Anda di halaman 1dari 5

Tabel Hasil Pemeriksaan pH pada Sampel Daging Sapi, Domba, dan

Kambing
No
1

Ket. Sampel
Nama Pemilik: Bpk.
Yansen
Asal Feedlot: Subang
Mas
Nomor Ear tag: 4602
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.
Yoyo
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag: 4551
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Pak Samsul)
Nama Pemilik: Bpk.
Jimmy
Asal Feedlot:Taruma
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Pasar
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.
Waris
Asal Feedlot: Rai
Nomor Ear tag: 1681
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Bu Eti)
Nama Pemilik: Bpk. H.
Menki
Asal Feedlot: Subang
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.
Andi
Asal Feedlot: Rumpin
Nomor Ear tag: 37596
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.
Waluyo
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk

Hasil
6.47

No
1

Ket. Sampel
(Daging Domba )
Nama Pemilik: Bpk. H.
Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan: Pasar
Bogor (Pak Wawan)

Hasil
6.2

6.2

6.36

5.82

(Daging Kambing I)
Nama Pemilik: Bpk. H.
Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan: Pasar
Bogor (Pak Wawan)
(Daging Kambing II)
Nama Pemilik: Bpk. H.
Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan: Pasar
Bogor (Pak Wawan)

5.25

5.8

6.56

5.9

6.3

Udin
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag: 3696
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Pak Hairudin)
Pengujian secara lab dilakukan pada 8 sampel daging sapi, 2 sampel
daging kambing, dan satu sampel daging domba. Hasil yang didapat diperoleh
nilai pH yang berbeda-beda. Pada 4 dari 8 sampel sapi memiliki pH yang cukup
tinggi, dan berkisar dari 6 6.56. Sementara pada domba, seluruh sampel
memiliki pH tinggi dengan kisaran 6.2-6.36. Nilai pH yang terlalu tinggi pada
karkas dapat disebabkan oleh kondisi hewan yang mengalami kelelahan ketika
transportasi atau hewan tidak diberi makan selama penampungan. Hal ini
disebabkan oleh glikogen yang berada dalam otot masih bekerja ketika
penyembelihan sehingga tidak dapat dipecah menjadi asam laktat, dan pH
daging tidak mengalami penurunan. Kondisi ini disebut DFD yaitu Dark Firm Dry,
dengan kondisi pH yang tinggi daging memiliki daya ikat air sangat tinggi
sehingga berkonsistensi padat, dengan warna yang lebih gelap (Adzitey dan
Nurul 2011). Namun dari pengamatan ante mortem yang telah dilakukan,
hewan-hewan tersebut berada di kandang penampungan sebelum beberapa jam
dilakukan penyembelihan, sehingga masih ada waktu untuk beristirahat setelah
transportasi. Begitu pula dengan jumlah pakan yang ad libitum di kandang
sehingga hewan terus mendapatkan asupan sebelum disembelih.
Kejadian ini berlawanan saat hewan dengan keadaan stress dapat
menurunkan pH karkas secara drastis dari 5.8 5.6. Hal ini bisa diamati dari
warna karkasnya yang pucat, lembut, tekstur lunak, dengan permukaan karkas
yang basah, kondisi ini biasa disebut PSE, yaitu Pale Soft Exudative. Daging PSE
akan mengalami penurunan bobot karkas dengan cepat ketika di masak, karena
daya ikatnya yang rendah (Adzitey dan Nurul 2011).
Secara fisiologis perubahan pH dapat disebabkan oleh kondisi hewan
seperti stress atau kelelahan selama perjalanan, namun bila kedua aspek
tersebut tidak terlalu dominan pada kondisi hewan, perubahan pH yang di luar
normal pada pemeriksaan ini terjadi karena kegagalan teknis pada pH meter
yang tidak lagi akurat dalam mengukur nilai pH.
Pada keadaan post mortem, glikogen yang berada di dalam otot
mengalami pemecahan asam laktat pada 12 jam setelah penyembelihan. Reaksi
biokimia tersebut menyebabkan kondisi asam yang membuat pH daging
menurun. Setelah 24 jam penyembelihan, pH akan menurun dengan kisaran 5.4
hingga 5.8. Tingkat pH tersebut tentu akan mempengaruhi struktur dan rasa dari
daging itu sendiri. Sehingga pada pH tertentu daging masih dapat diolah sesuai
dengan kadar keasamannya. Misalkan pada daging dengan pH 5.6 hingga 6,
lebih cocok diolah menjadi sosis, karena pH yang lebih tinggi akan menyebabkan
daya pengikat air menjadi lebih tinggi. Sedangkan pada daging yang kadar

airnya berkurang selama pengolahan, daging tersebut umumnya mengalami


penurunan pH sekitar 5.6 hingga 5.2 (Heinz dan Hautzinger 2007).
Tabel Hasil Pemeriksaan Uji Postma pada Sampel Daging Sapi,
Domba, dan Kambing
N
o
1

Ket. Sampel

Hasil

Nama Pemilik: Bpk.


