Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....

LEMBAR PENGESAHAN.....

ii

KATA PENGANTAR..

iii

DAFTAR ISI

iv

BAB 1 PENDAHULUAN...

1.1. Latar Belakang..

1.2. Rumusan Masalah.....

1.3. Tujuan Penulisan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..3


2.1. Definisi..

2.2. Anatomi.

2.3. Klasifikasi..

2.4. Etiologi..

2.5. Patofisiologi..

2.6. Gejala Klinis.........

2.7. Diagnosa

2.8. Diagnosa Banding.

11

2.9. Terapi

12

2.10. Prognosis.....

13

BAB III PENUTUP.

14

3.1. Kesimpulan

14

3.2. Saran..

14

DAFTAR PUSTAKA...

15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tekanan intrakompartemen adalah faktor yang sangat penting untuk menjamin
kelangsungan vaskularisasi dan oksigenasi jaringan di dalam suatu kompartemen
tertutup. Tekanan kompartemen yang tinggi melebihi nilai ambang yang dapat di
toleransi maka akan menyebabkan gangguan vaskularisasi dan oksigenasi. Pada
keadaan yang normal kompartemen tungkai bawah mempunyai tekanan < 10 mmHg.
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan intertisial di dalam ruang yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Di mana ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh
darah. Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan
berkurang dan otot di dalam kompartemen akan iskemik. Secara tegas, saat sindrom
kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan, gangguan
fungsi yang permanen dan jika semakin berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian.
Pada tahun 1872 Richard Von Volkmann mempublikasikan mengenai fraktur
suprakondilar akan diikuti oleh trauma pada syaraf dan kontraktur akibat sindrom
kompartemen. Walaupun fraktur pada tulang panjang merupakan penyebab tersering
dari sindrom kompartemen trauma lain juga dapat menyebabkan terjadinya sindrom
kompartemen. Kregor PJ, dkk dalam penelitian terhadap 31 penderita sindrom
kompartemen kruris, menemukan penyebab terbanyak adalah fraktur tibia dengan 19
fraktur tertutup dan 21 fraktur terbuka (17 fraktur plateau, 13 fraktur batang tibia dan
1 fraktur fibula). Sedangkan Mc Queen MM dan Court Brown CM menemukan 1
kasus sindrom kompartemen akut kruris pada 12 jam pertama dan 2 kasus pada 12
jam kedua akibat fraktur tibia. Sedangkan di Indonesia belum terdapat data yang pasti
mengenai sindrom kompartemen.
Adapun lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen adalah di bagian
lengan bawah, lengan atas, perut, pantat dan seluruh ekstremitas bagian bawah.
Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom kompartemen, termasuk cedera
akibat olahraga berat.
Gambaran klinis sindrom kompartemen seringkali tidak begitu jelas. Selama
ini untuk mendiagnosis sindroma kompartemen hanya berdasarkan gejala klinis, yaitu

5 P (pain, pallor, pulselessness, paresthesia, paralysis). Dimana pallor dan


pulselessness terjadi hanya pada keadaan ekstem, yaitu setelah otot dalam
kompartemen berada pada stadium akhir iskemia. Denyut nadi perifer biasanya teraba
kecuali disertai cedera arteri. Paralysis juga terjadi pada stadium akhir dari sindrom
kompartemen, dimana kemungkinan pemulihan aktifitas otot tinggal 13%. Gejala
yang mungkin adalah nyeri dan parestesi, dimana gejala tersebut tidak proporsional.
Pengukuran tekanan intrakompartemen secara kontinyu dapat menjadi acuan untuk
mengetahui onset timbulnya tekanan maksimal, sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan terhadap tanda-tanda timbulnya sindrom kompartemen yaitu bila
tekanan > 30 mmHg. Adapun tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah
mengurangi defisit fungsi neurologis dengan mengembalikan aliran darah lokal,
biasanya dengan pembedahan (fasciotomi). Walaupun fasciotomi disepakati sebagai
terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti timing, masih diperdebatkan.
1.2.

Rumusan Masalah
- Apakah pengertian dari sindrom kompartemen?
- Apakah penyebab terjadinya sindrom kompartemen?
- Apa sajakah gambaran klinik dari sindrom kompartemen?
- Bagaimana proses terjadinya sindrom kompartemen?
- Bagaimanakah tatalaksana dan pencegahan sindrom kompartemen?

