Anda di halaman 1dari 6

Gambar 1.

Hasil metode analisis asam laktat secara kualitatif menggunakan indikator susu cair (koagulasi yang terbentuk akibat denaturasi protein susu). NISAKK, DI HASIL PENGAMATANNYA YUSTIN TAMBAHIN FOTO INI YAA... PEMBAHASAN Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui proses fermentasi asam laktat, metode analisis asam laktat dan perbedaan variasi penambahan laktosa, konsentrasi biomassa asam laktat serta aktivitas bakteri asam laktat untuk membentuk asam laktat melalui proses fermentasi. Bakteri asam laktat yang digunakan ialah Bifidobacterium bifidum dan Lactobacillus lactis. Bakteri ini mampu memfermentasi karbohidrat (disakarida dan monosakarida) khususnya laktosa menjadi asam laktat. Pada prosedur fermentasi asam laktat ini starter bakteri yang digunakan sebanyak 10% (10 ml) dan menggunakan media standar MRS Broth yang merupakan media pertumbuhan, pengkayaan atau penyedia nutrisi bagi aktivitas dan pertumbuhan bakteri asam laktat. Sebelumnya pH media diukur terlebih dahulu dengan kertas lakmus. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa asam laktat telah terfermentasi yang ditunjukkan dari perbedaan pH awal (media MRS Broth) dan pH akhir setelah inkubasi. pH media MRS Broth ialah 6 (pH optimum untuk pertumbuhan B. bifidum dan L. lactis). Penambahan media ini disesuaikan dengan starter dan variasi laktosa yang ditambahkan sehingga total volume akhir 100 ml. Variasi penambahan laktosa ialah 10%, 20%, 30%, 40%. Laktosa merupakan sumber karbon utama untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Proses fermentasi asam laktat memerlukan waktu inkubasi optimal selama 7 hari dalam inkubator dengan suhu optimum 40C. Setelah masa inkubasi, diukur kembali pHnya, dari ke-8 kelompok hanya ada 2 kelompok (kelompok 5 dan kelompok 8) yang tidak menunjukkan perubahan pH. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa asam laktat tidak terfermentasi atau asam laktat yang terfermentasi

sangatlah sedikit sehingga tidak sampai menurunkan pH. Sedangkan pada kelompok 4, pH akhir didapatkan 4. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa asam laktat terfermentasi atau asam laktat yang terfermentasi sangat banyak sehingga dapat menurunkan pH. Sedangkan pada kelompok yang lain pH akhir yang didapat ialah 5. Setelah itu dilakukan metode analisis asam laktat yang terfermentasi oleh kedua bakteri tersebut. Metode analisis mencakup dua hal yaitu metode analisis secara kualitatif dan secara kuantitatif. Metode analisis secara kualitatif menggunakan indikator Skim Milk namun dalam praktikum menggunakan susu cair (Ultra). Susu Ultra ditambahkan sebanyak 5 ml. Prinsipnya ialah protein yang terkandung dalam susu tersebut akan mengalami denaturasi oleh adanya asam laktat yang terfermentasi. Denaturasi protein susu ini ditunjukkan adanya gumpalan (koagulasi). Protein akan mengalami denaturasi pada kondisi suhu yang tinggi dan pH rendah (asam). Berdasarkan hasil pengamatan, setelah penambahan indikator susu ultra nampak dari total 8 kelompok yang menunjukkan hasil koagulasi (akibat denaturasi protein susu) paling banyak ialah kelompok 5,6,7. Hal ini menunjukkan bahwa asam laktat yang terfermentasi sangat banyak. Sebaliknya pada kelompok 1,3,4 menunjukkan hasil koagulasi (akibat denaturasi protein susu) yang paling sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa asam laktat yang terfermentasi sangat sedikit. Sedangkan pada kelompok 2 dan 8 pada saat yang bersamaan dengan kelompok lainnya, nampak koagulasi belum sempurna terbentuk. Metode analisis asam laktat secara kuantitatif melanjutkan dari hasil metode analisis secara kualitatif dimana jika gumpalan yang terbentuk besar, maka disaring menggunakan kertas saring sedangkan jika gumpalan yang terbentuk halus dapat langsung disentrifugasi. Karena pada hasil praktikum gumpalan yang terbentuk pada semua kelompok merupakan gumpalan yang besar sehingga perlu dilakukan proses penyaringan terlebih dahulu menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan koagulan susu sehingga suspensi yang didapat murni massa sel bakteri dan asam laktat yang terfermentasi. Setelah itu dilakukan proses sentrifugasi yang berguna untuk memisahkan massa sel bakteri (debris) dengan asam laktat. Pelet yang terbentuk merupakan massa sel bakteri sedangkan supernatan mengandung asam laktat hasil fermentasi. Selanjutnya supernatan diambil sebanyak 50 ml dan dilakukan kristalisasi dengan CaCO3 sebanyak 20 ml. Kemudian divorteks untuk homogenisasi, didiamkan hingga terbentuk endapan. Endapan inilah yang menunjukkan adanya konsentrasi asam laktat terfermentasi.

Reaksi CaCO3 dengan Asam laktat akan membentuk Ca laktat. Ca laktat inilah yang akan mengendap dan endapan ini kemudian dikeringkan dalam inkubator, lalu ditimbang berat endapannya (konsentrasi biomassa asam laktat). Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan melalui diagram batang, fermentasi asam laktat dengan menggunakan Bifidobacterium bifidum, konsentrasi asam laktat tertinggi pada kadar laktosa 40% sebesar 17,4062. Pada kadar laktosa 30% konsentrasi asam laktat sebesar 15,4663. Pada kadar laktosa 20% konsentrasi asam laktat sebesar 14,0815 dan pada kadar laktosa 10% konsentrasi asam laktat sebesar 13,3398. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar laktosa maka semakin besar konsentrasi asam laktat yang dihasilkan, sebaliknya. B. bifidum spesifik memfermentasi laktosa menjadi asam laktat. Berdasarkan hasil pengamatan yang ditunjukkan melalui diagram batang, fermentasi asam laktat dengan menggunakan Lactobacillus lactis, konsentrasi asam laktat tertinggi pada kadar laktosa 40% sebesar 18,8061 gram. Pada kadar laktosa 10% konsentrasi asam laktat sebesar 15,8521 gram. Pada kadar laktosa 30% konsentrasi asam laktat sebesar 14,9892 gram. Pada kadar laktosa 20% konsentrasi asam laktat sebesar 14,5162 gram. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada kadar laktosa 40%, 30%, 20% berturut-turut semakin kecil atau menurun konsentrasi asam laktat, namun pada kadar laktosa 10% konsentrasi asam laktat semakin besar atau naik. Hal ini dimungkinkan adanya kesalahan prosedur pengerjaan dalam praktikum atau dimungkinkan adanya kontaminan. Seharusnya semakin tinggi kadar laktosa maka semakin besar konsentrasi asam laktat yang dihasilkan, sebaliknya. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa L. lactis memiliki kemampuan fermentasi (laktosa menjadi asam laktat) sedikit lebih baik dibandingkan dengan B. bifidum. Hal ini dikarenakan L. lactis lebih tahan atau toleran terhadap kadar asam laktat yang terfermentasi (toleran 1,5% - 2,0% konsentrasi asam laktat). Jika batas toleransinya rendah maka akan menimbulkan penghambatan selama proses fermentasi yang akan meyebabkan konsentrasi produk hasil fermentasi tidak optimal. Asam laktat merupakan bahan kimia serbaguna yang digunakan sebagai: 1. Asidulan, aroma dan pengawet dalam industri makanan, obat-obatan, dan tekstil 2. Produksi bahan kimia dasar 3. Untuk polimerisasi bahan yang mudah dirombak yaitu poly lactid acid (PLA)

Fermentasi Asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif (sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir berupa asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar, keduanya memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan diubah menjadi laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH menjadi NAD+. Pola fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang berperan di dalam jalur metabolisme glikolisis. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan

menggunakan heksosa (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat. Sedangkan homofermentatif melibatkan aldolase dan heksosa aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2. Jalur metabolisme dari yang digunakan pada homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas. Beberapa contoh genus bakteri yang merupakan bakteri homofermentatif Lactobacillus, adalah sedangkan Streptococcus, contoh Enterococcus, Lactococcus, adalah Pediococcus, Leuconostoc dan dan

bakteri

heterofermentatif

Lactobacillus. Berikut adalah skema fermentasi asam laktat :

KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa : 1. Bakteri asam laktat (Bifidobacterium bifidum dan Lactobacillus lactis) mampu melakukan fermentasi dengan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Laktosa merupakan sumber karbon atau energi untuk pertumbuhan bakteri.

2. Metode analisis asam laktat ada 2 yaitu: Secara kualitatif menggunakan indikator Skim Milk atau susu cair. Protein susu akan mengalami denaturasi (ditunjukkan dengan adanya koagulasi) Secara kuantitatif melakukan kristalisasi dengan CaCO3. Reaksi yang terjadi ialah CaCO3 + Asam laktat Ca laktat (endapan) 3. Semakin tinggi kadar laktosa yang digunakan, maka semakin besar konsentrasi asam laktat yang dihasilkan, sebaliknya. 4. L. lactis memiliki kemampuan fermentasi (mengubah laktosa menjadi asam laktat) sedikit lebih baik dibandingkan dengan B. bifidum. Hal ini dikarenakan L. lactis lebih tahan atau toleran terhadap kadar asam laktat hasil fermentasi (toleran 1,5% - 2,0% konsentrasi asam laktat). 5. Jika batas toleransi terhadap konsentrasi asam rendah, maka akan menimbulkan penghambatan selama proses fermentasi yang akan meyebabkan konsentrasi produk hasil fermentasi tidak optimal. DAFTAR PUSTAKA Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan (diterjemahkan oleh H. S Purnomo dan Adiono). Jakarta: UI-Press. Darwis, A.A. dan E. Sukara. 1989. TeknologiMmikrobial. Pusat Antar Universitas Bioteknologi: IPB. Fardiaz, S, 1992. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB. Gumbira, S.E. 1987. Bio-Industri Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: PT Mediayatama Perkasa. Miwada, I. N. S., S. A. Lindawati dan W. Tatang. 2006. Tingkat efektivitas starter bakteri asam laktat pada proses fermentasi laktosa susu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (1): 3235. Narayanan, N., P. K. Roychoudhury, and A. Srivastava. 2004. L.lactic acid fermentation and its product polymerization. Electron. J. Biotechnol. 7(2): review

http://www.ejbiotechnology.info/content/vol7/issue2/full/7/index. html ISSN 0717-3458).

Nur Hidayat, M. C. Padaga, dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sardjoko. 1991. Bioteknologi: Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. Jakarta: PT. Gramedia. hlm 120-125. Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai