Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN SEMINAR

ANALISA IKAN BANDENG PRESTO


BERDASARKAN SNI No: 4106.1-2009

Disusun Oleh :
1. Isra Ariska Widyastuti ( 114676 )
2. Melati Nurul Insani ( 114688 )
3. Ryan Nuryadi Muchlis ( 114739 )
4. Sitrah Nurdini Irwan ( 114745)
SEKRETARIAT JENDERAL R.I
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SMAK
MAKASSAR
2014
Lembar Penerimaan
Laporan ini dibuat oleh :
Nama

:Isra Ariska Widyastuti (114676 )

Melati Nurul Insani (114688 )


Ryan Nuryadi Muchlis (114739 )
Sitrah Nurdini Irwan ( 114745 )
Tempat Praktikum

: SMK SMAK MAKASSAR

Judul Laporan

: Analisa Ikan Bandeng Presto BerdasarkanSNI No: 4106.12009

Telah diterima oleh

: Kepala Sekolah Menengah Kejuruan SMAK Makassar

di Makassar, pada hari Selasa tanggal 11 November 2014

Sekolah Menengah Kejuruan SMAK


Makassar
Kepala Sekolah,

Drs. H. ZAINAL ABIDIN, M.Si


NIP: 19590615 198202 1
001

Lembar Pemeriksaan/Pengesahan

ii

Laporan seminar ini dengan judul Analisa Ikan Bandeng Presto BerdasarkanSNI
No: 4106.1-2009 disusun oleh kelompok II (Dua) :

1.
2.
3.
4.

Isra Ariska Widyastuti ( 114676 )


Melati Nurul Insani ( 114688)
Ryan Nuryadi Muchlis ( 114739 )
Sitrah Nurdini Irwan ( 114745 )

telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh pembimbing & Wakasek Keterampilan dan
dinyatakan diterima dan disahkan.
Makassar, 11 November 2014
Diperiksa oleh
Pembimbing,

Hj. Fatmawaty, ST
NIP. 19760718 200312 2 011

Disahkan oleh
Wakasek Keterampilan,

Takarianto, ST
NIP. 19651023 198703 1 003

ABSTRAK
Laporan Seminar ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang berjudul
Analisa Ikan Bandeng Presto Berdasarkan SNI No: 4106.1-2009. Penelitian

ii

dilakukan di Laboratorium Kimia SMK SMAK MAKASSAR, bertujuan untuk


mengetahui (1) Untuk Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ikan
bandeng presto yang dijual di pasaran layak atau tidak layak dikonsumsi, (2)
Untuk menguji cemaran mikroba dalam Ikan Bandeng Presto (3) Untuk menguji
kadar air dalam Ikan bandeng presto (4) Untuk menguji kadar protein dalam
Ikan bandeng presto. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu (1) Pembuatan
sampel (2) penyimpanan sampel (3) pengujian sampel. Tahap pertama sampel
dibuat oleh penganalisa . Tahap kedua Sampel dikemas dalam wadah tertutup
dan disimpan dalam lemari es. Tahap ketiga adalah pengujian sampel yang
meliputi Uji ALT ; Uji E. coli ; Uji Staphylococcus aureus; Uji Salmonella; Uji
Vibrio cholera; Analisis kadar air dengan metode oven; kadar protein metode
biuret menggunakan spectrofotometer UV-Vis. Karakteristik ikan bandeng presto
ini adalah mempunyai (i) ALT (1 x 103 koloni/ml sampel) (ii) MPN
Coliform (<3 APM/ml sampel) sehingga tidak berlanjut pada uji E. coli (iii)
Staphlococcus Aureus (1 x 103koloni/ml sampel) (iv) Salmonella (Negatif)
(v) vibrio cholera (Negatif) (vi) kadar protein 3,43% (vii) kadar air 35,97%
Kata Kunci: ikan bandeng presto, air, protein, ALT, Staphlococcus aureus,
Salmonella Sp. , MPN coliform, Vibrio cholera.

ABSTRACT
The seminar report is based on a study entitled "Analysis of the Milkfish Presto on
SNI No: 4106.1-2009". The study was conducted at the Laboratory of Chemical

ii

SMK SMAK MAKASSAR, aims to determine 1) To provide information to the


public that the Milkfish Presto are sold on the market is worth it or not suitable
for consumption, (2) To test for microbial contamination in beef Milkfish Presto
(3) To test the water content in milkfish presto (4) to test the protein content in
milksfish presto. The study was conducted in three stages: (1) sample preparation
(2) storage of samples (3) testing of samples. The first samples were made by the
analyzer. The second phase sample is packed in a sealed container and stored in
the refrigerator. The third stage is the testing of samples which include ALT Test;
E.coli test ; Test Staphylococcus aureus; Salmonella test; Test Vibrio cholera;
water content by oven method; biuret method of protein levels using UV-Vis
Spectrophotometer. The characteristics of these milkfish presto is to have (i) ALT
(5,0 x 105 colonies / ml of sample) (ii) MPN Coliform (<3 APM / ml sample) (iii)
Staphlococcus aureus (1.0 x 103 colonies / ml of sample) (iv) Salmonella
(Negative) (v) Vibrio cholera (Negatif) (vi) protein 3,43% (vii) water content
(35.97%) (viii).
Keywords: milkfish presto, water, protein, ALT, Staphlococcus aureus,
Salmonella, E. coli, Vibrio cholera

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmannirrahim, kami panjatkan
rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

ii

kami dapat menyelesaikan Proposal Seminar Penelitian dengan judul Analisa


Ikan Bandeng Presto Berdasarkan SNI No: 4106.1-2009 . Shalawat serta salam

semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para


sahabat dan umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari
bantuan dan peran dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan rasa hormat dan
penghargaan yang tak terhingga penulis mengucapkan terimakasih terutama
kepada :
1. Kedua orang tua beserta kerabat yang selalu memotivasi dalam melaksanakan
penelitian ini.
2. Bapak Drs. H. Zainal Abidin, M.Si, selaku Kepala Sekolah Menengah
Kejuruan SMAK MAKASSAR.
3. Ibu Fatmawati, ST selaku Pembimbing praktikum Mikrobiologi yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada kami dalam
menyelesaikan Proposal Seminar ini dan melaksanakan Praktikum.
4. Seluruh guru dan staf laboratorium Sekolah Menengah Kejuruan SMK
SMAK MAKASSAR yang telah memberikan seluruh ilmu dan bantuan
selama menjalani pendidikan dan melaksanakan Praktikum.
5. Seluruh Anggota Kelompok yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan,
dan semangat yang tak pernah terputus.
6. Seluruh sahabat dan orang-orang terbaik penulis yang selalu memberikan
inspirasi bagi penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu sehingga pelaksanaan dan penyusunan
Laporan ini berjalan lancar.

ii

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat


banyak kekurangan yang memerlukan penyempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.Akhirnya segala amal
baik yang telah mereka berikan kepada penulis semoga mendapat balasan dari
Allah SWT dan penulis berharap semoga Proposal Seminar ini bermanfaat bagi
banyak orang.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Makassar, 11 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Lembar Penerimaan II
Lembar Pemeriksaan/pengesahanIII
AbstrakIV
Kata Pengantar...................................................................................................VI
Daftar Isi.............................................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................9
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................10

ii

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian.....................................................................10


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Bandeng................................................................................................11
2.2 Pengertian Bandeng Duri Lunak..................................................................15
2.2 Metode Analisis Kandengan Bahan Pangan.................................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1Alat Dan Bahan.............................................................................................30
3.2Prosedur Kerja...............................................................................................32
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Praktikum Mikrobiologi...............................................................................40
4.2 Praktikum Proksimat....................................................................................43
4.3 Praktikum Instrumen....................................................................................44
4.4 Gambar Pengamatan.....................................................................................47
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................55
B. Saran..............................................................................................................56
Daftar Pustaka
Lampiran

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pangan populer di Asia
Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam
familiaChanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun
sudah punah). Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan
dalam bahasa Inggris milkfish).
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi
Sulawesi Selatan.Hal ini didukung oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi yang
tinggi sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi.Selain sebagai ikan
konsumsi, ikan bandeng juga dipakai sebagai ikan umpan hidup pada usaha
penangkapan ikan tuna (Syamsuddin, 2010).
Berdasarkan Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan,
kandungan omega-3 pada ikan bandeng melebihi kandungan omega-3 pada ikan
salmon, ikan tuna, dan ikan sarden, dengan kandungan protein yang tinggi dari
bandeng (20,38%). Selain itu ikan bandeng juga mengandung asam folat tinggi
dan vitamin B 6 dan B 12 yang sangat dibutuhkan oleh janin.Selain itu karena
tingginya kandungan omega 3 bandeng, konsumsi rutin ikan bandeng ju

ga

sangat efektif untuk mencegah penyakit jantung koroner dan arterioklerosis.


Meskipun ikan bandeng banyak mengandung gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh, produk makanan olahan ikan tersebut belum sepenuhnya aman dikonsumsi
jika belum dianalisa berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh BSN/SNI

terutama secara mikrobiologi. Hal ini disebabkan karena produk pangan tersebut
beresiko tinggi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik
atau kimia.
Oleh sebab itu penulis menyusun proposal untuk memberikan informasi
berdasarkan fakta analisa yang dilakukan agar pembaca (masyarakat) dapat lebih
teliti dalam mengambil keputusan yaitu memilih pangan yang aman di konsumsi,
lebih bermutu, dan bergizi.

1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Kualitas Ikan
Bandeng Presto yang dibuat memenuhi kriteria yang ditentukan Badan Standar
Nasional.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa ikan bandeng presto yang dibuat aman untuk dikonsumsi
setelah diuji dan dibandingkan dengan standar BSN dengan acuan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui ALT yang terkandung pada ikan bandeng presto


Mengetahui jumlah cemaran mikroba E.coli
Mengetahui jumlah cemaran mikroba Staphylococcus aureus
Mengetahui jumlah cemaran mikroba Salmonella
Mengetahui kadar air dalam ikan bandeng presto metode oven
Mengetahui kadar protein dalam ikan bandeng presto metode
Spektrofotometer UV-Vis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Bandeng
Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
adalah ikan bandeng.Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang
memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat.Selain
itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.Ikan bandeng
digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah.
Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan
cara pengasapan, penggaraman dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut
hanya merubah komposisi daging, rasa serta tekstur ikan, tetapi tidak dapat
melunakkan tulang yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng. Untuk
mengatasi gangguan tulang tulang ini, ada suatu cara pengolahan khusus yang
produknya disebut bandeng duri lunak.
Menurut Astawan (2004), salah satu upaya untuk mengatasi hambatan
dalam pemanfaatan ikan bandeng adalah mengolah ikan bandeng secara duri
lunak. Di Indonesia, produk bandeng duri lunak mulai dikenal walaupun jumlah
produksinya masih dibawah ikan asin maupun ikan pindang, tetapi pada masa
yang akan datang pengolahan ikan Bandeng secara duri lunak cukup cerah
prospeknya. Cita rasa yang dimiliki pun jauh lebih enak dibandingkan dengan
ikan yang diolah secara diasin maupun dengan cara lainnya.

Menurut Ghufron (1994), ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh
hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa
disebut nener yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan
gelondongan berukuran 5-8 cm.

Gambar 1. Ikan Bandeng (Channos channos Forsk)


Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009),
ikan bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak
dan asam amino yang bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia (Tabel 1.)

Tabel 2.1. Nutrisi ikan bandeng


Nutrisi
Proksimat
Air
Energi
Energi
Protein
Lemak
Abu
Karbohidrat
Fiber, total diet
Minerals
kalsium, Ca
Besi, Fe
Magnesium, Mg
Fosfor, P
Kalium, K
Natrium, Na

Units

Nilai / 100 g

G
Kcal
Kj
G
G
G
G
G

70.85
148
619
20.53
6.73
1.14
0.00
0.0

Mg

51

Mg

0.32

Mg

30
Mg
Mg
Mg

162
292
72

Seng, Zn
Tembaga, Cu
Mangan, Mn
Selenium, Se
Vitamins
Vitamin C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Pantothenic acid
Vitamin B-6
Folate, total
Asam folat
Folate, food
Folate, DFE
Vitamin B-12
Vitamin A, RAE
Retinol
Vitamin A, IU
Lemak
Asam lemak, total saturated
Asam lemak, total monounsaturated
Asam lemak, total polyunsaturated
Kolesterol
Asam amino
Tryptophan
Threonin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Methionin
Sistin
Phenylalanin
Tyrosin
Valin

Mg
Mg
Mg
Mcg

0.82
0.034
0.020
12.6

Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mcg
Mcg
Mcg
mcg_DFE
Mcg
mcg_RAE
Mcg
IU

0.0
0.013
0.054
6.440
0.750
0.423
16
0
16
16
3.40
30
30
100

G
G
G
Mg

1.660
2.580
1.840
52

G
G
G
G
G
G
G
G
G
G

0.230
0.900
0.946
1.669
1.886
0.608
0.220
0.802
0.693
1.058

Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bandeng duri lunak
harus memiliki tingkat kesegaran yang tinggi sehingga produk bandeng duri lunak
yang dihasilkan memiliki mutu yang lebih baik. Mutu produk yang dihasilkan
tergantung dari bahan baku maupun proses pengolahan yang dilakukan. Berikut

adalah ciri-ciri ikan segar yang bermutu tinggi maupun yang bermutu rendah
(Tabel 2).
Tabel 2.2. Ciri-ciri ikan segar yang yang bermutu tinggi maupun yang bermutu
rendah
Parameter

Ikan segar bermutu tinggi

Ikan segar bermutu rendah

Cerah, bola mata menonjol, kornea

Bola mata cekung, pupil putih susu,

Jernih

kornea keruh

Insang

Warna merah cemerlang, tanpa lender

Warna kusam, dan berlendir

Lendir

Lapisan lender jernih, transparan,


Lender berwarna kekuningan
mengkilat cerah, belum ada perubahan sampai coklat tebal, warna cerah
Warna
hilang, pemutihan nyata

Mata

Sayatan daging sangat cemerlang,


Daging dan
Perut

Bau

berwarna asli, tidak ada pemerahan

merah jelas sepanjang tulang


sepanjang tulang belakang, perut utuh,
belakang, dinding perut membubar,
ginjal merah terang, dinding perut
bau busuk
dagingnya utuh, bau isi perut segar
Segar, bau rumput laut, bau spesifik
menurut jenis
Padat, elastis bila ditekan dengan jari,

Konsistensi

Sayatan daging kusam, warna

sulit menyobek daging dari tulang


Belakang

Bau busuk
Sangat lunak, bekas jari tidak mau
hilang bila ditekan, mudah sekali
menyobek daging dari tulang
Belakang

Sumber: SNI No.01-2729.1-2006


Syarat mutu dan keamanan produk
Persyaratan mutu dan keamanan ikan segar sesuai Tabel 1.
Tabel 1 - Persyaratan mutu dan keamanan ikan segar
Parameter uji
a Organoleptik
b Cemaran mikroba
- ALT
- Escherichia coli
- Salmonella
- Vibrio cholera
- Vibrio parahaemolyticus
c Cemaran logam
- Arsen (As)
- Kadmium (Cd)

Satuan
-

Persyaratan
Min. 7 (Skor 1 - 9)
5,0 x 105

koloni/g
APM/g
APM/g
mg/kg

<3
Negatif/25 g
Negatif/25 g
<3
Maks. 1,0

mg/kg

Maks. 0,1

- Merkuri (Hg)
- Timah (Sn)
- Timbal (Pb)
d Kimia
- Histamin
e Residu kimia
- Kloramfenikol
- Malachite green dan
leuchomalachite green
- Nitrofuran (SEM, AHD, AOZ,
AMOZ)
f Racun Hayati
- Ciguatoksin
g Parasit

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks. 0,5
Maks. 0,5
Maks. 1,0
Maks. 40,0
Maks. 0,3
Maks. 0,4

mg/kg

Maks. 100

Tidak boleh ada


Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

Tidak terdeteksi
Tidak boleh ada

2.2 Pengertian Bandeng Duri Lunak


Salah satu hasil olahan ikan bandeng adalah bandeng duri lunak.
Mempunyai ciri hampir sama dengan pindang bandeng, dengan kelebihan yakni
tulang, duri dari ekor hingga kepalanya cukup lunak, sehingga dapat dimakan
tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 1988).
Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah produk
olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan
sebagai berikut: penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian,
perendaman,

pembungkusan,

pengukusan,

pendinginan,

pengepakan,

pengemasan, penandaan, dan penyimpanan.


Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan
hasil perikanan terutama sebagai modifikasi pemindangan yang memiliki
kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor sampai kepala lunak sehingga dapat
dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 1988).

Dalam pengolahan bandeng duri lunak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara tradisional dan modern. Pada pengolahan bandeng duri lunak secara
tradisional, wadah yang digunakan untuk memasak biasanya berupa drum yang
dimodifikasi atau dandang berukuran besar.Pengolahan bandeng duri lunak secara
tradisional menggunakan prinsip pengolahan ikan pindang.
Tabel 2.3. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009
Jenis Uji
a)

Satuan

Persyaratan Mutu

Cemaran Mikroorganisme
1. ALT, maks
2. Escherichia coli

Koloni/gram
APM/gram

5,0 x 105
<3

3. Salmonella

Per 25 gram

negatif

4. Vibrio cholerae
5. Staphylococcus aureus

Per 25 gram
Koloni/gram

negatif
maksimal 1x 103

*) Apabila diperlukan
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) (SNI No: 4106.1-2009).

Pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional dilakukan dengan


menggunakan prinsip pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan
dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan
bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri
pembusuk maupun aktivitas enzim (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Secara modern, pengolahan bandeng duri lunak
menggunakan autoclave untukmemasak. Prinsip penggunaan autoclave pada
pemasakan bandeng duri lunak adalah dengan cara menggunakan tekanan tinggi,
sekitar 1 atmosfer. Dengan tekanan yang tinggi proses pemasakan bandeng duri
lunak dengan autoclave akan lebih cepat matang dengan lama sekitar 2 jam dan

tulang ikan dapat segera lunak daripada menggunakan drum atau dandang.
Menurut Arifudin (1983), pengolahan bandeng duri lunak merupakan salah satu
usaha diversifikasi. Proses pengolahan menggunakan suhu yang tinggi (115 121C), dengan tekanan satu atmosfir. Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai
dengan menggunakan alat pengukus bertekanan tinggi (autoclave) atau dalam
skala rumah tangga dengan alat pressure cooker.
Proses pengolahan bandeng duri lunak dengan uap air panas bertekanan
tinggi menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air panas yang
bertekanan tinggi ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas mikroorganisme
pembusuk ikan, kerasnya tulang ikan disebabkan adanya bahan organik dan
anorganik pada tulang. Bahan anorganik meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor,
magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik adalahserabutserabut kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik
yang terkandung di dalamnya larut (Soesetiadi, 1977).
Selain itu pengolah bandeng duri lunak harus menerapkan standar sanitasi
dan higiene sehingga produk yang dihasilkan akan aman dikonsumsi. Sanitasi
merupakan pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, peralatan
dan pekerja, bertujuan untuk mencegah produk dari cemaran yang merugikan dan
merusakkan serta menghindari kesan tidak estetis oleh konsumen. Cemaran yang
dimaksud terutama yang membahayakan seperti cemaran yang mikroorganisme
yang dapat menimbulkan adanya gangguan kesehatan pada manusia. Pelaksanaan
sanitasi yang baik akan mendapatkan produk yang tidak membahayakan
konsumen, hasil yang lebih tahan lama karena tidak ada bahan cemaran yang
mempercepat pembusukan dan kemantapan hasil olahan. Sedangkan hygiene
(kebersihan) merupakan salah satu dasar untuk menjamin keamanan dan mutu

pangan yang sudah dikenal di seluruh dunia. Menjaga kebersihan / hygiene


menjadi tanggung jawab semua warga negara, tanpa memandang tingkatan
ekonomi maupun taraf hidup terutama dalam bidang pengolahan bahan makanan
termasuk pada pengolahan bandeng duri lunak, sehingga produk yang dihasilkan
akan lebih aman dikonsumsi oleh konsumen.

2.3Metode Analisis Kandungan Bahan Pangan


2.3.1 Uji ALT (Angka Lempeng Total)
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji
Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob
mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat
diamati secara visual berupa angka dalam koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml.
Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar
(BPOM, 2008).
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob
mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng Total
digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan
menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga
pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim Chlotide 0,5 % (TTC).
Uji TPC (Total Plate Count) adalah uji untuk mengetahui jumlah koloni
bakteri pada sampel yang diperiksa di media agar. Jumlah koloni bakteri
mengindikasikan bahwa produk tersebut aman atau tidak aman dikonsumsi

setelah disesuaikan dengan standar baku yang ditetapkan SNI.Teknik pour plate
(lempeng tuang) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di
dalam media agar dengan cara mencampurkan media agar yang masih cair dengan
stok kultur bakteri. Teknik ini biasa digunakan pada uji TPC (Total Plate Count).
Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata
pada media agar (Cappucino dan Sherman, 1982).
Uji Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk menentukan jumlah atau
angka bakteri aerob mesofil yang mungkin mencemari suatu produk, baik itu
makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika. Media yang digunakan
untuk uji ALT adalah PCA (Plate Count Agar). Masa inkubasi dilakukan dengan
membalik cawan petri yang berisi biakan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari jatuhnya butir air hasil pengembunan disebabkan suhu inkubator.
Apabila sampai terdapat air yang jatuh maka akan merusak pembacaan angka
lempeng total dari sampel yang diuji. Cara inokulasi yang dipilih adalah cara
tuang, dimana hal ini dimaksudkan untuk melihat pertumbuhan bakteri aerob
mesofil, yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya, sehingga akan
teramati bahwa pertumbuhan bakteri aerob mesofil tersebut akan berada
dipermukaan lempeng agar, karena pertumbuhannya yang mencari oksigen.Oleh
karena itu, pada pengamatan angka lempeng total ini, dicari hanya koloni bakteri
yang tumbuh di permukaan lempeng agar.
Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu dengan cara aseptik ditimbang 25
gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu
ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik
sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau

lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Hasil dari homogenisasi
pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml
kedalam tabung PDF pertama, dikocok homogeny hingga diperoleh pengenceran
10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran
yang diperlukan. Dari setiap pengencerandipipet 1ml kedalam cawan petri dan
dibuat duplo, ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PDA yang sudah
ditambahkan 1%TTC suhu 45C. Cawan petri segera digoyang dan diputar
sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas
media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko). Pada satu cawan diisi 1 ml
pengencer dan media agar, pada cawan yang lain diisi media. Setelah media
memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37C selama 24-46 jam dengan posisi
dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

2.3.2 Uji Escherichia coli


Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek yang memiliki panjang sekitar 2 m, diameter 0,7 m, lebar 0,40,7m dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar,
cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et
al., 1995)
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam
sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asamempedu dan
penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang
memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat
menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa

organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat
anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral.Di dalam lingkungan, bakteri
pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan
(Ganiswarna, 1995).
E. coli (Juga disebut E. coli O157: H7 atau Escherichia coli) adalah
spesies bakteri yang ditemukan dalam usus manusia dan hewan sehat dan
diperlukan untuk membantu dalam pemecahan selulosa dan penyerapan vitamin
K (yang membantu pembekuan darah). Namun, bakteri ini seringkali juga menjadi
penyebab infeksisaluran kemih, diare pada bayi, dan infeksi luka.Manifestasi
klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat
dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et
al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1.Infeksi Saluran Kemih
E.coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 % wanita
muda.Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria,
dan piuria.Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2.Diare
E.coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.
colidiklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok
menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda.
Ukuran sel dengan panjang 2,06,0 m dan lebar 1,11,5 m. Bentuk sel
dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran flamentous. Tidak

ditemukan spora.E. Coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal,
berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini
aerobik dan dapat juga aerobik fakultatif. E. Coli merupakan penghuni normal
usus, seringkali menyebabkan infeksi dan diare.

2.3.3 Uji Salmonella Sp


Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif
berbentuk batang. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi
Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan
hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885
pada tubuh babi.
Salmonella adalah salah satu bakteri yang seringkali menyebabkan
penyakit yang cukup serius apabila mencemari makanan maupun minuman yang
dikonsumsi manusia. Salmonella juga dapat hidup pada tubuh makhluk hidup
yang berdarah dingin maupun berdarah panas. Untuk dapat mewaspadai
mikroorganisme ini oleh karena itu diperlukan adanya identifikasi Salmonella
pada makanan yang sering dikonsumsi manusia.
Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui
makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh
Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis
adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan
makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam,
sakit kepala, mual dan muntah-muntah.

Salmonella merupakan kuman berbentuk batang, tidak berspora, dan pada


pewarnaan gram bersifat gram negative. Mempunyai ukuran 1-3.5m x 0.50.8m. salmonella dapat tumbuh cepat pada media yang sederhana tetapi mereka
hamper tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Salmonella
biasanya akan memberikan sifat positif dengan mengeluarkan bau gas H2S dan
adanya gelembung pada tabung reaksi. Dan salmonella tahan dalam air yang
membeku pada periode yang lama, dan salmonella pun tahan terhadap bahan
kimia tertentu.
Salmonella yang merupakan bakteri gram negatif, dapat menyebabkan
penyakit demam tifoid, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella
typhi atau salmonella paratyphi. Yang mempunyai tanda tanda khas berupa
perjalanan yang cepat yang berlangsung lebih kurang 3 minggu disertai demam,
toksemia, gejala gejala perut, pembesaran limpa dan erupsi kulit. Dan penyakit
tifus (Typhus Abdominalis) adalah infeksi penyakit akut yang biasanya terdapat
pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat
gangguan kesadaran. Selain itu Salmonella mungkin paling dikenal sebagai
penyebab keracunan makanan bakteri.Salmonella banyak ditemui pada makananmakanan yang tidak dibuat atau diproduksi secara higiens, oleh karena itu
sebaiknya kita menghindari ataupun mengurangi makanan yang kurang higienis.
Salmonella merupakan kelompok bakteri patogen yang sering ditemukan
pada produk pangan. Berdasarkan tingkat bahaya dan penyebarannya, Salmonella
berada pada kelompok bahaya sedang, dengan cepat dan juga kelompok sangat
berbahaya. Pemanasan merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk

membunuh Salmonella. Alternatif lainnya adalah dengan mengatur pH,


menambahkan bahan-bahan kimia, penyimpanan pada suhu rendah dan radiasi.
Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella spp. umumnya
dilakukan selama 12 menit pada suhu 66C atau selama 78-83 menit pada suhu
60C (Fardiaz, 1992).
Media pengkayaan selektif yang paling sering digunakan adalah
Tetrationat Broth (TB) dan Selenit Cystein Broth (SCB). TB mengandung asam
ampedu, tetrationat, natrium tiosulfat dan briliant green yang dapat menghambat
organisme lain selain Salmonella. Sedangkan SCB mengandung inhibitor natrium
selenit yang tereduksi menjadi selenium. Selenium akan bereaksi dengan asam
amino yang mengandung sulfur untuk menghambat bakteri lainnya. Media
selektif yang digunakan untuk isolasi adalah BSA (Bismuth Sulfit Agar). Media
ini mengandung bismuth yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Koloni yang berwarna hitam kecoklatan timbul karena terbentuk hidrogen sulfida
yang bereaksi dengan bismuth.

2.3.4 Vibrio cholerae


Vibrio cholerae merupakan bakterigram negatif, berbentuk basil (batang)
dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik dari antigen
flagelar H dan antigen somatik O, gamma-proteobacteria, mesofilik dan
kemoorganotrof, berhabitat alami di lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi
dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya
pada manusia, terutama V. cholerae penyebab penyakit kolera di negara
berkembang yang memiliki keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi
yang buruk. V. cholerae ditemukan pertama kali oleh ahli anatomi dari Italia

bernama Filippo Pacini pada tahun 1854. Namun, penemuan awal ini baru
dikenalluas setelah Robert Koch, yang mempelajari penyakit kolera di Mesir, pada
tahun 1883 berhasil membuktikan bahwa bakteri tersebut adalah penyebab kolera.
Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada
dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik
menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri vibrio
yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh
dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus
dan sebagainya.
Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif.
Suhu optimum untuk pertumbuhan pada suhu 18-37C. Dapat tumbuh pada
berbagai jenis media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral
dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. V. cholerae ini tumbuh baik
pada agar Thiosulfate-citrate-bile-sucrose (TCBS), yang menghasilkan koloni
berwarna kuning.
Vibrio adalah sepsis yang berbentuk batang gram negative yang tersebar
luas di dalam. Vibrio ditemukan di daerah perairan dan permukaan air, mereka
berbentuk batang aerob bengkok dan motil, memiliki flagella polar, dapat
bergerak dengan satu flagel kutub, tidak mampu membentuk spora.
Bakteri ini terdapat dalam faeces dan muntahan penderita, yang
berbahaya bagi penularan. Faeces penderita masih mengandung bakteri ini 7-14
hari setelah sembuh dari penyakitnya. Mantan penderita dapat menjadi karier yang
sangat berbahaya bagi penularan. Mantan penderita akan kebal oleh cholera untuk
beberapa tahun, dengan vaksinasi akan diperoleh kekebalan 6-12 bulan.

2.3.5Staphylococcus aureus
Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu adalah
Staphylococcus aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwe-gia,
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan setelah
minum susu. Sumber-sumber Staphylococcus aureus terdapat di sekitar kita, yaitu
bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit kepala. Pemeriksaan
S.aureus dapat menggunakan metode isolasi dilanjutkan uji koaglutinasi plasma
kelinci.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak,
tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun
seperti buah anggur.Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcusmemiliki
diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding
selnya.Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus
.Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang
mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureusmengandung
lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.Toksin yang
dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta
dan apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin
dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang
mempengaruhi saluran pencernaan.

2.3.6 Kadar Air


Kandungan air dalam makanan ikut menentukan acceptability kesegaran
daya tahan bahan itu. Selain itu merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air
merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang
akan digunakan dalam pengolahannya sebagaian besar perubahan. Perubahan
bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau bersal dari bahan
itu sendiri ( Winarno , 2004 ).
Pada dasarnya komposisi utama ikan terdiri dari air, kadarnya sebanyak
66,0 84,0% . Air merupakan komponen dasar ikan. Air di dalam daging ikan
terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas mudah
dihilangkan dengan cara penguapan atau pengeringan. Sedangkan air terikat
sangat sukar untuk dihilangkan dari daging ikan walaupun dengan cara
pengeringan ( Nurachman , 2006 ).
Menurut Adawiyah ( 2007 ), kadar air bahan menunjukkan banyaknya
kandungan air, persatuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar
air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah
(wet basis).
Sedangkan menurut Sasmito ( 2000 ), kadar air bahan adalah jumlah air
bebas yang tergantung di dalam bahan yang dapat dipisahkan dengan cara fisis
seperti penguapan dan destilasi.
Kadarnya 40-80% dari berat ikan, kadar air berbandingkan terbalik dengan
kadar lemak (ka , ki , jumlah 80%) air dalam ikan tidak membeku pada 00C
karena mengandung berbagai senyawa yang larut/tidak larut dalam air (membeku
-410C). Air dalam daging ikan sangat erat oleh senyawa kalorliat dan kimiawi

sehingga tidak mudah lepas oleh tekanan berat maksimal pada pasar ikan segar
( Afifah, 2011 ).
Menurut Suwedja ( 2001 ), kadar air ikan sangat bervariasi, baik antar
jenis yang satu dengan yang lain, antara individu dalam jenis dan bahkan antar
bagian-bagian tubuh dalam satu individu. Misalnya ikan berlemak tinggi (63,6%),
ikan berlemak rendah (77,2%), ikan kucus (81,8%) dll.
Kadar air dalam pangan berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal
ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan, kadar air
tersebut sering kali dikelauarkan dan dikurangi dengan cara penguapan atau
pengentalan dan pengeringan ( Mudjiharto, 2004 ).
Air merupakan kebutuhan dari seluruh mahluk hidup demikian juga
bakteri. Bakteri memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya disamping
komponen gizi lainnya. Sehingga semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan
maka semakin cepat kerusakan bahan pangan tersebut akibat aktifitas bakteri
semakin tinggi pula ( Topatubun, 2008 ).

2.3.7 Kadar Protein


Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O,
dan N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur
proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi
tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1986).
Protein

tersusun

dari

berbagai

asam

amino

yang masing-

masing dihubungkan dengan ikatan peptida.Peptida adalah jenis ikatan kovalen


yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino dengan gugus
amino asam amino lainnya sehingga terbentuk suatu polimer asam amino (Toha,
2001).Jika protein dimasak dengan asam atau basa kuat seperti pada gambar 2.3,

asam amino unit pembangunnya dibebaskan dari ikatan kovalen yang


menghubungkan molekul-molekul ini menjadi rantai (Lehninger, 1990).
Analisis protein umumnya bertujuan untuk mengukur kadar protein dalam
bahan makanan. Analisis protein dapat dilakukan antara lain dengan metode
Kjeldahl, Lowry, Biuret, Bradford, turbidimetri dan titrasi formol (Sudarmadji
dkk, 2007).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat
1.
2.
3.
4.

Neraca Digital
Eksikator
Botol timbang
Gelas piala 100 ml, 300 ml,

dan 600 ml
5. Pipet ukur 5 ml & 10 ml
6. Oven
7. Korek api
8. Cawan Petri
9. Tabung Reaksi
10. Speader
11. Inkubator
12. Colony Counter
13. Erlenmeyer 300 ml
14. Tabung durham
15. Rak tabung reaksi
16. Bulb
17. Luminar flow

18. Pipet skala


19. Labu semprot
20. Kertas saring
21. Penangas Air
22. Enkas
23. Spritus
24. Blender
25. Corong
26. Standar corong
27. Pengaduk
28. Spatula
29. Tanur
30. Pipet Volume 10 ml
31. Buret 50 ml
32. Standar Buret
33. Labu Ukur 100 ml
34.

35.
36.
37.

3.1.2 Bahan

1. Aquadest Steril
2. Sampel Ikan Bandeng Presto
3. Plate Count Agar (PCA)
4. Buffered Peptone Water (BPW)
5. Laktosa broth (LB)
6. Escherichia Coli Broth (ECB)
7. Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)
8. Briliant Green Lactose Bile (BGLB) Broth
9. BPA
10. Selenite Cystine Broth (SCB)
11. Tetrathionate Briliant Green Broth (TBGB)
12. Bismuth Sulfite Agar (BSA)
13. Thiosulfate Citrate Bile Salt Agar (TCBSA)
14. Bovin Serum Albumin (BSA)
15. NaOH 3%

38.
39.
40.
41.
42. 3.2 Prosedur Kerja
43. 3.3.1 Praktikum Mikrobiologi
44.

Uji Total Bakteri / Angka Lempeng Total (ALT)

45.

Dasar Prinsip :Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh


diinkubasikan dalam perbenihan yang cocok selama 24-48 jam pada
suhu 351o C

46.

Tujuan

:Untuk menghitung jumlah bakteri mesofil dalam

tiap 1 ml atau 1 gram sampel yang di periksa.


47.

Cara Kerja

1.

Sampel ikan bandengpresto ditimbang 5 gram dan dihomogenkan dalam 45

2.
3.

ml aquades steril.
Sampel diencerkan pada pengenceran 10-1 sampai 10-3.
Masing-masing hasil pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 1 ml
sampel dan dituangkan ke dalam cawan petri steril, kemudian diberi
medium Plate Count Agar (PCA) sebanyak 15 ml pada suhu 37oC lalu

4.

dihomogenkan.
Cawan petri yang berisi sampel diinkubasi pada inkubator pada suhu 37oC

5.

selama 24 48 jam.
Koloni bakteri yang tumbuh diamati dan dihitung.
48.

49.

50.
51.

Uji Escherichia Coli

Dasar Prinsip :Pertumbuhan E. Coli yang ditandai oleh terbentuknya


gas di dalam tabung Durham setelah diinkubasikan dalam perbenihan
yang cocok pada suhu 44o C selama 24 - 48 jam, yang diikuti dengan
uji biokimia dan selanjutnya dirujuk pada tabel APM.

52.

Tujuan

:Untuk menghitung jumlah Escherichia Coli dalam

sampel.
53.
1.

Cara Kerja

Dimasukkan 1 sengkelit biakan yang positif Tabung LB dari Pengujian


Coliform kedalam tabung yang berisi ECB yang didalamnya terdapat tabung

2.
3.
4.
5.
6.

Durham yang terbalik


Diinkubasi dalam penangas air pada suhu 440C-450C selama 24-48 jam
Dicatat tabung yang didalmnya terbentuk gas
Kemudian diinokulasi biakan yang membentuk gas keperbenihan EMBA
dalam cawan petri
Diinkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam
Koloni bakteri yang tumbuh diamati dan dihitung.
54.
55.
56.

57.
58.

Uji Staphylococcus aureus

Dasar Prinsip :Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada


perbenihan khusus setelah diinkubasikan pada suhu 37o selama 24 48
jam dan dilanjutkan dengan uji koagulase.

59.

Tujuan

:Untuk mengetahui jumlah Staphlococcus aureus

dalam 1 ml atau 1 gram sampel.


60.

Cara Kerja

1.

Sampel ikan bandeng presto ditimbang 5 gram dan dihomogenkan dalam 45

2.

ml aquades steril.
Dipipet 10 ml sampel ikan bandeng presto kedalam erlenmeyer yang berisi
media BPW 90 ml. Ditambahkan 10 ml larutan pengencer hingga diperoleh

3.

pengenceran 10-1 dikocok beberapa kali dan dihomogenkan.


Dipipet 0,1 ml suspensi dari setiap pengenceran, keatas permukaan Vogel
Jhonson Agar dan disebarkan merata dengan menggunakan spreader.

4.
5.

Pemukaan agar dikeringkan sebelum diinkubasi.


Selanjutnya diinkubasi pada suhu 360C selama 30-48 jam.
Dipilih cawan petri yang mengandung koloni 20-200 dan dihitung koloni
yang berwarna hitam mengkilat dengan lingkaran cerah disekelilingnya.
61.
62.
63.
64.
65.

Uji Salmonella Sp

66.

Dasar Prinsip : Pertumbuhan salmonella pada


perbenihan selektif yang dilanjutkan dengan uji biokimia
dan uji serologi.

67.

Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya salmonella


dalam sampel.

68.
1.

2.

3.
4.

