Anda di halaman 1dari 2

TINJAUAN PUSTAKA

KONSTIPASI

Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik dinding usus
sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan meredakan sembelit. Tujuannya adalah untuk
menjaga agar tinja (feces) tidak mengeras dan defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk ke dalam
tubuh akan melalui lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di dalam kolon inilah
terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila massa feses berada terlalu lama dalam
kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya konsistensi feses menjadi keras dan kering
sehingga dapat menyulitkan pada saat pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana
seseorang mengalami kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh
maupun gangguan refleks defekasi yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran feses
terganggu. Frekuensi defekasi/ buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12 kali dalam
seminggu. Namun, baru dapat dikatakan konstipasi jika ia mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali
dalam seminggu, disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran
feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi rasa
tidak puas pada saat BAB (gunawan 2007).

Frekuensi defekasi/ BAB-nya kurang dari normal belum tentu menderita konstipasi jika ukuran
maupun konsistensi fesesnya masih normal. Konstipasi juga dapat disertai rasa tidak nyaman pada
bagian perut dan hilangnya nafsu makan. Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi
lebih tepat disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu penyakit atau masalah dalam tubuh
(Dipiro, et al, 2005), misalnya terjadi gangguan pada saluran pencernaan (irritable bowel syndrome),
gangguan metabolisme (diabetes), maupun gangguan pada sistem endokrin (hipertiroidisme).

PENGERTIAN OBAT PENCAHAR

Sasaran terapi konstipasi yaitu: (1) massa feses, (2) refleks peristaltik dinding kolon. Tujuan
terapinya adalah menghilangkan gejala, artinya pasien tidak lagi mengalami konstipasi atau proses
defekasi/ BAB (meliputi frekuensi dan konsistensi feses) kembali normal. Strategi terapi dapat
menggunakan terapi farmakologis maupun non-farmakologis. Terapi non-farmakologis digunakan untuk
meningkatkan frekuensi BAB pada pasien konstipasi, yaitu dengan menambah asupan serat sebanyak
10-12 gram per hari dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik/
olahraga. Sumber makanan yang kaya akan serat, antara lain: sayuran, buah, dan gandum. Serat dapat
menambah volume feses , mengurangi penyerapan air dari feses, dan membantu mempercepat feses
melewati usus sehingga frekuensi defekasi/ BAB meningkat (Dipiro et al 2005). Sedangkan terapi
farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB dan untuk
mengurangi konsistensi feses yang kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar
meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon, yang normalnya
merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan
elektrolit (Dipiro et al 2005)
Dipiro, J.T., Talbert,R.T., Yee, G.C., Matzke,G.R.,Wells,B.G.,Posey, L.M. (editors).2005.
pharmacotherapy:A Phatophisiologic Approach, 6th Edition, p.684-689, McGraw-Hill, United States of
America.

Gunawan GS.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai