NPM :1406650046
Klimatologi dan Geofisika) dalam menganalisis resiko gempa bumi yang mungkin
timbul. Menurut Suhardjono, dari Balai Besar II Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) (dikutip dalam artikel pada http://lintasgayo.co pada tanggal 6 Juli
2013), jika berbicara tentang prediksi gempa, yang bisa diidentifikasi adalah lokasi.
Adapun lokasi itu diketahui berdasarkan pergerakan-pergerakan lempeng, termasuk
pertemuan lempeng yang menyebabkan terjadinya patahan. Sedangkan yang kedua, yang
bisa diidentifikasi adalah besaran gempa. Identifikasi itu diketahui berdasarkan kondisi
geologi yang ada, bagaimana, pergerakan lempeng, lempeng seperti apa, jenis tanah
seperti apa, dan lainnya. Itu bisa dikalkulasi berapa maksimum energi yang bisa
dipancarkan atau dilepaskan saat patahan melepaskan energi. Selanjutnya mengenai
kapan gempa bisa terjadi belum dapat diidentifikasi karena metode yang bisa dilakukan
baru berdasarkan statistik, seperti probabilitas dan perkiraan periode.
Berdasarkan hal tersebut kita sebagai petugas dalam tahap kesiapsiagaan dapat
mengetahui tingkat resiko pada gempa bumi yang mungkin akan timbul sampai pada
membuat peta resiko bencana.
2.
3.
4.
5.
6.
8.
9.
B. Tindakan Kesiapsiagaan
Hal pertama dari proses kesiapsiagaan adalah edukasi mengenai alam di sekitar kita, baik
dari sisi keunggulannya maupun tantangannya. Hal kedua adalah membangun rumah dan
infrastruktur lainnya yang sesuai dengan potensi ancaman. Belajar dari pengalaman negara
maju, selain terdapat standar minimum konstruksi bangunan tahan gempa, juga ada syaratsyarat lain saat membangun rumah dan bangunan, seperti: bunker perlindungan dan tempat
persediaan makanan. Di Jepang, setiap kamar mandi sekaligus berfungsi sebagai bunker
perlindungan gempa; desain dan konstruksinya dirancang khusus dan mudah dipasang saat
membangun rumah. Selain itu, untuk gedung-gedung publik seperti sekolah dan hotel, harus
tersedia meja tahan gempa yang dapat dipergunakan sebagai tempat berlindung. Dan hal
ketiga atau terakhir, adalah edukasi tentang potensi ancaman, serta persiapan dan latihan
menyelamatkan diri (survival) dalam keadaan darurat. Edukasi pada tahap ini meliputi halhal berikut di bawah. (Widyawati dan Muttaqin, 2010)
1. Identifikasi Ancaman dalam Rumah atau Gedung
a. Perbaiki retakan di dinding maupun di lantai. Jangan anggap sepele retakan kecil.
b. Benda seperti lukisan harus jauh dari tempat tidur, tempat duduk, atau dimana pun
tempat orang duduk. Berilah ekstra-pengaman pada benda ringan yang tergantung di
dinding atau di atas kepala (misalkan lampu gantung).
c. Jangan tidurkan bayi di dekat barang-barang yang mudah runtuh atau terjatuh.
Pindahkan ke tempat yang aman.
d. Periksa kabel-kabel listrik dan selang gas, perbaiki atau ganti bagian yang rusak.
Kerusakan alat-alat ini merupakan potensi kebakaran.
e. Pastikan rak-rak berdiri aman, dan bila memungkinkan maka tempelkan ke dinding
dengan kuat (dengan paku).
f. Barang-barang yang besar dan berat, jangan disimpan di atas rak. Bila mau
dimasukkan rak, maka simpanlah di bagian bawah. Demikian halnya barang pecah
belah.
g. Obat pemusnah serangga, pestisida, dan obyek yang mudah terbakar harus tertutup
dengan erat. Lalu simpanlah di tempat aman.
h. Pada gedung bertingkat, tangga dan lift serta sisi terluar tembok merupakan area
paling berbahaya saat terjadi gempa. Tangga memiliki konstruksi paling rapuh dan
dapat rubuh dengan cepat. (Widyawati dan Muttaqin, 2010)
2. Sederhana
Rencana darurat rumah tangga dibuat sederhana sehingga mudah diingat oleh seluruh
anggota keluarga. Bencana adalah situasi yang sangat mencekam sehingga mudah
mencetus kebingungan. Rencana darurat yang baik hanya berisi beberapa rincian saja
yang mudah dilaksanakan. (Yayasan IDEP, 2007)
3. Identifikasi Tempat Aman
Pastikan Anda dan keluarga tahu jalan yang paling aman untuk keluar dari rumah
saat gempa. Jika Anda berencana meninggalkan daerah atau desa, rencanakan beberapa
jalan dengan memperhitungkan kemungkinan beberapa jalan yang putus atau tertutup
akibat gempa. (Yayasan IDEP, 2007)
Saat gempa terjadi, umumnya orang memilih lari keluar ruangan. Tetapi hal
tersebut belum tentu merupakan pilihan yang bijaksana, karena gempa berlangsung
sangat cepat (rata-rata kurang dari satu menit), sehingga setiap langkah kaki Anda sangat
berharga. Karena itu penting untuk selalu memperhatikan sejenak situasi dimana pun
Anda berada, dan buat rencana menyelamatkan diri yang paling aman. (Widyawati dan
Muttaqin, 2010)
a. Dalam ruangan
Adakah sarana yang dapat dijadikan tempat perlindungan? Perabotan berat, meubeul
dari jati dan ranjang yang kuat dapat digunakan sebagai tempat berlindung. Pojokpojok ruangan (dekat pondasi) juga dapat menjadi tempat menyelamatkan diri.
