Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Invaginasi

merupakan

suatu

keadaan

dimana

bagian

proksimal usus masuk ke bagian usus distal. Suatu kegawat


daruratan medis dan jika tidak diatasi secepatnya dapat
menimbulkan komplikasi yang berat seperti perforasi bahkan
kematian. Invaginasi pertama sekali ditemukan oleh Hypocrates,
sedangkan kelainan patologis ini pertama kali ditunjukkan oleh
John Hunter pada tahun 1789.
Invaginasi atau intususepsi adalah penyebab tersering dari
obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat,
penderita invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang
masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat
ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12
jam setelah kejadian.
Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita
sering datang dalam keadaan yang sudah terlambat atau lebih
dari

12

jam

setelah

kejadian,

sehingga

sebagian

besar

memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan


reseksi usus.
Rendahnya
kesehatan

pengetahuan

orang

menyebabkan

tua

penderita

keterlambatan

tentang

memeriksakan

penderita ke dokter atau oleh karena keterlambatan dokter


dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari
13.000 penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan
laki-laki dibandingkan wanita sekitar 3:1. Pada neonatus sebesar
0,3%. Sebagian besar invaginasi terjadi dibawah umur 2 tahun
dengan puncak kejadian berkisar antara umur 4-11 bulan.
1.2

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah definisi dari invaginasi?


2. Bagaimanakah epidemiologi dari invaginasi?
3. Bagaimanakah etiologi dari invaginasi?
4. Bagaimanakah klasifikasi dari invaginasi?
5. Bagaimanakah pathogenesis dari invaginasi?
6. Bagaimanakah patofisiologi dari invaginasi?
7. Bagaimanakah WOC dari invaginasi?
8. Bagaimanakah manifestasi klinik dari invaginasi?
9. Bagaimanakah penatalaksanaan dari invaginasi?
10.
Bagaimanakah asuhan keperawatan dari invaginasi?
1

1.3

Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari invaginasi.


2. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi dari
invaginasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari invaginasi.
4. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari invaginasi.
5. Untuk mengetahui dan memahami pathogenesis dari
invaginasi.
6. Untuk mengetahui

dan

memahami

patofisiologi

dari

invaginasi.
7. Untuk mengetahui dan memahami WOC dari invaginasi.
8. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik dari
invaginasi.
9. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari
invaginasi.
10.
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
dari invaginasi.

2 | Page

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Definisi

Intususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian


usus

masuk

ke

dalam

usus

berikutnya.

Biasanya

bagian

proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. (Arifin,


2007)
Intususepsi atau invaginasi adalah bagian usus masuk ke
dalam

usus

di

bagian

belakangnya,

terjadi

jepitan

usus,

menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran


darah yang melalui bagian usus yang mengalmi intususepsi.
(Hanifah, 2007)
Intususepsi terjadi bila salah satu bagian usus masuk
kebagian usus lain yang mengakibatkan obstruksi di bagian atas
defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)
Invaginasi

adalah

keadaan

masuknya

segmen

usus

ke

segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan


obstruksi usus. (Mansjoer, 2000)
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
bagian proksimal masuk ke bagian segmen usus yang lebih
distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi
usus. (Markum, 1999)
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke
dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus
(umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens).
(Nettina, 2002)
Suatu

intususepsi

terjadi

bila

sebagian

saluran

cerna

terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan


menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau
memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah
kaudal. (Nelson, 1999)
2.2
Epidemiologi
1. Anak yang mengalami invaginasi kebanyakan ditemukan
pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada
anak laki laki.

3 | Page

2. Prevalensi penyakit diperkirakan 1-2 penderita diantara


1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada
perempuan, 3 : 1.
3. Bayi yang terkena biasanya bayi sehat, menetek, gizi baik
dan dalam pertumbuhan optimal.
4. Diare dan invaginasi dihubungkan

dengan

infeksi

virus, karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa


mesenterium, terdapat

adenovirus

bersama-sama

invaginasi.
5. Invaginasi yang terjadi pada umur lebih dari 2 tahun,
biasanya

disertai

adanya

divertikel

Meckel,

polip,

hemangioma dan limfosarkoma.


6. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi anak besar.
2.3 Etiologi
1. Factor Penyebab
a. 90% kasus tidak dapat diketahui penyebabnya dan
diduga karena pembesaran jaringan karena penyakit
infeksi virus seperti infeksi oleh adenovirus dan infeksi
rotavirus.
b. Adanya kelainan bawaan bentuk anatomi usus bayi
yang sering menjadi penyebab kejadian intususepsi
usus pada bayi berusia antara < 3 bulan hingga atau >
2 tahun. Studi lain menemukan bahwa 57% kasus
terjadi pada anak berusia > 4 tahun dengan kelainan
anatomi usus ini.
c. Bentuk kelainan anatomi usus yang paling sering
menjadi penyebab intususepsi usus adalah divertikulum
meckel yang sering ditemukan pada kelompok bayi dan
anak. Bentuk kelainan anatomi yang lain adalah polip
usus dan kelainan pada usus buntu.
2. Faktor Predisposisi
a. Infeksi virus yang baru saja terjadi pada usus.
b. Tindakan bedah bagian dan organ perut yang baru saja
dilakukan.
c. Trauma daerah perut.
d. Enteritis karena HIV.
e. Gangguan gerak peristaltic usus akibat trauma serius
kepala atau karena pemberian obat anti kholinergik
(anti diare).
3. Faktor Resiko
a. Pasien HSP (Purpura Henoch Schonlein).
b. CF (Fibrosis Cistik) berresiko jika mengalami dehidrasi.
4 | Page

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan pada lokasi invaginasi:
1. Ileocaecal
: Ileum masuk ke dalam colon ascendens
pada katub ileocaecal.
2. Ileocolic : Ileum (akhir dari usus kecil ) masuk ke dalam
colon.
3. Colocolic: Colon masuk ke dalam colon.
4. Ileo-ileo : Usus kecil masuk ke dalam usus kecil.