Cara Kerja

Penyiapan dan Homogenisasi Sampel


69.
Ditimbang 5 gram sampel kedalam erlenmeyer yang berisi 225
media LB. Dikocok beberapa kali hingga homogen.
Pra Pengkayaan
a. Dipindahkan contoh yang telah dihomogenisasi secara aseptik kedalam
gelas erlenmeyer yang steril
b. Diinkubasi pada suhu 360C selama 16-20 jam
Pengkayaan
a. Dipipet 1 ml biakan pra Pengkayaan kedalam 5 ml media SCB
b. Diinkubasi pada suhu 360C selama 24 jam
Penanaman Pada Perbenihan selektif
a. Dipindahkan biakan pengkayaan dengan cara menggoreskan masingmasing biakan dengan menggunakan ose kedalam cawan petri yang berisi
BSA
b. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam
c. Diamati koloni Salmonella pada media tersebut dengan ciri-ciri koloni
berwarna coklat abu-abu sampai hitam dan kadang-kadang kilap logam,
serta warna media disekitar koloni mula-mula coklat.
70.
71.

Uji Vibrio cholerae

Dasar Prinsip : Contoh yang diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada


media pengkayaan dan dideteksi dengan menumbuhkan pada media
agar selektif. Koloni-koloni yang diduga Vibrio cholera pada media
agar selektif diisolasi kemudian dilanjutkan dengan konfirmasi melalui

uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada atau


tidaknya Vibrio cholerae.
72.

Tujuan

:untuk mengetahui jumlah Vibrio choleraedalam 1

ml atau 1 gram sampel.


73.
74.

Cara Kerja

Isolasi Vibrio cholera


1. Ditimbang sejumlah 25 g cuplikan (contoh) ke dalam erlenmeyer
2. Ditambahkan 225 ml/10ml larutan pengencer hingga diperoleh
pengenceran 1 :10.
3. Dikocok beberapa kali hingga homogen, contoh air di dalam botol lebih
dahulu dikocok 25 kali, lalu cuplikan segera diambil dengan pipet yang
sesuai. Dengan menggunakan larutan pengencer Alkaline Peptone Water.
Inkubasi pada suhu 361oC selama 6 jam
4. Dipindahkan 1 sengkelit suspensi di atas TCBS Agar. Dan diinkubasi
361oC selama 18-24 jam

75.
76.
77.

78.

3.3.2 Praktikum Proksimat (Terpadu)


79.

80.

Penetapan Kadar Air Metode Oven

Dasar Prinsip : Menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan


oven dengan suhu 100-105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam)
hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau
penyusutan berat bahan tidak berubah lagi

81.

Tujuan

:Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam

sampel.
82.

Cara Kerja

1.

Disiapkan cawan porselin , dipanaskan dalam oven pada 110OC selama

2.
3.
4.

15 menit, kemudian didinginkan dalam deksikator dan ditimbang.


Sampel ikan bandeng presto ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan dalam cawan yang telah ditimbang kosong
Kemudian Sample dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C- 1050C

5.

selama 3 jam.
Sample didinginkan dalam esikator dan ditimbang hingga diperoleh
bobot tetap.

83.
84.
85.
86.
87.
88.

89.
90.
91.

3.3.3 Praktikum Instrument


Penetapan Kadar Protein Metode Spektrofotometri Uv-Vis
Dasar Prinsip : Menganalisis adanya ikatan peptida dengan cara
menambahkan reagen biuret kedalam sample yang kemudian di ukur
absorbansinya menggunakan Spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm.

92.

Preparasi Sample

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sampel ikan bandeng presto dihancurkan kedalam petridish


Kemudian ditimbang 1 g sampel dengan menggunakan neraca digital
Setelah itu ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml
Disaring menggunakan kertas saring
Filtratnya diambil untuk dianalisis.
Dipipet 10 ml larutan contoh kedalam labu ukur 100 ml diimpitkan

7.

hingga tanda garis lalu dihomogenkan.


Dari larutan tersebut dipipet sebanyak 10 ml kedalam labu ukur 100 ml
kemudian ditambahkan 4 ml larutan biuret, diencerkan hingga tanda garis
dan dihomogenkan
Dibuat Larutan Blanko.
93.

8.

94.

Preparasi Larutan Stock dan Standar

1.

Dibuat larutan stock Bovin Serum Albumin (BSA)100 ppm sebanyak 100

2.

ml, Untuk mudah larutannya tambahkan beberapa tetes 3% NaOH.


Dibuat deret larutan standar 0,5 ppm ; 3 ppm ; dan 7 ppm dari larutan

3.

stock sebanyak 100 ml


Sebelum diencerkan, masing-masing labu ukur ditambahkan 4 ml larutan
biuret kemudian diimpitkan hingga tanda garis dan dihomogenkan.

95.

Pengukuran Konsentrasi Sampel

1.

Alat spektrofotometer dinyalakan, yang diukur pertama kali adalah

2.

blanko, kemudian deret larutan standar dan terakhir sampel


Diukur absorbansinya pada pada panjang gelombang 540 nm dengan

3.
4.
5.

spektronik 20.
Dicatat Absorbansi deret larutan standar dan sampel
Ditentukan konsentrasi Protein dalam sampel Ikan Bandeng Presto
Alat Spektrofotometer dinonaktifkan

96.

97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105. BAB IV
106. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
107. 4.1Praktikum Mikrobiologi
108.

Uji Total Bakteri / Angka Lempeng Total (ALT)


111. Jumlah

109. Ha

Koloni / ml

ri /
Ta

tingkat

110. Samp

ng

el

ga

pengenceran
114. 1
0

l
117.

02
Okt

115.

116.

120.

121.

-1

118.

Ikan
Banden

119.

obe
r

g Presto

201
4
122.

07

123.

Ikan

124.

Banden

Okt

125.

126.

g Presto
obe
r
201
4

127.
128.

Berdasarkan dari hasil pengamatan uji ALT, tidak terdapat

interprestasi koloni yang jumlahnya antara 30-300 koloni. Namun, dalam aturan
SPC (Standar Plate Count) dipilih pengenceran yang lebih rendah maka yang
dihitung dan ditetapkan adalah tingkat pengenceran 10-1.

129.

ALT

jumlahkoloni

1
= 1 101

130.

1
jumlahpengenceran

koloni/ml

131.

= 1 x 10 koloni/ml
10 koloni/ml
132.
133.
= 1 x 101 koloni/ml
134.
135.

Uji E. coli

136. Ha
ri /

137. Samp
el

138. Jumlah
Koloni / ml

Ta

tingkat

ng

pengenceran

141. 1

ga

l
144.

142.

143.

147.

148.

-1

01

145.

Ok

Ikan

tob

Banden

er

20

Presto

146.

14

149.
150.

Berdasarkan data pengamatan uji Coliform, tidak terdapat gas pada

tabung durham baik dalam uji sangkaan maupun Confirmed test . Namun, dalam
aturan SPC (Standar Plate Count) jika tidak terdapat gas pada semua tingkat
pengenceran maka APM coliform adalah <3 sehingga tidak dapat dilanjutkan pada
uji E.coli.
151.

Uji Staphylococcus aureus


154. Jumlah

152. Ha

Koloni / ml

ri /
Ta

tingkat

153. Samp

ng

el

ga

pengenceran
157. 1

159.

163.

164.

l
160.

158.

-1

01
Se
pte
mb
er
20
14

161.

Ikan
Bande
ng
Presto

162.

165.
166.

Berdasarkan data pengamatan uji Staphylococcus aureus,

interprestasi koloni yang jumlahnya antara 30-300 koloni terdapat pada tingkat
pengenceran 10-1 dan 10-2. Dalam aturan SPC (Standar Plate Count) jika hasil bagi
antara jumlah koloni pada tingkat pengenceran tertinggi dibagi dengan jumlah
koloni pada tingkat pengenceran terendah <2 maka yang dihitung dan ditetapkan
adalah rata-rata tingkat pengenceran, sedangkan jika hasil bagi antara jumlah
koloni pada tingkat pengenceran tertinggi dibagi dengan jumlah koloni pada
tingkat pengenceran terendah >2 maka yang dihitung dan ditetapkan adalah
tingkat pengenceran terendah. Karena hasil bagi antara jumlah koloni pada tingkat
pengenceran tertinggi dibagi dengan jumlah koloni pada tingkat pengenceran
terendah >2 maka yang dihitung dan ditetapkan adalah pengenceran 10-1.

167.

Staphylococcus A.=

jumlahkoloni

1
= 105 101

168.

1
jumlahpengenceran

koloni/ml

169.

= 105 x 10 koloni/ml
1050 koloni/ml
170.
171.
= 1,1 x 103 koloni/ml
172.
173.

Uji Salmonella

174. Hari /
Tang
gal

175. Sam
pel

176.
BS

177. Keterangan

181.
178.

16
Oktobe
r 2014

179.

Tidak ditemukan
koloni abu-abu

Ikan
Bande 180. N
ng
egatif
Presto

kecoklatan atau
koloni yang
berbentuk kilap
logam

182.
183.
184.
185.
186.
187.

Uji Vibrio Cholera

188. Hari /
Tang
gal
192.

16
Oktobe
r 2014

189. Sam
pel
193.

Ikan
Bande
ng
Presto

190.
TC

194. N
egatif

191. Keterangan

195.

Tidak ditemukan
koloni warna kuning

196.
197. 4.2 Praktikum Proksimat (Terpadu)
198.

Penetapan Kadar Air Dalam Sampel Ikan Bandeng Presto Metode


Oven

a.
b.
c.
d.

Bobot petri kosong


Bobot Petri + Sampel sebelum pemanasan (A)
Bobot Petri + Sampel setelah pemanasan (B)
Bobot Sampel Ikan Bandeng Presto

= 72, 3265 g
= 73, 3791 g
= 72, 9809 g
= 1,0526 g

199. Bobot yang hilang

= Bobot Sampel ( Bobot A Bobot

B)
200.

= 1,0526 g (73, 3791 g - 72,9809 g )

201.

= 1,0526 g 0,3981 g

202.

= 0,6545 g

203.

Air=

Bobot yang hilang


x 100
bobot contoh

204.

Air=

0,6545 g
x 100
1,0526 g

205.

= 62, 17 %

206.
207. 4.3 Praktikum Instrument
208.

Penetapan Kadar Protein Metode Biuret Dengan


Spektrofotometer

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Bobot Sampel Ikan Bandeng Presto


Bobot Standar Buvin Serum Albumin (BSA)
Warna Larutan Induk BSA
Warna deret larutan standar
Warna Larutan Sampel
Warna larutan Blanko

g. Faktor pengenceran

= 1,1045 g
= 0,0373 g
= Tidak Berwarna
= Biru
= Biru
= Biru
100
= 10 =10

h. Panjang gelombang

= 540 nm

209.

Perhitungan pembuatan larutan induk dan deret larutan standar

210.

211.

ppm=

mg 37,3 mg
mg
=
=373
=373 ppm
l
0,1 l
l

Larutan Standar 0,5 ppm


V 2 .C 2
C1

212.

V 1=

213.

214.

0,13 ml

100 ml . 0,5 ppm


373 ppm

215.
216.
217.
218.

Larutan Standar 3 ppm


V 2 .C 2
C1

219.

V 1=

220.

221.

0,80 ml

222.

100 ml . 3 ppm
373 ppm

Larutan Standar 7 ppm


V 2 .C 2
C1

223.

V 1=

224.

225.

1,88 ml

226.

100 ml . 7 ppm
373 ppm

Hasil perhitungan dari Kalkulator :

227.
228.

a = 0,0011926
b = 0,000611627

229.
230.

r = 0,9899

'

Y 1 =a+b . X 1

231.

= 0,0011926 + ( 0,000611627 . 0,5 )

232.

= 0,0011926 + 0,0003058

233.

= 0,0015

234.

Y 2 =a+b . X 2

'

235.

= 0,0011926 + ( 0,000611627 . 3 )

236.

= 0,0011926 + 0,00183488

237.

= 0,0030

238.

Y 3=a+ b . X 3

239.

= 0,0011926 + ( 0,000611627 . 7 )

240.

= 0,0011926 + 0,004281389

241.

= 0,0055
242. 243.
N
X

244.
Y (Absorbansi)
247.
Sebelu
248.
Setela
m
h
linear
Linear

249. 250.
251.
0,0017
1
0,5
253. 254.
255.
0,0027
2
3
257. 258.
259.
0,0056
3
7
261.
262.
Sampel
4

264.
265.

Y= a

266.

0,0244 = 0,0011926 + 0,000611627 . X

267.

0,0244 - 0,0011926 = 0,000611627 . X

268.

0,0232074 = 0,000611627 . X

269.

+b.X

X = 37,94 ppm

252.

0,0015

256.

0,003

260.

0,0055

263.

0,0244

270.

Prote

fp ppm contoh Vol. larutan


x 100
mgcontoh

10

271.

Protein=

272.

Protein=

273.

37,94 mg
0,1 l
l
x 100
1104,5 mg

37,94
x 100
1104,5

= 3,43 %

274.
275.
276.
277.
278.
279.

280. 4.4 Gambar Pengamatan

a. Penetapan ALT
281.

10-1

10-2

282.Media PCA

10-3

283.
b. Penetapan Staphylococccus Aureus
284.

Media BPA 10-1

Media BPA 10-2

Meddia BPA

10-3

c. Penetapan Salmonella

285.
286.

Media BSA (-) bakteri Salmonella

d. Penetapan Vibrio Cholera

287.

Media TCBSA (-) bakteri Vibrio Cholera

e. Penetapan Kadar Protein Metode Biuret Menggunakan


288.

Spektrofotometri UV-Vis

289.
290.
291.
292.
293.
294.
295.

Proses Pembuatan

Mengimpitkan Reagen Biuret

Proses

Pembuatan
296.

Reagen Biuret

Hingga Tanda Garis

Larutan Stock BSA

297.
298.
299.
300.
301.
302.

303.
Standar

Proses

Pengambilan

Proses

Pemindahan Reagen

Reagen

Biuret

Proses Pembuatan Deret


Biuret Kedalam Deret Larutan

Larutan Standar BSA


304.
305. Proses Pengukuran Deret Larutan Standar
Protein dan Larutan Sampel Dengan
Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
306.

307.
308.
309.
310.

311.
312.
313.
314.
315.
316.
317.
318.
319.
320.
321.
322. BAB V
323.

1. Uji Angka Lempeng Total

PEMBAHASAN

324.

Prinsip pengujian Angka Lempeng Total yaitu mengamati

Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasi selama 24-48 jam
pada suhu 35 1oC. Sampel yang digunakan dalam pengujian ALT (Angka
Lempeng Total) adalah ikan bandeng presto. Dari hasil praktikum, berdasarkan
atas interprestasi hasil yang diambil hanya rage antara 30-300 koloni yang dapat
dihitung. Koloni bakteri yang terbentukpada tiap-tiap pengenceran tidak masuk
dalam rage tersebut. Jadi, berdasarkan aturan perhitungan Standart Plate Count
(SPC), jika jumlah koloni yang dihitung pada tiap-tiap pengenceran tidak masuk
dalam rage tersebut maka pengenceran yang dihitung adalah pengenceran yang
terendah yaitu pengenceran 10-1dimana jumlah koloni pada pengenceran tersebut
adalah 1 koloni/ml sampel jadi Angka Lempeng Total dalam sampel ikan bandeng
presto adalah 1101 koloni/mlsampel yang diperiksa.

2. Uji E. coli
325.

Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting

dalam bahan pangan khususnya ikan bandeng presto. Pada pengamatan uji MPN
Coliform, metode ini terdiri atas tiga tahap, yaitu uji pendugaan, dan uji
penegasan. Dalam uji tahap pertama (pendugaan), keberadaan coliform masih
dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya bakteri coliform. Pada uji ini bagian dasar tabung
Durham yang berisi LB tidak ada gelembung gas. Terbentuknya gelembung gas
dalam tabung Durham disebabkan karena adanya mikroba pembentuk gas.
Didukung oleh sumber lain bahwa timbulnya gas disebabkan karena kemampuan
bakteri coliform yang terdapat pada sampel tersebut dalam memfermentasikan
laktosa dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam dan pada suhu

350 C. Pada sampel Ikan Bandeng Presto tidak menunjukkan adanya gelembung
gas pada tabung durham.Sehingga tidak dilanjutkan pada penetapan E. coli.

