar dalam pembelajaran (khususnya drama) menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Sehngga

tercipta suasana pembelajaran yang tidak membosankan.masih banyak strategi dan cara untuk mengajarkan materi pelajaran yang sesuai. Semua tergantung kita sebagai guru, agar pandaipandai memilih strategi yang cocok. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Sudrajat. 2008. Model Pembelajaran Inovatif http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif-2/ (Diunduh, Selasa, 22 Juni 2010 pukul 23.00). Herman J. Waluyo. 2008. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya. John Herf. 2007. Peran Guru SD dalam menyikapi KTSP http: //johnherf.wordpress.com/2007/03/13/peran-guru-sd-menyikapi-ktsp/.). (Diunduh Rabu, 23 Juni 2010 pukul 03.00) Masnur Muslich. 2007. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: PN. Bumi Aksara. Situmorang. B.P. 1983. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Ende Flores NTT: Nusa Indah. Suminto A. Sayuti. 2008. Pengajran Sastra yang Menyebalkan dan KTSP (Makalah) disajikan dalam lokakarya Apresiasi Sastra daerah di Bogor. Tanggal 12-16 Agustus.

Anda mungkin juga menyukai