Anda di halaman 1dari 64

BAB I PENDAHULUAN Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia.

Kadang-kadang gejala disertai dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-4 kasus baru per tahun. Di Negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1,2,3 Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik congenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa bentuk sindrom nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%, proliferasi mesangium pada 5%, dan skelrosis setempat pada 10%.1,2 Pada umunya sebagian besar (80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak member respon lagi dengan pengobatan steroid.1,2 Infeksi merupakan komplikasi yang paling umum dari anak dengan sindrom nefrotik. Gulati (India 1995) melaporkan infeksi saluran kemih (ISK) paling sering ditemukan (40,26%), semua anak yang mengalami penyulit ISK terebut adalah penderita tidak sensitif terhadap pengobatan kortikosteroid dan sering kambuh. I nyoman Putra dalam penelitiannya di ruang kesehatan anak RSUP Dokter Kariadi Semarang dari bulan Januari 1994 sampai Agustus 1998 dari 50 anak SN ternyata 21 orang (42%) menunjukkan hasil biakan yang bermakna (menderita ISK) dan menunjukkan kejadian ISK lebih sering pada anak perempuan (56,30%) begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Serasiamy Ritonga Penelitian dilakukan di RS Sardjito dari bulan Juni 2005 sampai bulan Desember 2010. Dari 148 orang anak sindrom nefrotik ada 37 (25%) diantaranya dengan infeksi saluran kemih.3,4

BAB II LAPORAN KASUS Identitas Nama penderita Umur/Tgl. Lahir Jenis kelamin Pendidikan Orang Tua Nama Ayah Umur Agama Pekerjaan Nama Ibu Umur Pendidikan Pekerjaan MRS Anamnesis Anamnesi tanggal Keluhan utama : 15 Januari 2013 dengan ibu penderita dan rekam medik : bengkak pada seluruh tubuh : Tn. T : 28 tahun : Islam : Buruh : Ny. N : 25 tahun : SMA : IRT : 31 Desember 2012 : An. N : 7 th 4 bln/12 Okt 2005 : Perempuan : SD

Riwayat Penyakit Sekarang 2 minggu SMRS ibu os merasa bengkak pada seluruh tubuh anaknya, bengkak dirasakan timbul secara perlahan, ibu os mengatakan bengkak pertama kali muncul pada daerah wajah dan tampak pada saat anak bangun tidur kemudian bengkak menjalar ke tangan, perut dan terakhir menjalar sampai ke kaki. Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami dan riwayat sakit tengorokan sebelum bengkak disagkal. Os sudah pernah berobat di Puskesmas tapi tidak ada perubahan yang tampak. Sejak 2 minggu itu os juga mengeluh BAK lebih sering tapi BAK dirasakan sedikit-sedikit, warna BAK keruh, berbau, BAK kemerahan (+), sakit saat BAK juga disangkal. Os juga merasa susah untuk menahan saat ingin BAK. BAB normal. Pasien juga mengeluh muntah dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari, muntah hanya sedikit dan tidak menyemprot. Nafsu makan os menurun. 1 minggu SMRS bengkak dirasakan semakin lama semakin bertambah, bengkak dirasakan masuk ke dalam jika ditekan dengan jari terutama pada kaki. Selain itu os juga mengeluh sesak, sesak dirasakan sepanjang hari. Tidak ada faktor yang memperberat atau memperingan sesak. 3 hari SMRS os mengeluh adanya demam. 1 hari SMRS ibu os merasa bengkaknya semakin membesar sehingga ibu os memutuskan untuk membawa os pada tanggal 31 Januari 2012 ke RSUD Raden Mattaher Jambi. Riwayat Penyakit Dahulu Os baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami hal seperti ini sebelumnya Riwayat Sosial Ekonomi Ayah bekerja sebagai seorang buruh, ibu tidak bekerja. Biaya kesehatan ditanggung Jamkesmas.

Kesan : Sosial Ekonomi kurang Riwayat Persalinan dan Kehamilan Prenatal : Ante Natal Care di bidan, pada awal kehamilan setiap bulan, mendapat 2x TT, selama hamil tidak minum jamu, minum vitamin dan tablet Fe Natal : Lahir di tolong oleh bidan. Aterm, lahir segera menangis, BBL : 3800 gr. Riwayat Makanan ASI Susu Botol/kaleng Bubur Nasi Nasi lembek Nasi Biasa Daging, Ikan dan telur Tempe dan Tahu Sayur Buah Kesan Riwayat Imunisasi BCG Hepatitis B Polio DPT :+ :+ :+ :+ : + Sampai usia 1,5 tahun : + : + sejak usia 1 tahun :+ : + Sejak umur 2 tahun sampai sekarang :+ :+ :+ :+ : Sumber nutrisi cukup

Campak Kesan Riwayat Keluarga : Perkawinan Umur Pendidikan Saudara

:+ : Imunisasi dasar lengkap

::: SD kelas 1 : Tidak ada keluarga/ saudara anak yang pernah mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Perkembangan Fisik Gigi Pertama Berbalik Tengkurap Merangkak Duduk Berdiri Berjalan Berbicara Kesan Riwayat Perkembangan Mental Isap Jempol Ngompol Sering mimpi Aktifitas :::: cukup : 1 tahun 2 bulan : 7 bulan : 5 bulan : 8-9 bulan : 11 bulan : 1 tahun : 1 tahun : 1 tahun 2 bulan : baik

Membangkang Ketakutan Status gizi BB/TB (14 kg / 110 cm) :-

:-

: < - 3 SD (Gizi buruk)

Riwayat Penyakit yang pernah di derita Parotitis Pertusis Difteri Tetanus Campak Varicella Thypoid Malaria DBD Demam menahun Radang paru TBC Perut Kembung Alergi Batuk/pilek :::::::::::::+ Muntah berak : Asma Cacingan Patah tulang Jantung ::::-

Sendi bengkak: Kecelakaan Operasi Keracunan :::-

Sakit kencing : Sakit ginjal Kejang Lumpuh :_ ::-

: + (makan kambing) Otitis Media : :+ DM :-

Anamnesa Organ
6

Kepala Sakit kepala Rambut rontok Lain-lain :+ ::-

Mata Rabun senja Mata merah Bengkak ::: + pada kedua kelopak mata

Telinga Nyeri Sekret ::::-

Hidung Epistaksis Kebiruan Penciuman ::: dbn

Gangguan pendengaran Tinitus

Gigi mulut Sakit gigi Sariawan Gangguan mengecap Gusi berdarah Tenggorokan Sakit menelan Suara serak Leher Kaku kuduk Tortikolis ::7

::::-

Sakit membuka mulut Rhagaden Lidah kotor

:::-

::-

Parotitis Jantung dan Paru Nyeri dada Sifat Penjalaran Sesak napas Batuk pilek Sputum Batuk darah Sembab Kebiruan Keringat malam hari Sesak waktu malam Berdebar Sakit saat bernapas Nafas bunyi/ mengi Sakit kepala sebelah Dingin ujung jari Penglihatan berkurang Bengkak sendi

:-

:::::::: (+) di muka, perut dan kaki ::::::::::-

Abdomen
8

a. Hepar Tinja seperti dempul : Sakit kuning Kencing warna tua ::Kuning di sklera dan kulit : Perut kembung Mual/muntah : (+)

: (+)

b. Lambung dan usus Nafsu makan Frekuensi/jumlah Perut kembung Mual/muntah Isi Frekuensi Jumlah Muntah darah Mencret Konsistensi Frekuensi Jumlah Tinja berlendir Tinja berdarah Dubur berdarah Sukar BAB Sakit perut : berkurang : 1-2 x sehari sedikit-sedikit : (+) : (+) : makanan yang dimakan : 3 kali/hari : sedikit ::::::::::9

Lokasi

:-

c. Ginjal dan urogenital Sakit kuning :-

Tanda pubertas prekoks: -

Warna : kuning keruh Frekuensi miksi : dbn Jumlah : sedikit

Sembab kelopak mata : (+) Edema tungkai d. Endokrin Sering minum Sering kencing Sering makan Keringat dingin e. Syaraf dan Otot Hilang rasa Kesemutan Otot lemas Otot Pegal ::::::+ ::Lumpuh Badan kaku Tidak sadar Mulut mencucu Trismus Kejang Lama Interval Frekuensi ::::10

: (+)

::::::::-

Jenis kejang Post iktal Panas

Riwayat kejang keluarga: -

Kejang pertama usia : -

Riwayat :Disangkal

trauma

kepala

f. Alat kelamin Hernia Bengkak I. ::-

PEMERIKSAAN FISIK a. PEMERIKSAAN UMUM ( 15 febuari 2013) Keadaan umum Kesadaran Posisi BB PB Gizi Edema Sianosis Dyspnoe Ikterus Anemia Suhu Respirasi : Tampak sakit sedang : compos mentis : biasa : 20 kg dengan edema), 14 kg (tanpa edema) : 110 cm : BB/PB = Gizi Buruk :+ ::::: 37,5 C : 32 x/ menit
11

Tipe pernapasan Turgor Tekanan darah Nadi Frekuensi Equalitas Regularitas Pulsus defisit Pulsus Alternan Pulsus paradox

: torakoabdominal : baik (< 2 detik) :130/80mmhg : 112x/ : 112x/ :sama : teratur :::Pulsus tardus Pulsus celler Pulsus trigeminus Pulsus magnus Pulsus parvus Pulsus bigerminus ::::::-

Kulit Warna : Sawo matang Vesikulaa Pustula Sikatrik Edema Eritema HaemangiomPtechiae ::::::-

Hipopigmentasi : Hiperpigmentasi: Ikterus Bersisik Makula ` Papula ::::-

12

B. PEMERIKSAAN KHUSUS (15 februari 2013) KEPALA Bentuk Rambut Warna Mudah Rontok Kehalusan Alopesia Sutura Fontanella mayor Fontanella minor Cracked pot sign Cranio tabes MUKA Roman muka Bentuk muka Sembab Simetris : dbn : sembab : (+) : (+) : Normochepali : Lurus : Hitam :: Cukup ::::::ALIS Kerapatan Mudah rontok Alopesia : dbn :-

MATA Sorot mata Hipertelorisme : biasa :13

Sekret Epifora Pernanahan

:::-

Endophthalmus Exophthalmus Nistagmus Starbismus KELOPAK MATA Cekung Edema KONJUNGTIVA Pelebaran Vena

::::-

Ptosis Lagoftalmus Kalazion Ektropion Enteropion

:::::::-

:: (+)

Haemangioma Hordeolum

:::::::(+)

SKLERA Ikterus IRIS Bentuk Warna : bulat : hitam :-

PerdarahanSubkonjungtiva Infeksi Bitot Spot Xerosis Ulkus Refleks

PUPIL Bentuk Ukuran Isokor Refleks Cahaya Menurun : +/+ : -/: simetris : cukup

Refleks cahaya tdk langsung : +/+


14

Katarak

:-

TELINGA Bentuk Kebersihan Sekret Tophi : simetris : cukup ::-

HIDUNG Bentuk : simetris

Saddle Nose : Gangren Coryza ::-

Membran tympani : sulit dinilai Nyeri tekan mastoid : Nyeri tarik Daun telinga : -

Mukosa Edem : Epistaksis :-

Deviasi Septum : -

MULUT BIBIR Bentuk Warna Ukuran : dbn Ulkus Rhagaden : dbn Sikatriks Cheitosis Sianosis :15

FARING-TONSIL Warna : dbn : kemerahan : dbn hiperemis Edema Selaput : dbn ::-

::-

Pembesaran tonsil Ukuran

:-

::-

Labioschiziz Bengkak Vesikel Oral trush Trismus Bercak koplik Palatoschizis GIGI Kebersihan Karies Hutchinson Gusi

:::::::-

: cukup :::-

LIDAH Bentuk Gerakan Tremor Warna Selaput Makroglosia Atrofi papil LEHER
16

:::: normal (tidak hiperemis) : dbn ::-

INSPEKSI Struma Bendungan vena Pulsasi Limphadenopati Tortikolis Bullneck Parotitis :::::::-

PALPASI Kaku kuduk Pergerakan Struma :::-

THORAX DEPAN DAN PARU INSPEKSI STATIS Bentuk Simetris Vousure cardiac Clavicula Sternum Bendungan vena Tumor Sela iga : normal :+ : dbn : dbn : dbn ::: dbn

INSPEKSI DINAMIS Gerakan : dinamis reguler


17

Bentuk pernapasan Retraksi interkostal Retraksi Epigastrium

: abdominotorakal ::-

PALPASI Nyeri tekan Fraktur iga Krepitasi :::Tumor :-

Stemfremitus : ka/ki (+/+) dbn

PERKUSI Bunyi ketuk Nyeri ketuk Batas paru- hati Peranjakan : sonor :: dbn :-

AUSKULTASI Bunyi napas pokok Bunyi napas tambahan : vesikuler normal : Wheezing (-/-) dan Ronki (-/-)

JANTUNG INSPEKSI Vousure cardiac :18

Ictus cordis Pulsasi jantung

::-

PALPASI Ictus cordis Thrill Defek pulmonal Aktivitas jantung ka Aktifitas jantung ki : dbn :: dbn : dbn : dbn