1.3.
Tujuan
1.3.1. Umum
Tujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk memberikan pengetahuan
mengenai sindroma kompatemen kepada para tenaga medis dan mahasiswa kepaniteraan
klinik bagian bedah.
1.3.2. Khusus
- Mengetahui pengertian dari sindrom kompartemen?
- Mengetahui penyebab terjadinya sindrom kompartemen?
- Mengetahui gambaran klinik dari sindrom kompartemen?
- Mengetahui proses terjadinya sindrom kompartemen?
- Mengetahui tatalaksana dan pencegahan sindrom kompartemen?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom Kompartemen
2.1 Definisi

Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan


interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah
yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot.
2.2 Anatomi
Secara anatomik sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak yaitu terletak
di :
1. Anggota gerak atas
a. Lengan atas : kompartemen anterior dan posterior.
o Kompartemen anterior terdiri dari :
Otot biceps brachii, brachialis, choracobrachialis dibatasi tulang humerus,
septum intermusculer lateral dan medial serta dipersarafi oleh nervus
musculocutaneus. Diperdarahi oleh arteri brachialis dan vena chepalica.
o Kopartemen posterior terdiri dari :
Otot

triceps

brachii,

anconeus

dibatasi

oleh

tulang

humerus,

septumintermusculer lateral dan medial serta dipersarafi oleh nervus


radialis. Diperdarahi oleh arteri brachialis dan vena chepalica.
b. Lengan bawah : kompartemen anterior, lateral, dan posterior.
o Kompartemen anterior terdiri dari :
Otot pronator teres, fleksor digitorum superficial, fleksor carpi radialis,
palmaris

longus,

fleksor

carpi

ulnaris,

ekstensor

carpi

radialis, brachioradialis. Dibatasi oleh tulang radius, septa profunda serta


dipersarafi oleh nervus radialis. Diperdarahi oleh arteri radialis dan vena
chepalica.
o Kompartemen lateral terdiri dari :
Otot pronator quadrates, fleksor digitorum profundus, fleksor policis
longus. Dibatasi oleh tulang radius, ulna dan membrana interossea.

Dipersarafi nervus medianus dan nervus ulnaris. Diperdarahi oleh arteri


ulnaris.
o Kompartemen posterior terdiri dari :
Otot extensor digitorum, extensor digiti minimi, extensor carpiulnaris,
supinator, abductor pollicis longus, extensor pollicis brevis, extensor
pollicislongus, extensor indicis. Dibatasi oleh tulang radius, ulna dan
membrana interossea. Dipersarafi oleh nervus radialis, interosseous dorsal.
Diperdarahi oleh interosseousdorsal.
2. Anggota gerak bawah :
a. Tungkai atas : kompartemen anterior, medial, dan posterior.
o Kompartemen anterior terdiri dari :
Otot rectus femoris, vastus intermedius, vastus medialis. Dibatasi oleh
tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata.
Dipersarafi oleh nervus femoralis.
o Kompartemen medial terdiri dari :
Otot gracilis, sartorius, adductor manus, adductor longus. Dibatasi oleh
tulang femur, fascia lata. Dipersarafi oleh nervus ischiadicus. Diperdarahi
oleh arteri perforans.
o Kompartemen posterior terdiri dari :
Otot biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus. Dibatasi oleh
tulang femur, septum intermusculare lateral, medial dan fascia lata.
Dipersarafi oleh nervus tibialis.
b. Tungkai bawah : kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior
profundus.
o Kompartemen anterior terdiri dari :
Otot tibialis anterior, extensor digitorum longus, extensor hallucis longus
dan

peroneus

tertius.

Dibatasi

oleh

tulang

tibia,

fibula,

membraninterosseus dan septum intermuscular anterior. Dipersafari oleh


nervus peroneus profunda.
o Kompartemen lateral terdiri dari :
Otot peroneus longus dan brevis. Dipersarafi oleh nervus peroneal
superficial. Dibatasi oleh tulang fibula, septum intermuscular anterior,
septumintermuscular posterior dan fascia profunda.
o Kompartemen posterior superfisial dikelilingi oleh :
Fascia profunda tungkai, terdiri dari otot gastrocnemius, soleus dan
plantaris.
o Kompartemen posterior profundus :
Diantara tulang tibia, fibula, fascia profunda transversa dan membran
interosseous. Terdiri dari otot fleksor digitorum longus, fleksor
hallucislongus, popliteus dan tibialis posterior. Diperdarahi oleh arteri dan
vena tibialis posterior dan dipersarafi oleh nervus tibialis.
Sindrom kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai
serta lengan atas .
2.3.

