RINGKASAN
Hasil hutan ikutan dari Dipterocarpaceae terdiri dari minyak keruing, damar,
lemak tengkawang, kapur barus/kamper dan tannin. Hasil hutan ikutan ini
dipungut dan di olah oleh masyarakat sekitar hutan sebagai mata pencaharian
tambahan selain bertani. Potensi hasil hutan ikutan dari Dipterocarpaceae saat ini
diperkirakan jauh menurun, sejalan dengan menurunnya potensi kayu
Dipterocarpaceae yang di tebang untuk keperluan bahan baku industri perkayuan.
Dalam upaya menjadikan komoditi hasil hutan ikutan dari Dipterocarpaceae
sebagai salah satu jenis usaha berbasis hutan, diperlukan tiga langkah
pengembangan yaitu; peningkatan kegiatan penelitian, penanaman jenis pohon
penghasil dan pemberian insentif bagi para pelaku yang terlibat di dalam
peningkatan pemanfaatan hasil hutan ikutan ini.
Kata kunci : Hasil hutan ikutan, Dipterocarpceaea, mata pencaharian, usaha
berbasis hutan, langkah pengembangan
I. PENDAHULUAN
Salah satu mata pencaharian masyarakat sekitar hutan selain bertani
adalah mengumpulkan hasil hutan selain kayu yang lebih dikenal dengan sebutan
Hasil Hutan Ikutan atau Hasil Hutan Bukan Kayu.
Hasil hutan Ikutan adalah barang (goods) yang dihasilkan benda hayati
selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan sejenis. Hasil ini dikelompokkan
dalam beberapa kelompok yaitu: resin, minyak atsiri, minyak lemak, pati dan
buah-buahan, tanin dan bahan pewarna, karet dan getah, rotan dan bambu serta
tumbuhan obat.
Dipterocarpaceae yang merupakan pohon dominan dalam hutan alam
hujan tropis basah, selain menghasilkan kayu yang laku diperdagangkan di pasar
nasional maupun internasional juga menghasilkan produk non kayu berupa
minyak keruing, damar, lemak tengkawang, kapur barus dan tanin.
Hasil hutan ikutan dari Diptericarpaceae telah dikumpulkan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat jauh sebelum maraknya kegiatan penebangan
kayu, baik untuk dipergunakan sendiri maupun di jual untuk keperluan bahan
baku pada beberapa industri.
1
Tulisan berikut ini diharapkan dapat menjadi stimulan pada para pihak
untuk mengembangkan pemanfaatan hasil hutan ikutan dari Diptericarpaceae,
sebagai salah satu jenis usaha berbasis hutan.
II. JENIS
Hasil Hutan Ikutan dari Dipterocarpaceae terdiri dari minyak keruing
yang dihasilkan dari Dipterocarpus spp; damar yang dihasilkan dari Shorea spp,
Hopea spp dan Vatica spp; lemak tengkawang yang dihasilkan dari buah pohon
tengkawang (Shorea spp); kemudian kapur barus/kamper yang dihasilkan
Dryobalanops spp dan tanin yang dihasilkan Shorea spp dan Hopea spp.
1. Minyak keruing
Minyak keruing merupakan resin cair dengan nama ilmiah Oleoresin,
nama lain adalah balsam, damar minyak atau minyak lagan. Minyak keruing
berbau harum, lengket dan berminyak.
Menurut Boer dan Ella (2001) Dipterocarpus spp. terdiri dari 70 jenis,
tersebar dari Srilanka, India, Burma, Thailand, Indo-china, Cina Selatan,
Philipina, Malaysia dan lndonesia. Selanjutnya dari jumlah tersebut hanya 20
jenis yang menghasilkan minyak keruing (Tabel 1).
Minyak keruing diperoleh melalui penyadapan yaitu dengan cara
membuat lubang sadap berbentuk segitiga pada batang pohon keruing
berdiameter minimal 50 cm dan berada pada ketinggian 1 meter di atas
permukaan tanah. Lubang di buat mengarah pada pusat batang. Pengumpulan
minyak dilakukan di dalam lubang pada saat musim hujan (Nopember
Januari), dimana minyak banyak dihasilkan. Sisa minyak yang terdapat di dalam
lubang harus dihilangkan dengan cara membakar, sehingga tidak terjadi
penyumbatan dan aliran minyak dapat terus berlangsung.
