BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
lengkung geligi sebagian. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable
partial denture (The Glossary of Prosthodontic, 2005).
2.1.2
Eliades, 2003):
-
Selain itu, telah terbukti bahwa kerusakan jaringan dapat terjadi pada orang yang
kehilangan gigi aslinya dan tidak memakai gigi tiruan. Di antaranya adalah
sebagai berikut (Davenport, 2000):
a.
SKRIPSI
Over Eruption
Bila geligi asli tidak mempunyai antagonis maka gigi akan menjadi bebas
bergerak ke arah oklusal. Hal ini dapat diikuti ataupun tidak oleh
pertumbuhan tulang alveolar. Pada contoh gigi yang mengalami extruded
tidak diikuti pertumbuhan tulang alveolar, dapat terjadi kerusakan struktur
periodontal. Sedangkan pada contoh gigi extruded yang diikuti pertumbuhan
tulang alveolar, akan menyebabkan kesulitan jika pasien membutuhkan gigi
tiruan penuh di kemudian hari.
c.
d.
Persendian Temporomandibular
Kebiasaan mengunyah yang tidak teratur, gangguan pada persendian
temporomandibular (Eccentric jaw relationship) biasanya terjadi karena
hilangnya beberapa gigi asli. Hal ini menyebabkan rasa sakit pada persendian
atau pada otot-otot yang berhubungan.
e.
SKRIPSI
f.
g.
h.
i.
Atrisi
Pada beberapa kasus ditemukan bahwa membran periodontal dari gigi-gigi
yang menerima beban
berlebih
tidak
mengalami
kerusakan
tetapi
SKRIPSI
2.1.3
Mengembalikan estetika
Memperbaiki oklusi
Klasifikasi Kennedy
Terdapat beberapa metode klasifikasi sebagian lengkung rahang tidak
bergigi yang telah diusulkan dan digunakan hingga saat ini. Menurut Henderson
(1976), diperkirakan bahwa dalam suatu lengkung tunggal terdapat lebih dari
65.000 kombinasi gigi dan dan daerah tidak bergigi. Maka diperlukan sebuah
klasifikasi dasar untuk dapat mencukupi (Keating, 1991).
Metode klasifikasi dari Kennedy merupakan klasifikasi sebagian lengkung
rahang tidak bergigi yang paling banyak diterima saat ini. Maka memacu pada
pemakaian klasifikasi yang lebih umum, digunakan klasifikasi Kennedy dalam
penyusunan skripsi ini.
Klasifikasi Kennedy adalah klasifikasi yang pertama kali ditemukan oleh
dr. Edward Kennedy pada akhir tahun 1925. Klasifikasi ini bertujuan untuk
menggolongkan dan menggabungkan sebagian lengkung rahang yang tidak
bergigi (McGarry, 2002).
SKRIPSI
Gambar 1
: Daerah tidak bergigi bilateral yang letaknya pada bagian posterior dari
gigi asli yang masih tinggal pada bagian anterior (Bilateral free end)
Klas II : Daerah tidak bergigi unilateral pada bagian posterior dari gigi asli yang
masih tinggal (Unilateral free end)
SKRIPSI
Klas III.:.Daerah tidak bergigi unilateral dengan gigi asli yang tinggal pada bagian
anterior dan posterior (Bounded saddle)
Klas IV : Tunggal (single). Tetapi bilateral (memotong garis tengah), letak daerah
tidak bergigi pada daerah anterior saja, tetapi masih ada gigi pada
daerah posterior.
SKRIPSI
b.
Jika molar ketiga tidak ada, maka molar ketiga tersebut tidak diperhitungkan
dalam klasifikasi
c.
Jika molar ketiga ada dan dapat digunakan sebagai penyangga, maka harus
diperhitungkan dalam klasifikasi
d.
Jika molar kedua tidak ada dan tidak diganti, maka tidak dipertimbangkan
dalam klasifikasi
e.
f.
g.
h.
2.1.4
serta elemen gigi tiruan. Bagian dari GTSL adalah (Gunadi, 1982):
SKRIPSI
a.