2.5

Pathogenesis

Invaginasi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus


lainnya dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian
distal sebagai akibat peristaltik. Segmen usus penerima disebut
Intussuscepien

dan

segmen

usus

yang

masuk

disebut

intususceptum. Adanya usus yang masuk ke dalam bagian usus


lain terjadi obstruksi.
Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu:
1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian
usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang
berakibat dinding usus menjadi oedematus, kemudian
terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrinfibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya
vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis,
perforasi dan terjadi peritonitis.
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling
sering pada anak usia kurang dari 2 tahun. Menurut jenisnya
invaginasi dapat berupa:
1. Enteric : disebut invaginasi type ileoileal. Usus halus
bagian proksimal masuk ke usus halus bagian distal.
2. Colic : disebut invaginasi type colocolica. Colon proksimal
masuk ke bagian distal colon.
3. Enterocolic: usus halus masuk ke bagian colon, jenis ini
dapat berupa:
a. Ileocaecal : puncaknya ileocaecal valve.
b. Ileocolical : ileum masuk colon melalui ileo caecal valve.
c. Ileo-ileocaecal : ileum masuk ileum dan kemudian
masuk lagi sebagai ileocaecal.

5 | Page

Sebagian besar invaginasi pada anak adalah type ileo-colica


dan ileo-caecal. Invaginasi type ileocolica biasanya bagian usus
masuk sampai ke fleksura hepatica dan jarang lebih distal. Type
ileo-ileal adalah type invaginasi yang sering terjadi pasca
pembedahan.
2.6

Patofisiologi

Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya


intususepsi

pada

dewasa

pada

intinya

adalah

gangguan

motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus
yang bergerak bebas

dan satu bagian usus lainya yang

terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena


arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang
masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal,
keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada
keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd
intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi. Akibat adanya
segmen

usus

menyebabkan

yang

masuk

dinding

usus

kesegmen
yang

usus

terjepit

lainnya

akan

sehingga

akan

mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah


akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama
mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami
kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh
penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien,
dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat
penekanan

dan

tertariknya

mesenterium.

Edema

dan

pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian


besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan
menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam
lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat
strangulasi

tidak

jarang

berakibat

lepasnya

terjadi

bagian

gangren.

yang

Gangren

mengalami

dapat
prolaps.

Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen


usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga

6 | Page

obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi


(Tumen 1964).
Invaginasi

akan

menimbulkan

gangguan

pasase

usus

(obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd,


1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil
menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus
bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian
berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang
tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik
obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingots 90 ;
Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. Sebab didalam lumen usus
2. Sebab pada dinding usus
3. Sebab diluar dinding usus (Meingots 90)
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak
tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus
besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acuta intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus
dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82).

7 | Page

2.7

WOC

2.8

Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat timbul adalah :


1. Nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul,
serangan tiap 15-30 menit dan lamanya 1-2 menit.
2. Anak merasa tersiksa, gelisah dan menangis keras.
3. Anak menjadi rewel, letargi intermiten atau progresif.
4. Dehidrasi, nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit
lanjut ).
5. Kembung, perut berbentuk scaphoid.
6. Muntah, kadang ada cairan empedu.
7. Pucat, lemas, berkeringat dan lesu.
8. Nadi lemah dan cepat.
9. Pernafasan dangkal dan cepat.
10. Kentut jarang atau tidak ada.
11. Diare, karena penyumbatan sebagian ( sedikit ).
12. Sembelit, karena penyumbatan total.
13. Palpasi abdomen teraba massa berbentuk sosis.
14. Anoreksia, penurunan berat badan ( bila lebih lanjut ).
15. Demam, terutama bila usus mengalami perforasi.
8 | Page

16.

Bila defekasi bercampur darah dan lendir ( curant jelly

stool ).
17. Kemudian

berangsur-angsur

defekasi

bercampur

jaringan nekrosis (terry stool).


2.9

Penatalaksanaan Medis

A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyokong pada invaginasi anak
adalah; BAB berdarah dan pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan darah/lendir, teraba mass pada abdomen. Bila ada
febris, harus di pikirkan telah terjadi nekrosis usus.
Gejala invaginasi pada neonatus, berbeda dengan gejala pada
bayi yang lebih besar, pada neonatus gejala yang utama adalah
obstruksi usus, sedangkan kolik dan massa abdomen jarang
ditemukan. Massa sering teraba pada bagian atas abdomen,
seperti sosis dan pada abdomen kanan bawah tak teraba usus
(kosong) yang dikenal sebagai Dances Sign
Walaupun jarang, invaginasi kadangkadang dapat diraba dari
anus dan keadaan ini harus dibedakan dengan prolapsus recti.
Pada invaginasi pasca bedah, gejala klinis dan radiologis tidak
khas dan biasanya berupa gejala obstruksi ileus. Invaginasi
kronis biasanya terjadi berulang, hilang timbul lebih dari 2
minggu, sering disertai enteritis akut dan terjadi pada anak yang
lebih besar.
B. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG
akan sangat membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi.
Foto abdomen 3 posisi biasanya normal, kadang didapatkan
gambaran dilatasi ringan bagian proksimal usus atau tidak
tampak

gambaran

udara

pada

abdomen

kanan

bawah.

Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tandatanda ileus obstruktip dan bayangan massa.
C. Foto Polos Abdomen
Gambaran foto polos sebagai berikut:

9 | Page

1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal.


Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara pada
bagian distal usus.
2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan
bayangan dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain.

Gambar 1. Foto polos abdomen :


A. Tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian
usus yang masuk ke lumen usus proksimal.
B. Invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.
A. Barium enema (Colon in loop)
Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak
filling defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan kontras
tidak dapat melewati segmen usus proksimal. Gambaran khas
invaginasi adalah Coiled Spring appearance. Gambaran lain
adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi.

Gambar 2. A. Colon in loop pada intussusception, bagian


usus masuk hingga fleksuralienalis. B. Intussusception di
daerah colon ascenden.
10 | P a g e

B. Ultrasonografi (USG)
Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi,
USG memberikan gambaran khas berupa targets appearance
atau gambaran seperti kue donat.

Gambar 3. Targets appearance atau gambaran donat pada


irisan melintang invaginasi pemeriksaan USG.

Gambar 4. A. Irisan melintang dan B, irisan memanjang dari


invaginasi pada USG.
D. Pengobatan
Pengobatan dilakukan secara operatip maupun non operatip.
Pengobatan non operatip invaginasi dengan barium enema pada
anak tanpa komplikasi sampai saat ini masih dipertentangkan.
E. Pengobatan Non Operatip, Dengan Ba-Enema (Teknik Reduksi
Hidrostatik)
Tahap-tahapan sebagai berikut:
1. Paling efektif bila dilakukan pada penderita invaginasi yang
belum lebih dari 12-24 jam dari gejala awal.
2. Resposisi dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi
bersama-sama dokter bedah.
3. Digunakan keteter balon, umumnya

ukuran

16

Fr,

dibasahi/dilembabkan dengan air.


4. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi,
balon dikembungkan dibawah tuntunan fluoroskopik.

11 | P a g e

5. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak


keluar. Hal tersebut bertujuan untuk membuat kedap air
yang sangat penting untuk keberhasilan tehnik reduksi
hidrostatik tersebut.
6. Barium ditempatkan kira-kira 1 meter di atas meja
penderita.
7. Selama pemeriksaan

tersebut

tidak

boleh

diberikan

tekanan pada abdomen dan juga tidak boleh dilakukan


palpasi abdomen, karena dapat meningkatkan tekanan
dalam usus dan bahaya perforasi. Kemudian Barium
dimasukkan,

tekanan

hidrostatik

dipertahankan.

Jika

setelah dilakukan tekanan hidrostatik kontinyu selama 10


menit

dan

ternyata

tidak

ada

kemajuan,

dilakukan

pemeriksaan ulang. Biasanya dapat diulang sampai 2 atau


3 kali.
8. Jika ada

kemajuan,

maka

tekanan

hidrostatik

di

pertahankan meskipun kemajuan sedikit.


9. Dikatakan tereduksi sempurna bila terdapat refluks Barium
yang signifikan/cukup ke dalam ileum.
10. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium.
Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai
dengan:
1. Pengisian Barium yang penuh padacaecum sampai ileum
terminal
2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba
3. Nyeri perut menghilang
4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses
evakuasi dari Barium
5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita
Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila :
1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil
2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.
Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan
Barium enema adalah:
1. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan
defance musculair, nyeri, nadi cepat, panas dan lekositosis
akibat nekrose usus, perforasi atau toksik.
2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktip
12 | P a g e

3. Distensi abdomen.
4. Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas
dalam rongga abdomen.
5. Umur penderita lebih dari 14 tahun
6. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam
7. Keadaan umum penderita sangat jelek Angka keberhasilan
pengobatan dengan tekanan hidrostatik ini berkisar antara
50- 95%.
Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut
adalah:
1. Morbiditasnya kecil
2. komplikasi akibat

pembiusan

dan

pemdehan

dapat

dihindarkan
3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan
4. Perawatan menjadi lebih singkat
5. Biaya lebih murah
Sedangkan kerugiannya:
1. Angka kekambuhan lebih tinggi
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat
tereponir sedangkan bagian ileo-ileal tak tereponir oleh
karena adanya ileo-caecal valve
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan
reposisi/pada reposisi yang tak sempurna.
Pengobatan Secara Operatif dilakukan pengobatan secara
operatif bila:
1.
2.
3.
4.
5.

Reposisi dengan Ba-enema gagal


Terjadi invaginasi yang berulang
Terdapat penyebab invaginasi yang spesifik
Terdapat nekrosis usus, perforasi atau peritonitis
Umur penderita lebih dari 1 tahun

Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan:


1. Sebagai terapi definitive
2. Untuk mengurangi residif
Pada pengobatan secara operatif:
1. Reposisi dilakukan dengan milking ke proksimal secara
gentle dan membutuhkan kesabaran.

13 | P a g e

2. Bila reposisi gagal atau usus nekrosis, dilakukan reseksi


dan dilakukan penyambungan usus secara end to end.
3. Bila keadaan umum jelek, dilakukan reseksi usus,
kemudian

diikuti

dengan

double

enterostomi

secara

Mikulicz
2.10 Aplikasi Teori
1. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik secara rutin.
2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga
tentang gejala.
3. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi.
4. Observasi perilaku anak.
5. Observasi adanya manifestai intususepsi :
a. Nyeri abdomen akut (tiba-tiba) :
1. Anak berteriak dan menarik lutut ke dada.
2. Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode
nyeri.
3. Muntah.
4. Letargi.
5. Keluarnya feses seperti jeli merah (feses bercampur darah dan mucus).
6. Abdomen lunak (pada awal penyakit).
7. Nyeri tekan dan distensi abdomen (penyakit lanjut).
8. Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas.
9. Kuadran kanan bawah kosong (tanda dance).
10. Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis.
6. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis :
1. Diare.
2. Anoreksia.
3. Penurunan berat badan.
4. Muntah (kadang-kadang).
5. Nyeri periodik.
6. Nyeri tanpa gejala lain (pada anak yang lebih besar).

2. Diagnosa keperawatan
A. Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena faktor biologi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi
cairan.
8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.

14 | P a g e

9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.


10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi
yang relevan.
B. Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak
adekuat, krisis situasional.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.
5. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
3. Intervensi
A. Pre Operasi
a. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
b. NOC : Tingkat nyeri
c. Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri
pada tingkat yang dapat diterima anak
d. Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
e. Skala :
a. Ekstream
b. Berat
c. Sedang
d. Ringan
e. Tidak ada keluhan
f. NIC : Menejemen nyeri
g. Intervensi :
a. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal
ruangan tenang, batasi pengunkung).
b. Berikan analgesia sesuai ketentuan
c. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur
tempat tidur
d. Kompreskan air hangat pada dahi
a.
b.
c.
d.

Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.


NOC : Sleep
Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a. Jam tidur
b. Pola tidur
c. Kualitas tidur
d. Tidur tidak terganggu
e. Kebiasaan tidur
f. Skala :
a. Ekstream
b. Berat
c. Sedang
d. Ringan
e. Tidak ada keluhan

15 | P a g e

g. NIC : Sleep Enhancement


h. Intervensi
:
a. Kaji pola tidur pasien.
b. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
c. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien
untuk tidur (guling, boneka, dll).
d. Ajarkan teknik relaksasi.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
a. Dx 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
b. NOC : Thermoregulation
c. Tujuan : Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu
badan secara berlebihan. Suhu badan pasien normal 36-37C.
d. Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa
nyaman.
e. Skala :
a. Ekstream
b. Berat
c. Sedang
d. Ringan
e. Tidak ada keluhan
f. NIC
: Temperature regulation
g. Intervensi :
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
b. Monitor TD, N, RR.
b. Monitor warna dan suhu kulit.
c. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
d. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.
a. Dx 4

: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna,

mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.


b. NOC : Fluid balance
c. Tujuan : Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
d. Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
e. Skala :
a. Selalu dilakukan
b. Sering dilakukan.
c. Kadang-kadang dilakukan
d. Jarang dilakukan.
e. Tidak pernah
f. NIC : Manajemen nutrisi
g. Intervensi
:
a. Berikan makanan yang terpilih

16 | P a g e

b. Kaji

kemampuan

klien

untuk

mendapatkan

nutrisi

yang

dibutuhkan
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
d. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
a.
b.
c.
d.