Tabel 1.Daftar jenis pohon penghasil minyak keruing dari Dipterocarpaceae
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nama botanis
Dipterocarpus cornutus
D. crinitus
D. haseltii
D. kerri
D. grandiflorus
D. turbinatus
D. tuberculatus
D. alatus
D. baudii
Nama lokal
Keruing gajah
Keruing bulan
Keruing bunga
Keruing gondola
Keruing belimbing
Lagan senduk
2
10.
Keruing gasing
D. caudatus
11.
Keruing tempurung
D. confertus
12.
Keruing bukit
D. costatus
13.
Keruing daun lebar
D. dyeri
14.
Keruing keladan
D. gracilis
15.
Keruing lagan
D. kunstleri
16.
Lagan torop
D. palembanicus
17.
Lagan buih
D. sublamellatus
18.
Keruing gunung
D. retusus
19.
Keladan
D. validos
20.
Keruing beras
D. verrucosus
Sumber : Soerianegara dan Lemmens (1997)
Minyak keruing digunakan oleh masyarakat sekitar hutan untuk lampu
penerangan (obor), dempul pada kapal kayu dan pelapis untuk meningkatkan
ketahanan kayu terhadap air. Selain itu minyak keruing digunakan pula sebagai
pernis ruangan dan bahan obat-obatan antara lain sebagai dis-infectant, laxative,
diuretic, stimulant ringan dan analgesic liniments
Sifat fisiko-kimia minyak keruing terdiri dari Berat Jenis
0,9180
o,
0,9636, Putaran optik - 37,57 3,81
Bilangan asam 1,63 7,95, Bilangan
ester 3,24 4,32 , Kandungan a-gurjune, min 50 % dan Indeks bias 1,4979
1.5041
2. Damar
Damar merupakan resin keras (hard resin) yang banyak terdapat pada
batang pohon Shorea spp, Hopea spp dan Vatica spp, berbentuk keras atau
rapuh, dengan warna bervariasi tergantung dari jenis dan mempunyai kandungan
senyawa kimia kompleks. Pada Tabel 2. berikut ini disajikan jenis pohon
penghasil damar dari Dipterocarpaceae.
Tabel 2. Daftar jenis pohon penghasil damar dari Dipterocarpaceae
No.
Klasifikasi
kualitas
A.
Bagus
Nama botanis
Shorea javaniva
Sh. lamelata
Sh. virescens
Sh. retinodes
Sh. assamica
Hopea dryobalanoides
H. celebica
H. beccariana
Nama lokal
Damar kaca
Damar paket
Damar maja
Damar mansarai
Damar masegar
Merawan seluai
Lempong mit
3
Vatica rassak
B.
Sedang
Hopea mangarawan
H. sangal
Shorea kunstleri
Sh. laevifolia
Sh. paguetiana
Sh. platycarpa
Sumber : Soerianeraga dan Lemmens (1997)
Resak danau
Merawan benar
Merawan jangkar
Benuas lebar daun
Bangkirai
Bangkira guruk
Lanan tembaga
3. Lemak tengkawang
Biji tengkawang atau illipe nut mengandung lemak (green butter) yang
dapat di olah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan farmasi, kosmetik,
sabun dan margarine. Pada Tabel 3 disajikan 16 jenis pohon Shorea spp yang
menghasilkan biji tengkawang. Dari jumlah tersebut lima diantaranya yaitu
Shorea macrophylla, Sh. palembanica, Sh. splendida, Sh. stenoptera dan Sh.
gibbosa dikenal sebagai penghasil biji tengkawang utama.
Tabel 3. Daftar jenis pohon dari Shorea spp penghasil buah tengkawang
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Nama botanis
Shorea macrophylla
Sh. palembanica
Sh. splendida
Sh. stenoptera
Sh. gibbosa
Sh. beccariana
Sh. lepidota
Sh. macranta
Sh. mecistopteryx
Sh. pinanga
Nama local
Tengkawang buah
T. majau
T.bani
T. tungkul
Damar buah
Tengkawang tengkal
Abang gunung
Merantri lengkung daun
Tengwang layer
T. rambai
4
Sengkawang pinang
Damar hitam katup
Bangkira garuk
Sengkawang
Resak bunga
Tengkawang terindak
Tuntong seluing
Tengkawang kijang
Awang rambut
4. Kapur barus
Kapur barus atau kamper diperoleh dari pohon kapur (Dryobalanops
aromatica dan D. beccarii), berbentuk kristal padat berwarna putih atau minyak.
Pengambilan kapur barus dilakukan pada saat pohon kapur di tebang, kemudian
di potong-potong menjadi kayu bangunan. Kapur barus digunakan sebagai bahan
obat-obatan, parfum dan sintesis (paduan) organik.
5. Tanin
Tanin merupakan bahan penyamak kulit, pembuatan tinta dan pengobatan
luka bakar. Tannin di dapat melalui ekstraksi kulit kayu pohon Hopea yaitu H.
acuminate dan H. odorata dan Shorea yaitu Sh. leprosula, Sh. negrosensis dan
Sh. siamensis
1. Minyak keruing
Berdasarkan hasil penelitian Wiyono et. al. (2000), diusulkan persyaratan
mutu minyak keruing adalah BJ 0,9180 0,9636; indek bias 1,4979 1,5041;
putaran optik (-37,57)- (-3,81 0); bilangan asam 1,63 7,95; bilangan
penyabunan 2,28 11,48; bilangan ester 3,24 4,32 dan kandungan a-gurjune,
min 50 %.
Sedangkan untuk memisahkan minyak keruing dari getah keruing dapat
dilakukan melalui cara penyulingan (Wiyono, 1996) atau penggunaan pelarut
organik (Wiyono, 1998).
2. Damar
Tambunan (1980), mengemukakan bahwa nilai ekonomis damar
ditentukan oleh besarnya ukuran butir, kebersihan dan kejernihan warna. Untuk
memperbaiki kualitas damar tersebut dapat dilakukan melalui pemurnian dengan
menggunakan garam malcaurin dalam keadaan vakum.
Wiyono & Silitonga (2001) telah melakukan penelitan untuk mengetahui
pengaruh jenis pelarut organik dan kualitas damar mata kucing terhadap
rendemen dan sifat fisiko kimia damar yang dimurnikan. Hasil penelitian pelarut
organic dan kualitas damar mata kucing berpengaruh sangat nyata pada bilangan
asam, bilangan iod, kadar abu dan kadar bahan tak larut dalam toluene dan
berpengaruh nyata pada bilangan penyabunan damar yang telah dimurnikan.
Pemurnian damar mata kucing dengan pelarut benzene menghasilkan sifat fisikokimia yang lebih baik dibanding dengan pelarut toluene.
Untuk mengetahui rendemen dan sifat fisiko-kimia residu damar mata
kucing, Wiyono et.al (2005), melakukan penyulingan cara kering dalam kondisi
vakum, pada tekanan 0,06 Pa dan suhu 65 86 0 C. Hasil penelitian residu damar
mata kucing yang telah dipisahkan minyak atsirinya belum memenuhi
persyaratan yang ditetapkan, baik sifat titik lunak, bilangan asam maupun kadar
abunya. Sehubungan dengan hal itu dalam proses penyulingan secara vakum
perlu dicoba dengan menggunakan tekanan yang lebih besar yang disertai
kondensasi yang tepat untuk tekanan tersebut.
Percobaan pembuatan pernis dari damar berkualitas rendah, dengan
formula 65 % larutan damar, 25 % alkyd sintetis, 8,8 % minyak tanah, 0,3 %
cobalt kering dan 0,9 % calcium kering telah menghasilkan pernis berkualitas
baik (Edriana et.al, 2004).
3. Lemak tengkawang
Sumadiwangsa & Silitonga (1974) melaporkan bahwa pemisahan biji
tengkawang dari daging buah dengan cara basah (perendaman) menghasilkan biji
dengan warna hitam, dengan kadar lemak tinggi dibanding dengan cara kering
(salai). Selain itu disebutkan pula kualitas buah tengkawang dipengaruhi oleh
waktu penyimpanan, dimana semakin lama disimpan kualitasnya semakin
menurun. Begitu pula dengan biji semakin besar biji berarti kandungan lemaknya
semakin besar dan sebaliknya kadar air menjadi lebih kecil. Penyimpanan biji
yang lebih lama dapat pula menyebabkan meningkatnya kandungan asam lemak
bebas (Free Fat Acid) sehingga lemak mudah tengik (Sudradjat, 1979).
