Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran. Namun sampai sdaat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong 50%
pasangan infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih
lambat dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih
langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini.1
Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk
menjadi

hamil

dan

melahirkan

anak

hidup

oleh

suami

yang

mampu

menghamilinya,maka pasangan infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan.


Penyebab infertilitaspun harus dilihat pada kedua belah pihak yaitu isteri dan suami.
Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai satu kesatuan adalah
aadanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas suatu pasangan.
Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma, cairan/lendir
serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami. Termasuk juga
sebagai faktor imunologi adanya autoantibodi.1
Pada pasangan yang normal yang berhubungan seksual secara teratur untuk
memperoleh anak, maka persentase untuk dapat hamil dalam satu bulan adalah 20%,
57% dalam 3 bulan, 75% dalam 6 bulan, 90% dalam 1 tahun.2

Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin


kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal
tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan
lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri.
Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah:
(1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke dalam organ
reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat
sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat
dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat
perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan.
Apabila salah satu dari dua factor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh
pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak.1
Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya secara
medis bagi penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama pada wanita. Wanita
seringnya menjadi menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-budaya
tertentu yang menganggap wanita merupakan sumber masalah bagi pasangan infertil.
Hal ini akan meningkatkan angka kekerasan yang terjadi pada wanita dan juga angka
perceraian. Bagi sang suami yang menganggap wanita sebagai sumber masalah
infertilitas, akan berubah perilaku seksualnya, mereka akan sering berganti-ganti
pasangan seksual walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang mana akan
meningkatkan risiko terjangkit HIV/AIDS. Beberapa penelitian dalam 10 tahun

terakhir, walaupun etiologinya belum diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas


mungkin dapat ikut menjadi faktor yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan bayi.3
I.2 Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, masalah yang
diutarakan adalah bagaimana etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari
infertilitas?
I.3 Tujuan
Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari infertilitas.
I.4 Manfaat
Hasil dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat memberikan informasi mengenai
etiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari infertilitas. Selain itu, dapat juga
dijadikan sebagai bahan dasar pada penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sistem Reproduksi Manusia


Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur imatur pada
ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche, maka setiap bulan ketika
haid, wanita akan kehilangan 1 sel telurnya. Setiap siklus menstruasi dimulai dengan
pelepasan gonadotropin releasing hormon (GnRH), FSH, dan LH. Hormon hormon
ini akan mempersiapkan ovarium untuk melepaskan sel telur dan memberi sinyal
untuk uterus agar endometrium mempersiapkan diri untuk sebuah implantasi.
Kemudian ketika di pertengahan siklus, adanya peningkatan hormon akan membuat
pelepasan sel telur oleh ovarium, hal ini disebut ovulasi. Sel telur itu kemudian
ditangkap oleh fimbrae dan berjalan melalui tuba fallopi menuju uterus. Apabila sel
telur ini kemudian bertemu dengan sel sperma, maka sel telur dan sel sperma akan
bertemu dan terjadi fertilisasi, hal ini paling sering terjadi di ampulla tuba fallopi. Sel
telur yang telah difertilisasi ini akan menjadi zigot, terus berjalan ke arah uterus, dan
akhirnya akan terjadi implantasi pada endometrium uterus dalam bentuk blastula.
Apabila sel telur ini tidak dibuahi maka akan hormon akan memberi sinyal agar
endometrium meluruhkan lapisan-lapisan yang tadinya dipersiapkan untuk implantasi
bayi. Hal inilah yang disebut dengan menstruasi, dan siklus ini akan berlanjut sampai
masa menopause.2

Gambar 1.1 Reproduksi Wanita


Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai
kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan. Hal ini
dimulai ketika masa pubertas, stok sperma yang baru akan dibuat setiap 72 jam,
akibat respon terhadap hormon testosteron, GnRH, LH, dan FSH. Saluran epididimis
merupakan tempat untuk pematangan sperma yang kemudian akan berjalan melalui
vas deferens dan duktus ejakulatorius. Selama dalam perjalanan ini, sperma akan
bercampur dengan sekret dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan
prostat untuk membentuk semen. Ketika sudah diejakulasikan, sperma harus
berenang melalui serviks untuk bertemu dengan sel telur.2

Gambar 1.2 Reproduksi Pria


II.2 Definisi
Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya. 1
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk
memperoleh anak setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun dan tanpa
menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan
pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah berhubungan seksual secara

teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan


ini telah mempunyai anak.1
II.3 Etiologi
1. Etiologi Infertilitas Pria
Laki-laki menyebabkan infertilitas sekitar 50% pada pasangan infertil.
Apabila hanya ada faktor tunggal, maka pasangannya yang subur dapat mengimbangi
pasangan yang kurang subur. Namun dalam banyak pasangan, baik laki-laki maupun
perempuan mempunya faktor infertilitas secara bersamaan. Infertilitas biasanya
menjadi nyata jika kedua pasangan subfertile atau atau kurang subur.4
Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan urogenital
bawaan dan dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu skrotum
(varikokel), gangguan endokrin, kelainan genetik dan faktor imunologi. Pada 60-75%
kasus, tidak ditemukan adanya faktor penyebab (infertilitas idiopatik pria). Pria
seperti ini biasanya datang tanpa ada riwayat yang berkaitan dengan masalah
kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
endokrin memiliki temuan yang normal. Pada Analisis semen ditemukan penurunan
jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan
banyak bentuk morfologi yang abnormal
terjadi

bersama-sama

dan

dapat

(teratozoospermia). Kelainan ini dapat

dikatakan

teratozoospermia atau sindrom OAT.4

sebagai

sindrom

oligoastheno

Sedangkan Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh


beberapa faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi
lingkungan, dan kelainan genetik.4
Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada
impotensi, penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat melakukan
koitus. Penyebab impotensi sendiri bermacam-macam, bisa karena penyakit DM,
hiperprolaktinemia, atauriwayat pembedahan sebelumnya, atau mungkin juga faktor
psikologis.5
Varokokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel
merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu
banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis membesar sehingga akan
meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma.
Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari testis sampai ke uretra, dan
apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini maka akan dapat menghambat
pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat
berupa kelainan genetik, namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi atau
vasektomi.5

Tabel 1. Persentase Etiologi Infertilitas pada Pria


2. Etiologi Infertilitas Wanita
Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa
golongan penyebab, yaitu:6
1. Kegagalan Ovulasi
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering kenapa
wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita infertil.
Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Gangguan Hormonal
Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan ovulasi.
Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang kompleks dari
interaksi hormon-hormon.

b. Scar pada ovarium


Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Sebagai contoh,
adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista
ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga folikel
tidak dapat menjadi matur dengan bennar dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu
infeksi juga dapat berakibat seperti ini.
c. Menopause prematur
Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni mempengaruhi
ovulasi.
d. Masalah Folikel
e. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)
Pada penyakit ini, tubuh memproduksihormon androgen yang terlalu banyak,
sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan resistensi
insulin dan obesitas.
2. Fungsi Tuba Fallopi yang Menurun
Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat
bervariasi, mulai dariadesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi. Penyebab
utama kelainan tuba ini antara lain:6
a. Infeksi
Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya
ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan inflamasi
pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai contoh adalah

10

hydrosalphing, sebuah kondisi dimana tuba fallopi menjadi tertutup pada kedua
ujungnya sehingga cairan terkumpul dituba.
b. Penyakit Abdominal
Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah
apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi pada cavum
abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi yang dapat berakibat
timbulnya skar dan penutupan saluran tuba.
c. Riwayat Operasi
Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya
kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb
terjadinya adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur tidak dapat
melewatinya.
d. Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba, sehingga
dapat terjadi kerusakan tuba.
e. Kelainan kongenital
Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat dilahirkan
dengan tuba yang abnormal.
3. Endometriosis
Sekitar 10% dari pasangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Dan pada
kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil.
Endometriosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya

11

pertumbuhan jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum uteri, yang
paling sering terjadi pada cavum pelvis, termaduk ovarium.6 Diagnosis pasti dari
penyakit ini hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat uterus, tuba
fallopi,

ovarium,

danperitoneum

pelvis

secara

langsung.

Gejala

pada

endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama, banyak dan nyeri, bercak
premenstrual, perdarahan rectal, dan urgensi urin.6
4. Kelainan pada mukus serviks
Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang masuk ke dalam
vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk melindunginya dari
keasaman vaginadan membantunya bergerak masuk kedalam uterus. Oleh karena
itu adanya kelainan pada mukus ini dapat menghambat pergerakan sperma
sehingga tidak bisa sampai ke sel telur.Pada beberapa kasus, mukus serviks juga
dapat mengandung antibodi antisperma, yang juga dapat mengganggu sperma.7
5. Kelainan Uterus
Kelainan uterus seperti adesi dan polips dapat menyebabkan infertilitas. Selain itu
variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga dapat menyebabkan
infertilitas.7
3. Etiologi Infertilitas dalam Pasangan
1. Hubungan Seksual
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi,
posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.1

12

2. Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang
dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang
dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi
sperma dalam jumlah cukup dan matang.1
3. Posisi
infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu
dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa
kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma dapat
dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang menunggu di saluran telur
wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu gangguan ereksi
(disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal dilakukan
dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat
wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita
menerima sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan
memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.1
II.4 Pemeriksaan
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu berarti,
kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak
diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai
berikut:8

13

1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini
apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelanan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan itu datang ke dokter.
3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini.
4. Pemeriksaan infertiitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu
anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan
istri dan anaknya.
1. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan bukti kelainan yang
dapat menyebabkan menyebabkan infertilitas. Pada pemeriksaan fisik pasangan
wanita, perhatian khusus harus diberikan untuk mengidentifikasi tanda-tanda
kelebihan androgen, yaitu hirsutisme, kebotakan, dan jerawat. Ukuran dan mobilitas
organ reproduksi dan adanya nodul endometriosis dapat dinilai selama pemeriksaan
bimanual. Jika ada kecurigaan infeksi PMS, spesimen serviks dapat diperiksa untuk
dikultur. Pada pemeriksaan terhadap pasangan laki-laki, defisiensi androgen harus

14

dicari, seperti rambut tubuh berkurang, dan ginekomastia. Pada pemeriksaan genital,
yang harus dinilai adalah OUE untuk menyingkirkan adanya epispadia atau
hipospadia, yang dapat mengganggu deposisi sperma di vagina. Oleh karena tubulus
seminiferus menyusun sekitar 80% sampai 85% dari seluruh massa testis, maka
evaluasi ukuran testis dengan orchidometer Prader dapat memberikan penilaian
global mengenai fungsi testis. Pemeriksaan pada skrotum untuk menyingkirkan
varikokel harus dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan kemudian dilakukan
manuver Valsava. Selain itu, tanda-tanda peradangan epididimis seperti penebalan
epididimis atau nyeri tekan dapat ditemukan pada palpasi skrotum.9
2. Pemeriksaan infertilitas
Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang
berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi pencitraan. Pada
pasangan infertil, pendekatan diagnosa secara sistematis diperlukan untuk evaluasi
diagnostik infertilitas.9
a. Faktor Pria: Analisis Semen
Setiap laiki-laki dalam semua pasangan infertil harus menjalani analisis air mani,
terlepas dari riwayat kesuburannya. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
penyebab infertilitas pria banyak sekali, termasuk eksposur terhadap obat, racun,
penyalahgunaan zat, trauma testis, infeksi, dan riwayat operasi sebelumnya.
Sedikitnya 2 atau 3 spesimen yang diambil dalam interval 1-2 bulan
direkomendasikan untuk analisis semen. Jika mereka berbeda secara nyata dalam

15

karakteristik fisik, spesimen tambahan harus diambil lagi. Spesimen umumnya


diperoleh dengan masturbasi dan dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi juga dapat
diperoleh melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus.
Pengumpulan spesimen dilakukan setelah berpuasa hubungan seksual (abstinensia)
selama 3-5 hari. Abstinensia yang terlalu lama sebelum pengambilan spesimen akan
menyebabkan bertambahnya volume semen namun berkurang motilitas spermanya.
Setelah diambil, spesimen harus disimpan dalam suhu ruangan dan diperiksa oleh
laboratorium maksimal dalam 1 jam kemudian.9
Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen, konsentrasi
sperma, motilitas sperma, viskositas, aglutinasi dan morfologinya sesuai yang sudah
ditetapkan oleh WHO. Meskipun analisis semen adalah landasan utama dalam
pemeriksaan infertilitas, namun pemeriksaan ini adalah prediktor yang relatif buruk
untuk menilai kesuburan kecuali parameter semen sudah sangat abnormal.9