3. Uji Staphylococcus aureus


326.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak

bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan
tersusun seperti buah anggur. Staphylococcus aureus mampu menfermentasikan
manitol Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang
mempengaruhi saluran pencernaan.

4. Uji Salmonella
327.

Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk batang yang

menyebabkan typhus, paratyphus, dan penyakit foodborne. Bakteri ini bukan


indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan makanan. Uji
Salmonella digunakan untuk menentukan keberadaan bakteri Salmonella pada
makanan. Pada uji ini tidak ditemukan sampel yang mengandung bakteri
Salmonella. Adanya bakteri ini dalam makanan dianggap membahayakan
kesehatan. Salmonella tidak meninggalkan bau maupun rasa apapun pada
makanan, kecuali jika bahan makanan (daging) mengandung Salmonella dalam
jumlah besar, maka akan terjadi perubahan warna dan bau
328.

5. Uji Vibrio cholera


329.

Vibrio cholera merupakan bakteri gram negative, berbentuk basil

(batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik dari

antigen flagelar H dan antigen somatic o, gamma- proteobacteria, mesofiilik dan


kemoorganotrof akutik dan umumnya berasosiasi dengan eukasriot. Spesies
Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama
V.cholerae penyebab penyakit kolera di Negara berkembang yang memiliki
keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk.

6. Kadar Air
330.

Kandungan air bahan pangan akan memengaruhi daya tahan bahan

makanan terhadap serangan mikroba. Bahan yang mengandung kadar air terlalu
banyak akan lebih rentan terhadap serangan mikroba. Karena air dapat digunakan
sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Pengujian kadar air ini
menggunakan prinsip pengeringan. Berdasarkan standar mutunya, kadar air pada
ikan bandeng presto tidak boleh lebih dari 70 % b/b. Dari data hasil pengamatan
dapat diketahui bahwa persentase kadar air ikan bandeng presto yang diujikan
adalah 62,17% artinya ikan bandeng presto yang diujikan telah memenuhi syarat
mutu SNI.

7.Penetapan Kadar Protein Metode Biuret Dengan Menggunakan


Spektrofotometer UV-Vis
331.

Metode Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk

menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ akan
membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga
menghasilkan warna biru yang dapat didentifikasi dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 540nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan
kosentrasi protein dan tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada

dasrnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat. Hal-hal
yang mengganggu percobaan ini adalahadanya urea (mengandung gugus -CONH-) dan gula preduksi yang bereaksi dengan CU2+.
332.

Pada percobaan penentuan kadar protein secara biuret ini,

penentuan kadar protein didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh ikatan
kompleks yang bewarna biru. Hal ini terjadi apabila protein bereaksi dengan
tembaga dalam suasana basa alkali. Reaksi ini dilakukan pada suasana basa alkali,
dalam hal ini digunakan NaOH, basa kuat memiliki ion OH- yang tinggi dalam
larutan sehingga mampu mengikat ion H+ pada larutan tersebut. Ion H+ yang lebih
reaktif tersebut. Ion H+ yang lebih reaktif tersebut dapat diikat dan tak akan
bereaksi dengan gugus amino, sehingga ion Cu+2 dapat bereaksi dengan 4 gugus
amino dari ikatan paptida protein.
333.
334.

Pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan suatu alat ukur

yaitu spectrometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm, dengan alat ukur ini
kita dapat secara sfesifik mengukur absorbansi atau % T dari senyawa yang
mengandung unsur logam, oleh sebab itulah larutan standar ditambahkan dengan
reagen biuret yaitu reagen yang mengandung ion logam dalam hal ini adalah Cu2+.
Dimana Cu2+ akan berikatan dengan 4 gugus asam amino membentuk kompleks,
semakin tinggi kosentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptide dalam
larutan maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna
biru ungu yang semakin pekat.
335.

Warna dari larutan protein berbeda-beda dari berbagai konsentrasi.

Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin pekat warna yang

terbentuk, dan sebaliknya. Di dalam spektrofotometer, larutan protein


mengadsorbsi cahaya yang diberikan kepadanya. Hal ini merupakan wujud dari
interaksi suatu molekul dengan cahaya. Dari hasil pengidentifikasian pada
spektrofotometer, didapatlah harga transmitan pada masing-masing konsentrasi.
Semakin besar konsentrasi maka harga transmittan yang didapat semakin besar
juga. Dengan menggunakan rumus dari Hukum Beer, dari harga transmittan yang
diperoleh, dapat juga dihitung harga adsorban pada masing-masing konsentrasi.
Dimana, hubungan antara harga transmittan berbanding lurus dengan harga
adsorbannya.
336.

Dari hasil data yang diperoleh, telah didapatkan suatu kurva antara

adsorbansi larutan protein dengan konsentrasinya. Kurva tersebut membentuk


suatu garis lurus yang linear. Ini dikarenakan larutan protein yang digunakan
merupakan larutan encer dengan konsentrasi yang kecil. Penyimpangan Hukum
Beer akan berlaku jika larutan protein yang digunakan mempunyai konsentrasi
yang besar.

337.
338.
339.
340.
341. BAB VI
342.

343. A. Kesimpulan

PENUTUP

344.

Ikan Bandeng Presto memiliki sifat mudah rusak, Produk ini belum

sepenuhnya aman untuk dikonsumsi jika disimpan terlalu lama, karena produk
olahan tersebut merupakan produk pangan yang beresiko tinggi terhadap
kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme, fisik, atau kimia. Ikan Bandeng
memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap pertumbuhan mikroorganisme sehingga
rentan terhadap kerusakan oleh mikroorganisme perusak atau pembusuk.
a. Mikrobiologi
a. Angka Lempeng T

otal dalam Ikan Bandeng Presto

adalah 1 x 101 koloni/ml


b. MPN
6n
Coliform dal
a
m sampel Ikan Bandeng Presto adalah
c. Staphylococcus Aureus dalam sampel Ikan Bnadeng Presto adalah 1,3 x
104 koloni/ml sampel
d. Staphylococcus Aureus dalam sampel Ikan Bandeng Presto adalah 1,1 x
103 koloni/ml
e. Salmonella dalam sampel Ikan Bandeng Presto adalah negatif
f. Vibrio Cholera dala
ampel Ikan Bandeng Presto adalah negative
345.
346.
347.
348.

b. Proksimat

ms

349.

Kadar

air pada sampel


ikan Bandeng Presto adalah 62,17 %
350.
351.
352.

c. Instrument
Kadar Protein pada sampel Ikan Bandeng Presto adalah 3, 43 %

B. Saran

Dalam m

elaksanakan suatu penelitian harus teliti dan terampil

353.
Dalam melaksanakan suatu peneliti harus dikerjakan secara efektif

Dalam menghitung hasil penelitian harus akurat agar tidak mempengaruhi

hasil akhir praktikum.


Waktu untuk melaksanakan project work selanjutnya harus lebih efektif.
Dana yang dibutuhkan dalam pembiayaan project work sebaiknya
disediakan.

354.
355.
356.
357.
358.
359.
360.

361.

362. Daftar Pustaka

Adam, M.R. and M.O. Moss. 2007. Food Microbiology.


http://books.google.co.id/ Books.id. [Diakses pada 17 November 2012].
Barret, A.H. Briggs, J. Richardson. M. and Reed, T. 1998. Texture and
Storage Stability of prosessed beefsticks as affected by glycerol and
moisture level.J.F.Sci.63.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu
Pangan.Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan. Cetakan Pertama. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Holt JG, KRig NR. 1994. Bergeys manual of determinative microbiology,
9th ed.. Baltimore: The Williams & Wilkins Co. Hal: 190- 274
Kay BA, Bopp CA, Wells JG. 1994. Vibrio cholera and Cholera:
Molecular to Global Perspective. Washington DC: ASMPr.
363.
364.

Anda mungkin juga menyukai