Pengolahan buah tengkawang menjadi lemak tengkawang menurut Rosid
(1980) berupa pemisahan biji dari daging buah, dimana dapat dilakukan dengan
cara basah (perendaman) dan cara kering (salai), kemudian ekstraksi lemak dari
biji dapat dilakukan dengan cara perebusan (rendering), pengempaan (kompressi
mekanis) dan penggunaan pelarut kimia. Selanjutnya pemurnian lemak dapat
dilakukan melalui penetralan dengan alkali, pemucatan dan penghilangan bau.
Menurut Astana et. al. (1987), Sistem tata niaga biji tengkawang dari
lokasi pemungutan ke luar negeri melalui pedagang perantara/KUD dan
eksportir/PUSKUD. Sistem tata niaga ini belum efisien, karena margin yang
diterima petani (45,83 %) lebih rendah dari margin tata niaganya (54,13 %).
Eksportir mengambil keuntungan margin cukup besar (19,76 %) dibanding
dengan biaya tata niaga yang dikeluarkan (9,40 %).
1. Penelitian
Menurut Shiva & Jantan (1998) untuk meningkatkan pemanfaatan hasil
hutan ikutan dari Dipterocarpaceae perlu dilakukan beberapa upaya penelitian,
antara lain :
a. Pengembangan metode penyadapan resin dan damar
b. Menentukan rotasi pemanenan, waktu dan musim untuk penyadapan,
untuk meningkatkan hasil yang optimum dan lestari.
c. Mengembangkan teknik yang sesuai untuk pengumpulan kapus barus
d. Menentukan musim yang sesuai dan pengembangan tahapan pemanenan
buah tengkawang untuk mendapatkan biji yang berkualitas
7
3. Pemberian insentif
Dengan maksud untuk merangsang pengembangan pengusahaan hasil
hutan ikutan dari Dipterocarpaceae , maka bagi para pihak yang terlibat perlu
kiranya diberikan beberapa insentif yang menarik seperi pemberian pinjaman
uang sebagai modal usaha dengan bunga rendah, kemudahan perizinan dan
pembebasan pajak.
V. PENUTUP
Memberdayakan masyarakat sekitar hutan dan meningkatkan berbagai jenis
usaha berbasis kehutanan yang ramah lingkungan sangat perlu dilakukan. Selain
akan berdampak posistif bagi peningkatan pendapatan masyarakat juga dapat
menimbulkan kesadaran tentang pentingnya melestarikan hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Astana, S. 1987. Efisiensi tata niaga ekspor biji Tengkawang dari Kalimantan
Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 4 (2), 1987
Boer, E and Ella, AB (Editors). 2001. Plant Resources of South-East Asia No.
18. Plant Producing Exudates. Prosea, Bogor.
Edriana, E; E. Dahlian dan E.S. Sumadiwangsa. 2004. Teknik pembuatan pernis
dari damar untuk usaha kecil. Jurnal penelitian Hasil Hutan.
Rosid, M. 1980. Peningkatan pengolahan biji tengkawang sebagai sumber lemak
nabati. Prosiding Diskusi Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta 9 11 Juli
1980.
Shiva, MP and I. Jantan. 1998. Non Timber Forest Products from Dipterocarps.
In Appanah, S and JM. Turnbull (eds.). A Review of Dipterocarps,
Taxonomy, Ecology and Silviculture.
Soerianegara and Lemmens, RHMJ (Editors). 1997. Plant Resources of SouthEast Asia No. 5 (1). Timber Trees: Commercial timbers. Prose, Bogor.
Sudradjat, 1979. Beberapa masalah dalam pengusahaan biji tengkawang.
Kehutanan Indonesia 6 (I), 1979.
Sumadiwangsa, S dan T. Silitonga. 1974. Analisa Fisiko-Kimia Tengkawang dari
Kalimantan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan.
10