PERKUSI Batas kiri Batas kanan Interkostal Subkostal Epigastrum : dbn : dbn : dbn : dbn : dbn

AUSKULTASI BUNYI JANTUNG Bunyi jantung I Mitral Trikuspid Bising Jantung : reguler :+ :+ :Bunyi jantung II Pulmonal Aorta : reguler :+ :+

THORAX BELAKANG INSPEKSI STATIS Bentuk Processus spinosus :dbn :dbn

19

Scapula Skoliosis Khiposis Lordosis Gibus

:dbn ::::-

ABDOMEN INSPEKSI Bentuk Umbilikus Ptechie Spider nevi Bendungan vena Gambaran usus : cembung : dbn :::::PALPASI Nyeri tekan Nyeri lepas Nyeri ketuk PERKUSI Undulasi :+ :::-

Gamabaran peristaltic usus Turgor : dbn

LIEN Pembesaran Permukaan Nyeri tekan :: datar :-

GINJAL Pembesaran Permukaan Nyeri tekan :: datar :-

20

AUSKULTASI Bising usus Ascites : + normal :-

LIPAT PAHA DAN GENITAL Kulit Kel.getah bening Edema Sikatriks Genitalia Anus : dbn :::: dbn : dbn

SYARAF DAN OTOT Hilang rasa Kesemutan Otot lemas Otot pegal Lumpuh Badan kaku Tidak sadar :::::::21

Mulut mencucu Trismus Kejang Panas

::::-

Riwayat kejang keluarga: Kejang pertama usia :-

Riwayat trauma kepala : Disangkal

ALAT KELAMIN Hernia Bengkak ::-

22

EKSTREMITAS SUPERIOR INSPEKSI Bentuk Deformitas Edema Trofi Pergerakan Tremor Chorea Lain-lain : -/: -/: normal : -/: (-/-) : -/: dbn : -/-

EKSTREMITAS INFERIOR INSPEKSI Bentuk Deformitas Edema Trofi Pergerakan Tremor Chorea Lain-lain : -/: -/: dbn : -/: (+/+) : -/: dbn : -/-

23

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS : Tonus Kekuatan Refleks fisiologis Refleks tendon biceps Refleks tendon triceps Refleks tendon patella Refleks tendon Achilles Refleks patologi : dbn : dbn : dbn : dbn : dbn : dbn : dbn :dbn

Pemeriksaan Laboratorium

24

31 Jan 2013 WBC : 9,5 103/mm3 HB : 9,5 gr/dl HT : 30,6% PLT : 522 103/mm3 GDS 97 mgdl

1 Feb 2013

2 Feb 2013

Hasil Pemeriksaan Kimia Hasil Analisis Urin : Darah Hasil Pemeriksaan Rutin : Faal Hati 1. Warna : 1. Protein total : 4,8 Kuning keruh g/dl 2. Berat Jenis : 2. Albumin : 1,8 1015 g/dl 3. Reaksi/pH :5 3. Globulin : 3,0 4. Protein : ++ g/dl + Faal Ginjal Sedimen 1. Ureum : 78,8 Sel : Lekosit : 10mg/dl 12/lpb 2. Kreatinin : 1,1 Eritrosit: 60-70/lpb mg/dl Faal Lemak 1. Cholesterol mg/dl Epithel : 5-7/lpb : 293 Silinder Hialin : + Hasil kultur urin : Tidak ada pertumbuhan kuman

Pemeriksaan Imunologi : ASTO kualitatif : -

4 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna keruh : Kuning

5 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna: keruh Kuning

7 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna: keruh Kuning

2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : +++

2. Berat Jenis : 1030 3. Reaksi/pH 4. Protein Sedimen Sel : Lekosit: 15-20/lpb :5 : +++

2. Berat Jenis: 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : +++ Sedimen Sel : Lekosit : 10-

25

Eritrosit: 80-100/lpb Epithel : 8-10/lpb Silinder Hialin : +

20/lpb Eritrosit: 75-80/lpb Epithel : 5-6/lpb

Pemeriksaan Imunologi : Pemeriksaan Elektrolit 1. Natrium (Na) : 133,05 mmol/L 2. Kalium (K): mmol/L 3. Chlorida: mmol/L 4,80 110,61 1. ASTO kualitatif: -

8 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna keruh : Kuning

9 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis : 1005 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : +++ Sedimen Sel : Lekosit 10/lpb :

10 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning tua keruh 2. Berat Jenis : 1015 3. Reaksi/pH : 6 4. Protein : +++ Blood : +++ 8- Sedimen Sel : Lekosit 5/lpb : 3-

2. Berat Jenis: 1010 3. Reaksi/pH : 6 4. Protein : +++ Blood : +3 Sedimen Sel : Lekosit 5/lpb : 3-

Eritrosit : >100/lpb Epithel : 4-5/lpb

Eritrosit: 50-60/lpb Epithel : 3-5/lpb

Eritrosit: 45-50/lpb Epithel : 2-3/lpb

Jam 06:00 WIB Hasil Analisis Urin :

Jam 06 :00 WIB Hasil Analisis Urin :


26

Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis: 1020 3. Reaksi/pH: 6 4. Protein : +++ Sedimen Sel : Lekosit 5/lpb : 3-

Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning 2. Berat Jenis : 1015 3. Reaksi/pH : 6 4. Protein : ++ Blood : +++ Sedimen Sel : Lekosit 20/lpb : 15-

Eritrosit: 60-70/lpb Epithel : 3-5/lpb Kristel : Lain-lain : jamur (+) 11 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis : 1010 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : ++ Blood : +++ Sedimen Sel : Lekosit 5/lpb : 412 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna keruh :

Eritrosit: 10-20/lpb Epithel : 1-2/lpb

13 Feb 2013 Hasil kultur urin : Gram (-) Strenotrophomonas maltophilia

Kuning Hitung Kuman : 105.ml urin

2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : ++ Sedimen Sel : Lekosit 15/lpb : 10-

Eritrosit : >100/lpb Epithel : 3-4/lpb

Eritrosit: 40-42/lpb Epithel : 2-3/lpb Pemeriksaan USG Abdomen Kesan: Efusi Pleura e.c asites e.c sindrom nefrotik

27

14 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning keruh 2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 6 4. Protein : ++ Sedimen Sel : Lekosit :-

15 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis : 1015 3. Reaksi/pH : 6 4. Protein Blood : +++ Sel : Lekosit 15/lpb : +++

18 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : +++ Sedimen : 10- Sel : Lekosit 80/lpb : 75-