Klasifikasi
Sindroma kompartemen dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
a. Sindrom Kompartemen Akut
Sindroma kompartemen akut merupakan suatu tanda kegawatan medis. Ditandai
dengan pembengkakan dan nyeri yang terjadi dengan cepat. Tekanan dalam
kompartemen yang meningkat dengan cepat dapat menyebabkan tekanan pada
saraf, arteri dan vena sehingga tanpa penanganan yang tepat akan terjadi paralisis,
iskemik jaringan bahkan kematian. Penyebab umum terjadinya sindroma
kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri
dan luka bakar.
b. Sindrom Kompartemen Kronik
Sindroma kompartemen kronik bukan merupakan suatu kegawatan medis dan
seringkali dikaitkan dengan nyeri ketika aktivitas olahraga. Ditandai dengan

meningkatnya tekanan kompartemen ketika melakukan aktivitas olahraga. Gejala


ini dapat hilang dengan hanya menghentikan aktivitas olahraga. Penyebab umum
sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas berulang
ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, sepak bola dan militer.
2.4.

Etiologi
Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal
yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, tetapi terdapat 3
mekanisme yang seringkali mendasari terjadinya sindrom kompartemen, yaitu :
a. Peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.
Merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen.
Hal ini dapat disebabkan oleh :
-

Fraktur, terutama fraktur tibia merupakan penyebab yang paling sering


menyababkan peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Cedera pada pembuluh darah besar, dapat menyebabkan sindroma


kompartemen melalui 3 mekanisme yaitu :
o Perdarahan yang masuk ke dalam ruang kompartmen.
o Sumbatan partial pada pembuluh darah tanpa disertai adanya sirkulasi
kolateral yang adekuat.
o Pembengkakan post iskemia bila perbaikan arteri dan sirkulasi tertunda
lebih dari 6 jam.

Olahraga berat, dapat menyebabkan sindroma kompartemen akut dan kronik.


Seringkali dihubungkan dengan nyeri pada kompartemen anterior pada
tungkai.

Luka bakar, selain dapat menyebabkan penyempitan ruang kompartemen.


Luka bakar juga dapat meningkatkan akumulasi cairan dalam ruang
kompartemen dengan timbulnya edema yang massif.

Penyebab

lain

akumulasi

cairan

adalah

perdarahan

akibat

pemeberian

antikoagulan, infiltrasi cairan dalam ruang kompartemen, gigitan ular dan lain
lain.
b. Menyempitnya ruang kompartemen.
-

Jahitan tertutup pada fascia, sering terjadi pada atlit marathon dengan hernia
otot serta kerusakan fascia. Hernia biasanya bilateral dan berkembang pada

1/3 tungkai bawah pada kompartemen anterior dan lateral. Selama ini
seringkali dilakukan jahitan ketat pada hernia otot yang mengalami kerusakan
fascia. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan volume kompartemen
dan meningkatkan tekanan intra kompartemen sehingga menimbulkan
sindroma kompartemen akut.
-

Luka bakar derajat tiga, luka bakar mengurangai ukuran kompartemen dan
menimbulkan jaringan parut pada kulit, jaringan subkutan dan fascia menjadi
satu.

c. Tekanan dari luar


-

Intoksikasi obat, ketidak sadaran akibat penggunaan obat yang overdosis dapat
sindroma kompartemen bila orang tersebut berbaring dengan tungkai terjepit.
Tertekannya lengan serta tungkai menghasilkan peningkatan tekanan intra
kompartemen lebih dari 50 mmHg.

Penggunaan gips yang terlalu ketat, hal ini dapat menimbulkan tekanan
eksternal dikarenakan membatasi perkembangan dari kompartemen.

2.5.

Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia jaringan. Tanpa
memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi
vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus
menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak
ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke
dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Bila
terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat, setelah itu aliran
darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga
akan terhenti sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut,
maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel
komponen tersebut. Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada sindrom
kompartemen, yaitu :
7

1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen.


2. Theori of critical closing pressure
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan arteriol
yang tinggi. Tekanan arteriol dan tekanan jaringan secara signifikan berbeda hal
ini dibutuhkan untuk memelihara potensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan.
Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat
selanjutnya adalah arteriol akan menutup.
3. Tipisnya dinding vena.
Tipisnya dinding vena akna menyebabkan kolaps ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena. Akan tetapi bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler maka
tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase
vena terbentuk kembali.
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik
dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis
dengan sindrom kompartemen. Reneman menggambarkan patogenesis dari sindroma
kompartemen kronik, dimana selama latihan otot dapat membesar sekitar 20% dan
akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intrakompartemen. Kontraksi
otot yang berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana
dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan
antara kontraksi yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah.
Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan aliran arterisemakin menurun selama
relaksasi otot dan pasien akan mengalami kram otot.

2.6.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada sindrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri). Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena,ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jikamunculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik
8

(pada anak-anak tampak semakingelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak


dari biasanya). Otot yang tegang padakompartemen merupakan gejala yang
spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), yang diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke jaringan.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi).
4. Parestesia (rasa kesemutan).
5. Paralysis. Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.
Sedangkan pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain :
o Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
o Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit.
o Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
2.7.

Diagnosis
Diagnosis

klinik

sindroma

kompartemen

didasarkan

pada

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


-

Anamnesis
o Nyeri, pada sindrom kompartemen biasanya pasien akan mengeluhkan
nyeri. Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada
sindroma kompartemen. Nyeri yang bertambah dan khususnya meningkat
dengan gerakan pasif peregangan otot. Akan tetapi nyeri merupakan gejala
yang sangat subjektif karena kemampuan seseorang menahan rasa sakit
berbeda beda. Selain itu pengurangan fungsi sensoris seringkali
mengaburkan rasa nyeri yang terjadi.
o Perestesi. Parestesi merupakan gejala yang sering ditemukan pada
penderita sindroma kompartemen yang dalam keadaan sadar dan
kooperatif. Hal ini merupakan manifestasi klinis akibat defisit sensorik.
Pada awalnya defisit sensorik mengakibatkan paresthesia akan tetapi lama

kelamaan jika penanganannya tertunda,keadaan ini dapat memicu


terjadinya anesthesia.
o Riwayat trauma. Semua trauma ekstremitas potensial untuk menimbulkan
terjadinya sindroma kompartemen. Sejumlah cedera yang mempunyai
resiko tinggi yaitu fraktur tibia dan antebrakhi, balutan kasa atau
immobilisasi dengan gips yang ketat, tekanan setempat yang cukup lama,
peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen akibat perfusi otot
yang mengalami iskemia, luka bakar atau latihan berat.
-

Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi
Pada inspeksi dapat ditemukan di daerah yang sakit terlihat bengkak, kulit
tampak berwarna pink dan pasien tampak kesakitan.
o Palpasi
Pada palpasi didapatkan beberapa tanda khas dari sindroma kompartemen,
yakitu : pain, pulse present dimana perabaan pulsasi pada daerah distal
biasanya masih bisateraba, parestesi pada daerah distribusi saraf perifer
dan menurunnya sensasi pada kulit daerah yang terkena, serta tegang dan
bengkak pada daerah yang terkena.

Pemeriksaan Penunjang
o Foto Rontgen, untuk mengetahui apakah terdapat fraktur pada tulang atau
tidak yang berguna untuk mengetahui asal dari rasa nyeri.
o Arteriografi, untuk mengetahui ada atau tidak cedera pada arterinya
o Pengukuran Tekanan Kompartemen. Pengukuran tekanan secara langsung
adalah gold standard dalam menegakkan diagnosa sindroma kompartemen.
Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan 2 kali, yaitu sebelum
dan setelah latihan dan tidak semua kompartemen biasanya diuji, tetapi
tergantung pada berapa banyak tempat yang dirasakan sakit oleh
pasien. Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak
adekuat dan iskemia terjadi ketika tekanan meningkat antara 10 30

10

mmHg dari tekanan diastolik. Tidak ada perfusi yang efektif ketika
tekanannya sama dengan tekanan diastolik. Selama tekanan pada salah
satu kompartemen kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler
diastolik), maka tidak perlu khawatir tentang terjadinya sindroma
kompartemen. Tes dianggap positif jika memiliki tekanan 15 mmHg
sebelum latihan atau 30 mmHg setelah latihan selama 1 menit atau 20
mmHgsetelah latihan selama 5 menit.
2.8.

Diagnosa Banding
Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan
dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer dengan
beberapa ciri yang sama.
-

Claudikasio Intermitten
Merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan
dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2 5 menit
setelah beraktivitas. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada
arteri

bagian proksimal

yang

tidak

disertai

peningkatan

tekanan

intrakompartemen.
-

Trombosis Vena Dalam


Merupakan kelainan pembuluh darah vena akibat tersumbatnya vena yang
letaknya dalam sehingga terjadi bendungan. Nyeri lokal secara tiba tiba
disertai edema, eritem dan homans sign merupakan gejala khas.

Fraktur Stress
Merupakan kelainan tulang yang diakibatkan adanya stress yang kecil
dan berulang ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Ditandai dengan gejala klinis nyeri lokal pada waktu pergerakan serta nyeri
tekan setempat bila beraktivitas, kadang terjadi pembengkakan.

Sindroma Jepitan Saraf (Entrapment Neuropathies)


Merupakan gangguan saraf perifer oleh karena keadaan / posisi yang abnormal
atau gangguan vaskularisasi yang menyebabkan iskemia pada saraf.

2.9.

Terapi
11

Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi


neurologis dengan mengembalikan aliran darah lokal yang biasanya dilakukan dengan
tindakan bedah dekompresi. Terapi dari sindrom kompartemen yang sederhana yaitu
fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi
yang terbaik, namun beberapa hal seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli
bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi. Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom
kompartemen. Kerusakan nervus permanen akan mulai terjadi setelah 6 jam
terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen
maka pengukuran tekanan dan terapi yang diperlukan harus segera dilakukan
secepatnya. Adapun penanganan sindrom kompartemen, yaitu :
1. Terapi Medikal/ Non-Bedah.
Pemilihan terapi non bedah dilakukan jika diagnosa sindrom kompartemen masih
dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi :
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan
aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut kontriksi dilepas.
c. Pada

kasus

gigitan

ular

berbisa,

pemberian

anti

racun

dapat

menghambat perkembangan sindroma kompartemen.


d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi
sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
f. Menggunakan aspirin atau ibuprofen untuk mengurangi inflamasi.
2. Terapi Bedah
Indikasi untuk dilakukan terapi operatif untuk sindrom kompartemen yaitu apabila
tekanan intrakompartemen > 30 mmHg dan memerlukan tindakan yang cepat dan
segera untuk dilakukan fasciotomi. Tujuan dari melakukan fasciotomi ini
adalahuntuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila
tekanannya <30 mmHg dapat dilakukan observasi terlebih dahulu dengan cermat
12

dan diperiksa lagi pada jam jam berikutnya, kalau keadaan tungkai membaik
evaluasi klinik yang berulang ulang dilanjutkan hingga bahaya terlewati. Kalau
tidak ada perbaikan atau kalau tekanan kompartemen meningkatmaka harus
segera dilakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi
adalah 6 jam. Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :
o Adanya tanda tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
o Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma,
pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh narkoba), dengan
tekanan jaringan > 30mmHg.
2.10.

Prognosa
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek,
toleransi ototuntuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi
bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma syaraf dan
hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir
20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial

13

yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan


oksigen jaringan. Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan
jaringan lokal yang kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu:
penurunan

volume

kompartemen,

peningkatan

tekanan

kompartemen,

dan

peningkatan tekanan pada struktur kompartemen. Secara umum terdapat beberapa


tanda dari sindroma kompartemen, yang disingkat menjadi 5P :
1. Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom.
2. Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik.
3. Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa waktu.
4. Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah.
5. Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri.
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, yaitu suatu
tindakan

operatif

untuk membebaskan

cairan

yang

terperangkap

di dalam

kompartemen. Selain melalui gejala dan tanda yang timbul, penegakan diagnosa
sindrom kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Dimana
tindakan fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg.
Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi
terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Prognosis bisa baik sampai dengan
buruk, tergantung seberapa cepat penanganan dari sindrom kompartemen.
3.2.

Saran
Petugas kesehatan hendaknya mampu menegakkan diagnosis secara tepat dan
dapat mengambil keputusan untuk segera menindak lanjuti dimana seseorang di
diagnosa menderita sindroma kompartemen.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wikipedia,

the

gree

ensyclopedia.

Compartment

syndrom,

available

at

:http://en.wikipedia.org/wiki/Compartment_syndr...(diunduh bulan Mei 2014).


2. Medline

Plus

(2008).

Compartement

syndrome.

Available

:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/articl...(diunduh bulan Mei 2014).

14

at

3. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ (December
2007)."Diagnosis

and

management

of

extremity

compartment

syndromes:

an

orthopaedic perspective". Am Surg 73 (12): 1199209. PMID 18186372. (diunduh bulan


Mei 2014)
4. Richarf

(2009).

Compartment

syndrome,

Extremity

Available

at

"emedicine:compartmentsyndrome". http://www.emedicine.com/EMERG/topic739.htm.
(Diunduh bulan Mei 2014).
5. Undersea and Hyperbaric Medical Society. "Crush Injury, Compartment syndrome,
andother

Acute

Traumatic

Ischemias".

Available

at

:http://www.uhms.org/ResourceLibrary/Indication...(Diunduh bulan Mei 2014).


6. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. Hal 462; 853.
7. Compartemen

syndrome,

Available

at

:http://www.scribd.com/doc/27320465/Compartment...( Diunduh bulan Mei 2014)


8. Compartement

syndrom,,

Available

at

:http://ww:answer.com/topic/compartementsyndrom(Diunduh bulan Mei 2014)


9. Compartement

syndrom,http://emedicinemedscape.com/article/1269081-o...

(Diunduh bulan Mei 2014)

15

Anda mungkin juga menyukai