Namun perlu diingat bahwa tempat berlindung harus jauh dari jendela kaca, perapian
dan kompor gas, dan lemari berisi barang-barang berat. (Widyawati dan Muttaqin,
2010)
Gedung seperti sekolah perlu diperiksa ketahanannya terhadap gempa bumi.
Sebaiknya sekolah dibangun berdasarkan standar bangunan tahan gempa. Anak-anak
sekolah perlu sering dilatih untuk melakukan tindakan penyelamatan diri bila terjadi
gempa, misalnya sekurangkurangnya 2 kali dalam setahun. (Yayasan IDEP, 2007)
b. Gedung Bertingkat
Tidak ada waktu untuk lari keluar ruangan. Tetap di ruangan, dan usahakan merapat
ke dinding/pondasi bagian dalam. Konstruksi terkuat gedung bertingkat adalah
pondasi dekat lift, dan Anda dapat berlindung disana (tetapi jangan berada di dalam
lift atau di area tangga). (Widyawati dan Muttaqin, 2010)
c. Ruang Terbuka
Apakah kondisi di luar ruangan lebih aman dan tidak ada bahaya yang lebih besar?
Bila hendak melarikan diri keluar ruangan, apakah memungkinkan, baik dari segi
waktu dan keamanan? Tiang listrik, tiang telepon, papan reklame, pohon-pohon
besar, serta reruntuhan bangunan, dapat menjadi ancaman. (Widyawati dan Muttaqin,
2010)
4. Titik Pertemuan
Seandainya gempa datang saat anggota keluarga beraktivitas diluar, dan dampaknya
cukup hebat sehingga mematikan listrik dan sarana komunikasi, maka dirasa penting
untuk menentukan "titik-titik pertemuan" yang mudah dijangkau oleh semua anggota
keluarga. Misalkan, untuk anak sekolah, kita dapat menentukan titik pertemuan di alunalun kota, sebelum kemudian pulang ke rumah atau pergi ke tempat pengungsian.
(Widyawati dan Muttaqin, 2010) Dalam keadaan anggota keluarga terpencar, misalnya
ibu di rumah, ayah di tempat kerja, sementara anak-anak di sekolah saat gempa terjadi,
tentukan tempat bertemu. Yang pertama semestinya lokasi yang aman dan dekat rumah.
Tempat ini biasanya menjadi tempat anggota keluarga bertemu pada keadaan darurat.
Tempat kedua dapat berupa bangunan atau taman di luar desa, digunakan dalam keadaan
anggota keluarga tidak bisa kembali ke rumah. Setiap orang mestinya tahu tempat
tersebut. (Yayasan IDEP, 2007)
5. Tas Siaga dan Bunker Persediaan
Penting untuk selalu menyiapkan diri atas kemungkinan terburuk dari suatu bencana. Tas
siaga adalah 'teman' yang akan meringankan beban pasca bencana. Selain itu, mencontoh
penduduk Jepang, mereka selalu menyiapkan pasokan air dan makanan (cepat saji) untuk
keadaan darurat. (Widyawati dan Muttaqin, 2010)
6. Edukasi Keluarga
a. Setiap anggota keluarga harus mengetahui rencana kesiapsiagaan bencana,
mengetahui tempat paling aman saat gempa terjadi, dan mengingat titik pertemuan
darurat.
b. Bila kompor gas atau pemanas air tidak digunakan, cabutlah regulator dari tabung
gas. Dan ajari semua keluarga cara memasang dan mencabut regulator gas.
Biasakan mencabut regulator dari tabung gas, bila sedang tidak digunakan.
c. Rencanakan "pintu utama" untuk menyelamatkan diri. Pintu ini harus mudah
dibuka dalam situasi darurat, dan kuncinya harus selalu tergantung atau mudah
ditemukan. Pintu untuk menyelamatkan diri harus mudah dibuka dalam situasi
darurat.
d. Siapkan senter, pluit dan tas siaga, dan simpan dekat tempat Anda tidur. Bilamana
gempa menyerang saat tidur, Anda sudah siap.
e. Perlengkapi diri Anda dengan pengetahuan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K).
Daftar Pustaka
Widyawati S. dan Muttaqin Z., (2010) Buku Saku Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa
Bumi. Bandung : Paramartha.
Yayasan IDEP (2007) Gempa Bumi! Cerita Tentang Peran Masyarakat Desa Saat Menghadapi
Bencana Gempa. Bali : Yayasan IDEP.
Zailani, dkk (2009) Keperawatan Bencana Edisi Pertama. Banda Aceh : Forum Keperawatan
Bencana.
Ariu S. (2013) Tidak ada yang Bisa Prediksi Kapan Terjadi Gempa. (dikutip dalam artikel pada
http://lintasgayo.co pada tanggal 6 Juli 2013)