Yansen
Asal Feedlot: Subang
Mas
Nomor Ear tag: 4602
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor2
Nama Pemilik: Bpk.
Yoyo
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag: 4551
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Pak Samsul)

Merah
Biru
(Dubius)

Merah
Biru
(Dubius)

Nama Pemilik: Bpk.


Jimmy
Asal Feedlot:Taruma
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Pasar
Bogor

Merah
Biru
(Dubius)

Nama Pemilik: Bpk.


Waris
Asal Feedlot: Rai
Nomor Ear tag: 1681
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Bu Eti)
Nama Pemilik: Bpk. H.
Menki
Asal Feedlot: Subang
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.
Andi
Asal Feedlot: Rumpin
Nomor Ear tag: 37596
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk.

Merah (-)

N
o
1

Ket. Sampel

Hasil

(Daging Domba )
Nama Pemilik: Bpk.
H. Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan:
Pasar Bogor (Pak
Wawan)
(Daging Kambing I)
Nama Pemilik: Bpk.
H. Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan:
Pasar Bogor (Pak
Wawan)
(Daging Kambing II)
Nama Pemilik: Bpk.
H. Aang
Asal Hewan: Cianjur
Tujuan Penjualan:
Pasar Bogor (Pak
Wawan)

Biru (+)

Merah Biru (Dubius)

Merah (-)

Merah Biru (Dubius)

Merah
(-)

Merah
Biru
(Dubius
)

Waluyo
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag:
Tujuan Penjualan: Ps.
Bogor
Nama Pemilik: Bpk Udin
Asal Feedlot: PT. GGLC
Nomor Ear tag: 3696
Tujuan Penjualan: Ps.
Anyar (Pak Hairudin)

Biru (+)

Uji Postma bertujuan untuk mengetahui gejala awal pembusukan dari


karkas. Prinsip pengujian ini adalah mengeluarkan NH3 yang telah dihasilkan
oleh karkas dengan penambahan MgO dan perlakuan pemanasan (Lukman et al
2012). Reaksi tersebut menghasilkan warna biru pada kertas lakmus yang
ditempel di cawan petri, namun jika karkas belum mengandung NH3, lakmus
akan tetap berwarna merah. Hasil yang ditemukan terdapat warna pada kertas
lakmus yang beragam, pada umumnya sebagian besar sampel daging sapi
memiliki hasil yang dubius dari kertas lakmus yang menghasilkan warna merah
dan biru. Secara normal, karkas dari hewan yang telah disembelih tidak lebih ari
24 jam, selain itu setelah dilakukan pengambilan sampel, karkas dimasukan ke
dalam freezer untuk menghindari kerusakan. Penyimpanan karkas dengan suhu
ruangan dalam waktu lama, memicu pertumbuhan bakteri pada karkas yang
menyebabkan proses awal pembusukan semakin cepat (Antika et al 2013). Hasil
dari perlakuan ini berlawanan dengan hasil yang ditemukan pada pengujian
postma, yaitu sebagian besar sampel dari sampel sapi, kambing, dan domba,
memiliki hasil yang dubius. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh kesensitifan
kertas lakmus yang mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan. Pada sampel
yang kertas lakmusnya berwarna merah kebiruan hingga biru, kertas lakmus
tersebut ditempelkan di dinding cawan petri dengan tetesan aquadest. Adanya
aquadest tersebut mempengaruhi perubahan pH sehingga kertas lakmus
mengalami perubahan warna. Kemungkinan aquadest telah mengalami
perubahan pH.

Heinz C. Hautzinger P. 2007. Meat Processing Technology for Small to Medium


Scale Producers. Bangkok: Food and Agriculture Organization of The United
Nations Regional Office for Asia and The Pacific

Adzitey F. Nurul, H. 2011. Pale soft exudative (PSE) and dark firm dry (DFD)
meats: causes and measures to reduce these incidences - a mini review. Minden :
Fish and Meat Processing Laboratory, Food Technology Programme, School of
Industrial Technology, Universiti Sains Malaysia.

Antika DD. Rudy SS. Estoepangestie ATS. 2013. Pengaruh Cara Pengemasan dan
Suhu Penyimpanan terhadap Awal Pembusukan Daging Sapi. Veterinaria Medika
Vol 6, No. 1, Pebruari 2013 15
Lukman DW. Sudarwanto M. Sanjaya AE. Purnawarman T. Latif H. Soejodono RR.
Pisestiyani H. 2012. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai