Anda di halaman 1dari 7

Fisiologi Reproduksi Pria Oleh Shabrina Narasati, 0906639934

Fungsi reproduksi penting pada pria adalah (1) pembentukan sprema (spermatogenesis) dan (2) penyaluran sperma pada wanita. Sistem reproduksi pada pria dan wanita dirancang untuk memungkinkan penyatuan bahan genetik dari kedua mitra seksual, penting untuk kelangsungan hidup spesies, dan memiliki dampak besar pada kehidupan seseorang. A. Spermatogenesis dan Spermiogenesis Spermatogenesis mencakup semua peristiwa yang berlangsung pada saat spermatogonia berubah menjadi spermatozoa. Pada pria, diferensiasi sel benih primordial dimulai pada masa pubertas. Spermatogenesis pada manusia berlangsung selama 65-75 hari dari spermatogonium hingga sperma matur, dan pada satu waktu, tiap tubulus seminiferus sedang melakukan tahap spermatogenesis yang berbeda. Karena itulah sperma dapat dihasilkan tiap hari. Diawali dari spermatogonia (stem cell-diploid) yang berada di dekat membran basal tubulus seminiferus bermitosis, dan menembus tight junction dari sawar darah testis. Sebagian sel yang telah bermitosis tetap tinggal pada tempatnya semula. Kemudian spermatogonia berdiferensiasi menjadi spermatosit primer (masih diploid). Kemudian spermatosit primer akan mengalami meiosis I menjadi 2 spermatosit sekunder (haploid), lalu dilanjutkan dengan meiosis II, masing-masing menjadi 2 spermatid.1,2 Keunikan yang terjadi pada spermatogenesis adalah ketidaksempurnaan proses sitokinesis dari proses mitosis, membuat sel-sel tetap berhubungan dalam jembatan sitoplasma. Hal ini penting memungkinkan perpindahan sitoplasma. Hal ini dikarenakan kromosom X memiliki gen yang mengkode produk sel yang penting bagi perkembangan sperma, sedangkan kromosom Y tidak. 1,2 Tahap terakhir adalah spermiogenesis. Merupakan serangkaian perubahan yang menimbulkan transformasi spermatid menjadi spermatozoa. Perubahan ini meliputi: (a) Pembentukan akrosom yang menutupi setengah permukaan inti; (b) kondensasi inti; (c) pembentukan leher, bagian tengah, dan ekor; dan (d) meluruhkan sebagian besar sitoplasma. 3 Spermatid akan berubah menjadi spermatozoon yang memiliki tiga bagian: kepala, bagian tengah, dan ekor. Bagian kepala memiliki lapisan akrosom, lapisan enzim yang digunakan sebagai bor enzim untuk penetrasi ke dalam ovum. Akrosom dibentuk dari agregasi vesikel dari retikulum endoplasma sebelum hilang. Ekor dari spermatozoon, berfungsi untuk mobilisasi, mendapatkan energi dari mitokondria yang terkonsentrasi pada bagian tengah. Pada akhirnya, sperma akan terlepas dari hubungannya dengan sel Sertoli (spermiasi) dan memasuki lumen tubulus. Pada titik ini, sperma belum dapat berenang. 1,2

TYPE THE DOCUMENT TITLE 1

Gambar 1. Spermatogenesis

Gambar. 2 Tahapan-tahapan penting dari transformasi spermatid menjadi spermatozoa.3

Gambar 3. Sperma Sel Sertoli yang terdekat dengan membran basal menciptakan sawar darah testis yang menghalangi substansi darah langsung masuk ke dalam lumen tubulus seminiferus, sehingga menciptakan kompisisi yang unik dari cairan dalam tubulus. Sekret ini juga yang akan mendorong sperma dari tubulus ke epididimis. Selain itu, sawar darah ini berfungsi untuk mencegah pembentukan antibodi pada spermatozoa. Sel Sertoli juga berfungsi untuk memberi nutrisi pada sel sperma yang berkembang dengan mengubah glukosa menjadi laktat, karena sel sperma menggunakan laktat sebagai sumber energi. Androgen-binding protein merupakan

[Type text]

struktur penting yang dimiliki sel sertoli, yang berfungsi untuk menahan testosteron agar tidak terbuang dari lumen tubulus karena testosteron dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dalam testis untuk produksi sperma. Sel Sertoli adalah kontrol spermatogenesis yang diatur oleh testosteron dan FSH. Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin, yang merupakan feedback negatif untuk FSH.1 B. Pengaturan Hormon Testis dikontrol oleh LH (Luteinizing hormone) dan FSH (follicle stimulating hormone), yang kerjanya mengaktifkan cAMP pada gonad. LH bekerja pada sel Leydig, mengatur sekresi testosteron. FSH bekerja pada sel Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis. Sekresi FSH dan LH distimulasi oleh GnRH (Gonadotropin releasing hormone) hipotalamus. 1 Testosteron dan inhibin mempengaruhi sekresi LH dan FSH. Testosteron memiliki feedback negative terhadap sekresi LH dalam dua cara: mengurangi pelepasan GnRH oleh hipotalamus dan secara langsung mengurangi produksi LH pada hipofisis. Maka, efek testosterone lebih besar pada penghambatan pelepasan LH daripada FSH yang hanya dihambat oleh inhibin secara langsung pada hipofisis. 1
Gambar 4: Pengaturan hormonreproduksi pria TSH dan testosteron berperan dalam mengontrol 1 spermatogenesis dengan bekerja pada sel sertoli. Testosteron bekerja pada saat mitosis dan meiosis, sedangkan FSH bekerja saat remodeling spermatid. Testosteron disintesis dari kolesterol di testis. Karena merupakan hormon yang lipid-soluble, hormo in ilangsung berdifusi keluar dari sel Leydig ke interstitial dan darah. Pada genitalia eksterna dan prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT). 1

GnRH pada pubertas Testosteron telah disekresi testis sejak fetus, menyebabkan maskulinisasi sistem reproduksi, Namun setelah lahir, testis akan dorman hingga masa pubertas. Masa pre-pubertas penting untuk mempersiapkan fisik untuk reproduksi. Selama pre-pubertas, LH dan FSH tidak disekresi adekuat untuk menstimulasi aktivitas testis. Selain itu, aktivitas GnRH juga diinhibisi selama pre-pubertas. 1 Pubertas (usia 8-12 tahun) dimulai dengan sekresi GnRH (banyak pada malam hari), menyebabkan kenaikan level testosteron yang menyebabkan munculnya karakteristik sex sekunder. Faktor yang menginisiasi pubertas belum diketahui secara jelas. Beberapa teori mengarah pada peran hormon Melatonin yang memiliki efek antigonaditropic. Melatonin disekresi berdasarkan ekspos terhadap cahaya. Cahaya yang masuk ke mata menginhibisi jaras saraf yang mengatur sekresi melatonin. 1

TYPE THE DOCUMENT TITLE 3

C. Duktus dan Organ Asesoris Pada Reproduksi Pria Tekanan yang diberikan oleh cairan dari sel Sertoli menekan sperma ke arah rete testis, kemudian ke duktus efferent yang berstruktur coiled, dan akhirnya ke Epididimis. Epididimis merupakan saluran berbentuk koma sepanjang 4 cm yang berfungsi untu maturasi sel sperma. Dalam duktus ini banyak terdapat pembuluh darah dan saraf yang terdapat pada lapisan otot dan jaringan ikatnya. Di bagian inilah sperma mendapatkan kemampuan motilitas dan fertilisasi (14 hari). Proses maturasi sperma ini distimulasi testosteron. Kemampuan sperma untuk fertilisasi dinaikkan dengan ekspos terhadap defense, protein yang dihasilkan epididimis yang fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan sperma dari mikroorganisme. Nantinya kemampuan fertilisasi ini juga dinaikkan oleh secret dari reproduksi wanita.1,2 Kontraksi otot dari epididimis berfungsi sebagai pendorong sperma ke vas deferens. Sperma yang tidak diejakulasi dapat bertahan selama beberapa bulan dan akan direabsorbsi bila telah mencapai waktu tertentu. Duktus (Vas) deferens mengalirkan sperma selama ada dorongan seksual ke uretra dengan gerakan peristaltik. Fungsi penyimpanannya hampir sama dengan epididimis. Dalam duktus deferens, sperma inaktif sehingga kebutuhan energinya relatif kecil. 1,2 Kelenjar asesoris yang terdapat pada reproduksi pria antara lain adalah Vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra. Vesikula seminalis memberikan sebesar 60% volume semen. Isi dari volume ini antara lain fruktosa, yang merupakan sumber energi sperma yang diejakulasi; prostaglandin, yang memicu kontraksi otot pada reproduksi pria maupun wanita; Fibrinogen yang berfungsi untuk menggumpalkan semen agar tetap berada dalam vagina pada saat penis ditarik keluar. Gumpalan ini nantinya akan dihancurkan oleh Prostatespecific antigem (PSA). 1,2 Kelenjar prostat menyekresi cairan alkaline untuk menetralisasi sekret vaginal yang asam, karena sperma lebih aktif berada dalam lingkungan yang agak basa. Juga terdapat secret yang memicu penggumpalan sperma. Kelenjar bulbouretra menyekresikan substansi mucus untuk lubrikasi selama hubungan seksual. 1,2 D. Aksi Seksual Pria4,5 Rangsangan Saraf untuk Kinerja Aksi Seksual Pria Sumber sinyal saraf sensoris yang paling penting untuk memulai aksi seksual pria adalah glans penis. Glans penis berisi saraf-saraf yang meneruskan rangsangan yang disebut sensasi seksual ke sistem saraf pusat. Aksi gesekan yang terjadi saat hubungan seksual yang merangsang glans penis dan sensasi seksual tersebut menjalar melalui saraf pudendus, kemudian melalui pleksus sakralis ke dalam bagian sakral dari medula spinalis, dan akhirnya sampai di daerah yang belum diidentifikasi dari otak. Impuls dapat juga masuk ke medula spinalis dari daerah yang berdekatan dengan penis untuk membantu merangsang aksi seksual. Contohnya, rangsang pada epitel anus, skrotum, dan struktur perineum secara umum dapat mengirim sinyal ke medula yang akan meningkatkan sensasi seksual. Sensasi seksual bahkan dapat berasal dari struktur internal seperti di area

[Type text]

uretra, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, testis, dan vas deferens. Selain itu faktor yang dapat merangsang sensasi seksual adalah pengisian organ seksual dengan sekret. Infeksi ringan dan inflamasi pada organ seksual terkadang menyebabkan hasrat seksual yang terus menerus, dan beberapa obat afrodisiak seperti cantharidin dapat meningkatkan hasrat seksual dengan mengiritasi kandung kemih dan mukosa uretra. Unsur Psikis Rangsangan Seksual Pria Rangsangan psikis yang sesuai dapat sangat meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan seksual. Hanya dengan memikirkan pikiran-pikiran seksual atau bahkan dengan berkhayal sedang melakukan hubungan seksual dapat memicu terjadinya aksi seksual pria dan menyebabkan ejakulasi. Bahkan, emisi nokturnal selama mimpi terjadi pada banyak pria selama beberapa tahap kehidupan seksual, terutama pada usia remaja. Integrasi Aksi Seksual Pria di Medula Spinalis Walaupun faktor psikis biasanya berperan penting pada aksi seksual pria (memacu atau menghambat), fungsi otak mungkin tidak terlalu berperan. Terbukti pada hewan dan terkadang manusia yang medula spinalis bagian lumbal dipotong menimbulkan ejakulasi. Aksi seksual pria dihasilkan dari mekanisme refleks yang sudah terintegrasi di medula spinalis sakralis dan lumbalis. Mekanisme ini dirangsang baik oleh rangsangan psikis dari otak atau rangsangan seksual yang nyata dari organ seksual, tapi biasanya berupa kombinasi dari keduanya. Tahap-tahap Aksi Seksual Pria 1. Ereksi Penis (Peran Saraf Simpatis) Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari rangsangan seksual pria dan derajat ereksi sebanding dengan derajat rangsangan, baik rangsangan psikis maupun fisik. Ereksi disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis yang menjalar dari bagian sakral medula spinalis melalui sarafsaraf pelvis ke penis. Berlawanan dengan sebagian besar serabut saraf parasimpatis lainnya, serabut parasimpatis ini diyakini melepas nitiric oxide dan vasoactive intestinal peptide selain asetilkolin. Nitric oxide melebarkan arteri-arteri penis dan juga merelaksasikan jalinan trabekula serabut otot polos di jaringan erektil dari korpus kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang penis. Jaringan erektil ini terdiri atas sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar dan sangat berdilatasi saat darah arteri mengalir dengan cepat ke dalamnya sementara sebagian aliran vena dibendung. Selain itu, badan erektil terutama kedua korpus kavernosa dikelilingi oleh lapisa fibrosa yang kuat, oleh karena itu tekanan yang tinggi di dalam sinusoid menyebabkan penggembungan jaringan erektil sehingga penis menjadi keras dan memanjang. Fenomena ini disebut ereksi. 2. Lubrikasi, Suatu Fungsi Parasimpatis Selama rangsangan seksual, impuls parasimpatis selain meningkatkan ereksi juga menyebabkan kelenjar uretra dan bulbouretra menyekresi lendir. Lendir ini mengalir melalui uretra selama hubungan seksual untuk membantu terjadinya lubrikasi selama koitus. Akan tetapi, kebanyakan lubrikasi selama koitus lebih sering dihasilkan oleh alat kelamin wanita daripada pria. Tanpa