Retainer/penahan
Retainer merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang berfungsi
memberi retensi sehingga menahan protesa tetap pada tempatnya. Retainer
dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Retainer langsung (direct retainer)
Yaitu bagian dari gigi tiruan yang berkontak langsung dengan permukaan
gigi abutment, dan dapat berupa cengkeram atau kaitan presisi
2. Retainer tidak langsung (indirect retainer)
Yaitu bagian dari gigi tiruan yang memberikan retensi untuk melawan gaya
yang cenderung melepas protesa ke arah oklusal dan bekerja pada basis.
Retensi tak langsung ini diperoleh dengan cara memberikan retensi pada sisi
berlawanan dari garis fulkrum dimana gaya tadi bekerja. Retensi tidak langsung
dapat berupa lengan pengimbang, sandaran/rest
b.
c.
SKRIPSI
2.1.5
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah gigi
tiruan. Dalam pembuatan desain gigi tiruan dikenal empat tahap yaitu (Soelarko, 1980):
a.
Tahap pertama : menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi (sadel)
b.
SKRIPSI
Akarnya panjang
d.
Tahap keempat: menentukan jenis konektor. Konektor pada tiap rahang terbagi
menjadi:
- Konektor utama (major connector)
Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang menghubungkan
bagian protesa yang terletak pada salah satu sisi rahang dengan yang ada pada sisi
lainnya. Untuk protesa resin, konektor yang dipakai biasanya berbentuk plat
- Konektor minor atau tambahan (minor connector)
Merupakan bagian gigi tiruan sebagian lepasan yang mengubungkan konektor utama
dengan bagian lain, misalnya suatu penahan langsung atau sandaranoklusal
dihubungkan dengan konektor utama melalui suatu konektor minor
SKRIPSI
Dalam
menentukan
desain
dari
gigi
tiruan
sebagian
lepasan,
perlu
Retensi
Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan daya pemindah yang
cenderung memindah protesa ke arah oklusal. Yang dapat memberikan retensi adalah:
lengan retentive, klamer, occlusal rest, kontur dan landasan gigi, oklusi, adhesi,
tekanan atmosfer, dan surface tension
b.
Stabilisasi
Adalah kemampuan gigi tiruan untuk melawan daya pemindah alam arah
horizontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berfungsi kecuali bagian
terminal/ujung lengan retentive. Stabilisasi terlihat bila dalam keadaan
berfungsi. Gigi yang mempunyai stabilisasi pasti mempunyai retensi,
sedangkan gigi yang mempunyai retensi belum tentu mempunyai stabilisasi
c.
Estetika
1. Penempatan klamer harus sedemikian rupa sehingga tidak terlihat
dalam posisi bagaimanapun juga
2. Gigi tiruan harus pantas dan tampak asli bagi pasien, meliputi warna gigi
daninklinasi/ posisi tiap gigi
3. Kontur gingiva harus sesuai dengan keadaan pasien
4. Perlekatan gigi di atas ridge.
2.2
Kegoyangan Gigi
Kegoyangan gigi merupakan hubungan antara daya yang kecil dan
perpindahan gigi dalam jarak pendek untuk waktu yang lama (MacEntee, 1993).
SKRIPSI
2.2.1
besarnya daya yang mengenai gigi tersebut, tetapi perlu pula mengetahui lamanya
atau waktu daya berlangsung dan variasi daya yang diberikan. Maka dapat
disamakan bahwa jarak yang ditempuh berbanding lurus dengan (Noyes and Solt,
1972):
-
Jika daya yang diterima oleh gigi besar dan berlangsung secara terusmenerus, lama kelamaan jaringan penyangga yang ada akan mengalami kerusakan
dan terjadi resorbsi hingga menyebabkan kegoyangan gigi.
2.2.2
sangat ringan. Kegoyangan gigi yang normal pada gigi incisivus lebih besar
dibandingkan dengan gigi molar dan premolar. Pemeriksaan klinik akan dapat
membedakan antara kegoyangan yang normal dengan kegoyangan yang abnormal.