Eritrosit: >100/lpb Epithel : -

Eritrosit: 25-30/lpb Epithel : 2-4/lpb

Eritrosit: 6-8/lpb Epithel : 5-6/lpb

21 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning keruh 2. Berat Jenis : 1025 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : ++ Sedimen Sel : Lekosit 3/lpb : 2-

25 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna : Kuning muda keruh 2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : ++ Sedimen Sel : Lekosit 12/lpb

28 Feb 2013 Hasil Analisis Urin : Hasil Pemeriksaan Rutin : 1. Warna muda : Kuning

2. Berat Jenis : 1020 3. Reaksi/pH : 5 4. Protein : ++ Sedimen

Eritrosit : 9-10/lpb

: 10- Sel : Lekosit 2/lpb

: 1-

28

Epithel : 5-6/lpb Hasil kultur urin : tidak ada pertumbuhan kuman

Eritrosit : 5-6/lpb Epithel : 4-5/lpb Bakteri (+)

Eritrosit : 7-8/lpb Epithel : 2-3/lpb

Diagnosis Banding : 1. Sindrom nefrotik 2. Glomerulonefritis akut Diagnosis Kerja : 1. Edema anasarka e.c sindrom nefrotik 2. Gizi buruk 3. Infeksi saluran kemih Terapi : 1. Tirah baring 2. Pemberian prednisone full dose 2 mg/kgBB/hari 3. Obat antihipertensi, captoril 3x4,2 mg 4. Diuretik : furosemid 2x14 mg 5. Balance cairan (catat input dan output) 6. Diet : rendah garam dan ekstra putih telur

Follow Up
29

Tanggal 02/02/13

S - Mata begkak (+) - Muntah (+)

O - KU : - TTV : TD : 110/90 mmHg N : 80 x/mnt RR : 58x/mnt T : 36,2oC Kepala: normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks: pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) : : Vesikuer, Rh

A P SN + Gizi - IVFD D5 buruk NS - Inj. Furosemid 2x14 mg - Inj. Ondansentro n 3x1/2 amp PO : Captopril 3x4,2 mg Prednisone full dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam Ekstra telur putih 2

03/02/13

- Mata (+)

bengkak - KU : lemah - TTV : TD 130/90 mmHg N RR x/mnt : : 88 56 x/mnt :

SN + Gizi - IVFD D5 buruk NS - Inj. Furosemid 2x14 mg -Inj. Ondansentron 3x1/2 amp -Inj. Ceftriaxone 1400 mg + Dex
30

T : 36,2oC Kepala normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) 04/02/13 06/02/13 - Mata (+) - Muntah (+) Kadang-kadang sesak (+) bengkak - KU : lemah - TTV : TD 120/90 mmHg N RR x/mnt T : 37,2oC Kepala normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks : : : : 140 46 x/mnt : SN + Gizi buruk : : : :

5% -Inj. Metronidazole 3x200 mg PO : Captopril 3x4,2 mg Prednisone full dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam Ekstra telur putih 2

Vesikuer, Rh

- O2 2 liter - IVFD D5 NS - Inj. Furosemid 2x14 mg - Inj. Ondansentro n 3x1/2 amp - Inj. Metronidazol e 3x200 mg PO : Captopril 3x4,2 mg Prednisone full
31

pulmo -/-, wh +/+ Cor : regular Abdomen asites (+)

dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam

Vesikuer, Rh

Ekstra telur

putih

Ekstremitas : pitting edema (+) 07/02/13 - mata bengkak sesak - KU : lemah TD 130/90 mmHg N RR x/mnt T : 36,8oC SPO2 92% Kepala normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh +/+ Cor : regular Abdomen : : : : PO : -Captopril 3x4,2 mg -Prednisone full dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam Ekstra putih
32

SN +Gizi buruk

- O2 2 liter - IVFD D5 NS - Inj. Furosemid

kadang-kadang - TTV : :

: :

138 40

2x14 mg - Inj. Metronidazol e 3x200 mg - Transfusi albumin cc 50

x/mnt

Vesikuer, Rh

asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) 08/02/13 - kelopak mata - KU : lemah bengkak - TTV : TD : 90/80 mmHg N x/mnt RR x/mnt T : 36,3oC Kepala normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) 09/02/13 - kelopak mata - KU : lemah bengkak - TTV : TD SN + Gizi buruk : ISK + : : : : : 48 :140 SN + Gizi buruk

telur

- IVFD D5 NS - Inj. Bicnat 15 mg + Dex 5% PO : Stop captopril - Prednisone full dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam Ekstra telur putih 2

Vesikuer, Rh

- IVFD 10 % + ca glukonas 8 gtt/i (mikro)


33

110/60 mmHg N RR x/mnt T : 37,0oC Kepala normochepal Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) 12/02/13 15/02/13 Mata (+) bengkak - KU : lemah - TTV : TD 130/60 mmHg N RR x/mnt T : 37,0oC : : 130 38 x/mnt : : : : : : 130 38 x/mnt

- O2 head box 5L - Injeksi Ceftazidin 2x225 mg PO : -Captopril 3x4,2 mg -Prednisone full dose mg/kgBB/hr Diet : Rendah garam Ekstra telur putih 2

Vesikuer, Rh

SN + Gizi PO : buruk + -Captopril 3x4,2 mg -Prednisone full dose mg/kgBB/hr -KSR 1 x mg Diet : -Rendah garam
34

: ISK

Kepala normochepal

-Ekstra telur

putih

Mata : edema palpebra (+) THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites (+) Ekstremitas : pitting edema (+) 16/02/13 28/02/13 Keluhan (-) - KU : - TTV : TD 150/100 mmHg N 112x/mnt RR x/mnt Kepala normochepal THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular
35

: :

Vesikuer, Rh

SN + ISK :

PO : -Captopril 3x4,2 mg -Prednisone full dose 2

: : 25

mg/kgBB/hr -KSR 1 x mg Diet :

-Rendah garam -Ekstra telur putih

: :

Vesikuer, Rh

Abdomen asites minimal

: (+)

Ekstremitas : pitting edema (-) 01/03/13 Keluhan (-) - KU : - TTV : TD 100/60 mmHg N 110x/mnt RR x/mnt Kepala normochepal THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites minimal Ekstremitas : pitting edema (-) 02/03/13 Keluhan (-) - KU : - TTV : SN +ISK - KSR stop - Captopril 2 x
36

SN + ISK :

- Prednisone alternate dose 2/3 dosis selang sehari 2,5 tab

: : 25 :

pagi

: :

Vesikuer, Rh

: (+)

TD 130/80 mmHg N :

5,7 mg jika TD > 100 mmHg

120 :

x/mnt Kepala normochepal THT : dbn Thoraks pulmo -/-, wh -/Cor : regular Abdomen asites minimal Ekstremitas : pitting edema (-) : (+) : :

Vesikuer, Rh

37

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia.1,2,3,6 Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN Remisi : proteinuria negative atau trace (preoteinuria < 4 mg/m 2/lpb/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu. Relaps : proteinuria 2+ (> 40 mg/m 2lpb/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg.mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu.

38

Sindrom nefrotik sensitive steroid (SNSS) : sindrom nefrotik yang dengan pemberian prednisone dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.

Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) : sindrom nefrotik dengan pemberian prednisone dosis penuh (2 mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.

Sindrom nefrotik relaps jarang : sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respon awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.

Sindrom nefrotik relaps sering : sindrom nefrotik yang mengalami relaps 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau 4 kali dalam 1 tahun.

Sindrom nefrotik dependen steroid : sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis prednisone diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali berturut-turut.1

3.2 Epidemiologi Angka kejadian bervariasi antara 2-7 per 100.000 anak, dan lebih banyak pada anak lelaki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Secara keseluruhan prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar 15,5/100.000. Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.1,2,3,6 3.3 Etiologi dan Klasifikasi Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer atau idiopatik dan sekunder mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoc Schonlein dan lain-lain. Menurut gambaran patologi anatomi, SN

39

idiopatik pada anak sebagian besar (80%-90%) mempunyai gambaran kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal sekmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferative difus (MPD) 1,9-2,3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2% dan nefropati membranosa (GNM) 1.3%.1,2,3,7,8 Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu : 1. Sindrom nefrotik sensitive steroid (SNSS) 2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) 3.4 Patofisiologi a. Edema Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema akan semakin berlanjut. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Penurunan kemampuan nefron distal untuk mengeksresi natrium sehingga terjadi retensi natrium. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN.2,3,7,9
40

b. Proteinuria Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membrana basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme peghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukkan lolos tidaknya protein melalui membrana basalis glomerulus.2,3,7,9,10 c. Hipoalbuminemia Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati ini tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia.2,3,6 Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.2,3,6 d. Hiperkolesterolemia/Hiperlipidemia Hiperlipidemia terjadi sebagai akibat kelainan pada homeostasis lipoprotein yang terjadi sebagai akibat peningkatan sintesis dan penurunan katabolisme. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN akitifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan

41

pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urin.2,3,6 3.5 Gejala Klinis Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.1,2,3,6 Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.2,3

3.6 Diagnosis Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat hematuria berwarna kemerahan.2,3,8 Pemeriksaan Fisik

42

Tekanan darah pada umumnya normal atau rendah, namun dapat meningkat pada 15-20% penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada penderita SN sebagai akibat sekresi rennin, aldosteron, dan hormon vasoaktif lain yang berlebihan. Hipertensi anak lebih sering terdapat pada SN bukan kelainan minimal, etiologi hipertensi pada SN diperkirakan multifaktorial. Penderita SN mempunyai risiko besar untuk mengalami hipovolemia, sampai syok hipovolemik. Nyeri abdomen pada SN dapat merupakan gejala hipovolemia dan peritonitis.2,3,6,8 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium menunjukkan proteinuria massif, yaitu lebih dari 40 mg/m2/jam, atau rasio protein dan kreatinin lebih dari 2 mg per mg dalam urin sewaktu, atau dengan dipstick lebih dari 2+. Temuan lain pada urinalisis adalah peningkatan berat jenis (BJ) dan pH urin, leukosituria, double refractile lipoid bodies dan silinder hialin. 20% penderita SN menunjukkan hematuria mikroskopik sementara, sedangkan hematuria gros sangat jarang ditemukan. Pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 mg/dL), dengan rasio albumin dan globulin yang terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal, meskipun 32% menunjukkan peningkatan kreatinin plasma yang bersifat sementara. Hiperkolesterolemia tidak selalu ditemukan, disebut kolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/dL. Akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol saja yang meningkat, namun beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah : kolesterol, LDL, VLDL dan trigliserida. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, selsel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL akan diubah oleh lipoprotein lipase menjadi LDL. Tetapi pada SN, aktifitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping menurunnya aktifitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh
43

rendahnya lipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ked ala urin. Jadi hiperkolesterlomia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid. Biasanya kadar kolesterol total, LDL, VLDL meningkat, sedangkan kadar HDL normal.2,3,6,10 3.7 Diagnosis Banding 1. Sembab non renal : a. Kardial (gagal jantung kongestif) b. Nutritional (gangguan nutrisi) c. Hepatal (penyakit hepar kronis) 2. Glomerulonefritis akut 3. Lupus sistemik eritematosus2,3 3.8 Tatalaksana Indikasi Rawat Pada SN pertama kali sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dilakukan uji mantoux, bila perlu dilakukan skrining dan scoring tuberculosis. Bila terbukti menderita tuberculosis sesuai protocol, bila uji mantoux saja positif diberikan profilaksis INH.2,3 Bila didapatkan komplikasi berat seperti edema anasarka, infeksi berat (peritonitis, pneumonia, sepsis), syok, gagal ginjal, dan indikasi khusus dilakukan rujukan. 1. Penjelasan kepada pasien atau orang tua mengenai penyakit pasien dan tindakan yang akan dilakukan untuk tatalaksana pasien. Perlu dijelaskan bahwa penyakit bisa sebuh namun sebagian bisa kambuh lagi. 2. Medikamentosa
44

Pengobatan dengan prednisone diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi 3 selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m 2.hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tungggal pagi selang sehari (dosis alternating) selama 48 minggu. Bila terjadi relaps, maka diberikan prednisone 60 mg/m 2/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksisk steroid, diberikan obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal dibawah pengawasan dokter nefrologi anak. Dosis dhitung berdasarkan berat badan tanpa edema.1,2,3
Dosis penuh (FD) diberikan setiap Dosis alternating (AD) 3 kali dalam seminggu

1st 4 weeks

2nd 4 weeks

2nd 4 weeks

R1 2/3 initial Pengobatan tidak khusus dose

R2 Immunosupressive agent

1. Diet

a. Pada penderita SN diet harus mengandung masukan kalori dan protein cukup (1-2 mg/kg/hari) b. Penderita SN mempunyai kecenderungan untuk retensi garam, maka perlu diet rendah garam

