ABSORPSI
Disusun oleh:
Kelompok 6
Luthfi Sofian
Antony Dedi
(0661 12 053)
Cevi Destri
(0661 12 062)
(0661 11 070)
(0661 12 080)
Rini Setiawati
(0661 14 703)
Dosen Pembimbing :
1.
2.
3.
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Absorbsi obat berkaitan dengan mekanisme input obat ke dalam tubuh dan ke dalam
jaringan atau organ di dalam tubuh. Disposisi dapat dibedakan menjadi distribusi dan
eliminasi. Setelah obat memasuki sirkulasi sistemik obat didistribusikan ke jaringan tubuh.
Penetrasi obat ke dalam jaringan bergantung pada laju aliran darah ke jaringan, karakteristik
antara darah dan jaringan tercapai (Sinko, 2012).
Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas
obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ,
obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel
mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel
(Shargel and Yu, 1985).
Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis.
Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal
pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui
membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh
pembebasan obat dari bentuk sediaannya.
Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi, jika obat
tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat sampai tembus ke dalam
kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding
kapiler dan masuk ke dalam saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).
Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam sirkulasi sistemik bisa
dicapai dengan tiga langkah yaitu :
a) Penghantaran obat pada tempat absorpsinya
b) Obat dalam bentuk larutan
c) Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).
Temperatur
BAB III
METODE KERJA
Asam salisilat dalam HCl 0,1 N dan asam salisilat dalam NaHCO3 0,3 N
Deret konsentrasi asam salisilat
Larutan FeCl3 dalam HNO3 0,1 %
Larutan garam faali 37oC
Tikus putih yang telah dipuasakan 48 jam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
:+
Jumlah
212 gram
168/menit
120/menit
+++
+++
+++
= Kurang baik
++
= Baik
Berat Mencit ( gr )
212 gr
Perhitungan Dosis
a. Uretan
Diketahui :
Berat badan mencit
D
C
Obat
Uretan
= 212 gr
= 1,8 g/kgBB
= 25 %
X = 0,382 gram
Y = 1,52 ml
Perhitungan Persentasi Absorpsi
Cto
= 35 mg %
Ct1
= 25 mg %
Persentasi absorpsi
x 100%
=
= 28,57 %
Tabel 3 Persentasi absorpsi
Asam salisilat dalam HCl
Kelompok
1
2
3
%Absorpsi
100%*
68,75%*
57,14%*
4
85,71%
Asam salisilat dalam NaHCO3
Kelompok
%Absorpsi
5
0%*
6
28,57%
7
87,5%*
8
75%
Keterangan : * = tikus percobaan mati
IV.II. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini mengenai pengaruh pH obat terhadap absorpsi di
lambung. Absorpsi adalah proses pengambilan obat pada bagian permukaan
tubuh/saluran pencernaan/bagian lain dalam sistem organ ke aliran darah/pembuluh
limfe. Pada percobaan ini melakukan perbandingan absorpsi antara larutan obat yang
bersifat basa dan asam, dengan menggunakan larutan obat asam salisilat dalam HCl
dan asam salisilat dalam NaHCO3.
Berdasarkan literatur yang ada obat yang bersifat asam akan lebih baik diserap
dilambung dari pada obat yang bersifat basa dikarenakan lambung memiliki suasana
asam sehingga apabila lambung menyerap obat yang bersifat asam juga maka
penyerapannya akan lebih baik dibandingkan jika lambung menyerap obat yang
bersifat basa.
Pada percobaan kelompok 6 melakukan percobaan dengan larutan obat berupa
asam salisilat dalam NaHCO3 yang merupakan larutan basa dan didapatkan persentase
absorpsi sebesar 28,57%. Hasil persentase ini sesuai dengan hipotesis dan literatur.
Sedangkan data pengamatan dari kelompok lain yang menggunakan larutan
obat yang sama, hasil persentase yang didapat besar. Hal ini tidak sesuai dengan
literature dan hipotesis. Dikarenakan pada saat memasukan obat kedalam lambung
ada larutan obat yang keluar karena pengikatan di esophagus tidak terlalu kuat atau
pada saat percobaan berlangsung tikus sudah dalam keadaan mati.
Kemudian percobaan dengan larutan obat berupa asam salisilat dalam HCl
yang merupakan larutan asam dan didapatkan persentase absorpsi lebih dari 50% dari
semua kelompok yang melakukan percobaan ini. Hal ini sesuai dengan literature dan
hipotesis yang ada.
BAB V
KESIMPULAN
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Obat yang memiliki sifat asam absorpsinya lebih baik didalam lambung.
2. Obat yang memiliki sifat basa absorpsinya kurang baik didalam lambung.
3. Hasil persentase pada kelompok kami didapat 28,57%.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia,
Lala.
2008.
Farmakokinetik
Absorpsi.
http://ladytulipe.wordpress.com/
Eldesi
Medisa.
2013.
Absorpsi
Obat
Secara
In
Vitro.