TYPE THE DOCUMENT TITLE 5

lubrikasi yang memuaskan, aksi seksual pria jarang berhasil dengan baik karena menyebabkan nyeri yang justru menghambat sensasi seksual. 3. Emisi dan Ejakulasi (Fungsi Saraf Simpatis) Emisi dan Ejakulasi adalah puncak dari aksi seksual pria. Ketika rangsangan seksual menjadi sangat kuat, pusat refleks medula spinalis mulai melepas impuls simpatis yang meninggalkan medula pada segmen T-12 sampai L-2 dan berjalan ke organ genital melalui pleksus hipogastrik dan pleksus saraf simpatis pelvis untuk mengawali emisi, awal dari ejakulasi. Emisi dimulai dengan kontraksi vas deferens dan ampula yang menyebabkan keluarnya sperma ke uretra interna. Kemudian, kontraksi otot yang melapis kelenjar prostat yang diikuti dengan kontraksi vesikula seminalis akan mengeluarkan cairan prostat dan seminalis ke uretra pula dan mendorong sperma lebih jauh. Semua cairan ini bercampur di uretra interna dengan mukus yang telah disekresi oleh kelenjar bulbouretra untuk membentuk semen. Proses yang berlangsung sampai saat ini disebut emisi. Pengisian uretra interna dengan semen mengeluarkan sinyal sensoris yang dihantarkan melalui nervus pudendus ke regio sakral medula spinalis yang menimbulkan rasa penuh yang mendadak di organ genitalia interna. Selain itu, sinyal sensoris ini jauh lebih membangkitkan kontraksi ritmis dari organ genitalia interna dan menyebabkan kontraksi otot-otot iskhiokavernosus dan bulbokavernosus yang menekan dasar jaringan erektil penis. Kedua pengaruh ini menyebabkan peningkatan tekanan ritmis seperti gelombang di kedua jaringan erektil penis dan di duktus genital serta uretra yang mengejakulasikan semen dari uretra ke luar. Proses akhir ini disebut ejakulasi. Pada waktu yang sama kontraksi berirama dari otot pelvis dan beberapa otot penyangga tubuh menyebabkan gerakan mendorong dari pelvis dan penis yang juga membantu mengalirkan semen ke dalam bagian terdalam vagina dan mungkin sedikit ke dalam serviks uterus. Keseluruhan periode emisi dan ejakulasi ini disebut orgasme pria. Pada akhir proses tersebut, gairah seksual pria hilang hampir sepenuhnya dalam waktu 1 sampai 2 menit dan ereksi menghilang, suatu proses yang disebut resolusi.

Gambar 5: perilaku seksual pada pria2

[Type text]

Referensi 1. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From cells to Systems 7th edition. United States: Brooks/ Cole; 2010. Pg 749-761 2. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology 13th edition. USA: John Wiley & Sons, Inc: 2009. Pg 1130- 1149 3. Sadler TW. Langmans medical embryology. 8th ed. 4. Mann, D. About Sexual Positions. Diunduh dari: http://www.webmd.com. Pada Oktober 2011. 5. Guyton.

TYPE THE DOCUMENT TITLE 7

Anda mungkin juga menyukai