45

c. Masukan cairan biasanya tidak perlu dibatasi, kecuali jika penderita merasa sangat haus sehingga umumnya berlebihan d. Diet lain sebaiknya diberikan secara normal, dan biasanya masukan protein tidak perlu dirubah 2. Diuretika a. Bila ada edema anasarka diperlukan tirah baring. Selain pemberian kortikosteroid atau imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya. Pemberian albumin 20-25% dengan dosis 1 gr/kgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB dilakukan atas indikasi seperti edema refrakter, syok, atau kadar albumin 1 gram/dl.seperti pemberian diet protein normal (1,5 2 gr/kgBB/hari), diet rendah garam (1-2 gr/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretic hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas. Pengobatan diuretik akan bermanfaat terutama pada anak dengan edema berat. Furosemid secara oral bersifat aman dan bermanfaat sedang saja. Pemberiannya harus hati-hati karena mungkin volume plasma sudah berkurang, sehingga kehilangan selanjutnya akan sodium dan cairan dapat mengakibatkan syok hipovolemik.1,2,3 b. Hati-hati monitor penderita pada pengobatan tersebut karena terdapat risiko tinggi akan terjadinya hipovolemia atau edema paru-paru. 3. Penyakit infeksi Penderita SN paling mudah terserang infeksi. Apabila sudah terserang, maka infeksinya cenderung untuk menjadi berat, terutama selama pemberian steroid. Maka perlu dilakukan pemeriksaan cermat pada SN
46

apabila demam dan segera diperiksa laboratorium yang sesuai tanpa tertunda. Untuk mencegah penularan berbagai macam penyakit infeksi, penderita SN harus diisolasi untuk mengurangi paparan terhadap penyakit infeksi yaitu terutama selama pengobatan intensif kortikosteroid. Apabila sudah terjadi infeksi harus diberikan pengobatan. Oleh karena penderita SN cenderung terserang infeksi pneumokokus, maka perlu diberikan vaksinasinya setelah terjadi remisi. Keluhan atau gejala abdomen akut sering disebabkan oleh peritonitis, yang disebabkan oleh pneumokokok atau kuman usus.1,2,3 4. Hipertensi Hipertensi yang terdapat pada penderita SN kelainan minimal. Apabila terjadi, hipertensi dapat disembuhkan dengan pemberian diuretika, tetapi sering kali pengobatan tersebut tidak berhasil atau bahkan menaikan tekanan darahnya yang mungkin disebabkan oleh perfusi ginjal makin berkurang dan meningkatkan produksi remisi. Obat-obat angiotensin converting enzye inhibitors dan calcium channel blocking agents sangat bermanfaat pada pengobatan penderita tersebut.1,2,3 5. Aktifitas Penderita Aktifitas penderita SN tidak perlu dibatasi kecuali apabila terdapat edema yang berat. Oleh karena penyakit saluran napas dapat memudahkan kambuhnya SN, maka perlu diusahakan agar penderita tersebut dipisahkan dari penderita penyakit saluran napas. 6. Pemantauan Tumbuh Kembang Gangguan tubuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau efek samping pemberian obat prednisone secara berulang dalam jangka lama. Selain itu, penyakit ni merupakan keadaan

47

imunokompromais sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi berulang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien. Tindak Lanjut 1. Rawat jalan Monitor rawat jalan penderita SN dan respon pengobatannya merupakan suatu aspek yang sangat penting pada pengobatan SN secara keseluruhan. Hasil yang terbaiknya dapat diperoleh apabila orang tua atau pengasuhnya mengetahui masalah pengobatan dan kemajuan penyakit penderita. Hal tersebut mulai dilaksanakan sejak awal pengobatan jalan. 2. Pemeriksaan fisik a. Ukur berat dan tinggi badan b. Ukur tekanan darah c. Periksa tanda-tanda lainnya Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak : Awitan sindrom nefrotik paa usia dibawah 1 tahun, riwayat penyakit sindrom nefrotik dalam keluarga. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau disertai dengan gejala ekstrarenal seperti arthritis, serositis atau lesi di kulit. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, thrombosis, infeksi berat, toksisk teroid. Sindrom nefrotik resisten steroid. Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid. Diperlukan biopsy ginjal.
48

Indikas untuk dilakukan biopsy ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah : Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun. Sindrom nefrotik resisten steroid Sindrom nefrotik steroid.

3.9 Komplikasi dan Pengobatan a) Infeksi Pada SN mudah terjadi infeksi, hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D di urin. Pemakaian obat imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negative dan Streptococcus pneumonia) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosforin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. b) Tromboemboli Pada SN dapat terjadi thrombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan kadar fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III. Thrombosis dapat terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasi meningkatkan kemungkinan terjadinya thrombosis. Pencegahan tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian aspirin dosis rendah (80 mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi terkontrol terhadap efektivitas pengobatan ini. Heparin diberikan bila sudah terjadi thrombosis. c) Hiperlipidemia

49

Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangka kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada SN sensitive steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diet lemak. Pada SN resisten steroid dapat dipertimbangkan pemberian obat penurun lipid seperti questran, derivate fibrat dan inhibitor HMgCoA reduktasia (statin) karena biasanya peningkatan kadar lemak tersebut berlangsung lama, tetapi manfaat pemberian obat tersebut masih diperdebatkan. d) Hipokalsemia Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena : Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan

osteoporosis dan osteopenia Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada SN relaps sering dan SN resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena. e) Hipovolemia Pemberian diuretic yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberikan infus NaCl fisiologik dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20 ml/kgBB (tetesan lambat 10/menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena.2,3 3.10 Pencegahan

50

Beberapa hal yang diduga menyebabkan kambuh adalah penyakit infeksi, aktifitas fisik berlebihan dan diabetik yang tidak terkontrol. Banyak SN kambuh setelah terjadi penyakit napas. Jadi, usaha untuk membatasi paparan penderita dengan orang-orang yang mengidap infeksi saluran napas mungkin bermanfaat. Pemberian imunisasi rutin sampai anak dalam keadaan remisi dan berhenti pengobatan kira-kira 6 bulan.2,3 3.11 Prognosis Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal.1,2,3 Kira-kira 92% anak dengan SN kelainan minimal memberikan respons penuh (proteinuria tidak ada lagi) terhadap pengobatan steroid standar. Setelah itu perjalanan penyakit dapat dibagi dalam 3 golongan : 1. Tidak kambuh Kejadian tidak kambuh tersebut terdapat pada kira-kira 30% (20-50%) dari penderita SN kelainan minimal yang keluhan mulanya ada respon terhadap pengobatan steroid. Penderita-penderita tersebut diperkirakan sembuh dari penyakitnya. 2. Kambuh jarang Kriteria inklusi untuk golongan tersebut adalah bermacam-macam sehingga terjadi perbedaan angka kejadian yang nyata (20-50% dari penderita SN kelainan minimal). Biasanya, kambuh pertama terjadi setelah remisi 3 bulan atau lebih dan jumlah kambuh tidak lebih dari 3 kali pertahun. 3. Kambuh sering Sering kambuh biasanya bersamaan denga terjadinya penyakit saluran napas (infeksi, alergi). Kambuh tersebut cenderung cepat baik (10-14 hari) dengan pengobatan steroid. Prognosis untuk remisi permanen adalah baik, dan progresivitas penyakit menjadi resisten steroid, gagal ginjal atau
51

kadarnya adalah sangat jarang terjadi. Penderita tersebut mempunyai masalah penting bukan seberat progresivitas penyakitnya, melainkan khasiat samping pengobatan steroid jangka panjang. Makin banyak jumlah anak dengan cara pemberian steroid rumatan jangka panjang mengalami gagal tumbuh, katarak lensa mata, osteoporosis hiperglikemia, gangguan tingkah laku dan keluhan gastrointestinal. Kejadian sering kambuh dilaporkan terdapat pada 20-25% penderita SN kelainan minimal. 4. Prediksi kambuh berikutnya Kambuh awal setelah mulainya penyakit dan atau periode remisi pendek tepat sebelum kambuh terakhir adalah faktor risiko independen untuk kambuh berikutnya pada anak sindrom nefrotik sensitive steroid. Apabila remisi terjadi dalam waktu 1 minggu pertama pengobatan, penderita SN tanpa hematuria cenderung untuk kambuh tidak sering dalam tahun pertama. 5. Penyuluhan Penderita Segera setelah diagnosis SN ditegakkan diberikan penyuluhan atau pendidikan kepada anak dan keluarganya harus ikut terlibat dalam proses pengobatan dan berusaha untuk mentaati cara pengobatan dengan sebaikbaiknya. Sama halnya dengan semua penyakit kronik lainnya siapkanlah keluarga terhadap masalah psikologik yang mungkin terjadi.

52

INFEKSI SALURAN KEMIH Definisi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi kandung kemih.2,4,7 Epidemiologi Infeksi saluran lemih merupakan penyebab utama kedua tersering setelah infeksi akut saluran napas pada anak usia kurang dari 2 tahun. Pada kelompok ini angka kejadian ISK mencapai 5%. Angka kejadian ISK bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin. Angka kejadian pada neonates kurang bulan adalah sebesar 3% sedangkan pada neonates cukup bulan 1%. Pada anak kurang dari 10 tahun, ISK diteukan pada 3,5% anak perempuan dan 1,1% anak lelaki.2 Etiologi Infeksi saluran kemih pada umumnya disebabkan oleh mikroorganisme tunggal seperti:2,4 a. Kelompok anterobacteriaceae seperti : Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Enterobacter aerogenes Proteus Providencia Citrobacter

b. Pseudomonas aeruginosa c. Acinetobacter


53

d. Enterokokus faecalis

Patofisiologi Hampir semua ISK menyebar secara asendens. Gangguan dari flora periuretra normal, yang merupakan bagian dari pertahanan tubuh melawan kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari flora periuretra berada di distal uretra, tetapi urine normal berada dalam keadaan steril di proksimal uretra, kandung kemih, dan bagian proksimal lainnya pada saluran kemih. Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan berkembang biak bila infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal uretra dan mungkin dapat mencapai kandung kemih sebab aliran turbulen urine pada saat berkemih yang normal atau karena ketidakmampuan berkemih. Kolonisasi di kandung kemih yang berhasil tak terjadi bila mekanisme pertahanannya tak terganggu karena buang air kecil normalnya dapat membersihkan kontaminasi bakteri secara lengkap.4,10 Gejala Klinis Anak baru lahir-2 bulan : sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK ditemukan dengan adanya sepsis neonatus, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tak mau menyusu. Anak 2 bulan - 2 tahun : Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam yang tidak diketahui sebabnya ( >38oC). Bayi sering mendapat demam dan gejala lainnya, seperti rewel, tak mau menyusu, nyeri perut, muntah dan diare. Anak dengan usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis akut. Gejala biasanya menangis saat berkemih atau kencing yang berbau busuk tanpa adanya demam (suhu <38oc).
54

Anak usia 2-6 tahun :Pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala sistemik yaitu tak nafsu makan; rewel dan nyeri pada perut, panggul dan punggung dengan atau tanpa kelainan berkemih. Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan sedikit atau tanpa peningkatan suhu. Disfungsi berkemih termasuk urgensi, frekuensi, hesistensi, disuria dan inkontinensia urine. Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau busuk pada urine.

Anak usia lebih tua dan adolesen : Sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut masih mungkin. Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun. Anak perempuan dengan pyelonefritis akut, dapat ada refluks vesikoureter persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut dengan ISK bila mereka bertambah tua. Penyebab: Proliferasi kuman dalam saluran kemih menyebabkan ISK.

Infeksi hampir selalu asenden dan disebabkan kehadiran bakteri di distal uretra. E coli umumnya menyebabkan infeksi awal, tapi basil gram negatif lain dan enterococci dapat juga menyebabkan infeksi.2,7 Diagnosis Anamnesis Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari asimtomatik sampai gejala sepsis yang berat. Pada neonates sampai usia 2 bulan, gejalanya menyerupai gejala sepsis, berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, problem minum, dan sianosis. Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia. Pada anak besar, gejalanya lebih khas seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol, polakisuria, atau urin yang berbau menyengat. Pemeriksaan Fisik Gejala dan tanda ISK yag dapat ditemukan berupa demam, nyeri ketok sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genitelia eksterna

55

seperti fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan pada tulang belakang seperti spina bivida.

Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan protinuria, leukosituria (leukosit > 5/lpb), hematuria (eritrosit > 5/lpb). Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urin yang jumlahnya tergantung dari metode pengambilan sampel urin. Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretogram dan pielografi intravena. Pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal.2,7 Tatalaksana2 Medikamentosa Penyebab tersering ISK adala Escherichia coli. Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Anak yang mengalami dehidrasi, muntah atau tidak dapat minum oral, berusia 1 bulan atau kurang, atau dicurigai mengalami urosepsis sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk rehidrasi dan terapi antibiotika intravena. Bedah Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan. Suportif

56

Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan yang cukup, perawatan hygiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan konstipasi.

Pemantauan Terapi Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang. Bila belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain. Pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotic sesuai hasil uji kepekaan. Bila ditemukan adanya kelainan anatomic maupun fungsonal yang menyebabkan obtruksi, maka pengobatan fase akut dilanjutkan dengan antibiotic profilaksis. Antibiotic profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonates pielonefritis akut. Tumbuh kembang ISK simpleks umumnya tidak mengganggu proses tumbuh kembang, sedangkan ISK kompleks bila disertai dengan gagal ginjal kronik akan mempengaruhi proses tumbuh kembang. Pencegahan Usaha preventif adalah tidak menahan kencing, pemakaian lampin sekali pakai, dan menjaga hygiene periuretra dan perineum.