Kebanyakan kegoyangan gigi terjadi ke arah fasiolingual dan sedikit ke arah
mesiodistal maupun vertikal. Kegoyangan ke arah vertikal terjadi pada kasus
penyakit periodontium yang sudah parah/lanjut (Neuman, 2002).
Percobaan yang dilakukan oleh Grand (1972) menunjukkan bahwa gigi
normal mempunyai variasi gerakan antara 0,2 mm arah horizontal dan 0,02 mm
SKRIPSI
ke arah vertikal. Pada keadaan pathologi maka gerakan tersebut dapat bertambah
sepuluh kali lipat atau lebih (MacEntee, 1993).
Sesuai dengan tingkat keparahan dan ukuran besar kegoyangannya maka
derajat kegoyangan gigi dapat dibagi menjadi (Neuman, 2002):
Derajat kegoyangan 1 : Gigi sudah menunjukkan kegoyangan yang tidak normal
namun masih ringan
Derajat kegoyangan 2 : Kegoyangan gigi sedang atau moderat. Kegoyangan gigi
pada socketnya berjarak sampai 1 mm
Derajat kegoyangan 3 : Gerakan gigi sudah lebih dari 1 mm atau gigi sudah dapat
bergerak ke arah vertikal.
Derajat kegoyangan 4 :.Kegoyangan yang sudah parah, yaitu ke segala arah.
Tingkat atau derajat kegoyangan gigi adalah penting untuk menentukan prognosa
perawatannya (Neuman, 2002).
2.2.3
SKRIPSI
a.
Trauma oklusi
b.
c.
b.
c.
Jika trauma berlangsung cukup lama, sering dan konstan, kemudian proses
penyembuhan tidak mampu menanggulangi maka akan terjadi kerusakan
permanen atau tanggalnya gigi (Deas and Mealey, 2006).
Riwayat trauma oklusal diklasifikasikan menjadi trauma oklusal primer
dan trauma oklusal sekunder. Trauma oklusal primer dihasilkan dari kekuatan
oklusal berlebihan yang diterima oleh gigi dengan jaringan penyangga yang
normal dan sehat, sedangkan trauma oklusal sekunder merupakan perubahan yang
terjadi saat kekuatan oklusal normal maupun abnormal dikenakan pada gigi
dengan jaringan penyangga yang inadekuat (Davies and Gray, 2001).
SKRIPSI
Mikroorganisme
b.
Mekanis
c.
Chemical
d.
Thermal
SKRIPSI
Pada kerusakan tulang yang kronis maka keseimbangan ini akan terganggu
karena adanya resorbsi tulang yang lebih besar, hal ini jika lebih parah akan
terjadi dan berakibat hilangnya tulang (Mizuuchi, 2002).
2.3
SKRIPSI
2.3.1
lunak maupun ke gigi penyangga, dan beban itu disalurkan baik ke arah vertikal
maupun lateral. Beban vertikal merupakan beban yang tidak mempengaruhi gigi
penyangga, bagaimana pun besarnya beban tersebut. Sebaliknya, beban lateral
membawa efek yang dapat mengakibatkan kegoyangan bagi gigi penyangga sebab
memiliki daya ungkit yang sifatnya seperti menyongkel. Beban lateral
menyebabkan rasa nyeri pada jaringan lunak mulut apabila beban tersebut
berlebihan, kemudian lama-kelamaan menyebabkan resorbsi (Mizuuchi, 2002).
Resorbsi secara fisiologis terjadi pada processus alveolaris yang telah
kehilangan gigi dan sisa tulang ini disebut dengan residual ridge. Tetapi resorbsi
akan dipercepat dengan adanya beban yang berlebihan (overload). Maka beban
tersebut dapat menyebabkan proses resorbsi semakin hebat. Semakin besar
resorbsi, maka gigi tiruan semakin longgar dan tidak stabil. Semakin tidak stabil
gigi tiruan, semakin hebat goncangan yang didapat oleh processus alveolaris
maupun gigi penyangganya. Hal tersebut akan mengakibatkan kegoyangan gigi
penyangga semakin besar (Mizuuchi, 2002).
SKRIPSI
2.3.2
b.
c.
SKRIPSI