Dx 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri


NOC : Mobility level
Tujuan : Diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas.
Kriteria hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
e. Pergerakan tulang
f. Keseimbangan posisi tubuh
e. Skala :
a. dibantu total
b. memerlukan bantuan orang lain dan alat
b. memerlukan bantuan orang lain
c. dengan bantuan
d. Mandiri
f. NIC : Perubahan Posisi
a. Pantau ketepatan pemasangan traksi
b. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
c. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
d. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan
puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang
terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang
terkena).
e. Dukung latihan ROM aktif.
a. Dx 6 : Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
b. Tujuan : Konstipasi pasien menurun, dengan pola eliminasi yang
diharapkan, feses lunak dan berbentuk dan mengeluarkan feses tanpa
bantuan.
c. Kriteria hasil :
a. Anak menunjukkan

pengetahuan

program

defekasi

yang

dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat.


b. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan
mengejan.
d. Skala :
a. Ekstream
b. Berat
b. Sedang
c. Ringan
d. Tidak Ada
e. NIC : Temperature regulation
f. Intervensi :

17 | P a g e

a. Campurkan sereal kulit padi kedalam sereal lain jika anak tidak
menyukainya. Tawarkan jus buah prem dan campurkan dengan jus
lain atau air jika mereka tidak menyukainya.
b. Ajarkan orang tua ketika mereka baru memulai latihan eliminasi
(toilet training) untuk mengawasi, menahan defekasi secara
volunter yang merupakan penyebab umum konstipasi pada anak.
c. Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi
akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan.
d. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan
cairan (kolaborasi).
a. Dx 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d kelainan absorbsi
cairan.
b. NOC : Keseimbangan cairan
c. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat
d. Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas normal
e. Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
f. NIC : Manajemen Cairan
a. Pertahankan intake & output yang adekuat
b. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)
c. Monitor status hemodinamik
d. Monitor intake & output yang akurat
e. Monitor berat badan
a. Dx 8 : Keterlambatan tumbang berhubungan dengan malnutrisi.
b. NOC : Physical Aging Status
c. Tujuan : Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
normal sesuai usianya.
d. Kriteria hasil :
a. Rata-rata berat badan
b. Cardiat out put
c. Elastisitas kulit
d. Kekuatan otot
e. Skala :
a. Ekstrem
b. Berat
c. Sedang
d. ringan
e. tidak ada
f. NIC : Developmental Enhancement
18 | P a g e

a. Bina hubungan saling percaya dengan anak


b. Demonstrasikan aktivitas yang meninggkatkan perkembangan
anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain icik-icik)
c. Bantu anak belajar ketrampilan
d. Bina kesempatan untuk mendukung latihan

aktivitas

motorik/verbal pasien
e. Berikan reinforcement positif
a. Dx 9

: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

ekskresi berlebih.
b. NOC : Integritas Kulit
c. Tujuan : Diharapkan integritas kulit pasien baik (lembab, tidak terjadi
lesi).
d. Kriteria hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
b. Tidak ada luka.
c. Pefusi jaringan baik.
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
e. Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. sering menunjukkan.
e. selalu menunjukkan.
f. NIC : Pressure Management
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.
b. Jaga kebersiha kulit agar tetep bersih dan kering.
c. Monitor adanya kemerahan.
d. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan.
e. Monitor aktivitas pasien.
a. Dx 10 : Konflik pengambilan keputusan b.d kurang informasi yang
b.
c.
d.

e.

f.

relevan
NOC : Decision Making
Tujuan : Diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil :
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Skala :
a. Tidak menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. sering menunjukkan
e. selalu menunjukkan
NIC : Family Support
a. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi
b. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian
alternatif lain

19 | P a g e

c. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannya pada anggota


keluarga yang lain, jika diperlukan
d. Berikan dukungan secara penuh
B. Post Operasi
a. Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
b. NOC : Tingkat Nyeri
c. Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri
d.
e.

f.
g.

pada tingkat yang dapat diterima anak


Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
a. Ekstream
b. Berat
c. Sedang
d. ringan
e. tidak ada
NIC : Menajemen Nyeri
Intervensi :
a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas
nyeri).
b. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal
ruangan tenang, batasi pendukung).
c. Berikan analgesia sesuai ketentuan
d. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur
tempat tidur
e. Ajarkan teknik relaksasi

a.
b.
c.
d.

Dx 12 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi


NOC : Knowledge: infection control
Tujuan : Diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol)
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
e. Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. sering menunjukkan.
e. selalu menunjukkan
f. NIC : Infection control
a. Pertahankan teknik isolasi
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
e. Tingkatkan intake nutrisi
a. Dx 13 : Koping tidak efektif b.d tingkat kontrol persepsi tidak
adekuat, krisis situasional.
b. NOC : Family Coping

20 | P a g e

c. Tujuan : Diharapkan koping keluarga menguat.


d. Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memanej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)
e. Skala :
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang menunjukkan
d. sering menunjukkan.
e. selalu menunjukkan
f. NIC : Family Support
g. Intervensi
:
a. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada
b.
c.
d.
e.
f.

pasien
Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
Berikan harapan yang realistik
Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.

a. Dx 14 : Kurang pengetahuan b.d tidak familiar dengan sumber


informasi.
b. NOC : Knowledge: Proses Penyakit
c. Tujuan : Keluarganya dapat mengerti / lebih paham

mengenai

penyakit anaknya dan pengobatannya.


d. Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi

keperluan

untuk

penambahan

informasi

perawatan anak
b. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
c. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
e. Skala :
a. Tidak mengetahui
b. Terbatas pengetahuannya
c. Sedikit mengetahui
d. Banyak pengetahuannya
e. Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
f. NIC : Pengatahuan Proses Penyakit
g. Intervensi
:
a. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah /
meningkatkan motivasi pengobatan anaknya.
b. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya
pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku
kesehatannya.
c. Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
d. Mengikutsertakan keluarga (bila memungkinkan)

dalam

melaksanakan pengobatan/ terapi anaknya.

21 | P a g e

e. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman


keluarga.
a. Dx 15 : Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
NOC : Kontrol Cemas
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kecemasan hilang atau berkurang.
c. Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d. Kondisikan lingkungan nyaman
e. Skala :
a. Tidak pernah dilakukan
b. Jarang dilakukan
c. Kadang-kadang dilakukan
d. Sering dilakukan
e. selalu dilakukan
f. NIC : Enhancement Family Coping
a. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis,
treatmen dan prognosis.
b. Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan
pasien dan mengurangi ansietas keluarga
c. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi
d. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan
ansietas.

22 | P a g e

BAB III
APLIKASI KASUS
Anak M usia 4 tahun menangis sambil memegang perut sebelah kanan bagian
bawah saat MRS bersama ibunya. Dibawa ke RS dengan keluhan konstipasi, muntah,
kembung, distendi abdomen dan demam. Ibu Sinta mengatakan anaknya sering
menangis saat nyeri timbul, rewel, muntah saat minum susu, dan tidak mau makan.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, N : 110x/menit, Suhu : 40C, RR : 18x/menit,
pucat, perut kembung, dan nyeri hilang-timbul.
3.1
I.

PENGKAJIAN
Data Umum
Nama
Ruang
No. Registrasi
Umur
Jenis kelamin
Agama
Suku bangsa
Bahasa
Alamat
Penanggung jawab
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Golongan darah
Tanggal MRS
Tanggal pengkajian
Diagnosa medis

: Anak M
: Hero
: 00
: 4 tahun
: Laki-laki
: Agama
: Indonesia
: Indonesia
:: Ibu Sinta
: Sarjana
: Wartawan
:O
: 20 November
: 20 November
: Invaginasi

II.

Data Dasar
1. Keluhan Utama :
a. Konstipasi
b. Muntah
c. Kembung
d. Demam
2. Alasan masuk rumah sakit:
Ibu Sinta khawatir dengan kondisi anaknya yang semakin parah.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Invaginasi.
4. Riwayat kesehatan dahulu:
Tidak ada.
5. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada.

III.

Riwayat Antenatal & Post Natal


1. Riwayat selama kehamilan: Tidak ada.
2. Obat-obatan yang digunakan
: Tidak ada.
3. Kecelakan (jatuh)/tindakan yang pernah dilakukan : Tidak ada.
4. Tindakan operasi
: Tidak ada.

23 | P a g e

5. Riwayat alergi
6. Imunisasi
IV.

: Tidak ada.
: 5x.

Pengkajian Perkembangan (DDST atau KKA/ kartu kembang


anak)
1. Motorik kasar
2. Motorik halus
3. Personal sosial
4. Bahasa

:
:
:
:

Normal.
Normal.
Normal.
Sedikit lancar.

V.

Riwayat Sosial
1. Pengasuh
: Ayah dan ibu.
2. Hubungan
: Orang tua.
3. Pembawaan secara umum
:4. Lingkungan rumah
: Damai dan tentram

VI.

Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi keluarga terhadap kesehatan manegemen kesehatan
Mereka

sangat menjaga

kesehatan dan mengerti

tentang

pentingnya kesehatan.
2. Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi

2
x
x

x
di

tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan
dan
minum
Gosok gigi

x
x
x
x
x
x

3. Pola istirahat dan tidur


Keterangan
Jumlah jam tidur

Sebelum sakit
2 jam

Saat sakit
1 jam

siang
Jumlah jam tidur

8 jam

6 jam

Menyanyi
10 jam
Minta susu

Tidak ada
7 jam
Nyeri

malam
Pengantar tidur
Total tidur
Gangguan tidur

4. Pola nutrisi- metabolik


1. Berat badan sebelum sakit dan saat sakit
Tanggal

BB

sebelum BB saat sakit

24 | P a g e

pemeriksaan
sakit
20
November
17 kg

15 kg

2014
2. Tinggi badan
: 104 cm
3. Kebiasaan pemberian makanan
Keterangan
Frekuensi
Jenis

Sebelum sakit
3x sehari
Nasi, Sayur,
Lauk
Sedang
3x
-

Porsi
Total konsumsi
Keluhan

Saat sakit
1x sehari
Bubur
Sedikit
1x
Mual dan
muntah

4. Diit khusus
: Tidak ada.
5. Tanda kecukupan nutrisi (NCHS atau menyesuaikan RS
setempat)
Dehidrasi
Keterangan

Intake

cairan
Total

output

Susu, air
-

Cairan
-

Tanda
dehidrasi
Muntah
-

produksi
urin
6. Pola eliminasi
Eliminasi urin
Keterangan
Frekuensi
Pancaran
Jumlah
Bau
Warna
Perasaan setelah
BAK
Total

produksi

Sebelum sakit
5x sehari
Sedang
Pesing
Kuning
-

Saat sakit
2x sehari
Sedikit
Pesing
Kuning pekat
-

urin
Eliminasi Alvi
Keterangan
frekuensi
Konsistensi
Bau
warna

Sebelum sakit
2x
Sedang
Coklat

Saat sakit
-

25 | P a g e

keemasan
7. Pola
8. Pola
9. Pola
10.
11.
12.

kognitif dan persepsi sensori : Normal


konsep diri
: Normal
mekanisme koping
: Normal
Pola fungsi seksual-reproduksi
: Normal
Pola hubungan-peran
:Pola nilai dan kepercayaan
:-

Keterangan
Nilai khusus
Praktik ibadah
Pengetahuan
tentang

praktik

ibadah

selama

Sebelum sakit
Berdoa
-

Saat sakit
Berdoa

sakit
VII.

13.
Pola aktifitas bermain
: Normal
Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)
1. Status kesehatan umum
: Lemah
Keadaan/ penampilan umum
: Pucat, lesu, dan gelisah.
Kesadaran
: Compos mentis
BB sebelum sakit
: 17 kg
BB saat ini
: 15 kg
BB ideal
: 16,5kg
Perkembangan BB
: Menurun
Status gizi
:Tanda-tanda vital :
a. TD
: 160/60mmHg
b. N
: 110x/menit
c. Suhu
: 40C
d. RR
: 18x/menit
2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (breathing) : Cuping hidung, sesak
b. B2 (Bleeding) : Tekanan darah normal
c. B3 (Brain)
: Compos mentis
d. B4 (Bladder) : Mengeluarkan 300 cc
e. B5 (Bowel)
: Nyeri dan kembung
f. B6 (Bone)
:3. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium : 2. Radiologi
:4. Terapi
1. Oral
:2. Parenteral
:3. Lain-lain
:-

3.2 DIAGNOSIS
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorpsi makanan karena faktor biologis
2. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus
26 | P a g e

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorpsi


cairan.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Nyeri akut berhubungan dengan penyebab cedera.
ANALISA DATA
No
.
1.