Tabel 1. Nilai normal analisis semen

16

Apabila hasil analisis semen abnormal pada pasangan laki-laki, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab infertilitasnya.9
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunoligik antara suami dan
istri maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lendir serviks (sperm cervical
mucus contact test (SCMC test)). Uji yang dikembangkan oleh Kramer dan Jager ini
dapat mempertunjukkan adanya antibodi lokal pada pria atau wanita. Menurut
Kremer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa
akan berubah menjadi terhenti, atau gemetar ditempat kalu bersinggungan dengan
lendir serviks. Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang normal
bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang serumnya mengandung
antibodi terhadap spermatozoa suami. Uji ini sangat berguna untuk menyelidiki
adanya faktor imunologik apabila ternyata uji pasca senggama (postcoital test) selalu
negatif atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan lendir serviks normal.
Perbandingan banyaknya spermatozoa yang gemetar ditempat, yang maju pesat, dan
yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.8
b. Faktor Ovulasi
Gangguan ovulas terdapat pada sekitar 15% dari seluruh pasangan infertil dan
40% dari semua wanita infertil. Penyebab gangguan ovulasi ini bermacam-macam,
antara lain hipotiroidisme, hiperprolactinemia, PCOS, obesitas, faktor umur ibu.
Untuk melihat bagaimana fungsi ovulasi seorang wanita, riwayat menstruasi
merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan siklus reguler antara 25-35 hari dan ada
gejala premenstrual ternyata lebih dari 95% bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui

17

terjadinya ovulasi ada beberapa tes sederhana yang dapat dilakukan, seperti
pengukuran serum progesteron dan pembuatan grafik suhu basal tubuh.9
Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak digunakan.
Pada tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesteron setelah terjadi ovulasi.
Spesimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi reguler 28 hari. Adanya
serum progesteron lebih dari 3 ng/ml menunjukkan telah teradi ovulasi. Namun tes
ini sering terjadi negative palsu karena perlu pengambilan spesimen darah pada waktu
yang tepat.9
Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara tidak
langsung kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek termogenik.
Peningkatan hormon progesteron sete;ah terjadi ovulasi akan meningkatkan suhu
basal tubuh 0,3o-0,6o C yang biasanya berlangsung selama 11-14 hari setelah ovulasi.
Pengukuran suhu basal tubuh ini dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur.
Pengukuran pertama dilakukan pada hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat
untuk memastikan adanya ovulasi namun kurang akurat untuk memastikan waktu
terjadinya ovulasi.9
Selain kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation predictor
kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi adanya peningkatan
LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menggunakan urin pasien untuk mendeteksi adanya LH, yang akan
menghasilkan perubahan warna pada indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan
pertama kali pada hari ke sepuluh setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari

18

keberapa terjadi perubahan warna indikator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila
urin yang dipakai adalah urin pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada
pemeriksaan ini juga bisa didapatkan LH pada urin yang persisten selama satu bulan
penuh, ini biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.9
3. Faktor Cervical
Infertilitas karena faktor srviks biasanya disebabkan oleh kelainan produksi
mukus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan mukus serviks.
Secara tradisional, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan postcoital test (PCT).
PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi diprediksikan terjadi, kemudian
pasangan yang dilakukan tes diminta untuk melakukan hubungan seksual antara 2-12
jam sebelum tes. Setelah itu wanita kemudian datang ke petugas medis, yang akan
mengambil mukus serviksnya. Lendir kemudian ditempatkan pada kaca slide dimana
spinnbarkheitnya (stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga dihitung per
bidang high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak direkomendasikan oleh
American Society for Reproductive Medicine, karena 3 alasan, yaitu:9
1. Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak prediktif.
2. Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang menyebabkan
infertilitas.
3. Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang tidak dapat
dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan faktor serviks dalam infertilitas.

19

4. Faktor uterus dan tuba


Kelainan uterus seperti mioma submukosa dan polip endometrium dapat
menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk kelainan tuba
merupakan penyebab paling sering terjadinya infertilitas. Penyakit yang paling sering
pada kelainan tuba adalah pelvic inflammatory disease (PID) karena infeksi penyakit
menular seksual yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis atau Neisseria
gonorrhoeae. Penyakit yang melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan
menggunakan histerosalfingogram (HSG). HSG merupakan suatu studi pencitraan
yang menggunakan pewarna radioopak untuk melihat kavitas uterus dan tuba fallopi
melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data yang menyebutkan bahwa fluoroskopi juga
dapat berefek sebagai terapeutik pada infertilitas yang tak diketahui, terutama bila
menggunakan pewarna radioopak dengan bahan dasar minyak. Prosedur pemeriksaan
harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah menstruasi berhenti untuk memastikan
bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil dan untuk meminimalisasikan aliran balik
darah menstruasi.9
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah adanya infeksi
pelvis iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID. Pada wanita
ini sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju endap darahnya terlebih
dahulu, dan bila didapatkan peningkatan maka pemeriksaan dengan HSG harus
ditunda terlebih dahulu. Dan bila LED nya normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan
dengan memberikan antibiotik profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama
5 hari dengan dosis 2x100 mg/hari.9

20

Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu dengan
pertubasi. Pertubasi. Atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan
meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis
servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka
gas akan mengalir bebas ke dalam kavn peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari
catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang
dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan sampai 200 mmHg, maka dikatakan
ada sumbatan tuba, kalau naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya
dianggap paten. Tanda lain yang menyokong patensi tuba adalah terdengarnya pada
auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti bunyi
jet atau nyeri bahusegera setelah pasien dipersilahkan duduk sehabis pemeriksaan,
akibat terjadinya pengumpulan gas di bawah difragma.8
5. Faktor peritoneum
Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut meberikan
kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis ditemukan ada sekitar 25%40% wanita yang infertil, yang jumlahnya kira-kira 10 kali dari populasi umum.
Dalam hal ini, laparoskopi bisa dilakukan untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila
alat diagnostik lain gagal.9

II.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Wanita

21

A. Pengobatan
Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobati
wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur. Adapun jenisjenis pengobatan yang bisa diberikan adalah:7
1. Anti-Estrogen
Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya ovulasi pada
wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat digunakan
pada wanita dengan infertilitas yang tak diketahui dan PCOS. Clomifen bekerja
dengan berkompetisi dengan hormon estrogen untuk menempati reseptornya di
otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit maka
tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen dan hal
ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam pembuluh darah.
Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang
berisi sel telur, dan tinginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur dari
folikel matur dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif
untuk membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti
sekitar 70%-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen
sitrat.

2. Gonadotropin

22

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam ovulasi


adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa jenis
sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas, antara
lain:
a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH alami yang
diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopause yang mempunyai
kadar hormon tinggi.
b. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang berasal dari
purifikasi urin wanita postmenopause.
c. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH yang
diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.
d. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang diproduksi di
laboratorium menggunakan teknologi DNA.
Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang digunakan untuk
merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur. Pemberian gonadotropin jenis
ini dilakukan ketika kita sudah mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur dan
berisi sel telur didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USG
ovarium. Obat-obat tersebut adalah:
a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai aktivitas biologi
yang sama dengan LH, walaupun juga mengandung FSH. Hormon ini
diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil.

23

b. rhCG (recoombinant human chorionic gonadotropin) yang dihasilkan dari


teknologi DNA dilaboratorium.
c. uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang diekstraksi dan
dipurifikasi dari urin wanita postmenoause.
d. rLH
3. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil
GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit selama fase
folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara pulsatil dari
hipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk
mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui pompa yang
dipasang pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan
memberikan dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang
ditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal ini bisa
menimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum tersebut.
4. Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist)
5. Dopamin Agonist
Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan hormon prolactin
yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa disebut hiperprolactinemia.
Kelebihan hormon prolaktin ini akan mencegah terjadinya ovulasi pada wanita dan
hal ini akan menyebabkan terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkan
hingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin dan

24

cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan menurunkan produksi
prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.
6. Aromatose Inhibitor
Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada wanita
postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar estradiol dalam
sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang menstimulasi peningkatan
sekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai akibatnya akanmeningkatkan kerja
ovarium. Jenis obat penghambat aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole.
B. Terapi Bedah
Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan.
Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan tuba,
PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas
antara lain:7
1. Ovarian Drilling
Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi dapat
diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian drilling atau
ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan PCOS yang resisten
terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian drilling dilakukan secara
laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian beberapa insisi kecil dilakukan
pada ovarium dengan menggunakan panas atau laser. Proses ini akan membantu
kelainan hormon dan mmemacu terjadinya ovulasi.

25

Gambar 2.1 Ovarian Drilling


2. Pembedahan pada tuba fallopi
Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai macam
jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis kerusakannnya.
a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG menggunakan
sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterus
sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks.
b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi yang
diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area. Salpingolisis
dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi dengan memotong
perlengketan tersebut, biasanya menggunakan electrosurgery dengan memakai
elektrokauter.
c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru pada
tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun laparoskopi.

26

Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi


pada tuba fallopi.
d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil
jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung tuba
yang terpotong tersebut.
e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif terbatas.
Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter melalui
penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan dipandu
fluoroskopi.
2. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Pria
a. Air mani abnormal
Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-turut hasilnya
tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita hanya bisa
memberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada saat-saat subur
istri untuk meningkatkan persentasi terjadinya pembuahan.8
b. Varikokel
Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan. Menurut
MacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria dengan varikokel,
sekalipun hormon-hormonnya normal. Varikokelektomi hampir selalu dianjurkan
untuk semua varikokel dengan penurunan motolitas spermatozoa. Kira-kira 2/3
pria dengan varikokel yang dioperasiakan mengalami perbaikan dalam motilitas
spermatozoanya.8

27

c. Infeksi
Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan testis
sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi, infeksi yang terjadi
kronik mungkin hanya akan menurunkan kualitas sperma, dan masih dapat
diperbaiki menjadi seperti semula. Air mani yang selalu mengandung banyak
leukosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri pada waktu ejakulasi, nyeri
punggung bagian bawah, patut diduga karena infeksi kronik traktus genitalis.
Antibiotika yang terbaik adalah yang akan terkumpul dalam traktus genitalis
dalam konsentrasi yang besar, seperti eritromisin, tetrasiklin, dan kotrimoksazole.8
d. Defisiensi Gonadotropin
Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin pada pria juga dapat
menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang terjadi. Pria dengan defisiensi
gonadotropin

bawaan

sering

kali

mengalami

pubertas

yang

terlambat.

Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan pemberian preparat


hormon seperti LH dan FSH, ataupun GnRH.8
e. Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel yang
mengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani biasanya normal atau
sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin dilaporkan
dapat memperbaiki spermatogenesisnya.8

28

II.6 Assisted Reproductive Technology


1. Intrauterine Insemination (IUI)
IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalam
uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yang
melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan waktu
terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik ini, sang wanita
harus mempunyai uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini digunakan pada
wanita yang mempunyai kelainan mukos serviks, endometriosis, atau ada faktor
infertilitas pada laki-laki.7

Gambar 2.2 Intrauterine Insemination

29

2. In Vitro Fertilisation (IVF)


IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien juga
termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk memproduksi
lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk, sel telur tersebut akan
diambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan dicampur dengan sperma
dilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya agar sperma dapat
membuahi sel telur dan membentuk embrio. Embrio tersebut kemudian akan
diletakkan didalam uterus wanita menggunakan sebuah tabung plastik melalui
vagina dan serviks. Kemudian setelah embrio dimasukkan diperlukan beberapa
tambahan hormon untuk membantu implantasi embrio, dalam hal ini progesteron
dan hCG.

IVF merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengan

kerusakan tuba, infertilitas yang tak diketahui, endometriosis, dan infertilitas pada
laki-laki.7

Gambar 2.3 In Vitro Fertilization

30

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT)


Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel telur dan
sperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada IVF. Sel telur
dan sperma kemudian dicampur dan langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi.
Hal ini dilakukan secara laparoskopi melalui insisi kecil pada abdomen, atau
dengan

menggunakan

kateter

kecil

melalui

serviks.

Dengan

cara

ini

memungkinkan sperma secara natural membuahi sel telur di tuba fallopi. Untuk itu
tuba fallopi sang wanita haruslah sehat. Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFT
dilakukan dengan cara yang sama, tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopi
adalah dalam bentuk zigot bukan sel telur dan sperma seperti pada GIFT. Kedua
teknik ini sekarang sudah tergantikan dengan IVF sehingga jarang dillakukan.
Dengan teknik ini persentase terjadinya kehamilan lebih tinggi sedikit daripada
dengan teknik IVF, namun prosedur pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman
bagi pasien.7

Gambar 2.5 Cara melakukan GIFT

31

Gambar 2.6 ZIFT


4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu tekknik
reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung ke
sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarum
mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini kemudian ditempatkan di dalam
uterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini berguna untuk pasangan yang tidak
berhasil dengan IVF, atau bila kualitas sperma yang baik terlalu sedikit untuk
dilakukan IVF. ICSI mempunyai angka fertilisasi yang tinggi namun angka
terjadinya kehamilan hampir sama dengan teknik IVF.7

32

Gambar 2.7 ICSI


II. 7 Prognosis
Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung
pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas
maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan
sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.8
Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun.
Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu
kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama.8
Jones dan Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan
pada infertilitas selama 3 tahun, angka harapan terjadinya kehamilan adalah sebesar
50% atau bisa dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada pasangan yang

33

infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun maka angka harapan terjadinya kehamilan


adalah 30% dan bisa dikatakan prognosisnya buruk.8

34

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk
memperoleh anak setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun dan tanpa
menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan
pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah berhubungan seksual secara
teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan
ini telah mempunyai anak.
Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita, dan faktor
keduanya. Ada beberapa penatalaksanaa yang dapat menjadi pilihan bagi pasangan
infertil sesuai dengan masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-obatan,
pembedahan, dan assisted reproductive technology.

35

Anda mungkin juga menyukai