57

GIZI BURUK Definisi Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB < -3SD) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus ,kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.3,11 Etiologi 1. Faktor diet. Diet kurang energi dan protein akan mengakibatkan penyakit KEP. 2. Peranan faktor sosial. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun. 3. Peranan kepadatan penduduk. Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa KEP terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan higiene yang buruk. 4. Faktor infeksi. Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. 5. Faktor kemiskinan. Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan membeli bahan makanan ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal dapat mempercepat timbulnya KEP.11

58

Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.3,11 1. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah: a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Iga gambang dan perut cekung d. Otot paha mengendor (baggy pant) e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar 2. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk ( suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c. Wajah membulat dan sembab

59

d. Pandangan mata anak sayu e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 3. Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tandatanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Kriteria Diagnosis Gizi Buruk : Terlihat sangat kurus Edema nutrisional BB/TB < - 3 SD LILA < 115

Tatalaksana Prinsip dasar pengobatan rutin yang dilakukan pada penderita KEP berat/gizi buruk adalah: 1. Atasi/cegah hipoglikemia. 2. Atasi/cegah hipotermia. 3. Atasi/cegah dehidrasi. 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit. 5. Obati/cegah infeksi. 6. Mulai pemberian makanan.
60

7. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth). 8. Koreksi defisiensi nutrien mikro. 9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental. 10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.3,11

BAB IV ANALISIS KASUS Pasien ini seorang anak perempuan berusia 7 tahun 4 bulan dengan berat badan 20 kg dengan edema (14 kg tanpa edema), didapatkan gejala bengkak pada seluruh tubuh dan bengkak pertama kali muncul dirasakan pada kelopak mata pada saat bangun tidur, menjalar ke tangan, perut dan kaki. os juga mengeluh BAK lebih sering tapi BAK dirasakan sedikit-sedikit, warna BAK keruh, berbau, BAK kemerahan (+), sakit saat BAK juga disangkal. Os juga merasa susah untuk menahan saat ingin BAK. Bengkak dirasakan semakin membesar dan menyebabkan anak sesak dan juga ada muntah. Keluhan ini baru muncul untuk pertama kalinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/mmHg

menunjukkan adanya hipertensi. Pada kasus SN tekanan darah dapat meningkat pada 15-20% penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada penderita SN sebagai akibat sekresi rennin, aldosteron, dan hormon vasoaktif lain yang berlebihan. Selain itu pada pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya edema, asites (+), paru dan jantung dalam batas normal. Selain itu anak dikatakan gizi buruk karena dinilai dari status gizinya BB/TB < -3 SD. Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan kimia darah didapatkan albumin 1,8 gr/dL (hipoalbumin), kolesterol 293 mg/dL (hiperkolesterolemia) dan pada pemeriksaan urinalisis didapatkan adanya proteinuria (protein +++) dan pada pemeriksaan USG (11 Februari 2013) didapatkan kesan pleural efusi bilateral e.c
61

asites e.c sindrom nefrotik dimana efusi pleura ini yang menyababkan pasien menjadi sesak. Selain itu pada pemeriksaan kultur urin didapatkan Gram (-) Strenotrophomonas maltophilia. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka pada anak ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada, dapat ditegakan diagnosis sindrom nefrotik dan juga infeksi saluran kemih. Berdasarkan adanya penelitian menyebutkan kejadian tertinggi infeksi pada sindrom nefrotik adalah ISK. Diagnosis banding pada anak ini glomerulonefritis akut, alasan tidak didiagnosis dengan GNA karena dari anamnesis yang dilakukan tidak adanya sakit menelan dan ISPA sebelum os mengeluh bengkak. Dimana timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokus beta hemolytikus A. Terapi yang diberikan pada pasien ini Inj. Furosemid 2x14 mg, diberikan untuk mengurangi edema yang dapat mengganggu aktivitas. Pada pasien ini edema sudah menyebabkan sesak sepanjang hari. Dimana pemberian diuretic ini diberikan selama ada edema berat. Inj. Ondansentron 3x1/2 amp, diberikan karena pasien mengeluh mual dan muntah dan juga pemberian obat oral prednisone full dose 2 mg/kgBB/hari dan mulai pada tanggal 1 maret 2013 diberikan prednisone alternate dose 2/3 dosis selang sehari 2,5 tab pagi. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan tinjauan pustaka dimana pengobatan pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednisone dosis penuh (full dose) dengan dosis awal 60 mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi 3 selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m 2 LPB/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tungggal pagi selang sehari (dosis alternating) selama 4-8 minggu. Pada pasien ini juga diberikan captopril 3x4,2 mg jika tekanan darah > 100 mmHg, diman pada pasien sindrom nefrotik dengan hipertensi diberikan obat anti hipertensi. Serta pada penderita sindrom nefrotik mempunyai kecenderungan untuk retensi garam, maka perlu diberikan diet garam rendah, dan untuk diet lainnya diberikan secara normal, dan biasanya asupan protein tidak perlu dirubah.

62

DAFTAR PUSTAKA 1. Alatas, H. Tambunan, T. Trihono, P. Pardede, S. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Kerja Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. 2. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. 3. Dadiyanto DW, Muryawan H, S Anindita. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Semarang. Bagian IKA FK UNDIP. 2011 4. Arcana, IP. Infeksi Saluran Kemih Pada Sindrom Nefrotik. Studi Cross Sectional (Tesis Universitas Diponegoro). Semarang : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Diponegoro. 1999. 5. Ritonga, S. Hubungan Infeksi Saluran Kemih Dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid Pada Anak. Studi Kasus Kontrol (Tesis Universita Gadjah Mada). Yogyakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Gadjah Mada RSUP dr. Sardjito. 2011. 6. Handayani, I. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin, dan Sedimen Urin Pada Penderita Sindrom Nefrotik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 49-52. 7. Orenstein DM. Sindrom Nefrotik. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin editor. Nelson, ilmu kesehatan anak.Volume 3, Edisi 15. Jakarta. EGC. 2000 : 182831.

63

8. Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Sindroma Nefrotik dalam: Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jilid 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 274-6. 9. Guyton. Buku ajar fisiologi kedokteran jilid II edisi 7. Jakarta. EGC. 1994 : 158 9. 10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi jilid II edisi 4. Jakarta. EGC. 1995 : 645 8. 11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi-Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya. Jakarta. 2000; 1-22.

64

Anda mungkin juga menyukai