PENDAHULUAN
terjadi sampai hari ini. Beberapa nilai yang masih perlu mendapat kajian khusus
adalah aspek etika, moral, dan hukum. (Moeloek, 2002; Wihel, 2005).
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui aspek legal kloning manusia dari
segi etika, moral, dan hukum dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat
terhadap teknik reproduksi kloning manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
menyebut,berhak
Kesejahteraan
Sosial
pasal
menyebutkan
Setiap
Warganegara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaikbaiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam
usaha-usaha kesejahteraan sosial.15
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 5 (1) menyebutkan Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan
pasal 5 (2) menyebutkan Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.17
2. Aspek Hukum Pidana
Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak
pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap
yang melakukannya. Tidak ada peraturan yang spesifik mengatur
perbuatan apa yang dilarang dan termasuk tindak pidana dari manusia hasil
kloning, namun jika manusia hasil cloning dianggap sebagai warga negara
Indonesia dan manusia seutuhnya maka seluruh peraturan dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana akan berlaku padanya.
negara
bersamaan
kedudukannya
dalam
hukum
dan
genetic
diagnosis
diperbolehkan
dengan
tujuan
FIGO
Ketentuan ini diatur pada bulan Agustus 2000. Beberapa keputusan etik
tentang teknik reproduksi buatan adalah :
1. Preconceptional sex selection untuk tujuan diskriminasi sex tidak
dibenarkan. Penelitian boleh dilanjutkan untuk mengetahui adanya sexlinked genetic disorders.
2. Reproductive cloning atau duplikasi manusia tidak dibenarkan
3. Therapeutic cloning dapat disetujui
4. Penelitian pada embrio manusia sampai dengan 14 hari pasca-fertilisasi
(pre-embrio), tidak termasuk periode simpan beku :
a. Dapat diterima bila untuk tujuan kesehatan manusia
2.2.1 Aspek Legal Kloning Menurut Etika Profesi Kedokteran Obstetri dan
Ginekologi Indonesia
Ketentuan etik teknik reproduksi buatan belum dicantumkan secara eksplisit
dalam Buku Kode Etik Kedokteran Indonesia. Namun, berdasarkan Mukernas
Etik Kedokteran Indonesia tahun 2002, sudah ditetapkan bahwa Negara kita juga
melarang teknik klonasi (kloning) pada manusia. Selain itu, Mukernas juga
menghimbau peneliti dan klinisi untuk tidak mempromosikan klonasi dalam
kaitannya dengan reproduksi manusia. Teknik klonasi hanya diperbolehkan secara
Pasal 14
Kloning untuk kepentingan komersial dan reproduksi dilarang.
Penjelasan
Kloning pada domba yang dilaporkan pada tahun 1997 adalah bahwa
reproduksi mamalia aseksual dimungkinkan dengan potensi juga pada manusia.
Kloning pada manusia dengan membelah mudigah juga dimungkinkan.
Dipermasalahkan 3 hal dalam kloning yang menyangkut etik dan dampak
sosialnya, yaitu:
1. Transfer sel kloning atau mudigah pada manusia;
2. Transfer sel kloning untuk menghasilkan jaringan/biakan sel manusia;
3. Transfer sel kloning atau membelah mudigah untuk menghasilkan manusia
kloning.
Sifat-sifat manusia amat ditentukan oleh DNA, misalnya golongan darah,
HLA, dan Haplotype. Tidaklah demikian dalam hal interaksi genetik dengan
lingkungan atau sosial. Ini berarti manusia klon akan identik dengan asalnya
dalam beberapa aspek. Pada kloning manusia dilakukan transfer sel yang
mengandung unsur gen yang sama dari seseorang. Ini berarti tidak menghargai
individu atau identitas orang tersebut. Selain mengandung risiko fisik yang belum
diketahui secara psikologik, juga bias berdampak buruk pada manusia yang
diproduksi dengan teknologi seperti ini (Affandi 2011).
Ciri-ciri
awal
yang
dapat
ditentukan
sebelumnya
(pre-determined),
10
Pasal 15
Mengobati seorang perempuan yang mempunyai defek mitokhondria dengan
jalan memasukkan sitoplasma berisi mitokhondria ke dalam protoplasma sel telur
perempuan tersebut, diperbolehkan.
Penjelasan
Perempuan dengan defek mitokhondria mempunyai risiko untuk menurunkan
kelainan ini kepada keturunannya. Pemberian suplemen sitoplasma yang
mengandung mitokhondria ke dalam protoplasma sel telur perempuan tersebut
tidak termasuk kloning. Akan tetapi, pemasukan inti salah satu sel somatik ke
dalam sel telur perempuan lain dianggap kloning. Oleh karena itu tindakan itu
dilarang (Affandi 2011).
Pasal 16
Riset pada praembrio seringkali diperlukan sehingga secara etis dibenarkan,
sepanjang:
a. Bertujuan untuk kepentingan kesehatan manusia, seperti yang tertulis dalam
definisi sehat menurut WHO;
b. Tidak membiarkan embrio berkembang melebihi 14 hari sejak terjadinya
pembuahan (tidak termasuk lamanya embrio dibekukan);
c. Informasi tidak bisa diperoleh dari model binatang;
d. Informed consent yang memadai dari kedua donor gamet
e. Projek riset praembrio diijinkan oleh badan etik yang kompeten;
f. Sebaiknya dilakukan pada praembrio yang berlebih (Surplus Praembrio) pada
FIV;
g. Praembrio bekas dipakai untuk riset tidak diimplantasikan ke dalam uterus,
kecuali ada argumentasi yang memadai bahwa kehamilan akan mencapai
kehamilan normal dan sukses.
11
Pasal 17
Riset pada praembrio menjadi tidak etis, bila:
a. kloning dengan tujuan menumbuhkan, melewati stadium praembrio;
b. memproduksi hibrid dengan fertilisasi interspesies
c. melakukan implantasi praembrio manusia ke dalam uterus spesies lain;
d. manipulasi genom, kecuali untuk tujuan pengobatan;
e. membuat bank gamet dan embrio untuk tujuan mencari untung
Penjelasan pasal 16 dan 17
Stadium praembrio didefinisasikan mulai dari saat pembuahan sampai
terbentuknya Primitive Streak, lamanya 14 hari. Riset pada praembrio diperlukan
untuk :
a. memperluas pengetahuan tentang proses perkembangan pada stadium itu;
b. memperbaiki penanganan infertilitas dan mengendalikan reproduksi;
c. memungkinkan skrining genetik untuk pencegahan dan pengobatan cacat
bawaan.
Dalam melakukan riset praembrio harus diperhatikan nilai-nilai etik, agama, dan
social (Affandi 2011).
Pasal 18
Donor "Gen" untuk kepentingan terapi genetik adalah etis sepanjang
berdasarkan altruistik dan bebas dari tujuan komersial.
Penjelasan
Terapi genetik yaitu usaha mengubah DNA manusia yang bertujuan untuk
meringankan penderitaan/penyakit seseorang yang dapat diidentifikasi. Perubahan
DNA manusia untuk tujuan lain tidak termasuk dalam terapi genetik. Pada tahun
1993 telah ditetapkan bahwa donor materi genetik harus dilakukan berdasar
altruistik dan tanpa eksploitasi komersial. Walaupun demikian, kompensasi untuk
penggantian biaya yang wajar masih bisa dibenarkan. Termasuk dalam kategori
"pembayaran" yaitu beberapa tindak medik seperti FIV dan sterilisasi dengan
mempersyaratkan donasi oosit. Oleh karena itu, tindakan demikian tidak etis
(Affandi 2011).
12
Pasal 19
Riset yang mempelajari perubahan DNA suatu sel somatik hanya dibenarkan
bila ditujukan untuk perbaikan pada kelainan yang berat atau kematian dini
Pasal 20
Riset perubahan DNA pada sperma, oosit, atau zigot yang kemudian
diimplantasikan pada uterus, saat ini dianggap tidak etis.
Penjelasan
1. Pada sel somatik perubahan genetik yang terjadi tidak diteruskan pada
keturunannya. Oleh karena itu, apabila dilihat dari sudut ini tidak ada masalah
etis. Akan tetapi, seperti halnya dengan riset-riset yang berkaitan dengan
manusia, masih banyak yang harus dipertanyaakan baik hasilnya maupun
dampaknya. Oleh karena itu, riset tentang perubahan DNA pada sel somatik
manusia harus mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari badan tertentu. Bila
riset ini berhasil, dapat dibuat proposal untuk perubahan genetik sel somatic
intrauterine (Affandi 2011).
2. Berkenaan dengan perubahan DNA pada sperma, oosit, dan zigot, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
a. Perubahan genetik akan di teruskan pada keturunan
b. Pada saat ini belum ditemukan teknik untuk mengubah gen spesifik secara
tepat, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan
c. Teknik memilih zigot yang bebas dari gen pembawa penyakit lebih
sederhana daripada memilih zigot yang mengandung pembawa penyakit,
mengubahnya, dan mentransfernya ke dalam rahim
Dari ketiga pertimbangan tersebut, maka riset yang menyangkut perubahan
DNA pada sperma, oosit, dan zigot manusia secara etis tidak diterima (Affandi
2011).
Pasal 21
Perubahan gen pada individu yang sudah sehat, hanya untuk mendapatkan
peningkatan kualitas, seperti tinggi badan, intelegensi, dan warna mata, saat ini
dianggap tidak etis.
13
Penjelasan
Perubahan genetik pada individu yang telah sehat (bebas dari gen pembawa
penyakit) bisa ditujukan untuk peningkatan kualitas yang dikehendaki misalnya
tinggi badan, intelegensi, dan warna mata, dengan cara menyisipkan (insert) gen
pembawa sifat tersebut. Ada beberapa hal yang harus dipermasalahkan pada
teknologi ini :
a. Masih belum jelas kriteria untuk mengakses teknologi ini;
b. Teknologi ini sangat potensial untuk dikomersialkan.
Pada kenyataannya sampai sekarang belum terdapat cukup bukti (evidence)
tingkat keamanan serta risikonya. Oleh karena itu, teknologi ini secara etis belum
diterima (Affandi 2011).
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kloning manusia untuk kepentingan komersial dan reproduksi dilarang atau
tidak legal di Indonesia sesuai dengan peraturan Undang-Undang Kesehatan
nomor 16 tahun 1992, Keputusan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 1999
tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan, Keputusan Mukernas Etik
Kedokteran Indonesia tahun 2002, dan panduan etika profesi obstetri dan
ginekologi di Indonesia. Meskipun kloning dilarang di Indonesia namun belum
ada peraturan perundang undangan yang khusus mengatur kloning pada manusia
di Indonesia. Kloning manusia untuk kepentingan komersial dan reproduksi juga
dilarang atau tidak legal di dunia sesuai dengan Warnock Report, kebijakan
HFEA, kesepakatan The International Islamic Center for Population Studies and
Research Nopember 2000, dan deklarasi FIGO Agustus 2000.
Sebagai dokter, hal terpenting adalah selalu mengingat bahwa pelayanan
kesehatan maupun penelitian reproduksi manusia harus berujung pada
peningkatan kualitas hidup masyarakat, bukan untuk pemuasan ilmu maupun uang
semata. Kaidah dasar moral berupa non-maleficence, beneficence, justice, dan
autonomy haruslah dihormati untuk kepentingan masyarakat.
3.2 Saran-saran
1. Masalah kloning pada manusia ini masih relatif baru dan akan terus
berkembang, maka sebaiknya perlu diikuti perkembangan kajian ilmiah
yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian akan bisa
diharapkan akan menghasilkan kebijaksanaan baru yang lebih tepat,
terutama untuk mempersiapkan peraturan khusus mengenai masalah ini.
2. Diperlukan perundang undangan yang khusus di Indonesia untuk
mengatur masalah kloning ini agar peneliti dapat mengetahui batasan
hukum yang jelas dalam meneliti teknologi kloning ini.
15