2.

Data
DS : - anak menangis sambil

Problem
Nyeri akut

Etiologi
Agen-agen

memegang perutnya.

penyebab cedera

DO : - Nyeri skala 7, hilang

(biologis ; proses

timbul.
DS : - anak dengan keluhan

Ketidakseimbangan

penyakit).
Tidak mampu dalam

muntah.

nutrisi

memasukkan,

DO : - Lemas.

mencerna,
mengabsorpsi
makanan karena

3.

DS : - anak dengan keluhan

Konstipasi

konstipasi.
4.

faktor biologis.
Kelemahan otot
abdomen

DO : - Perut kembung
DS : -anak dengan keluhan

Hipertermia

Proses inflamasi

DO : -suhu 40C
DS :-anak dengan keluhan

Kekurangan volume

Kelainan absorpsi

muntah,

cairan

cairan

demam.
5.

DO :-penurunan berat badan

3.3

INTERVENSI

No.

Tujuan & kriteria hasil

DX
5.

(NOC)
Tujuan :

Intervensi (NIC)
1. Berikan pereda

Dalam waktu 2 x 24 jam,

nyeri dengan

pasien tidak mengalami

manipulasi

nyeri, antara lain penurunan

lingkungan (mis,

nyeri pada tingkat yang

ruangan tenang,

dapat diterima anak.


Kriteria hasil :
a. Anak tidak

batasi pengunjung).
2. Berikan analgesik
sesuai ketentuan

Rasional
1. Untuk
menentukan
keefektifan obat.
2. Untuk
meyakinkan
pengurangan
nyeri yang
adekuat.

27 | P a g e

menunjukkan tandatanda nyeri.


b. Nyeri menurun

gerakan yang

sampai tingkat yang

mengejutkan seperti

dapat diterima anak.

membentur tempat

Skala :
a.
b.
c.
d.
e.

(kolaborasi).
3. Cegah adanya

Ekstrim
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada

tidur.
4. Kompreskan air
hangat pada dahi.

3. Untuk
menurunkan
ketegangan atau
spasme otot dan
untuk
mendistribusikan
kembali tekanan
pada bagian
tubuh.
4. Untuk
meminimalkan
atau mengurangi

2.

Tujuan :

1. Campurkan sereal

nyeri.
1. Kebanyakan

Dalam waktu 2 x 24 jam,

kulit padi kedalam

pasien

konstipasi pasien menurun,

sereal lain jika anak

mengalami

dengan pola eliminasi yang

tidak menyukainya.

penurunan tonus

diharapkan, feses lunak dan

Tawarkan jus buah

otot intestinal

berbentuk dan

prem dan

dan penurunan

mengeluarkan feses tanpa

campurkan dengan

kekuatan otot

bantuan.

jus lain atau air jika

abdomen, yang

Kriteria hasil :

mereka tidak

mengakibatkan

a. Anak menunjukkan
pengetahuan
program defekasi
yang dibutuhkan
untuk mengatasi efek
samping obat.
b. Melaporkan

ketika mereka baru


memulai latihan
eliminasi (toilet
training) untuk
mengawasi,

keluarnya feses

menahan defekasi

disertai

secara volunter

berkurangnya nyeri

yang merupakan

dan mengejan.

penyebab umum

Skala :
a.
b.
b.
c.
d.

menyukainya.
2. Ajarkan orang tua

konstipasi pada
Ekstream
Berat
Sedang
Ringan
Tidak Ada

anak.
3. Meningkatkan
keseimbangan
cairan dan

peristaltic
melambat, feses
kering, dan
penurunan
kemampuan
mengejan ketika
defekasi.
Makanan tinggi
serat menyuplai
bulk untuk
menciptakan
eliminasi yang
normal dan
meningkatkan
tonus otot

28 | P a g e

mencegah
komplikasi akibat

intestinal.
2. Penting untuk
berespons

kadar cairan yang

terhadap

tidak normal atau

keinginan

tidak diinginkan.
4. Konsultasikan

defekasi secara

dengan ahli gizi

tepat waktu

untuk

untuk

meningkatkan serat

mempertahankan

dan cairan

fungsi fisiologis

(kolaborasi).

normal dan
untuk
menghindari
tekanan dan
ketidaknyamana
n pada saluran
pencernaan
bawah.
3. Asupan cairan
tidak adekuat
menyebabkan
feses keras dan
konstipasi.
Pemantauan
keseimbangan
cairan yang
adekuat dan
meningkatkan
eliminasi.
4. Untuk
menghindarkan
pasien
mengonsumsi
makanan yang
tidak

Tujuan :
Dalam

1. Berikan
waktu

2x24

makanan 1.

yang terpilih

diperbolehkan.
Untuk
meningkatka

29 | P a g e

jam,

Diharapkan

kebutuhan

nutrisi

pasien

kemampuan

klien

untuk

makan

yang

pasien.
2. Untuk

terpenuhi.

mendapatkan

Kriteria hasil :

nutrisi

a. Adanya

peningkatan

BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi
badan
c. Mampu

dibutuhkan
3. Berikan makanan
sedikit tapi sering
4. Berikan makanan
selagi hangat dan

mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda

dalam

bentuk

menarik.
5. Monitor

jumlah

nutrisi

malnutrisi.

dan

kandungan kalori.

Skala :

2. Kaji

a. Selalu dilakukan
b. Sering dilakukan.
c. Kadang-kadang

nafsu

mengkaji zat
gizi

yang

dikonsumsi
dan
suplemen
yang
diperlukan.
3. Untuk
menurunkan
diare

dan

meningkatka
n absorpsi.
4. Untuk

dilakukan
d. Jarang dilakukan.
e. Tidak pernah

meningkatka
n

nafsu

makan
pasien.
5. Untuk
mengkaji zat
gizi

yang

dikonsumsi
dan
suplemen
yang
3.

diperlukan.
1. Pertahankan intake 1. Untuk

Tujuan :
Dalam
jam,

waktu
Selama

keperawatan

2x24
proses

diharapkan

keseimbangan cairan pada


pasien adekuat.
a. Keseimbangan intake &
dalam

output

adekuat
2. Monitor
hidrasi
mukosa
adekuat)
3. Monitor

Kriteria hasil :
output

&

batas

yang
status

mengembalik
an kehilangan

cairan.
(membran 2. Membran
yang
status

hemodinamik
4. Monitor
berat

mukosa yang
kering
merupakan
suatu

tanda

30 | P a g e

normal
b. Elektrolit serum dalam

dehidrasi.
3. Tindakan ini

badan

mendorong

batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi

kertelibatan
pasien dalam

ortostatik
e. Tekanan darah dalam

perawatan

batas normal

personal.
4. Pengukuran
berat

badan

setiap

hari

dapat
membantu
memperkirak
an
4.

Tujuan :
waktu

2x24

jam,

Pasien

tidak

mengalami

menunjukkan

peningkatkan suhu badan


secara

berlebihan.

Suhu

badan pasien normal 3637C.


a. Suhu

tubuh

dalam

rentang normal
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal
c. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
pusing,

nyaman.

minimal tiap 2 jam


sekali.
2. Monitor

TD,

merasa

N,

meyakinkan
perbandingan

data
yang
RR.
akurat.
3. Monitor warna dan
2. Peningkatan
suhu kulit.
denyut nadi,
4. Tingkatkan intake
penurunan
cairan dan nutrisi.
5. Ajarkan

Kriteria hasil :

ada

cairan tubuh.
1. Untuk
suhu

1. Monitor

Dalam

status

pada

tekanan vena

pasien cara untuk

sentral,

mencegah keletihan

penurunan

akibat panas.

tekanan
darah

dan

dapat

mengindikasi
kan
hipovolemia,
yang
mengarah
pada
penurunan
perfusi
jaringan. Kulit
yang

dingin,
31 | P a g e

pucat

dan

burik

dapat

diindikasikan
penurunan
perfusi
jaringan.
Peningkatan
frekuensi
pernafasan
berkompensa
si

pada

hipoksia
3.

jaringan.
Peningkatan
denyut

nadi,

penurunan
tekanan vena
sentral,

dan

penurunan
tekanan
darah

dapat

mengindikasi
kan
hipovolemia,
yang
mengarah
pada
penurunan
perfusi
jaringan. Kulit
yang

dingin,

pucat

dan

burik

dapat

diindikasikan
penurunan
perfusi
jaringan.
32 | P a g e

Peningkatan
frekuensi
pernafasan
berkompensa
si

pada

hipoksia
4.

jaringan.
Tindakan

itu

menghindari
kehilangan
air,

5.

natrium

klorida,

dan

kalium

yang

berlebihan.
Tindakan
tersebut
meningkatka
n
kenyamanan
dan
menurunkan
temperature
tubuh.

3.4

IMPLEMENTASI

Hari/Tgl/Jam

No.DX

Minggu, 20 5
November.
Jam 15.00

Tindakan yang
dilakukan
1. Memberikan
pereda

nyeri

Hasil

Tanda
tangan

1. Pasien
menjelaskan

dengan

kadar

manipulasi

karakteristik

dan

lingkungan (mis,

nyeri.
ruangan tenang, 2. Pasien
mengungkap
batasi
kan
rasa
pengunjung).
2. Memberikan

nyaman

analgesik sesuai

berkurangnya

ketentuan

nyeri.

33 | P a g e

(kolaborasi).
3. Mencegah
adanya

gerakan

yang

nyaman.
4. Pasien
mencoba

seperti

metode

membentur

farmakologis

air hangat pada

November
Jam 16.00

merasa

mengejutkan

tempat tidur.
4. Mengompreskan

Minggu, 20 2

3. Pasien Pasien

dahi.
1. Campurkan

non

untuk
mengurangi
nyeri.
1. Pasien

sereal kulit padi

menguraikan

kedalam sereal

rencana

lain jika anak

untuk

tidak

memasukkan

menyukainya.

perubahan

Tawarkan jus

kebiasaannya

buah prem dan

kedalam

campurkan

gaya

dengan jus lain

untuk

atau air jika

membantu

mereka tidak

mempertaha

menyukainya.
2. Ajarkan orang
tua ketika
mereka baru

hidup

nkan
eliminasi
yang normal.
2. Pasien

memulai latihan

melaporkan

eliminasi (toilet

keinginan

training) untuk

defekasi, bila

mengawasi,

memungkink

menahan
defekasi secara

an.
3. Asupan

volunter yang

cairan

merupakan

serat

penyebab umum
konstipasi pada
anak.

dan
pasien

dapat dikaji.
4. Pasien
mempertaha

34 | P a g e

3. Meningkatkan

nkan

pola

keseimbangan

eliminasi

cairan dan

dalam

mencegah

normal.

batas

komplikasi
akibat kadar
cairan yang tidak
normal atau tidak
diinginkan.
4. Konsultasikan
dengan ahli gizi
untuk
meningkatkan
serat dan cairan
Minggu, 20 1

(kolaborasi).
1. Berikan makanan

November.
Jam 17.00

yang terpilih
2. Kaji kemampuan
klien

untuk

mendapatkan
nutrisi

yang

dibutuhkan
3. Berikan makanan
sedikit

tapi

sering
4. Berikan makanan
selagi hangat dan
dalam

bentuk

menarik.
5. Monitor jumlah
nutrisi

dan

kandungan
kalori.
Minggu, 20 3

1. Pertahankan

November

intake & output

Jam 18.00

yang adekuat
2. Monitor status
hidrasi
(membran

1. Pasien
mengonsum
si minimal
kalori setiap
hari.
2. Pasien
mengonsum
si minimal
kalori setiap
hari.
3. Pasien
menoleransi
ml.
4. Pasien
terlihat
menikmati
makanannya
.
1. Asupan cairan
pasien
melebihi
haluaran.
Asupan

35 | P a g e

mukosa
adekuat)
3. Monitor

ml/24

yang

jam.

Haluaran
status

hemodinamik
4. Monitor
berat
badan

ml/24 jam.
2. Tidak
ada
tanda-tanda
dehidrasi.
3. Volume cairan
tetap adekuat.
4. Tidak
ada
tanda-tanda

Minggu, 20 4
November.
Jam 19.00

dehidrasi.
tetap
suhu 1. Suhu

1. Monitor

minimal tiap 2
jam sekali.
2. Monitor TD, N,
RR.
3. Monitor

warna

dan suhu kulit.


4. Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi.
5. Ajarkan

normal.
2. Suhu
tetap
normal.
3. Suhu
tetap
normal.
4. Keseimbanga
n cairan tetap
stabil.
5. Pasien

pada

menyatakan

pasien cara untuk

peningkatan

mencegah

kenyamanan

keletihan akibat

nya.

panas.
3.5

EVALUASI
Hari/Tgl/Jam
Senin/21/06.00

Perkembangan
S : Klien sudah tidak menangis lagi

Tanda tangan

O : Nyerinya hilang
A : Tujuan teratasi
Senin/21/08.00

P : Dihentikan
S : Klien tidak muntah lagi
O : Tidak terjadi distensi
A : Tujuan teratasi sebagian

Senin/21/10.00

P : Dilanjutkan
S : Klien tidak mengalami konstipasi lagi
O : Tidak terjadi perut kembung
A : Teratasi sebagian

36 | P a g e

P : Di lanjutkan
S : Klien sudah tidak demam lagi

Senin/21/12.00

O : Suhu 36 C
A : Tujuan Teratasi
P : Di hentikan
S : Klien sudah tidak muntah lagi

Senin/21/13.00

O : Berat badan normal 16 kg


A : Tujuan teratasi sebagian
P : Di lanjutkan

BAB IV
PEMBAHASAN
Anak M usia 4 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan konstipasi,
muntah, kembung, distensi abdomen, demam.Setelah pemeriksaan fisik
ditemukan anak dengan nyeri tekan sebelah kanan bagian bawah dengan tingkat
nyeri skala 7 dan terjadi obstruksi usus yang melalui 2 cara: pertama adanya
penyempitan lumen usus karena terisi oleh bagian usus lain, kedua penekanan
vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus menjadi
oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrinfibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus
tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, maka dapat ditegakkan diagnose
keperawatan yang pertama untuk klien adalah Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena
faktor biologis.
Diagnosa kedua untuk klien adalah konstipasi berhubungan
dengan obstruksi usus. Diagnosa ketiga untuk klien adalah
kekurangan
absorpsi

volume

cairan.

cairan

Diagnosa

berhubungan
keempat

dengan

untuk

kelainan

klien

adalah

hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi. Diagnosa

37 | P a g e

kelima untuk klien adalah nyeri akut berhubungan dengan


penyebab cedera.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berbagai gangguan yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak,
salah satunya adalah adanya obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik
maupun parakitik. Sedangkan invaginasi merupakan salah satu bentuk gangguan
obstruksi usus yang sifatnya mekanik.
Invaginasi merupakan masuknya bagian usus kedalam perbatasan atau lebih
distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk kedalam kolon desenden).
Penyebabnya masih belum diketahui, kemungkinan pemicunya adalah infeksi
usus, pertumbuhan non-kanker atau tumor kanker di usus. Tanda dan gejalanya
nyeri perut secara tiba-tiba, muntah, BAB bercampur darah, muka pucat dan
lemah. Komplikasinya adalah peritonitis, perforasi usus, kerusakan atau kematian
jaringan,

infeksi

rongga

perut,

hingga

menyebabkan

kematian.

Penatalaksanaannya dapat dilakukan suntikan salin, udara atau barium kedalam


kolon.
Data yang perlu dikaji adalah pengkajian fisik secara umum, riwayat
kesehatan, observasi tingkah laku bayi atau anak, observasi manifestasi : nyeri
abdomen proksimal, anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada, muntah,
letargi, feses mengandung darah dll, dehidrasi dan demam, kaji prosedur
diagnostic dan tes seperti pemerikasaan foto polos abdomen, barium enema dan

38 | P a g e

ultrasonogram. Masalah keperawatan yang muncul adalah resiko kekurangan


cairan, kurangnya pengetahuan, dan masalah keperawatan yang muncul setelah
pembedahan adalah nyeri, resiko infeksi, resiko perdarahan, inefekstif
termoregulasi, dan kurang pengetahuan. Maka perlu dilakukan rencana
keperawatan seperti pemberian cairan intravena, pantau ttv, pantau masukan dan
haluan, mendiskusikan dengan pasien dan orangtua tentang tata cara pemberian
barium enema, serta kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesic.
Evaluasinya adalah resti kekurangan volume cairan tidak terjadi, kurangnya
pengetahuan dapat teratasi dan nyeri pada abdomen pasca pembedahan dapat
berkurang atau hilang.

39 | P a g e

5.2 Saran
1. Orang tua
Diharapkan kepada orangtua memeriksakan bayi atau anaknya secepat
mungkin apa bila bayi atau anaknya menunjukan tanda dan gejala dari invaginasi
seperti nyeri perut hebat, muka pucat, lemah, muntah, dan BAB bercampur darah.
Makin cepat keadaan ini dikenali, maka makin baik kemungkinan untuk
memperbaiki keadaan dan dapat mempertahankan usus dari kematian atau
pembusukan, sehingga bagian usus dapat diselamatkan dari kemungkinan di
potong.
2. Mahasiswa
Diharapkan kepada seluruh mahsiswa agar melakukan pengkajian dan
pemeriksaan dengan tepat pada kasus ini sehingga dapat menegakkan diagnose
keperawatan dengan tepat sesuai dengan makalah yang dibuat serta mahsiswa
dapat melakukan penyuluhan kesehatan tentang invaginasi, memberikan
penjelasan tanda dan gejalanya kepada masyarakat serta tindakan apa yang harus
dilakukan apabila terjadi invaginasi pada anak.
3. Perawat
Diharapkan dalam memberikan perawatan pada bayi atau anak dengan
gangguan pada saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini yaitu invaginasi,
perawat harus benar-benar memperhatikan tanda-tanda yang mengarah pada rasa
nyeri dan dehidrasi. Perawatan yang diberikan perawat pada pra operasi yaitu
berupa reduksi dengan barium enema, barium enema dapat diberikan bila tidak
dijumpai kontra indikasi seperti adanya tanda obstruksi usus yang jelas. Serta
memberikan perawatan post operasi yaitu berupa memperbaiki keadaan umum,
serta tindakan untuk

mereposisi usus, reposisi manual dengan cara milking

dilakukan dengan halus dan sabar.

40 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai